BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan strategi pembangunan yang dilaksanakan masing-masing negara. Akan tetapi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH DESA

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

Masalah Kependudukan dan Ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di DIY pada tahun Peneliti ini

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan penduduk Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut, berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

Oleh : Muhlisin, S.E., M.Si.

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

ARTIKEL ILMIAH UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH PEDESAAN. Oleh: Drs. Suyoto, M.Si

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

Pengantar Ekonomi Pembangunan. Masalah Pokok Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

Negara Maju??? Negara Berkembang..??

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016

PEMBAHASAN TENTANG KEMISKINAN Menurut Andre Bayo Ala, 1981 kemiskinan itu bersifat multi dimensional. Artinya kebutuhan manusia itu bermacam macam

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH PENGANGGURAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN SIDOARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB II CHYNE, O BRIEN DAN BELGRAVE: TEORI SOSIAL DEMOKRAT

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. menyerap angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. masa depan perekonomian dunia. Menurut Kunarjo dalam Badrul Munir (2002:10),

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

Indeks Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Indikator dan Teknik Perhitungan Penduduk dan ketenagakerjaan termasuk TPAK, Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tersembunyi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. jatuhnya perekonomian nasional. Sehingga banyak usaha-usaha berskala besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aghnita Septiarti, 2014 Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam memperluas kesempatan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN DAN SISTEM PENGUPAHAN

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.

Paradigma Kesejahteraan

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kemiskinan 2.1.1 Defenisi Kemiskinan Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hakhak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Laporan Bidang Kesejahteraan Rakyat yang dikeluarkan oleh Kementrian Bidang Kesejahteraan (Kesra) tahun 2004 menerangkan pula bahwa kondisi yang disebut miskin ini juga berlaku pada mereka yang bekerja akan tetapi pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok/dasar. Kemiskinan merupakan kondisi ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain: terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (Bappenas, 2004). Menurut World Bank (Bank Dunia) dalam World Bank Institute (2005), kemiskinan adalah deprivasi dalam kesejahteraan. Berdasarkan defenisi tersebut kemiskinan dapat dipandang dari beberapa sisi. Dari pandangan konvensional kemiskinan dipandang dari sisi moneter, yaitu kemiskinan diukur dengan membandingkan pendapatan /konsumsi individu dengan batasan beberapa tertentu, jika mereka berada di bawah batasan tersebut, maka mereka dianggap miskin.

11 Pandangan mengenai kemiskinan berikutnya adalah bahwa kemiskinan tidak hanya sebatas ukuran moneter, tetapi juga mencakup miskin nutrisi yang diukur dengan memeriksa apakah pertumbuhan anak-anak terhambat. Selain itu, juga bisa dari miskin pendidikan, misalnya dengan menggunakan indikator angka buta huruf. Selanjutnya pandangan yang lebih luas mengenai kemiskinan adalah kemiskinan ada jika masyarakat kekurangan kemampuan dasar, sehingga pendapatan dan pendidikan yang dimiliki tidak memadai atau kesehatan yang buruk, atau ketidakamanan, atau kepercayaan diri yang rendah, atau rasa ketidakberdayaan, atau tidak adanya hak bebas berpendapat. Definisi kemiskinan yang digunakan di berbagai negara bermacam-macam. Kemiskinan sering dipandang sebagai ketidakmampuan untuk membayar biaya hidup minimal (Bank Dunia, 1990) walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa kemiskinan juga merupakan kurangnya akses terhadap jasa-jasa seperti pendidikan, kesehatan, informasi, serta kurangnya akses masyarakat terhadap partisipasi pembangunan dan politik. Selain itu, dimensi-dimensi kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kemajuan dan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran aspek lainnya. Dan aspek lainnya dari kemiskinan ini adalah bahwa yang miskin itu adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif. Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya. Secara sosial psikologi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan peningkatan produktivitas. 2.1.2 Penyebab Kemiskinan Tujuan melakukan pembangunan adalah agar alokasi sumberdaya dapat dinikmati oleh sebagian besar anggota masyarakat. Namun demikian, karena ciri dan keadaan masyarakat amat beragaman dan ditambah pula dengan tingkat kemajuan

