DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

dokumen-dokumen yang mirip
SIARAN PERS 1/6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

SIARAN PERS 1/6. Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPALA DESA LICIN KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA LICIN NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG. RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKPDes)TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages

MAKALAH PEMBERDAYAAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA DESA

BERITA DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2017 NOMOR 23 PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PB 5. Pembangunan Desa Dan Partisipasi Masyarakat

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KEPALA DESA MENES KECAMATAN MENES KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DESA MENES NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA MATTIRO DOLANGENG KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAAUAN PERATURAN DESA MATTIRO DOLANGENG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DESA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN ANGGARAN 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA BENCULUK KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA BENCULUK NOMOR TAHUN 2016

LANGKAH KEBIJAKAN PETA JALAN PNPM MANDIRI 2012

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

Partnership Governance Index

SURAT EDARAN BUPATI KEBUMEN. Kebumen, Oktober 2010

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PENINGKATAN AKSES DAN KUALITAS LAYANAN DASAR BAGI MASYARAKAT MISKIN DAN RENTAN. 8 Mei 2018

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 7 TAHUN 2016

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) TAHUN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

Australia Awards Indonesia

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

KEPALA DESA SUMBERBERAS KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA SUMBERBERAS NOMOR 2 TAHUN 2018

Focus Group Discussion (FGD) Perencanaan Pengembangan Sistem Informasi Supradesa

KEPALA DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI

PERBEKEL TEGAK KABUPATEN KLUNGKUNG PERATURAN DESA TEGAK NOMOR :... TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

BAB V PENUTUP. kewenangan penuh untuk menggelola segala hal yang menyangkut tentang tata kelola

PERATURAN DESA SIMPANG NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

1. Apakah yang dimaksud dengan keuangan desa? 2. Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan keuangan desa?

LPF 8. LANGKAH 8 KONSULTASI PUBLIK 120 menit

KEPALA DESA BEDEWANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada

PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012

PERATURAN KEPALA DESA

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

SAMBUTAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN

PERATURAN DESA KALIJAGA TIMUR

PANDUAN BANTUAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2017

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA

JUKNIS PENYUSUNAN RKPDESA KABUPATEN REMBANG

KEPALA DESA BADAMITA KABUPATEN BANJARNEGARA PERATURAN DESA BADAMITA NOMOR : 03 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Transkripsi:

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1

Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan Pembangunan Desa... 3 Sekilas tentang Program DESA: Menuju Penganggaran Publik yang Inklusif dan Partisipatif... 3 Kegiatan Baseline Assessment... 3 Partisipasi Masyarakat dalam Proses Perencanaan Anggaran Publik... 4 Penganggaran Desa yang Responsif Gender dan Penyandang Disabilitas... 5 Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan CSO... 6 Kesimpulan... 8 2

