Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 UJI PEMBEBANAN PADA PELAT REACTIVE POWDER CONCRETE Daniel Christianto 1, Widodo Kushartomo 2, Fanywati Itang 3 dan Cynthia Hindrawan 4 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl Letjen S.Parman no.1 Jakarta Email: daniel@untar.ac.id 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl Letjen S.Parman no.1 Jakarta Email: widodo@untar.ac.id 3 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl Letjen S.Parman no.1 Jakarta Email: fannywatii@untar.ac.id 4 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl Letjen S.Parman no.1 Jakarta Email: cynthiahindrawan@gmail.com ABSTRAK Serat baja merupakan salah satu bahan inovatif pada campuran reactive powder concrete (RPC), untuk meningkatkan kuat tariknya. Selain itu Serat baja tersebut dapat digunakan untuk mengatasi keretakan pada beton yang terjadi akibat panas hidrasi dan nantinya diharapkan dapat juga mengurangi rasio tulangan longitudinal pada elemen struktur beton RPC. Beton pada umumnya digunakan pada struktur konstruksi, salah satunya adalah pelat yang terdapat pada konstruksi jembatan penyebrangan. Fokus pada penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar beban maksimum yang dapat dipikul oleh suatu model struktur pelat RPC berserat tanpa tulangan longitudinal dimana dilakukan uji pembebanan secara statik. Model struktur pelat yang dibuat adalah sebuah pelat dengan dimensi 90 cm x 100 cm x 5 cm. Pada pembuatan RPC ini, memakai material utama antara lain: ukuran agregat maksimum 0.2 mm, silica fume, semen portland dan superplasticfizer dan steel fiber 0.2mm. Hasil pengujian pada struktur pelat ini memperlihatkan bahwa penambahan serat baja dengan volume 0,1% dengan panjang minimum serat baja sebesar 3,6 cm ke dalam campuran RPC dapat meminimalkan serat baja yang slip di daerah retak beton dan tidak terjadi retak akibat susut pada pelat. Mutu RPC yang didapat di kisaran 41,18 MPa. Flexural test yang didapat sebesar 5,69MPa. Keruntuhan pelat terjadi pada saat beban maksimum mencapai 1740,2304 kg/m 2, hal ini menunjukkan bahwa beban yang dipikul jauh diatas 250 kg/m 2 (beban hidup manusia). Kata kunci : reactive powder concrete, serat baja, pelat 1. PENDAHULUAN Perkembangan infrastruktur di seluruh dunia khususnya Indonesia, saat ini sedang berkembang dengan pesat. Lebih dari 60% proyek konstruksi menggunakan beton. Mulai dari rumah tinggal sederhana, high rise building, bahkan pada jembatan, konstruksi beton masih menjadi pilihan utama bagi pekerja di bidang konstruksi. Dewasa ini, kian banyak jembatan yang menggunakan beton bermutu dan berkinerja tinggi. Seiring berkembangnya zaman, konstruksi membutuhkan beton mutu tinggi yang dimana material konstruksinya bermutu tinggi sekaligus berkinerja tinggi. Beton mutu tinggi yang dibutuhkan adalah yang memiliki kuat tekan minimal 6000 psi (40 MPa) untuk menopang semua beban dengan dimensi komponen struktur yang cukup ramping. Untuk memenuhi kebutuhan beton yang berkekuatan tinggi, dimulailah penelitian-penelitian inovasi terbaru mengenai material konstruksi ini. Namun, pada tingkat kekuatan seperti itu, agregat kasar menjadi titik terlemah dalam beton. Maka untuk meningkatkan kekuatan beton tekan lebih tinggi lagi, satu-satunya cara adalah dengan menghapus agregat kasar (Richard P, dan Cheyrezy M, 1995). Penghilangan agregat kasar merupakan kunci untuk mengatur homogenitas antara semen dengan komponen lainnya. Material yang digunakan untuk pembuatan beton ini adalah Semen Portland, pasir silika, silica fume, superplasticizer, air dan serat baja (steel fiber). Silica fume digunakan sebagai pengganti sebagian semen untuk meningkatkan beberapa sifat-sifat khusus dari beton dan Superplasticizer ditambahkan untuk mengurangi penggunaan air dan mempercepat proses pengikatan beton. Kuat tekan beton yang tinggi berkolerasi dengan sifat beton yang getas (brittle). Apabila kekuatannya tinggi maka beton yang dihasilkan akan semakin getas. Hal ini menandakan beton kehilangan daktilitasnya, namun dengan penambahan serat baja (steel fiber) yang tepat akan didapatkan struktur beton mutu tinggi yang bersifat daktail dengan struktur yang ramping dan dapat memikul beban. Beton pada umumnya digunakan untuk menjadi strukturstruktur tertentu dari sebuah konstruksi seperti pelat, balok, kolom sebuah bangunan, dan juga pada jembatan untuk SK-121
menjadi deck slab. Pelat beton banyak digunakan pada bangunan teknik sipil, baik sebagai lantai bangunan, lantai atap dari suatu gedung, lantai jembatan maupun lantai dermaga. Dalam penelitian ini, peneliti akan membuat suatu model struktur, dimana model tersebut berupa pelat beton berserat satu arah tanpa tulangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban ultimate yang dapat dipikul oleh model struktur beton dimana serat berperan menggantikan tulangan yang pada umunya sering digunakan. Dengan mengetahui beban ultimate dari model tersebut, diharapkan penggunaan beton berserat di Indonesia dapat berkembang dimulai dari jembatan penyeberangan orang sesuai dengan model yang dibuat. 2. TINJAUAN PUSTAKA Reactive Powder Concrete Konsep beton bubuk reaktif pertama kali dikembangkan oleh Richard P. dan M. Cheyrezy dan RPC pertama kali diproduksi pada awal 1990-an oleh para peneliti di laboratorium Bouygues di Prancis. Sebuah aplikasi bidang RPC dilakukan pada Pedestrian / Bikeway Jembatan di kota Sherbrooke, Quebec, Canada. RPC dinominasikan untuk 1999 Nova Awards dari Forum Inovasi Konstruksi. RPC telah berhasil digunakan untuk isolasi dan penahanan limbah nuklir di Eropa karena impermeability yang sangat baik. RPC dikembangkan dengan meningkatkan material berbasis mikrostruktur sebagai bahan cementitious. Dibandingkan dengan material campuran beton pada umumnya, material campuran RPC mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil dimana ini akan meningkatkan homogenitas campuran beton dan juga memperkecil porositas pada beton. Sifat mekanik yang dapat dicapai oleh RPC meliputi kekuatan tekan berkisar 200 sampai 800 MPa, energi fraktur berkisar 1200 dan 1400 J/m2 dan tegangan tarik maksimum mencapai 1% (Richard, P., Cheyrezy, M., 1995). Richard dan Cheyrezy menunjukkan prinsip-prinsip berikut untuk mengembangkan RPC: 1. Penghapusan agregat kasar untuk peningkatan homogenitas. 2. Pemanfaatan sifat pozzolanik silika fume. 3. Optimasi campuran butiran untuk peningkatan kepadatan dipadatkan. 4. Penggunaan optimal superplasticizer untuk mengurangi w/c dan meningkatkan kemampuan kerja. 5. Aplikasi tekanan (sebelum dan selama pengaturan) untuk meningkatkan pemadatan. 6. Pasca-set perlakuan panas untuk peningkatan mikro. Penambahan serat baja berukuran kecil untuk meningkatkan daktilitas. Dalam RPC campuran desain khas, komponen paling mahal dari beton konvensional pada dasarnya dihilangkan atau diganti oleh unsur-unsur yang lebih mahal. Pasir halus yang digunakan dalam RPC menjadi setara dengan agregat kasar beton konvensional, semen Portland memainkan peran agregat halus dan silika fume. Mineral optimasi komponen saja menghasilkan peningkatan yang substansial dalam biaya di atas bahwa beton konvensional (5 sampai 10 kali lebih tinggi dari RPC). Beton berserat Beton dengan adanya bahan tambah berupa serat baja (steel fiber) sering disebut dengan istilah beton berserat. Beton berserat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air, dan sejumlah serat yang disebar secara acak. Ide dasar beton serat adalah menulangi beton dengan fiber yang disebarkan secara merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random sehingga dapat mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik baik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayashi, 1987). Dari beberapa percobaan yang dilakukan diluar sana penyebaran secara acak mempunyai tahanan lentur dan kuat tarik yang lebih besar dari serat yang disebar secara teratur dengan peningkatan kuat tarik sebesar 20%. Serat biasanya digunakan dalam beton untuk mengontrol retak karena penyusutan plastis dan pengeringan penyusutan. Penggunaan serat pada beton dapat meningkatkan penyerapan energi dan daktilitas, mengendalikan retak dan meningkatkan sifat deformasi (Zollo, 1997). Grafik tegangan regangan beton normal dan beton berserat dapat dilihat pada Gambar 1. SK-122
Gambar 1. Perbandingan Grafik Tegangan Regangan Beton Normal Dan Beton Berserat (Jurnal pengaruh penambahan fiber baja terhadap tegangan regangan beton mutu normal dan mutu tinggi) Penambahan serat ke campuran beton akan menurunkan kelecakan campuran, yang dipengaruhi oleh: 1. Aspek rasio serat (fiber aspect ratio) yaitu nilai banding antara panjang dengan diameter serat. Batas maksimal aspek rasio serat yang masih memungkinkan pengadukan dapat secata mudah dilakukan adalah l/d < 100. Aspek rasio yang tinggi menyebabkan kecenderungan serat menggumpal (balling effect) dan sulit menyebar merata. (Sudarmoko, 1991) 2. Volume serat yang ditambahkan pada adukan beton segar (fiber volume friction). Penurunan workability ini dikarenakan nilai fas yang rendah serta dengan adanya serat menyebabkan campuran beton menjadi kaku dengan timbulnya gesekan (fraction) antara partikel-partikel penyusun beton dengan serat sehingga partikel-partikel tersebut tidak dapat bergerak secara leluasa atau mempengaruhi workability dalam pembuatan adukan beton. Maka salah satu solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan workability pada beton serat adalah dengan pemakaian admixture superplasticizer. Panjang kitis (lc) adalah panjang minimum serat pada suatu diameter serat yang dibutuhkan untuk mencapai tegangan saat patah (Schwartz,1984). Gambar 2. menunjukkan apabila l = lc maka beban maksimum pada serat dipusatkan pada titik pusat dari panjang serat tersebut. Gambar 2. Tegangan sepanjang serat sebagai Fungsi Panjang Serat pada l = lc (Bentur & Mindess, 1990) Untuk menghitung lc akibat transfer tegangan yaitu : (Yenny, 2013) Untuk mendapatkan hasil yang optimal ada dua hal yang harus diperhatikan dengan seksama yaitu yang pertama, fiber aspect ratio, yaitu rasio antara panjang fiber (l) dan diameter fiber (d), serta yang kedua, fiber volume fraction (Vf), yaitu persentase volume fiber yang ditambahkan pada setiap satuan volume beton. (Suhendro, 1990). Volume serat yang ditambahkan juga memiliki peranan dalam peningkatan kekuatan beton. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, penambahan volume serat juga turut menambah kekuatan beton, namun menurunkan tingkat kelecakan (workability). Modulus of rupture Kekuatan lentur, juga dikenal sebagai modulus of rupture, bend strength, or fracture strength, didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk menahan deformasi akibat beban. Uji lentur melintang yang paling sering digunakan, di mana spesimen batang memiliki penampang lingkaran atau persegi panjang dibengkokkan sampai patah/retak menggunakan metode third point loading. Kekuatan lentur merupakan stres tertinggi dialami dalam materi pada saat SK-123
retak. Besar kecilnya kekuatan lentur tersebut dinyatakan dalam modulus of rupture yang dapat ditentukan besarannya dengan menggunakan tes third-point loading. Prosedur pengujian mengikuti standar pengujian ASTM C78-84. Pengujian kuat tarik lentur dilakukan dengan membebani suatu penampang balok dengan titik yang menjadi 3 bagian daerah, dimana balok tersebut dibebani dengan beban yang terbagi 2 seperti pada Gambar 3. Pelat Gambar 3. Pembebanan benda uji lentur Pelat beton banyak digunakan pada bangunan teknik sipil, baik sebagai lantai bangunan, lantai atap dari suatu gedung, lantai jembatan maupun lantai dermaga. Beban yang bekerja pada pelat biasanya hanya diperhitungkan terhadap beban gravitasi, yaitu berupa beban mati dan beban hidup saja, yang mengakibatkan terjadi momen lentur. Oleh karena itu pelat juga direncanakan terhadap beban lentur (seperti pada balok). Pelat adalah elemen horizontal struktur yang mendukung beban mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari sistem struktur. Pelat merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus, (datar atau melengkung) yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding dengan dimensi yang lain. Pelat satu arah adalah pelat yang panjangnya dua kali atau lebih besar dari pada lebarnya, maka hampir semua beban lantai menuju ke balok-balok dan sebagian kecil saja yang akan menyakur secara langsung ke gelagar. Kondisi pelat ini dapat direncanakan sebagai pelat satu arah dengan tulangan utama sejajar dengan gelagar atau sisi pendek dan tulangan susut atau suhu sejajar dengan balok-balok atau sisi panjangnya. Permukaan yang melendut dari sistem pelat satu arah mempunyai kelengkungan tunggal. Sistem pelat satu arah dapat terjadi pada pelat tunggal maupun menerus, asal perbandingan panjang bentang kedua sisi memenuhi. Perilaku keruntuhan beton dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu : elastis penuh (sebelum retak), tahapan mulai terjadi retak-retak dan tahapan plastis (leleh pada baja atau beton pecah). Respon non-linier disebabkan dua hal utama, yaitu keretakan beton di daerah tarik dan tulangan mengalami leleh atau beton pecah (crushing) pada daerah desak. Selain itu juga disebabkan perilaku lain yang terkait, misalnya bond-slip antara tulangan baja dan beton di sekitarnya, aksi penguncian agregat pada daerah retak dan akhirnya aksi angkur (dowel action) dari tulangan yang melintas disekitar retak. Perilaku sebagai fungsi waktu, misalnya creep, shrinkage dan variasi temperatur juga menyumbang perilaku nonlinier. Kecuali itu, hubungan tegangan regangan beton tidak hanya bersifat non-linier, tetapi juga berbeda antara beban tekan dan tarik, sifat mekaniknya tergantung dari umur waktu dibebani dan kondisi lingkungan (suhu keliling dan kelembaban). Perilaku keruntuhan beton dapat digambarkan dalam bentuk kurva beban lendutan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Perilaku Beban Lendutan Beton SK-124
3. HASIL PENELITIAN Hasil uji tarik serat Tabel 1. menunjukkan hasil dari uji kuat tarik serat steel fiber. Tabel 1. Hasil Uji Tarik Serat Hasil pengujian compressive test Compressive test adalah tes untuk mengetahui seberapa kuat beton dalam menahan desakan yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja. Benda uji yang dipakai adalah 4 buah silinder dengan ukuran 10 x 20 cm. Hasil kuat tekan beton dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Kuat Tekan Silinder Beton Hasil pengujian flexural test Flexural test atau modulus of rupture didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk menahan deformasi yang diakibatkan oleh gaya yang bekerja. Benda uji yang dipakai 45 cm x 15 cm x 15 cm. Hasil kuat lentur beton dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Kuat Lentur Balok Beton Benda uji F (N) MPa B1 354 00 4,72 B2 500 00 6,67 SK-125
