THE EFFECT OF ADDITION OF SPINACH FLOUR (Amaranthus sp) ON CONSUMER ACCEPTANCE OF CATFISH BALL. Mychael F Naibaho 1), Dewita Buchari 2), Sumarto 2)

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP EMPEK-EMPEK IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) DENGAN PENAMBAHAN WORTEL (Daucus carota)

M. Yogie Nugraha 1), Edison 2), and Syahrul 2) Abstract

KARAKTERISTIK BAKSO IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DENGAN PENAMBAHAN JANTUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) TERHADAP PENERIMAAN KONSUMEN

Keywords : Fish Protein Concentrate, Pangasius hypophthalmus, Hump Banana Nugget, Consumer Acceptance and Chemical Composition

The Effect of Corn Flavor on Consumer Acceptance of Catfish Macaroni (Pangasius hyphopthalmus) by: ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

Pengaruh Fortifikasi Jumlah Konsentrat Protein Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Yang Berbeda Pada Tahu Terhadap Tingkat Penerimaan Konsumen

PENGARUH PENAMBAHAN KOSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) TERHADAP MUTU KUE SEMPRONG. Oleh:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

PENGARUH FORTIFIKASI ALGA HIJAU BIRU (Spirulina) PADA MAKARONI IKAN PATIN (Pangasius hyppophthalmus) TERHADAP PENERIMAAN KONSUMEN

Quality Characteristics of Cryptopterus Catfish Cracker Fortified With White Mushroom (Pleurotus ostreatus) by: ABSTRACT

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU KERUPUK IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii)

Kajian Karakteristik Mutu Kerupuk Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii Selama Penyimpanan. Edison 1) dan Sumarto 1)*

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI

PENGARUH JENIS KAYU BERBEDA TERHADAP MUTU IKAN SELAIS (Cryptopterus bicirchis) ASAP. Oleh : Abstrak

A STUDY ON CONSUMER ACCEPTANCE OF TILAPIA ABON (Oreochromis niloticus) WITH THE ADDITION WHITE OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) Abstract

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BROKOLI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

KAJIAN PENERIMAAN KONSUMEN DAN MUTU NUGGET UDANG REBON (Acetes erythraeus)

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

STUDI PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP KERUPUK ATOM YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG TULANG IKAN BANDENG (Chanos chanos) Oleh:

e jurnal boga online 3 new 3, yudisium bulan oktober 2014 hal

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.)

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) UNTUK PEMBUATAN BISKUIT DAN SNACK

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

JURNAL. PENGARUH PENAMBAHAN JUMLAH KARAGENAN BERBEDA TERHADAP MUTU BAKSO IKAN LOMEK (Harpodon neherreus) OLEH DWI MUARIF

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

KAJIAN MUTU MOCHI YANG DIFORTIFIKASI DENGAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) Oleh

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

The Effect of Cheese Flavor on Consumer Acceptance Of Catfish Macaroni (Pangasius hypopthalmus) By: Umi Kalsum 1), Suparmi 2), Sumarto 2) ABSTRACT

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG KACANG HJAU (Vigna radiata) TERHADAP MUTU BAKSO IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Oleh:

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

THE EFFECT OF ADDING LIMNOCHARIS POWDER (Limnocharis flava) ON THE CATFISH (Pangasius hypopthalmus) ABON QUALITY. By:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

STUDI PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP ABON NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) ABSTRACT ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

PENGARUH PENGGUNAAN SERAI (Cimbopogon citratus) PADA MUTU HASIL PENGOLAHAN BELUT (Monopterus albus) ASAP

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

KAJIAN PENGOLAHAN PERMEN RUMPUT LAUT (Glacilaria Sp) DENGAN KONSENTRASI GULA YANG BERBEDA TERHADAP TINGKAT PENERIMAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

NASKAH PUBLIKASI. KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG PISANG KEPOK PUTIH (Musa paradisiaca forma typica) DAN TEPUNG TEMPE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Program studi pendidikan biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

PENGARUH PEMBERIAN TELUR ITIK DENGAN KONSENTRASI BERBEDA TERHADAP MUTU BAKSO BELUT (Monopterus albus) ELITA

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

PENGARUH PENAMBAHAN KARAGENAN DALAM PEMBUATAN NUGGET IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hypophthalmus)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