Sekilas Perjalanan Pembangunan Desa Desa sering menjadi arena yang diperebutkan dalam pembangunan Indonesia. Sebelum berlakunya UU desa no. 6/2014, desa diletakkan di bagian paling bawah dari hirarki pemerintah Indonesia dan diperlakukan sebagai objek dalam program pembangunan baik oleh Pemerintah Daerah maupun Pusat. Namun, dengan UU Desa yang baru diberlakukan, paradigma baru dalam pembangunan desa telah lahir dengan mottonya: "Desa Membangun Dan Membangun Desa". UU Desa yang baru telah memperkenalkan dua prinsip utama dalam paradigma baru ini pembangunan desa: i) pengakuan dan ii) subsidiaritas. Meskipun di bawah UU baru, desa telah diberi ruang yang lebih besar untuk partisipasi masyarakat dan menentukan nasibnya sendiri, hal ini tidak secara otomatis mengubah dan mentransformasi pembangunan desa dari penguasaan kaum elit di desa dan rendahnya partisipasi dalam keterlibatan semua warga secara lebih luas tanpa kecuali dalam pembangunan di desa. Upaya harus dibuat untuk bekerja ke arah pemenuhan tujuan ideal pembangunan desa secara demokratis dan inklusif sebagaimana diatur dalam undang-undang. Sekilas tentang Program DESA: Menuju Penganggaran Publik yang Inklusif dan Partisipatif Dalam menjawab tantangan ini, dengan didukung oleh European Commission, Search for Common Ground (SFCG) Indonesia bekerja sama dengan Perkumpulan IDEA Yogyakarta sedang melaksanakan program selama 36 bulan yang berjudul 'DESA: Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender di Desa-desa di Indonesia', yang akan dilaksanakan di desa-desa terpilih di tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Bogor di Jawa Barat, Kabupaten Tabanan di Bali, dan Kabupaten Lombok Barat di Nusa Tenggara Barat. Secara khusus, proyek ini bertujuan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh perempuan Indonesia dan masyarakat yang kurang beruntung seperti penyandang disabilitas dan orang miskin, yang kebutuhan dan suara sering tidak didengar dan lebih jauh lagi dirampas dalam perencanaan kegiatan pembangunan. Kegiatan Baseline Assessment Antara bulan Juni-Agustus 2016, Search melakukan studi baseline yang bertujuan untuk menangkap tingkat partisipasi perempuan dan penyandang disabilitas dalam proses penganggaran di desa, dan tingkat respon dari anggaran desa dalam menangani kebutuhan perempuan, kelompok penyandang disabilitas, dan kelompok marjinal lainnya. Studi baseline dilakukan di 12 desa di tiga kabupaten terpilih. Studi ini menggunakan pendekatan metode yang menggabungkan survei di masyarakat, wawancara dengan informan kunci (KII), FGD dan analisis anggaran. Jumlah responden dalam survei komunitas adalah 629 orang, dilengkapi dengan tiga FGD dengan perwakilan CSO dan 18 wawancara dengan aparat desa, anggota BPD, pejabat kecamatan, pejabat unit kerja pemerintah daerah ini dan organisasi perempuan, kelompok penyandang disabilitas serta organisasi etnis minoritas. 3

Studi baseline ini terdapat 3 temuan utama yang menjadi sorotan. Pertama, tentang tingkat partisipasi anggota masyarakat terutama perempuan dan kelompok disabilitas. Kedua, tentang sejauh mana anggaran dana publik di desa responsif terhadap kebutuhan perempuan dan kaum marjinal lainnya. Ketiga, tentang tingkat kerjasama antara pemerintahan lokal dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Partisipasi Masyarakat dalam Proses Perencanaan Anggaran Publik Partisipasi aktif masyarakat merupakan hal yang penting dan krusial dalam memastikan bahwa upaya pembangunan desa bertujuan untuk mencapai kesejahteraan warga di desa. Selain itu, partisipasi masyarakat dapat mengurangi potensi masalah dan penyalahgunaan pemanfaatan dana desa dan APBDesa. UU No 6/2016 tentang Desa telah menjamin partisipasi aktif warga negara yang menyatakan bahwa pemerintahan desa harus berdasarkan pada prinsip-prinsip partisipasi. Partisipasi dalam penelitian ini dipahami tidak hanya terbatas pada kehadiran, tetapi yang lebih penting akses warga masyarakat dalam pengambilan keputusan pada proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring. Partisipasi substantif ini penting untuk mendorong kinerja pemerintahan desa yang demokratis. Hasil dari studi baseline menunjukkan rendahnya partisipasi di antara warga masyarakat dalam proses perencanaan anggaran -dimulai dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa untuk menyusun RPJMDesa sebagai salah satu dokumen dalam penyusunan APBDes. Dalam studi ini ditemukan bahwa hanya 17 persen dari anggota masyarakat yang disurvei di dua belas desa telah berpartisipasi dalam rapat desa untuk membahas RPJMDesa. Salah satu hambatan dalam partisipasi masyarakat adalah kurangnya informasi mengenai perencanaan anggaran desa, termasuk informasi tentang sumbersumber dana tahunan yang diterima oleh desa. Warga tidak tahu kapan jadwal pertemuan pembahasan perencanaan dan keputusan ABPDesa diatur dan dilakukan. Hanya sekitar 5 persen dari total responden menyatakan bahwa mereka tahu tentang rencana kerja desa dan dokumen pendapatan desa dan anggaran belanja, terutama untuk tahun 2016. Rendahnya tingkat pengetahuan warga lebih disebabkan karena kepasifan pemerintah desa untuk menyediakan sistem informasi yang mudah diakses oleh publik dan tidak pro-aktif dalam memberikan dan menyebarkan informasi kepada publik secara rutin. Informasi tersebut hanya secara terbatas diedarkan kepada mereka yang memiliki status dan posisi khusus di desa, seperti masyarakat dan tokoh adat, dan tokoh organisasi berbasis masyarakat. 4