12 ekonomi negara semakin lemah, maka kebijakan nasional umumnya diarahkan untuk memecahkan permasalahan jangka pendek. Sehingga kebijakan pemerintah belum berhasil memecahkan persoalan kelompok ekonomi di tingkat bawah. Selain itu, kebijakan dalam negeri seringkali tidak terlepas dengan keadaan yang ada di luar negeri yang secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan antara lain dari segi pendanaan pembangunan. Dengan demikian, kemiskinan dapat diamati sebagai kondisi anggota masyarakat yang tidak/belum ikut serta dalam proses perubahn karena tidak mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga tidak mendapaatkan manfaat dari hasil proses pembangunan. Ketidakikutsertaan dalam proses pembangunan ini dapat disebabkan karena secara alamiah tidak/belum mampu mendayagunakan faktor produksi, dan dapat pula terjadi secara tidak alamiah. Pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk berpartisipasi berakibat manfaat pembangunan tidak menjangkau masyarakat. Oleh karena itu, kemiskinan di samping merupakan masalah yang muncul dalam masyarakat bertalian dengan pemilikan faktor produksi, produktivitas dan tingkat pengembangan masyarakat sendiri, juga bertalian dengan kebijakan pembangunann nasional yang dilaksanakan. Dengan kata lain, masalah kemiskinan bisa selain ditimbulkan oleh hal yang sifatnya alamiah/kultural juga disebabkan oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan yang ada, sehingga para pakaar berfikir tentang kemiskinan kebanyakan melihat sabagai masalah kultural. Dan pada akhirnya timbul istilah kemiskinan kultural yakni kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial tersebut tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang tersedia bagi masyarakat. 2.1.3 Teori Kemiskinan Beberapa penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pada kepemilikan sumberdaya yang menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya

13 rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (Vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidak sempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan. Oleh karena itu, setiap usaha untuk mengurangi kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan perangkap kemiskinan ini. Berikut gambar lingkaran setan kemiskinan (Vicious circle of poverty): Ketidaksempurnaan pasar, keterbelakangan, ketertinggalan Kekurangan modal Investasi rendah Produktivitas rendah Tabungan rendah Pendapatan rendah Gambar 2.1 Lingkaran setan kemiskinan (Vicious circle of poverty) Ada dua lingkaran perangkap kemiskinan, yaitu dari segi penawaran (supply) dimana tingkat pendapatan masyarakat yang rendah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung rendah. Kemampuan untuk menabung rendah, menyebabkan tingkat pembentukan modal yang rendah, tingkat pembentukan modal (investasi) yang rendah menyebabkan kekurangan modal, dan dengan demikian tingkat produktivitasnya juga rendah dan seterusnya. Dari segi permintaan (demand), di

14 negara-negara yang miskin perangsang untuk menanamkan modal adalah sangat rendah, karena luas pasar untuk berbagai jenis barang adanya terbatas, hal ini disebabkan oleh karena pendapatan masyarakat sangat rendah. Pendapatan masyarakat sangat rendah karena tingkat produktivitas yang rendah, sebagai wujud dari tingkatan pembentukan modal yang terbatas di masa lalu. Pembentukan modal yang terbatas disebabkan kekurangan perangsang untuk menanamkan modal dan seterusnya. 2.1.4 Ukuran Kemiskinan Ukuran kemiskinan menurut Nurkse (dalam Lincolin Arshad, 1999), secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua pengertian: 1. Kemiskinan Absolut Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. Kesulitan utama dalam konsep kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor ekonomi lainnya. Walaupun demikian, untuk dapat hidup layak, seseorang membutuhkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya. Kebutuhan dasar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kebutuhan dasar yang diperlukan sekali untuk mempertahankan hidupnya dan kebutuhan lain yang lebih tinggi. United Nation Research Institute for Social Development (UNRISD) menggolongkan kebutuhan dasar manusia atas tiga kelompok yaitu: 1. Kebutuhan fisik primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, perumahan, dan kesehatan. 2. Kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, waktu luang (leisure), dan rekreasi serta ketenangan hidup.

