Banking Weekly Hotlist (2 April 6 April 2018)

dokumen-dokumen yang mirip
Banking Weekly Hotlist (9 April 13 April 2018)

2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Huruf a Perhitungan pemenuhan GWM Primer secara harian dilakukan berdasarkan posisi s

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS

Huruf b. Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah:

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Nega

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal I Angka 1 Pasal 3 Huruf a Contoh perhitungan GWM Primer dalam Rupiah:

Banking Weekly Hotlist (10 Juli 14 Juli 2017)

Banking Weekly Hotlist (20 April 24 April 2015)

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara bisa berjalan dengan lancar. Pertumbuhan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Banking Weekly Hotlist (24 Juli 28 Juli 2017)

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

Banking Weekly Hotlist (21 Agustus 25 Agustus 2017)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini

Banking Weekly Hotlist (3 Juli 7 Juli 2017)

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Juni 2017 RESEARCH TEAM

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

LAPORAN POSISI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

Banking Weekly Hotlist (04 Januari 08 Januari 2016)

-2- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik

GUBERNUR BANK INDONESIA,

No.10/ 33 /DPNP Jakarta, 15 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) PBI NO.16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Domestik Bruto (PDB) dalam jangka panjang. Demikian juga halnya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun triliun menjadi Rp triliun hingga akhir tahun.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bank Konvensional Syariah Roda 2 20% 20% Roda 3 atau lebih non produktif 25% 25% Roda 3 atau lebih produktif 20% 20%

GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

2. Kami menyambut baik adanya kegiatan dialog nasional yang mengangkat tema Prediksi Industri Properti ke Depan dan Memperkuat Keberpihakan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Asset Liabilities Management (ALMA) Muniya Alteza

LATAR BELAKANG. EKSTERNAL INTERNAL. Global Financial Crisis (GFC): Macroeconomic. conditions. Microprudential. conditions

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7

Februari 2017 RESEARCH TEAM

GUBERNUR BANK INDONESIA,

Banking Weekly Hotlist (17 Juli 21 Juli 2017)

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Bab I PENDAHULUAN. suatu negara bahkan antar negara (Guidara, 2013). Pada awalnya, bank merupakan lembaga

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN IV I II III IV I II III IV

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang begitu pesat perkembangannya menyebabkan dampak terhadap muncul

PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLEH PERBANKAN SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA TGL. 7 J J U U N N II

BAB I PENDAHULUAN. Januari Diakses melalui http// Tanggal 12 Oktober Undang-Undang Perbankan Syariah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak mengalami perubahan, khususnya setelah terjadi krisis

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

2 Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. mengelola dana masyarakat secara baik dan benar.

Boks 2 SURVEI INDIKATOR PERBANKAN RIAU TAHUN I. Latar Belakang

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

SURVEI KREDIT PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara eksplisit menetapkan bahwa

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

SURVEI KREDIT PERBANKAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

KEBIJAKAN MONETER Banking Weekly Hotlist (2 April 6 April 2018) Belum Ada Ruang Penurunan Bank Indonesia menyatakan suku bunga acuan yang kini berada pada level 4,25% sudah mengalami cukup penurunan, sehingga tidak ada lagi peluang suku bunga turun kembali dalam waktu dekat. BI akan tetap memantau situasi makroekonomi Indonesia dan situasi global untuk menentukan langkah kebijakan. Dalam kondisi saat ini, kendatipun Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuan, BI tetap mempertahankan BI 7-days repo rate tetap di level 4,25% sejak September 2017, karena faktor inflasi di dalam negeri yang masih terjaga. Selama indikator makroekonomi Indonesia berada dalam kondisi baik, maka perubahan yang terjadi secara global tidak secara otomatis akan mempengaruhi kebijakan BI, termasuk dalam hal penetapan suku bunga acuan. (Sumber: Bisnis Indonesia, 3 April 2018 Hal.23) KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL LTV Belum Optimal Kebijakan Bank Indonesia untuk melonggarkan LTV dinilai belum cukup kuat untuk mendorong permintaan terhadap kredit properti, ketika kondisi lain masih menghambat pertumbuhan ekonomi. BI menetapkan kebijakan LTV untuk kepemilikan rumah kedua pada September 2013 guna menekan lonjakan harga properti. Setelah itu, BI melonggarkan aturan tersebut pada 2015, disusul pelonggaran kedua pada 2016. Dalam aturan terbaru yakni PBI Nomor 1