ABSTRAK. STUDY ON CONSUMER ACCEPTANCE OF SALTY DRY SQUID (Loligo sp.) NUGGET. By : ABSTRACT

Transkripsi:

THE EFFECT OF ADDITION OF SPINACH FLOUR (Amaranthus sp) ON CONSUMER ACCEPTANCE OF CATFISH BALL By Mychael F Naibaho 1), Dewita Buchari 2), Sumarto 2) Abstrack The study was intended to examine the effect of spinach flour on consumer acceptance of catfish ball. About 36kg catfish was taken from a fish market in Pekanbaru. Four types of fish balls were prepared from catfish meat which was fortificated with 0%, 2,5%, 5%, and 7,5% spinach flour. The catfish balls were evaluated for consumer acceptance and chemical composition. The results indicate that the catfish balls added with 2,5% spinach flour was the most preferable by consumers. The catfish balls contains: 56,78% water, 20,58% protein, 3,08% ash, and 209,80mg calcium. Keyword: Catfish ball, spinach flour, consumer acceptance, chemical composition. 1 Student Faculty of the Fisheries and Marine Science, University of Riau 2 Lecturer Faculty of the Fisheries and Marine Science, University of Riau. PENDAHULUAN Propinsi Riau merupakan salah satu daerah sentra produksi ikan patin, dimana produksi ikan patin budidaya pada tahun 2010 adalah sebesar 20.855,55 ton, diperkirakan pada tahun 2011 produksi ikan patin meningkat sebesar 26.991,33 ton, dengan persentase kenaikan 29,42% (Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Propinsi Riau, 2011). Komposisi kimia ikan patin meliputi kadar air sebesar 75,7%, kadar abu sebesar 1,0%, protein sebesar 16,1%, lemak sebesar 5,7% (Badan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, 1998). Mengingat kandungan gizi ikan patin yang cukup tinggi dan dibutuhkan oleh tubuh, maka perlu adanya usaha peningkatan minat konsumsi masyarakat terhadap produk olahan ikan patin dengan cara diversifikasi produk. Pengolahan ikan patin menjadi bakso merupakan salah satu produk perikanan yang

diharapkan dapat lebih diterima oleh masyarakat. Bakso ikan dapat didefenisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau tanpa penambahan bahan makanan yang diijinkan ( Badan Standarisasi Nasional, 1995). Tahun 2003 sebanyak 6.362.000 buah bakso ikan telah diproduksi oleh industri besar dan sedang (Badan Pusat Statistik, 2003). Dari segi warna pada umumnya bakso ikan kurang menarik (putih pucat) dan kandungan kalsiumnya rendah. Jika bahan baku untuk membuat bakso ditambahkan dengan tepung bayam, maka warna dari bakso ikan akan terlihat lebih menarik lagi serta adanya penambahan kalsium. Keunggulan nilai nutrisi bayam adalah pada kandungan vitamin A, vitamin C, riboflavin, mineral dan asam folat yang keduanya merupakan elemen penting vitamin B kompleks, asam amino niasin dan thiamin. Kandungan mineral terpenting adalah kalsium dan zat besi (dapat mencegah anemia/kekurangan sel darah merah). Selain itu sayur bayam juga kaya akan mineral lain seperti seng (zink), magnesium, fosfor dan kalium (Hadisoeganda, 1996). Sejauh ini pemanfaatan tepung bayam kedalam pengolahan bakso ikan patin belum banyak diketahui oleh masyarakat dan penerimaan konsumen pada produk bakso ikan patin. Sehingga belum diketahui berat tepung bayam terbaik yang dapat ditambahkan dalam pengolahan bakso ikan patin. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh penambahan tepung bayam (Amaranthus sp) pada bakso ikan patin (Pangasius hypophthalmus) terhadap penerimaan konsumen. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Pengaruh penambahan tepung bayam (Amaranthus sp) pada bakso ikan patin (Pangasius hypophthalmus) terhadap penerimaan konsumen. BAHAN DAN METODE Bahan-bahan yang digunakan dalam pengolahan bakso adalah ikan patin 36 kg dan tepung bayam 450 g, ikan patin diperoleh dari pasar kodim di Pekanbaru, bahan tambahan seperti bahan pengikat (tepung tapioka) dan bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, garam, telur, gula dan merica) serta bahanbahan yang digunakan untuk analisis kimia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu, melakukan percobaan pengolahan bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam. Penggunaan bahan pengikat dan bumbu-bumbu diambil dari berat daging ikan patin. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) nonfaktorial, yaitu penambahan penggunaan tepung bayam diambil dari berat daging ikan