28% Di sisi lain, inisiatif warga di desa 24% untuk terlibat secara terbuka 19% dengan mekanisme formal yang 5.3% RPJM Desa 5.5% RKP Desa 6.5% APB Desa ada partisipasi juga tidak terlalu tinggi. Hanya 11% dari anggota masyarakat di 12 desa menyatakan bahwa mereka sendiri menghadiri pertemuan pada RPJM Desa meskipun mereka tidak %anggotakomunitasyangdisurveiyangmenerimainformasiterkaitdokumentersebut %anggotakomunitasyangdisurveiyangmenerimaundanganuntukmenghadiridiskusi diundang. Mayoritas warga menyatakan bahwa mereka tidak memiliki keberanian, kepercayaan diri dan merasa malu jika mereka tiba-tiba muncul di rapat perencanaan anggaran desa tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa tanpa diundang. Penganggaran Desa yang Responsif Gender dan Penyandang Disabilitas Pada umumnya, warga bersedia untuk berpartisipasi dalam perencanaan anggaran desa untuk pembangunan desa mereka. Namun pemahaman mereka tentang pembangunan umumnya berarti pembangunan infrastruktur desa, seperti jalan, jembatan, dan pipa irigasi. Sementara, program-program yang menjawab kebutuhan perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok marjinal lainnya hanya mencakup rata-rata 4,9 persen dari total anggaran desa yang didanai oleh APBDesa di 3 kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa warga pada umumnya tidak memiliki sensitivitas yang cukup dalam memahami dan merespon kebutuhan kaum perempuan, penyandang disabilitas dan kebutuhan kelompok marjinal. Berdasarkan kondisi ini, keterlibatan langsung kaum perempuan dan kelompok marjinal menjadi sangat penting dalam proses diskusi dalam rangka untuk mempromosikan kebijakan anggaran desa yang lebih inklusif dan responsive gender. Grafik 1. Gambaran alokasi APBDesa di salah satu desa dari 12 desa yang disurvey. 5% 9% Pemberdayaan komunitas Pengembangan kapasitas 50% Pembangunan infrastruktur 35% Operasional pemerintahan 5