18/16/PBI/2016 yang berlaku sejak 29 Agustus 2016, BI mengatur batas uang muka minimal kredit pemilikan rumah sebesar 15% dari harga rumah. Bank Indonesia memaklumi jika bank-bank punya banyak pertimbangan dalam menyalurkan kredit properti, seperti mempertimbangkan kredit bermasalah (NPL). Namun, jika melihat perekonomian Indonesia yang mulai membaik seharusnya bank juga lebih optimis. Ekonom BCA menyatakan bahwa pelonggaran LTV tidka akan serta merta mendorong permintaan, selama faktor penghambat lain belum diatasi. Ada sejumlah faktor yang menghambat pertumbuhan properti di Indonesia. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang cenderung stagnan atau naik sedikit.kedua, perbankan masih fokus pada rasio NPL yang relatif tinggi. Ketiga, penundaan konsumsi dan investasi masih bisa berlanjut pada 2018. Sementara itu, ada bnayak faktor yang bisa dipertimbnagkan untuk mendorong kinerja properti. Pertama, kredit pemilikan properti di Indonesia masih rendah. Menurut survei BI, penetrasi KPR di Indonesai masih 3% pada 2013, kalah dari Kamboja yang bahkan sudah mencapai angka 4,2%. Kondisi inilah yang harus diperbaiki dan menjadi prospek untuk meningkatkan gairah properti. Kedua, pelonggaran LTV. Pelonggaran LTV pada 2016 telah mendorong BI juga mengizinkan KPR rumah inden untuk fasilitas kedua dengan pencairan bertahap, sesuai pembangunan unit. Selain itu, BI juga sedang mengkaji pemberlakuan LTV Spasial per wilayah dan per segmen. Ketiga, regulasi pemangkasan oleh asing. Kondisi ini berpotensi meningkatkan pembelian. Namun, sertifikat dalam bentuk hak pakai. Bank juga masih dilarang memberikan kredit kepada WNA. Keempat, pemangkasan PPh penjualan properti akan menurunkan beban konsumen. Pemerintah pusat menyarankan Pemda menghapus biaya BPHTB, namun baru provinsi DKI Jakarta saja yang sudah menghapus BPHTB untuk properti dengan NJOP kurang dari Rp 2 miliar. Daerah lain masih belum melakukan penurunan BPHTB. Kelima, perbaikan regulasi REIT s. Keenam, infrastruktur dan transportasi yang memadai akan ikut mendorong urbanisasi dan menjawab tantangan bonus demografi. (Sumber: Bisnis Indonesia, 3 April 2018 Hal. 23) 2

Dorong Kredit dan Likuiditas Bank, BI Keluarkan Kebijakan Baru Bank Indonesia menyempurnaan kebijakan moneter dan makroprudensial yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.20/3/PBI/2018 tentang Giro Wajib Minimum (GWM) dan PBI No.20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM ) bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS). Berbagai ketentuan tersebut merupakan kelanjutan dari rangkaian reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter yang ditempuh BI sejak 2016 serta bagian dari upaya peningkatan efektifitas kebijakan makroprudensial. Penyempurnaan GWM rata-rata ditujukan untuk semakin meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, mendorong fungsi intermediasi perbankan, dan mendukung upaya pendalaman pasar keuangan. Sementara pengaturan RIM bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Sedangkan melalui pengaturan PLM diharapkan dapat mengatasi risiko likuiditas perbankan mengingat risiko likuiditas ini mampu mengamplifikasi risiko lain menjadi risiko sistemik. Beberapa substansi penyempurnaan yang diatur dalam PBI GWM adalah, pertama, penambahan porsi GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUK dari 1,5 persen menjadi 2 persen dari keseluruhan kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah bagi BUK sebesar 6,5 persen. Kedua, pemberlakuan GWM dalam valas rata-rata bagi BUK sebesar 2 persen dari keseluruhan kewajiban GWM dalam valas bagi BUK sebesar 8 persen. Ketiga, pemberlakuan GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUS dan UUS sebesar 2 persen dari keseluruhan kewajiban GWM dalam rupiah bagi BUS dan UUS sebesar 5 persen. Keempat, pemberian jasa giro bagi GWM dalam rupiah BUK menjadi 0 persen (penihilan jasa giro). Dan kelima, penyeragaman Calculation Period (masa penghitungan), Lag Period (masa penyiapan), dan Maintenance Period (masa pemenuhan) masing- masing menjadi selama 2 (dua) minggu. Kebijakan RIM dan PLM bagi bank konvensional telah dikenal sebelumnya melalui kebijakan GWM Loan to Funding Ratio (LFR) dan GWM Sekunder yang merupakan bagian dari kebijakan 3