15 Kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan lain yang lebih tinggi. Kebutuhan dasar tidak hanya meliputi kebutuhan keluarga, tetapi juga meliputi kebutuhan fasilitas lingkungan kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan oleh Internasional Labor Organization (ILO, 1976) sebagai berikut: Kebutuhan dasar meliputi 2 unsur: pertama, kebutuhan yang meliputi tuntutan minimum tertentu dari suatu keluarga konsumsi pribadi seperti makanan yang cukup, tempat tinggal, pakaian, juga peralatan dan perlengkapan rumah tangga yang dilaksanakan. Kedua, kebutuhan meliputi pelayanan sosial yang diberikan oleh dan untuk masyarakat seperti air minum yang bersih, pendidikan, dan kultural. 2. Kemiskinan Relatif Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena itu, Kincaid (1975) mengatakan bahwa kemiskinan dapat dilihat dari aspek ketimpangan sosial yang berarti semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin. Indonesia melalui BPS mengadopsi defenisi kemiskinan secara absolut yaitu dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) untuk mengukur tingkat kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. 2.1.5 Indikator Kemiskinan Persepsi mengenai kemiskinan telah berkembang sejak lama dan sangat bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Kriteria untuk membedakan penduduk miskin dengan yang tidak miskin mencerminkan prioritas nasional

16 tertentu dan konsep normatif mengenai kesejahteraan. Namun pada umumnya saat negara-negara menjadi lebih kaya, persepsi mengenai tingkat konsumsi minimum yang bisa diterima, yang merupakan garis batas kemiskinan akan berubah. Garis kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan kebutuhan non makanan, atau standar yang menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari sudut konsumsi. Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda, sehingga tidak ada satu garis kemiskinan yang berlaku umum. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan 2.2.1 Rata-Rata Lama Sekolah Hampir tidak ada yang membantah bahwa pendidikan adalah pionir dalam pembangunan masa depan suatu bangsa. Jika dunia pendidikan suatu bangsa sudah jeblok, maka kehancuran bangsa tersebut tinggal menunggu waktu. Sebab, pendidikan menyangkut pembangunan karakter dan sekaligus mempertahankan jati diri manusia suatu bangsa. Sehingga, setiap bangsa yang ingin maju maka pembangunan dunia pendidikan selalu menjadi prioritas utama. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan yang dicapai oleh masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Asumsi yang berlaku secara umum bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kualitas seseorang, baik pola pikir maupun pola tindakannya. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, diukur dengan lamanya waktu untuk sekolah akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding dengan orang yang pendidikannya lebih rendah. Rata-rata lama sekolah adalah

17 rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk yang berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Batas maksimum untuk rata-rata lama sekolah adalah 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun (standar UNDP). Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum yang ditargetkan adalah setara Sekolah Menengah Atas (SMA). 2.2.2 Jumlah Penduduk Pada umumnya perkembangan penduduk di negara sedang berkembang sangat tinggi dan besar jumlahnya. Masalah pertumbuhan penduduk bukanlah sekedar masalah jumlah, masalah penduduk juga menyangkut kepentingan pembangunan serta kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Dalam konteks pembangunan, pandangan terhadap penduduk terpecah dua, ada yang menganggapnya sebagai pendorong pembangunan, ada pula yang menganggap sebagai penghambat pembangunan. Perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan penghambat pembangunan. Faktor pendorong karena, pertama, memungkinkan semakin banyaknya tenaga kerja. Kedua, perluasan pasar, karena luas pasar barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat pembangunan karena akan menurunkan produktivitas, dan akan terdapat banyak pengangguran. Negara sedang berkembang kebanyakan mengalami dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, fakta menunjukkan tiga per empat penduduk dunia tinggal di Negara-negara sedang berkembang. Masalah kependudukan yang dihadapi yaitu tingginya tingkat kelahiran dan tinggi pula angka kematiannya, akan tetapi masih besar angka kelahirannya. Kelahiran yang tinggi salah satunya disebabkan oleh usia pernikahan yang masih dini, dan kurangnya pengetahuan akan KB. Sementara itu angka kematian yang tinggi disebabkan oleh masih rendahnya kualitas kesehatan yang dimiliki penduduk Negara sedang berkembang.