Pemanfaatan APBDesa yang sangat rendah untuk penyediaan layanan kepada perempuan, kelompok penyandang disabilitas dan etnis minoritas lainnya dikarenakan kurangnya pengalaman dari aparat desa dalam merumuskan program yang relevan dengan pemenuhan kebutuhan perempuan dan masyarakat marjinal. Selain itu, tingkat partisipasi perempuan dan kelompok penyandang disabilitas relatif rendah. Hasil survey menunjukkan hanya 17% dari anggota masyarakat yang disurvei merasa bahwa perempuan dan kelompok penyandang disabilitas harus dilibatkan dalam meninjau RKPDesa 2016. "Hasil data baseline juga menunjukan tingkat partisipasi perempuan yang masih perlu ditingkatkan dalam berbagai proses penganggaran dana desa. Hanya sekitar 22% perempuan yang pernah hadir dalam RPJMDES, terlebih lagi, tingkat kehadiran tersebut terus menurun seiring bergulirnya proses perencanaan anggaran desa. Pada proses penyusunan APBDes, akhirnya hanya sekitar 17% perempuan yang ikut di dalamnya. Fakta ini menunjukan adanya tantangan bagi keterlibatan perempuan yang konsisten dan menyeluruh, juga menunjukan betapa pentingnya dukungan dan pengawalan dalam mewujudkan anggaran desa yang responsif gender." Secara umum, sebagian besar pemerintah desa dalam penelitian ini tidak memberikan sesi khusus dalam forum untuk perempuan dan kelompok penyandang disabilitas dalam merumuskan Rencana Kerja Desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja. Musyawarah Khusus Perempuan (MKP) di desa hanya diselenggarakan di Kabupaten Lombok Barat karena adanya Peraturan Bupati No. 10/2014. 32.50% 37.20% 14.60% 10.50% 4.00% 2.70% West Lombok Tabanan Bogor % masyarakat yang merasa perempuan dan kelompok difabel terlibat dalam diskusi Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan CSO Dalam bekerja menuju penganggaran desa yang lebih inklusif dan partisipatif, sangat penting untuk bersinergi dengan organisasi local serta mengapresiasi 6

upaya dan kehadiran mereka di tingkat lokal. Secara historis, organisasi masyarakat sipil tingkat lokal, regional dan nasional memiliki peran penting dalam diberlakukannya Undang-Undang Desa. Mereka telah bekerja sejak 2009 ketika draft pertama yang diprakarsai oleh DPR muncul dengan judul RUU Pembangunan Desa. Berbagai upaya secara independen diselenggarakan termasuk konsultasi publik, serangkaian diskusi di tingkat regional dan bahkan mencari dukungan dari organisasi massa besar dan faksi di DPR. Mengingat posisi dan peran strategis mereka, oleh karena itu penting bagi organisasi masyarakat sipil di tingkat lokal untuk memiliki kemampuan dalam bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mempromosikan dan memfasilitasi proses menuju penganggaran desa yang inklusif. Namun, dalam survey ini, ditemukan bahwa CSO di tiga lokasi program ini belum punya program berskala besar yang bertujuan meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat, terutama pada perempuan dan masyarakat marjinal lainnya dalam proses perencanaan anggaran desa. Berdasarkan wawancara dan FGD, kinerja CSO di Kabupaten Lombok Barat dalam mempromosikan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam perencanaan anggaran desa tampaknya lebih maju jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Sementara itu di Kabupaten Tabanan dan Bogor, CSO tampaknya kurang memiliki pengalaman dalam melakukan advokasi pada perencanaan anggaran desa. Bahkan untuk dua tahun terakhir, mereka tidak punya interaksi dengan para pemangku kepentingan utama di desa dalam upaya untuk menjaga pelaksanaan UU Desa. Tingkat keterlibatan antara CSO dan pemerintah daerah mungkin terkait erat dengan keterbukaan pemerintah daerah dan penerimaan dalam bekerjasama dengan CSO. Faktor ini sangat dipengaruhi dengan pengalaman masa lalu mereka dalam bekerjasama dengan CSO. Stakeholder kunci di Pemerintahan Kabupaten Lombok Barat lebih terbuka dalam membangun kerjasama dengan mitra pelaksana program sebagai bagian dari organisasi masyarakat sipil yang reputasi dan pekerjaan mereka telah diakui sebelumnya. Hubungan mereka terjalin dengan baik dalam bekerja sama sebelumnya dengan CSO. Mereka juga beranggapan bahwa CSO memiliki kapasitas yang cukup untuk membantu meningkatkan kinerja pemerintahan desa dan memberdayakan masyarakat. Sementara itu di Tabanan dan Kabupaten Bogor, Pemerintah Desa belum terlalu akrab dan mengakui pekerjaan serrta reputasi CSO dalam perencanaan anggaran desa. Selain itu, pejabat pemerintah yang diwawancarai memiliki stigma negatif tertentu terhadap CSO. Dengan demikian, mereka merasa bahwa mereka tidak memiliki cukup referensi CSO yang baik dan benar-benar bersedia bekerja dengan mereka. Beberapa stakeholder kunci di pemerintah daerah menyatakan sebaliknya. Mereka bersedia bekerjasama dengan CSO dengan beberapa syarat, misalnya CSO harus memiliki badan hukum, tidak menjual modul pelatihan, dan tidak memaksakan agenda CSO dan/atau mengganggu proses di desa. 7