GWM. Sedangkan bagi bank syariah, kebijakan RIM Syariah telah diterapkan dalam bentuk rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang juga merupakan bagian dari kebijakan GWM. Dalam ketentuan yang diterbitkan, ditetapkan RIM dengan target kisaran 80-92 persen baik untuk BUK maupun BUS dan UUS, dan memperluas komponen kredit/pembiayaan yang memasukkan Surat-Surat Berharga (SSB) yang dibeli oleh BUK, BUS, dan UUS, dan memperluas komponen simpanan dengan memasukkan SSB yang diterbitkan oleh BUS dan UUS. Sementara pengaturan mengenai PLM merupakan penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya yaitu GWM Sekunder yang dipenuhi dalam bentuk surat berharga dalam rupiah yang dapat digunakan dalam operasi moneter. PLM ditetapkan dengan besaran 4 persen dari DPK. Terdapat penyempurnaan dari GWM Sekunder dengan adanya fleksibilitas di dalam PLM, yaitu dalam kondisi tertentu, surat berharga dalam perhitungan PLM dapat digunakan dalam transaksi repo kepada BI dalam operasi pasar terbuka paling banyak sebesar 2 persen dari DPK. PLM sendiri berlaku bagi BUK, dan bagi BUS berupa PLM Syariah. Bagi BUK yang memiliki UUS, maka perhitungan PLM akan memperhitungkan surat berharga dan DPK milik UUS. Kedua instrumen makroprudensial tersebut bersifat countercyclical yang dapat disesuaikan sejalan dengan siklus ekonomi dan keuangan. Ketentuan pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah, RIM, dan PLM bagi BUK akan efektif berlaku sejak tanggal 16 Juli 2018. Sementara, ketentuan pemenuhan kewajiban GWM dalam valas bagi BUK, GWM dalam rupiah bagi BUS dan UUS, serta pemenuhan RIM Syariah bagi BUS dan UUS dan PLM Syariah bagi BUS akan berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2018. (Sumber: Infobank, 5 April 2018) KINERJA PERBANKAN Kredit Memperhitungkan Daya Serap Kredit perbankan berhadapan dengan dilemma. Di satu sisi, kredit diharapkan untuk tumbuh tinggi, di sisi lain, penyaluran kredit harus memperhitungkan daya serapnya agar tidak 4

berpotensi menjadi kredit macet. Berdasarkan data Bank Indonesia, kredit perbankan per Februari 2018 sebesar Rpm4.690 triliun atau tumbuh 8,2% dalam setahun. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi daripada Januari 2018, yakni 7,4%. Pertumbuhan tertinggi pada kredit konsumsi, yakni 11%. Adapun kredit modal kerja tumbuh 8,5%, sedangkan kredit investasi 4,6%. Sejumlah ekonom berpendapat bahwa bank tidak bisa memaksakan penyaluran kredit tumbuh tinggi jika daya serap industri masih terbatas. Selain itu, alternative pembiayaan bagi korporasi melalui pasar modal. Korporasi tidak melulu memperoleh pembiayaan dari perbankan, tetapi bisa mendapatkan dana dari pasar modal melalui penerbitan obligasi. Sementara itu, kredit belum bisa tumbuh cepat karena permintaan yang masih lambat. Perusahaan-perusahaan belum terlalu agresif meminjam dana karena konsumsi masyarakat belum pulih. Dari sisi suplai, perbankan juga masih konservatif menyalurkan kredit. Oleh karena itu, pertumbuhan kredit yang terlalu tinggi justru tidak realistis karena tidak sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini. (Sumber: Kompas, Senin, 2 April 2018 Hal.17) Imbas RIM, Kredit UMKM Bisa Beralih ke Obligasi Kebijakan Bank Indonesia yang mengeluarkan aturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dikhawatirkan bakal mendorong perbankan lebih memilih membeli Surat-Surat Berharga (SSB) ketimbang menyalurkan kredit. Lewat kebijakan ini, bank-bank tak dibatasi untuk membeli SSB seperti obligasi sebagai unsur pembiayaan bank. Terlebih, kredit di sektor-sektor yang memiliki risiko tinggi seperti di sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), bakal memicu bank-bank untuk beralih ke pembelian surat berharga ketimbang menyalurkan kredit. Hal ini tentu akan berdampak pada arahan BI yang meminta perbankan untuk bisa meningkatkan porsi kredit UMKMnya. BI mengeluarkan kebijakan RIM bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Namun BI memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak akan 5