18 Meskipun terdapat pertentangan mengenai konsekuensi positif dan negatif yang ditimbulkan oleh laju pertumbuhan penduduk, namun selama beberapa dekade mulai muncul gagasan baru berupa: 1. Pertumbuhan penduduk bukan merupakan penyebab utama rendahnya taraf hidup masyarakat, kesenjangan pendapatan atau terbatasnya kebebasan dalam membuat pilihan yang merupakan masalah pokok dalam suatu negara. 2. Persoalan kependudukan tidak semata-mata menyangkut jumlah akan tetapi juga meliputi kualitas hidup dan kesejahteraan materiil. Namun, pertumbuhan penduduk yang cepat memang mendorong timbulnya masalah keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi semakin jauh. Laju pertumbuhan penduduk yang terlampau cepat, meskipun bukan merupakan penyebab utama dari keterbelakangan, harus disadari hal itu merupakan salah satu faktor penting penyebab keterbelakangan di banyak negara. Untuk menghitung pertumbuhan penduduk tiap tahunnya dapat dihitung menggunakan rumus: di mana: Banyaknya penduduk pada akhir tahun = Banyaknya penduduk pada awal tahun B = Banyaknya kelahiran D = Banyaknya kematian IM = Banyaknya migrasi masuk OM = Banyaknya migrasi keluar (B D) = Pertumbuhan penduduk alamiah (IM OM) = Migrasi neto Penduduk akan bertambah jumlahnya jika ada bayi yang lahir (B) dan penduduk yang datang (IM) dan penduduk akan berkurang jumlahnya jika ada

19 penduduk yang meninggal dunia (D) dan yang meninggalkan wilayah tersebut (OM). 2.2.3 Pengangguran Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan dengan pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Menurut Edwards, 1974 (dikutip dari Lincolin,1997), bentuk-bentuk pengangguran adalah: 1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah mereka yang mampu dan seringkali sangat ingin bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang cocok untuk mereka. 2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah mereka yang secara nominal bekerja penuh namun produktivitasnya rendah sehingga pengurangan dalam jam kerjanya tidak mempunyai arti atas produksi secara keseluruhan. 3. Tampaknya bekerja tetapi tidak bekerja secara penuh: yaitu mereka yang tidak digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah pengangguran, termasuk di sini adalah: a. Pengangguran tak kentara (disguised unemployment), misalnya seorang petani yang bekerja di ladang selama sehari penuh, padahal pekerjaan itu sebenarnya tidak memerlukan waktu selama sehari penuh. b. Pengangguran tersembunyi (hidden unemployment), misalnya orang yang bekerja tidak sesuia dengan tingkat atau jenis pendidikannya. c. Pensiun lebih awal, fenomena ini merupakan kenyataan yang terus berkembang di kalangan pegawai pemerintah. 4. Tenaga kerja yang lemah (impaired), adalah mereka yang mungkin bekerja penuh tetapi intensitasnya lemah karena kurang gizi atau penyakitan.

20 5. Tenaga kerja yang tidak produktif, adalah mereka yang mampu bekerja secara produktif tetapi tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di negara yang sedang berkembang menjadi semakin serius. Tingkat pengangguran terbuka sekarang ini yang ada di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia rata-rata sekitar 10 persen dari seluruh angkatan kerja di perkotaan. Masalah ini dipandang lebih serius lagi bagi masyarakat yang berusia antara 15-24 tahun yang kebanyakan mempunyai pendidikan yang lumayan. Ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran, luasnya kemiskinan, dan distribusi pendapatan yang tidak merata. Bagi sebagian besar orang, yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap atau hanya bekerja paruh waktu (part time) selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Masyarakat yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Namun demikan, adalah salah jika beranggapan bahwa setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Hal ini karena kadangkala ada pekerja di perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikan. Masyarakat menolak pekerjaan yang dirasa lebih rendah dan bersikap demikian karena mempunyai sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan masyarakat (Lincolin Arsyad, 1997). Di samping penjelasan tersebut, salah satu mekanisme pokok untuk mengurangi kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang adalah memberikan upah yang memadai dan menyediakan kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin (Lincolin Arsyad, 1999). Besarnya dampak krisis terhadap kemiskinan yang menyebabkan menjamurnya insiden kebangkrutan sebagai akibat tekanan pada kesempatan kerja di sektor informal perkotaan semakin besar. Hal tersebut menunjukkan ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran dengan luasnya kemiskinan. Pada negara yang sedang berkembang bukan saja menghadapi kemerosotan dalam