Kesimpulan Inklusif, partisipatif, dan pemerintahan desa yang responsif gender memang masih jauh dari apa yang diharapkan, meskipun prinsip-prinsip tata kelola di UU Desa No 6/2014 telah dilaksanakan selama dua tahun terakhir. Masalah yang paling mendasar adalah bahwa kesadaran kritis warga masyarakat belum terbentuk, terutama pada hak-hak mereka untuk terlibat dalam proses perencanaan anggaran desa. Masalah mendasar yang kedua adalah partisipasi. Pemerintah desa belum mengatur forum konsultasi warga di tingkat RT, RW, dan Dusun/Banjar untuk mencari masukan dari warga masyarakat yang komprehensif dalam proses perumusan RPJM Desa, RKP Desa 2016, dan APBDesa 2016 -khususnya untuk perempuan dan kelompok penyandang disabilitas. Dokumen-dokumen APBDesa saat ini di tiga kabupaten tersebut juga masih mengindikasikan respon yang rendah terhadap kebutuhan perempuan dan kelompok marjinal lainnya. Perumusan kegiatan dalam dokumen APB Desa tidak dimulai dengan analisis gender untuk mengidentifikasi kebutuhan perempuan, penyandang disabilitas, atau kelompok marjinal lainnya. Rencana untuk melibatkan CSO dalam upaya untuk memfasilitasi percepatan perubahan di desa tidak secara otomatis mendapatkan tanggapan positif dari para stakeholder kunci, terutama dari pemerintah di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. Pemangku kepentingan desa di Kabupaten Bogor dan Tabanan menetapkan banyak ketentuan untuk memungkinkan partisipasi CSO dalam proses pemberdayaan warga dan perencanaan anggaran desa karena stigma negatif yang ada saat ini terhadap CSO. Pemangku kepentingan kunci di Lombok Barat jauh lebih terbuka dengan partisipasi CSO karena mereka telah berpengalaman dan menerima manfaat dari kerja kolaboratif dengan CSO. Ada beberapa kesempatan untuk memperbaiki kondisi untuk mencapai anggaran desa inklusif yang memenuhi kebutuhan berbagai kelompok yang terpinggirkan. Studi baseline ini mengidentifikasi bahwa pengetahuan CSO di beberapa daerah tentang UU Desa dan proses penganggaran yang responsive gender masih relatif rendah oleh karena itu sangat penting untuk memberikan pengembangan kapasitas untuk CSO lokal di tingkat kabupaten tentang berbagai isu, termasuk perempuan, pengetahuan dan keterampilan mengadvokasi perencanaan anggaran publik. Dengan melihat bahwa keterlibatan pemerintah kabupaten dan desa cukup rendah serta adanya persepsi negatif terhadap CSO, sangat penting bahwa pendekatan umum yang bersifat adversarial dalam membuat perubahan sosial harus ditinjau kembali, serta pendekatan yang lebih kolaboratif harus lebih dikedepankan. Sebagai awalan, akan lebih baik jika terdapat forum prakerjasama dengan CSO, BPMPD Kabupaten dengan keterlibatan dari Pemerintah Kecamatan, BPD, dan Aparat Desa di tingkat. 8