patin yang terdiri dari 4 taraf yaitu TB 0 (tanpa penambahan tepung bayam), TB 1 (penambahan tepung bayam 2,5%), TB 2 (penambahan tepung bayam 5%), TB 3 (penambahan tepung bayam 7,5 %). Masingmasing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan sehingga jumlah satuan percobaan yaitu 12 unit. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji penerimaan konsumen secara organoleptik yaitu rupa, tekstur, rasa serta aroma, yang di lakukan oleh 80 panelis awam atau tidak terlatih dengan memberi quisioner uji hedonic kesukaan, analisis proksimat yaitu kadar protein, kadar air, kadar abu dan kalsium. PROSEDUR PENELITIAN Pembuatan tepung bayam menurut Ningsih (2005) adalah sebagai berikut: 1. Pertama-tama daun bayam dicuci bersih, kemudiaan dipisahkan daunnya, dipilih bayam yang daunnya besar, bulat, dan empuk. 2. Daun bayam yang telah di sortir dikeringkan, dijemur di bawah sinar matahari selama 4 jam dengan suhu 30 0 C-31 0 C. 3. Bayam yang sudah kering di haluskan dengan menggunakan belender sampai seperti butiranbutiran yang sangat halus, kemudian diayak dengan menggunakan pengayak tepung. Pembuatan bakso ikan patin yang telah dimodifikasi Trilaksani (1999) adalah sebagai berikut: 1. Ikan patin segar disiangi, difillet serta duri-duri yang tersisa dibuang sehingga diperoleh fillet daging dan dicuci hingga bersih. 2. Ikan yang telah difillet dilumatkan dengan pengilingan daging sehingga diperoleh lumatan daging ikan yang homogen. 3. Kemudian dibuat 4 adonan dengan komposisi dan formulasi pembuatan bakso ikan patin menurut Trilaksani (1999). 4. Adonan pertama TB0 sebagai kontrol, Adonan kedua TB1 (penambahan tepung bayam 2,5%), Adonan ketiga TB2 (penambahan tepung bayam 5%), Adonan ke empat TB3 (penambahan tepung bayam 7,5%) Selanjutnya adonan dicetak dengan tangan membentuk bulatan-bulatan bola. 5. Kemudian dimasak pada suhu 85-100 C sampai bakso tersebut mengapung, Selanjutnya angkat lalu ditiriskan sampai dingin. 6. Bakso yang dihasilkan dilakukan uji organoleptik (penampakan, tekstur, warna, aroma dan rasa) kepada 80 orang panelis. Data yang diperoleh terlebih dahulu ditabulasi kedalam bentuk tabel, grafik dan dianalisis secara statistik dengan analisis

variansi (anava). Kemudian dari perhitungan yang dilakukan akan diperoleh Fhitung yang akan menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis yang telah diajukan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, dilanjutkan dengan analisis variansi (anava). Berdasarkan analisis variansi jika F hitung >F tabel pada tingkat kepercayaan 95% berarti hipotesis ditolak, kemudian dapat dilakukan uji Apabila F hitung < F tabel lanjut. maka hipotesis diterima, maka tidak perlu dilakukan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah uji beda nyata jujur. HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Organoleptik Rupa Berdasarkan hasil penilaian panelis terhadap rupa bakso ikan patin didapatkan penilaian pada masing-masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata nilai rupa bakso ikan patin 1 3,25 3,27 2,94 2,8 2 3,31 3,33 2,98 2,93 3 3,34 3,53 2,91 2,96 Rata-rata 3,3 3,38 2,94 2,9 Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa nilai rata-rata rupa nilai rata-rata rupa bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam, perlakuan TB1 memiliki nilai tertinggi (3,38) selanjutnya perlakuan TB0 (3,30) dan diikuti perlakuan TB2 (2,94) kemudian perlakuan TB3 (2,90). Berdasarkan hasil analisis variansi dapat dijelaskan bahwa bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam yang berbeda berpengaruh nyata terhadap nilai rupa, dimana Fhitung (18 ) > Ftabel 0,05 (4,07) pada tingkat kepercayaan 95% yang berarti hipotesis (H 0 ) ditolak. Sehingga dilakukan uji nyata jujur menunjukkan bahwa perlakuan TB 3 tidak berpengaruh nyata dengan perlakuan TB 2 sedangkan perlakuan TB 1 berbeda nyata dengan perlakuan TB 0 pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil tingkat penerimaan konsumen terhadap rupa bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam, perlakuan TB1 (penambahan tepung bayam 2,5%) didapatkan 80 orang ( 100%) konsumen menyukai rupa bakso ikan patin dimana memiliki rupa berwarna hijau berbintikbintik, sedangkan pada perlakuan TB 2 (penambahan tepung bayam 5%) dan TB 3 (penambahan tepung bayam 7,5%) memiliki rupa berwarna hijau pekat, warna hijau pekat disebabkan penambahan tepung bayam yang terlalu banyak, sehingga konsumen tidak menyukai rupa tersebut. Jadi, perlakuan TB 1 merupakan perlakuan yang terbaik karena bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam yang terbaik memiliki rupa berwarna hijau berbintik-bintik. Rupa mempunyai peranan penting untuk suatu produk makanan dan merupakan keadaan keseluruhan dari bakso ikan patin