21 ketimpangan relatif tetapi juga masalah kenaikan dalam kemiskinan dan tingkat pengangguran. Besarnya dimensi kemiskinan tercermin dari jumlah penduduk yang tingkat pendapatan atau konsumsinya berada di bawah tingkat minimum yang telah ditetapkan. Masyarakat miskin pada umumnya menghadapi permasalahan terbatasanya kesempatan kerja, terbatasnya peluang mengembangkan usaha, melemahnya perlindungan terhadap aset usaha, perbedaan upah, serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah tangga. 2.3. Pengaruh Variabel Indpenden Terhadap Variabel Dependen 2.3.1 Pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah Terhadap Tingkat Kemiskinan Pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah Negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Seseorang yang berpendidikan tinggi dapat menghasilkan gagasan baru tentang bagaimana pilihan terbaik untuk memproduksi barang dan jasa. Jika gagasan ini dapat diterima oleh pendudukan luas, maka semua orang dapat menggunakannya sehingga gagasan tersebut dapat dikatakan sebagai manfaat eksternal dari pendidikan. Jika dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan meningkatkan produktivitas. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupunn konsumsinya. Oleh karena itu, investasi pendidikan akan berpengaruh positif terhadap pengentasan kemiskinan. 2.3.2 Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Tingkat Kemiskinan Perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan penghambat pembangunan. Faktor pendorong karena, pertama, memungkinkan semakin

22 banyaknya tenaga kerja. Kedua, perluasan pasar, karena luas pasar barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat pembangunan karena akan menurunkan produktivitas, dan akan terdapat banyak pengangguran. Dalam kaitannya dengan kemiskinan, jumlah penduduk yang besar justru akan memperparah tingkat kemiskinan. Fakta menunjukkan, di kebanyakan Negara dengan jumlah penduduk yang besar tingkat kemiskinannya juga lebih besar jika dibandingkan dengan Negara dengan jumlah penduduk sedikit. Jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Sehingga muncul wabah penyakit, kelaparan dan berbagai macam penderitaan manusia.. Parahnya kemiskinan absolut serta rendahnya taraf hidup mendorong terciptanya keluarga-keluarga besar, sedangkan keluarga besar menghambat pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan ekonomi dan sosial yang lebih merata merupakan syarat untuk meredakan atau menghentikan laju pertumbuhan penduduk pada tingkat fertilitas dan mortalitas yang rendah. Semakin banyak jumlah penduduk maka akan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Hal tersebut membuktikan bahwa jumlah penduduk yang besar akan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu perlu adanya upayaupaya untuk mengendalikan jumlah penduduk, seperti dengan melakukan program Keluarga Berencana (KB). 2.3.3 Pengaruh Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Lincolind Arsyad (1999) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bagi sebagian besar masyarakat, yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau hanya part-time selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Masyarakat yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas menengah keatas. Setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedangkan yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Karena kadangkala ada juga pekerja diperkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik dan yang lebih

23 sesuai dengan tingkat pendidika. Masyarakat menolak pekerjaan-pekerjaan yang dirasa lebih rendah dan bersikap demikian karena mempunyai sumber-sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan masyarakat. Orang-orang seperti ini bisa disebut menganggur tetapi belum tentu miskin. Sama juga halnya adalah, banyaknya induvidu yang mungkin bekerja secara penuh per hari, tetapi tetap memperoleh pendapatan yang sedikit. Banyak pekerja yang mandiri disektor informal yang bekerja secara penuh tetapi mereka sering masih tetap miskin. Efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. 2.4 Kerangka Pemikiran Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka pemikiran yang skematis: Pendidikan Jumlah Penduduk Kemiskinan Pengangguran Gambar 2.2 Kerangka pemikiran 2.5 Hipotesa Penelitian Hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara tentang adanya suatu hubungan tertentu antara variabel-variabel yang digunakan. Sifat sementara pada hipotesis ini berarti bahwa hipotesis dapat diubah, diganti dengan hipotesis lain yang lebih tepat.

24 Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diduga pendidikan Rata-Rata Lama Sekolah berpengaruh negatif terhadap Tingkat Kemiskinan. 2. Diduga Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemiskinan. 3. Diduga Tingkat Pengangguran berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemiskinan