I. PENDAHULUAN. pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

PROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

Laporan Tahunan Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Tahun BAB I PENDAHULUAN

KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA PANSUS DPRD KABUPATEN LAMONGAN

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017

PEMERINTAH KOTA MAGELANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN [LN 2009/84, TLN 5015]

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 08 TAHUN 2009 BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 08 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DAN LALU LINTAS TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan:

INDIKATOR KINERJA UTAMA SKPD DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN KOTA BLITAR TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2011), dalam survey yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Gambaran Keamanan Pangan di Nusa Tenggara Timur: Pembahasan Penemuan Formalin dalam Ikan yang beredar di Provinsi NTT. Nike Frans

BAB I PENDAHULUAN. salah satu pilar pembangunan yang memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN : 1996 SERI : D NO : 10 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 102 TAHUN 2001 SERI D.99 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender)Tahun : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I. PENDAHULUAN. tahun Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Sumber :

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Data Dinas Peternakan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. menunjukkan bahwa konsumsi daging di DKI Jakarta pada tahun 2000

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2016

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri. Sektor peternakan diharapkan dapat mengisi pembangunan dengan memenuhi kebutuhan akan protein hewani masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan serta kecerdasan warganya. Daging, telur dan susu merupakan bahan pangan asal hewan yang berkualitas tinggi karena mengandung protein yang tersusun dari asam amino essensial yaitu asam amino yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh ataupun tidak dapat digantikan oleh sumber makan lain atau protein nabati. Dengan demikian asupan protein yang cukup dapat meningkatkan tingkat kecerdasan masyarakat. Disamping itu, sektor ini diharapkan juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan peluang usaha di bidang peternakan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Jakarta, maka terjadi pula peningkatan kebutuhan pangan warga Jakarta, begitu juga penduduk Jakarta Utara semakin meningkat pula kebutuhan pangannya termasuk yang berasal dari hewan dan ikan seperti kebutuhan daging ayam di wilayah DKI Jakarta sebanyak 500.000 ekor perhari. Berdasarkan kondisi di atas, yaitu jumlah penduduk Jakarta termasuk penduduk Jakarata Utara, maka wilayah Jakarta Utara merupakan salah satu pasar komoditas ternak, Bahan Asal Hewan (BAH) dan ikan yang cukup besar. Untuk memenuhi kebutuhan daging di masyarakat, pemerintah dan swasta 1

memasoknya dengan mengimport daging, hati dan jeroan sapi serta daging ayam bagian leher, paha dan bagian lainnya yang tidak dikonsumsi oleh Negara asal. Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan daging atau ternak selain ikan, warga Jakarta Utara mendatangkannya dari luar daerah melalui beberapa pintu masuk, yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi menyebabkan pengawasan terhadap lalulintas atau peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) baik kualitas dan kuantitas kurang terawasi. Akibatnya lalulintas ternak dan Bahan Asal Hewan (BAH) yang masuk Jakarta Utara cenderung meningkat sehingga resiko timbulnya penyakit hewan menular dan zoonosis juga meningkat. Masyarakat Indonesia mayoritas adalah masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dan kurang memperoleh berbagai informasi mendorong pada pemikiran membeli kebutuhan pangan seperti daging memilih yang lebih murah asal bisa dapat makan daging dan tidak merasakan sakit pada saat mengkonsumsinya. Hal ini memicu tumbuhnya pasar gelap atau ilegal dan penjualan daging yang tidak ASUH. Sejalan dengan prinsip ekonomi dimana permintaan yang tinggi akan membuat reaksi penyediaan barang yang tinggi pula, seperti di daerah Jakarta Barat terdapat daging import ilegal sebanyak 2,7 ton berasal dari Kanada (http://www.tempointeraktif.com/2004/08/31). Daging ini dicurigai mengandung penyakit sapi gila. Badan Karantina Pertanian menemukan sebanyak 23.950 kg hati sapi beku ilegal yang berasal dari AS dan Rusia (http://www.kompas.com/03/08/05). Di wilayah Jakarta Timur ditemukan 108 kasus penjualan daging ayam mati pada tahun 2004 (http://www.tempointeraktif.com/2005/03/13). 2