signifikan mengurangi jumlah kredit yang disalurkan bank ke nasabah. Dalam ketentuan yang diterbitkan, ditetapkan RIM dengan target kisaran 80-92 persen baik untuk Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan memperluas komponen pembiayaan yang memasukkan Surat-Surat Berharga yang dibeli oleh BUK, BUS, dan UUS, dan memperluas komponen simpanan dengan memasukkan SSB yang diterbitkan oleh BUS dan UUS. RIM merupakan parameter baru untuk menggantikan parameter rasio pendanaan terhadap simpanan (LFR). Perbedaan mendasar dari RIM dibanding LFR adalah perbankan dapat menyalurkan kredit atau pembiayaan dengan cara membeli obligasi korporasi, dan tidak hanya dengan menyalurkan pembiayaan kredit ke nasabah saja. Dengan begitu penyaluran kredit bank bakal lebih tertopang. Adapun obligasi korporasi yang dapat dihitung sebagai kredit harus memenuhi beberapa ketentuan, yakni obligasi yang berperingkat layak investasi, dan juga diterbitkan bukan oleh perbankan maupun sektor keuangan non-bank. (Sumber: Infobank, 6 April 2018) TEKNOLOGI FINANSIAL BI Uji Coba Tekfin Sebanyak 15 perusahaan teknologi finansial kategori sistem pembayaran telah terdaftar di Bank Indonesia. Mereka sedang dalam proses kajian produk, teknologi, serta bisnis model. Dari 15 perusahaan tekfin itu, baru satu diantaranya yang dianggap layak masuk ke ruang uji coba terbatas tekfin Bank Indonesia, yakni Toko Pandai. Untuk ditetapkan masuk ke ruang uji coba, BI mmeiliki delapan kriteria. Kriteria itu diantaranya mengandung unsur sistem pembayaran, inovasi, bermanfaat bagi konsumen atau perekonomian, dan dapat dipakai massal. Toko Pandai adalah aplikasi bisnis ke bisnis (B2B) bagi took dan distributor yang menyediakan fitur pembayaran, manajemen kas, dan pengelolaan tagihan. BI menilai, 6

perusahaan tekfin ini memenuhi delapan kriteria yang ditetapkan. Inovasi Toko Pandai dinilai berhasil mengombinasikan teknologi, layanan dan model bisnis. Bank Indonesia berwenang mengeluarkan peraturan baru. Peraturan baru ini bisa diterbitkan jika inovasi yang dimiliki perusahaan peserta ruang uji coba terbatas sangat unik, layak dikembangkan massal, potensial, dan diluar kategori produk rezim perizinan yang sudah ada. Berikut daftar 15 perusahaan teknologi finansial kategori sistem pembayaran: No. Perusahaan Tekfin 1 Cashlez Mpos 2 Pay by QR 3 Bayarind Payment Gateway 4 Toko Pandai 5 YoOK Pay 6 Halomoney 7 DuitHape 8 Saldomu 9 Disitu 10 PajakPay 11 Wallez Lead generation, Credit Scoring 12 Check, Loan Market Place 13 Netzme 14 Mareco-Pay 15 ipaymu (Sumber: Kompas, Selasa, 3 April 2018 Hal.20) Fintech Jadi Ancaman Bank BUKU I dan II Industri jasa keuangan berbasis financial technology (fintech) terus berkembang di Indonesia. Fintech disebut-sebut bisa menyaingi sektor perbankan nasional terutama pada bank umum kelompok usaha (BUKU) I dan BUKU II. Keberadaan fintech yang tengah berkembang saat ini, dikhawatirkan bakal memakan bisnis di segmen kecil dan menengah yang merupakan fokus bisnis di bank BUKU I dan II. 7

Terlebih, rasio kredit bermasalah atau NPL (Non Performing Loan) di Bank BUKU I dan II bila dibandingkan dengan fintech jauh berbeda. Rasio kredit bermasalah di Bank BUKU I dan II mengalami peningkatan di Februari 2018. Berdasarkan data otoritas keuangan, NPL kelompok Bank BUKU I atau bank dengan modal inti di bawah Rp1 triliun tercatat sebesar 3,03 persen. Sedangkan bank BUKU II atau bank dengan modal inti di bawah Rp5 triliun tercatat sebesar 3,39 persen. Lebih lanjut, risiko gagal bayar di industri fintech lebih kecil dibandingkan dengan di kelompok Bank BUKU I dan II. Padahal, di fintech sendiri tidak menggunakan agunan untuk bisa mencairkan pembiayaan yang diajukan nasabah. Kedepannya perbankan nasional bisa meniru sistem teknologi di fintech dalam menyalurkan pembiayaannya. Di mana untuk mengurangi potensi kredit macetnya, industri fintechmenerapkan sistem teknologi yang diberi nama psychometric credit rating. (Sumber: infobank, 6 April 2018) *** 8