Hasil uji pembebanan Uji pembebanan dilakukan dengan cara menambahkan beban secara statik dan terkontrol terhadap pelat. Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisis beban maksimum yang dapat dipikul struktur pelat secara teoritis dengan pendekatan analisis beton normal. Pada benda uji struktur pelat RPC 1, dilakukan pengujian dengan menambahkan beban secara berkala dan pemantauan lendutan yang terjadi. Pada saat beban mencapai 1116,702 kg/m 2, struktur pelat RPC mengalami retak pertama (first crack). Struktur Pelat RPC 1 ini runtuh setelah beban mencapai 1504,3653 kg/m 2. Gambar 5. Grafik Beban Lendutan struktur pelat RPC 1 Pada benda uji struktur pelat RPC 2, dilakukan pengujian dengan menambahkan beban secara berkala dan pemantauan lendutan yang terjadi. Pada saat beban mencapai 500 kg/m 2, beban dikurangi secara berkala untuk melihat sifat elastisitas dari struktur pelat tersebut, didapati bahwa saat beban nol, lendutan kembali ke posisi awal. Struktur Pelat RPC 2 ini runtuh setelah beban mencapai 1740,2304 kg/m 2. 4. KESIMPULAN Gambar 5. Grafik Beban Lendutan struktur pelat RPC 2 Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Penambahan serat volume 0,1% dengan panjang 3,6 cm pada campuran Reactive Powder Concrete, sesuai dengan teori panjang kritis, yaitu sedikit serat yang slip pada daerah retak beton, dan juga dapat mencegah terjadinya retak susut. b) Pada saat uji pembebanan dilakukan, pelat runtuh secara tiba-tiba. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan serat pada struktur pelat RPC belum mampu mengatasi sifat getas (brittle) dari beton. SK-126
c) Dengan kuat tekan yang tidak jauh berbeda yaitu 40,06 MPa dan 42,31 Mpa, benda uji silinder pada struktur pelat RPC 2 mempunyai kuat lentur yang lebih besar dibandingkan benda uji silinder pada struktur pelat RPC 1. Hal ini dikarenakan serat pada campuran RPC untuk benda uji ke 2 lebih merata dibandingkan benda uji Beton 1. d) Pada pengujian beban, keruntuhan yang terjadi pada pelat Beton 2 tidak terjadi di tengah bentang. Hal ini dikarenakan di satu sisi pelat serat lebih tercampur merata dibandingkan sisi lainnya, sehingga sisi tersebut dapat memikul beban yang lebih besar dibandingkan sisi lainnya. e) Beban maksimum yang dapat dipikul struktur pelat RPC tanpa tulangan longitudinal ini jauh melebihi beban hidup manusia (6 kali dari beban hidup ). DAFTAR PUSTAKA American Concrete Institute Committee 544. 1982. State of The Art Report on Fiber Reinforced Concrete. Detroit: American Concrete Institute. American Society for Testing and Materials. Standard Test Method for Flexural Strength of Concrete (Using Simple Beams with Third-Point Loading (ASTM C78), Annual Book of ASTM Standard, vol 04.02, Philadelphia, pp. 35-37. Bentur, A. & Mindess, S. 1990. Fibre Reinforced Cementitious Composites. New York: Elsevier Applied Science. Laboratorium Konstruksi dan Teknologi Beton. 1997. Buku Petunjuk Praktikum Konstruksi dan Teknologi Beton. Jakarta: Universitas Tarumanagara. Nawy, E. 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: PT. Refika Aditama. Richard, P. & Cheyrezy, M. 1995. Composition of Reactive Powder Concretes. Cement Concrete Research Vol. 25 No.7, pp. 1501-1511. Standar Nasional Indonesia. 1990. Metode Pengujian Kuat Tekan Beton, SNI-03-1974-1990, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 2013. SNI 2847:2013, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Tjokrodimuljo, K. 2004. Teknologi Beton, Jurusan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Andi, Yogyakarta. Wight, J.K. & MacGregor. 2009. Reinforced Concrete Mechanics and Designs. New Jersey: Pearson Prentice Hall. SK-127