Dengan mengabaikan kriteria ASUH maka harga dapat dipastikan lebih murah. Selanjutnya pedagang seolah berlomba menyediakan permintaan ini. Dengan demikian peluang beredarnya Bahan Asal Hewan (BAH) yang tidak ASUH semakin meningkat. Akibatnya lalu lintas ternak dan Bahan Asal Hewan (BAH) yang masuk Jakarta Utara cenderung meningkat sehingga resiko timbulnya penyakit hewan menular ke hewan dan bahaya penyakit yang bersumber dari hewan ternak terhadap manusia (zoonosis) juga meningkat. Menurut Hermawati (1997), Produk Pangan Asal Hewan merupakan bahan makanan yang mudah rusak atau mudah tercemar baik oleh bakteri yang berbahaya juga oleh mikrobial maupun yang dapat mengandung residu yaitu bahan antibiotik, hormon, pestisida logam berat dan juga zat kimia yang berbahaya lainnya. Cemaran tersebut dapat mengancam kesehatan masyarakat sebagai konsumen dan berpotensi mengganggu kesehatan manusia (food borne disease). Pengawasan merupakan suatu tindakan sikap dalam pengendalian yang bertujuan menghindari akibat yang tidak dikehendaki. Pengawasan dianggap tindakan yang paling efektif untuk mencapai tujuan pada pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan apa yang diinginkan. Untuk itu pengawasan dapat dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat, masyarakat terhadap pemerintah, masyarakat terhadap masyarakat dan pemerintah terhadap pemerintah. Pelaksanaan tugas pemerintah khususnya dalam bidang pengawasan dewasa ini semakin meningkat, baik kualitas maupun kuantitas seiring dengan perkembangan aktivitas pembangunan disegala bidang kehidupan. Jika 3

pengawasan dilaksanakan dengan optimal oleh aparat, maka peredaran produk pangan asal hewan ilegal dan tidak ASUH dapat dicegah. Disamping sebagai pelayan yang melayani segala keperluan, kebutuhan masyarakat pemerintah juga mempunyai tugas mengawasi setiap sikap dan tindakan masyarakat yang menyimpang dari aturan yang ditetapkan baik dalam bentuk undang-undang, perda, instruksi dan lain-lain. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang konsumsi pangan adalah suatu kegiatan pengawasan terhadap peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) yang dikelola oleh masyarakat mulai dari proses produksi, diolah atau diproses sampai diedarkan hingga ke konsumen akhir. Dapat dilihat bahwa peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) ini masih ditemui beberapa kasus daging yang tidak memenuhi syarat secara teknis dan atau ilegal yang beredar di pasar khususnya pasar tradisional dan penjualan daging yang tidak ASUH. Prosedur pemasukan produk pangan hewani bertujuan agar pemerintah dan juga masyarakat memperhatikan persyaratan teknis kesehatan masyarakat veteriner sesuai peraturan yang berlaku. Untuk mencegah masuknya Penyakit Hewan Menular Utama (PHMU), terjaminnya keamanan pangan dan menjaga ketentraman bathin masyarakat yang mengkonsumsinya, maka proses pemasukan produk pangan asal hewan dari luar Jakarta Utara harus melalui prosedur baku dan analisa resiko. Sehingga produk pangan asal hewan yang masuk ke wilayah Jakarta Utara harus memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Kegiatan lalulintas Bahan Asal Hewan (BAH) merupakan aspek penting dalam upaya meningkatkan kemampuan produksi dan jangkauan pasar menuju 4

wilayah konsumen atau untuk diolah lebih lanjut sebagai bahan baku. Sehingga diharapkan peran dari pemerintah Kotamadya Jakarta Utara untuk memfasilitasi dan sekaligus menjaga ketersediaan dan terdistribusinya Bahan Asal Hewan (BAH) yang memenuhi syarat teknis yang menjamin keamanan, kesehatan, keutuhan serta kehalalan bagi masyarakat sebagai konsumen dan menghindari kemungkinan masuknya Penyakit Hewan Menular Utama (PHMU) dari luar wilayah Jakarta Utara. Dalam lalu lintas Bahan Asal Hewan (BAH) antar pulau juga harus diperhatikan resiko penyebaran penyakit dan keamanan konsumen serta status kehalalannya. Untuk itu peran pengawasan oleh pemerintah menjadi perhatian baik pada saat ternak akan dipotong (ante mortem) dan setelah dipotong (post mortem). Setelah menjadi produk untuk dikonsumsi harus diperlakukan dengan baik yaitu pada saat penyimpanan pengangkutan untuk didistribusikan harus sesuai dengan persyaratan teknis yang diatur dalam pelaksanaan teknis tata cara pemotongan dan penanganan hewan ternak sehingga produk pangan asal hewan ini tetap terjaga kondisinya tidak tercemar. Untuk mengetahui bahwa produk pangan asal hewan yang berasal dari hewan ternak lokal atau dalam negeri dapat dinyatakan baik yaitu memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal), harus berasal dari Rumah Potong Hewan Ternak yang terawasi dengan baik dan memenuhi syarat pada dokumen teknis (Surat Keterangan Kesehatan) yang menyertainya. Dengan demikian sangat diharapkan peran kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) dalam pengawasan lalulintas Bahan Asal Hewan (BAH) sesuai dengan kebijakan pemerintah yang berdasarkan persyaratan teknis. 5

Pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante mortem) dan setelah dipotong (post mortum) merupakan tugas dan fungsi dari Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara. Pemeriksaan ini dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang diawasi terus oleh petugas dan juga pemeriksaan ini dilakukan pada Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Balai Kesehatan Hewan dan Ikan. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian lalulintas Bahan Asal Hewan (BAH) ini merupakan tugas Seksi Pengawasan Penertiban bersama Seksi Kesmavet pada Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara, sehingga perlu mendapat perhatian pada bagian ini untuk tetap mendapat dukungan dari pimpinan Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara agar masyarakat konsumen di wilayah Jakarta Utara dapat terlindungi dari bahaya yang disebabkan oleh penyakit yang disebabkan oleh Produk Pangan Asal Hewan. Berdasarkan pada keadaan ini penulis melakukan penelitian tentang Analisis Pelaksanaan Tugas Pengawasan Peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) di Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara. 1.1.1 Identifikasi Masalah Dari berbagai permasalahan dalam pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) di wilayah Jakarta Utara seperti yang telah dijelaskan di atas, dapat diidentidikasi beberapa permasalah sebagai berikut : a. Masih terdapat Bahan Asal Hewan beredar di pasar secara gelap atau ilegal dan yang tidak ASUH, seperti masuknya ayam dari luar wilayah Jakarta Utara 6

masih ada yang tidak dilengkapi surat keterangan oleh dokter hewan daerah asal dan surat keterangan farm atau peternakan sumber ayam tersebut, armada serta sarana pengangkuatan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, pemotongan hewan di luar RPH khususnya kambing. Ini menujukkan masih kurangnya pengawasan oleh petugas pengawas dan penertiban. Dari hasil pemeriksaan Laboratorium Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Privinsi DKI Jakarta, BAH yang beredar di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 1. Pemeriksaan BAH secara mikrobiologi dan residu antibiotik di wilayah DKI Jakarta NO. WILA YAH 1 Jakarta Selatan 2 Jakarta Timur 3 Jakarta Pusat 4 Jakarta Barat 5 Jakarta Utara HASIL PENGUJIAN JENIS JUMLAH TPC E. COLI SALMONELLA SAMPEL SAMPEL NEGA POSI 10 4 10 4 < 50 > 50 TIF TIF Daging Ayam 34 5 29 30 4 34 0 DagingSapi 56 0 56 49 7 56 0 Telur ayam 15 - - - - 15 0 Susu sapi 15-15 - - - - Daging Ayam 39 1 38 39 0 39 0 DagingSapi 51 0 51 51 0 51 0 Telur ayam 15 - - - - 15 0 Susu sapi 15-15 - - - - Daging Ayam 44 21 23 36 8 44 0 DagingSapi 46 11 35 39 7 46 0 Telur ayam 15 - - - - 7 8 Daging Ayam 35 2 33 20 15 30 5 DagingSapi 55 5 50 49 6 55 0 Telur ayam 15 - - - - 15 0 Daging Ayam 46 36 10 42 4 46 0 DagingSapi 44 14 30 43 1 44 0 Telur ayam 15 - - - - 15 - Sumber : Laboratorium Kesmavet Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Prov.DKI Jakarta. Berdasarkan hasil pengujian secara mikrobiologi maupun residu antibiotik diperoleh kelayakan sebagai berikut seperti pada table berikut : 7

Tabel 2. Rekapitulasi Bahan Asal Hewan (BAH) layak dan tidak layak konsumsi di wilayah DKI Jakarta. No. Jenis Sampel Layak Tidak layak Σ 1 Daging Ayam 54 144 198 2 Daging sapi 25 227 252 Σ 79 371 450 Sumber : Laboratorium Kesmavet Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Prov.DKI Jakarta. Dari 450 sampel, sebanyak 79 sampel (17,55 %) layak untuk dikonsumsi sedangkan 371 sampel (82,45 %) tidak layak dikonsumsi. Kondisi tersebut dikarenakan terkait dengan jumlah TPC yang relatif tinggi. b. Dalam melaksanakan perlindungan sebagai implikasi pelaksanaan Undangundang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan disebutkan setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang beracun, berbahaya bagi kesehatan jiwa manusia, pangan yang terdeteksi cemarannya melampaui ambang batas, pangan yang mengandung bahan terlarang, pangan yang kotor, busuk, tengik, berpenyakit, dan berasal dari bangkai, pangan yang sudah kadaluarsa. Apabila terjadi pelanggaran dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah). Undang- Undang UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Bab IV pasal 8 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat, atau bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. PP No. 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dalam Bab II pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang menjual daging yang tidak sehat. Kebijakan yang diambil masih kurang baik, seperti kurangnya melibatkan masyarakat 8

konsumen, masyarakat pemerhati seperti YLKI, MUI, pihak PD. Pasar Jaya dan pedagang sebagai stakeholder untuk mengawasi masuknya Bahan Asal Hewan (BAH) dari luar Jakarta, peternak yang memotong hewannya di luar RPH dan pedagang yang tidak resmi yaitu pedagang di pasar tradisional yang tidak mempunyai kios penjualan atau pedagang di lapak-lapak di luar PD. Pasar Jaya menjual Bahan Asal Hewan (BAH) yang tidak ASUH. c. Masih kurangnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang Bahan Asal Hewan yang ASUH dan pengaruhnya terhadap kesehatan konsumen, seperti tandatanda ayam tiren atau ayam mati kemarin. Ayam ini mati dalam perjalanan masuk ke wilayah Jakarta dari daerah asal. Bagaimana ciri daging grobogan atau daging yang kandungan airnya banyak yaitu sapi dipaksa minum air yang banyak sebelum sapi dipotong dengan tujuan menambah berat daging dan hal ini jelas merugikan pembeli. Ayam yang diberi pewarna tekstil yaitu zat pewarna yang terdiri dari zat kimia berbahaya bagi tubuh manusia karena ini dapat menjadi residu dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan penyakit seperti kanker dan lain sebagainya. Zat pewarna tekstil ini tidak direkomendir oleh pemerintah. d. Masih ada pedagang yang memanfaatkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang Bahan Asal Hewan yang ASUH sehingga pedagang menjual Bahan Asal Hewan yang tidak ASUH untuk memperoleh keuntungan yang besar. e. Masih ada pedagang di pasar tradisional yang menjual Bahan Asal Hewan yang tidak ASUH berdagang di luar kios pasar resmi sementara pihak pasar jaya tidak mempunyai kewenangan untuk memberi sanksi, karena ini adalah kewenangan dari pemerintah setempat atau Kelurahan. 9

1.1.2 Rumusan Masalah Masuknya Bahan Asal Hewan (BAH) ilegal dan tidak ASUH yang beredar di pasar di wilayah Kotamadya Jakarta Utara, seperti adanya terdapat ayam bangkai di pasar, daging yang sudah tidak sehat, daging celeng dan masuknya daging import ilegal diduga mengandung penyakit hewan seperti mulut dan kuku yang dapat menular kepada manusia (zoonosa). Permasalahan tersebut perlu mendapat perhatian dari pemerintah khususnya sektor peternakan yaitu Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara, Seksi Pengawasan dan Penertiban bersama Seksi Kesmavet dalam pengawasan lalulintas Bahan Asal Hewan (BAH) sesuai dengan kebijakan yang berdasarkan syarat teknis perlu terus ditingkatkan serta tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melakukan upaya mengatasi peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) ilegal dan tidak ASUH dapat dilakukan dengan suatu perumusan sebagai berikut : 1. Faktor apa yang mempengaruhi peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) yang tidak ASUH di Kotamadya Jakarta Utara? 2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) di Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara? 3. Rekomendasi apa yang harus diambil untuk mewujudkan pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) yang ASUH di wilayah Jakarta Utara? 10

1.2 Tujuan Penelitian Dari rumusan yang ditentukan di atas maka dapat disampaikan tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk : 1. Mengetahui penyebab peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) yang tidak ASUH di Kotamadya Jakarta Utara. 2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) di Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara. 3. Mencari rekomendasi yang tepat untuk mewujudkan pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) yang ASUH di wilayah Jakarta Utara. 1.3 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain adalah : 1. Memberi kesempatan bagi penulis untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh selama perkuliahan yang disampaikan dalam bentuk tulisan ini. 2. Sebagai bahan masukan bagi Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara dalam pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH). 3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat konsumen Produk Pangan Asal Hewan akan konsumsi Bahan Asal Hewan (BAH) yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). 11

1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dapat meluas pada pembahasan fokus dan lokasinya. Untuk itu dengan keterbatasan yang ada pada penulis, maka perlu untuk dilakukan batasan-batasan. Dengan batasan ini, diharapkan penelitian ini dapat dilakukan pembahasan yang lebih jelas. Penelitian ini pada fokus Pangan Asal Hewan dibatasi pada Bahan Asal Hewan (BAH) saja dan tidak sampai ke Hasil Bahan Asal Hewan (HABAH). Bahan Asal Hewan (BAH) adalah pangan asal hewan berupa daging, baik ayam, sapi, kambing sementara Hasil Bahan Asal Hewan (HABAH) berupa susu, produk olahan seperti sosis, bakso daging, nuget, yougard. Lokus penelitian ini adalah wilayah Jakarta Utara tempat penulis bekerja. Dari pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) di Jakarta Utara yang kompleks yang dilakukan, maka penulis membatasi hanya pada faktor yang dianggap mempengaruhi pengawasan yang digali dari petugas Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara, masyarakat sebagai konsumen, pedagang. Penulis juga menggali sumber yang dianggap perlu untuk memperdalam hasil yang ingin diperoleh dari MUI, YLKI dan pihak PD. Pasar Jaya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perhatian dari MUI, YLKI dan PD. Pasar Jaya terhadap kebutuhan masyarakat akan perlindungan dari konsumsi protein hewani dengan menyediakan Bahan Asal Hewan (BAH) yang ASUH, sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi dengan bathin yang tenang dan nyaman. Dengan demikian diharapkan pengawasan dapat dilakukan dengan maksimal untuk mewujudkan maksud tersebut. 12

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerhati dalam hal ini MUI dan YLKI adalah sebagai juri ketika pemerintah lengah dalam pengawasan secara teknis sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pemerhati nantinya diharapkan sebagai partner sekaligus sebagai stakeholder pemerintah dalam pengawasan Bahan Asal Hewan (BAH) yang ASUH dengan melakukan koordinasi yang sinergi dengan pemerintah sebagai fasilitator. Stakeholder ini diharapkan dapat memberi suatu masukan kepada pemerintah untuk menyempurnakan hasil yang akan diperoleh pada pelaksanaan tugas-tugas dalam agenda pemerintah sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. 13