dengan penambahan tepung bayam yang menjadi kesan pertama yang dinilai oleh konsumen saat melihat produk bakso tersebut. Rupa memegang peranan penting dalam penerimaan makanan oleh konsumen, rupa juga memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan (De Man, 1997). Aroma Berdasarkan hasil penilaian panelis terhadap aroma bakso ikan patin didapatkan penilaian pada masing-masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata nilai aroma bakso ikan patin. 1 3,14 3,2 2,59 2,35 2 3,09 3,19 2,65 2,49 3 3,03 3,13 2,63 2,53 Rata-rata 3,08 3,17 2,62 2,45 Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa nilai rata-rata aroma bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam, perlakuan TB1 memiliki nilai tertinggi dengan nilai (3,17) diikuti perlakuan TB0 (3,08) kemudian perlakuan TB2 (2,45). (2,62) dan perlakuan TB3 Berdasarkan hasil analisis variansi dapat dijelaskan bahwa bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam berbeda memberi pengaruh nyata terhadap nilai aroma, dimana Fhitung (146,68) > Ftabel 0,05 (4,07) pada tingkat kepercayaan 95% maka hipotesis (H0) ditolak. Dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur menunjukkan bahwa perlakuan TB 3 berbeda nyata terhadap perlakuan TB 1, TB 2 dan TB 0 pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil tingkat penerimaan konsumen terhadap aroma bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam, perlakuan TB1 (penambahan tepung bayam 2,5%) didapatkan 74 orang ( 92,5%) konsumen menyukai aroma bakso ikan patin dimana memiliki aroma bayam agak tajam, sedangkan pada perlakuan TB 2 (penambahan tepung bayam 5%) memiliki aroma bayam tajam dan TB 3 (penambahan tepung bayam 7,5%) memiliki aroma bayam sangat tajam, aroma bayam sangat tajam disebabkan penambahan tepung bayam yang terlalu banyak, sehingga konsumen tidak menyukai aroma tersebut. Jadi, perlakuan TB 1 merupakan perlakuan yang terbaik karena bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam yang terbaik memiliki aroma bayam agak tajam dan aroma ikan patin tajam. Uji terhadap aroma dianggap penting karena dengan dengan adanya uji tersebut akan cepat dapat memberikan penilaian terhadap hasil produksinya, apakah produknya disukai oleh konsumen atau tidak (Soekarto, 2007). Umumnya bau yang diterima hidung dan otak merupakan campuran 4 bau terutama harum, asam, tengik dan hangus (Winarno, 1997).

Tekstur Berdasarkan hasil penilaian panelis terhadap tekstur bakso ikan patin didapatkan penilaian pada masing-masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata nilai tekstur bakso ikan patin. 1 3,43 3,14 3,03 2,98 2 3,34 3,13 2,98 2,96 3 3,3 3,13 3,03 2,94 Rata-rata 3,35 3,13 3,01 2,96 Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa nilai rata-rata tekstur bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam, perlakuan TB0 memiliki nilai tertinggi (3, 35) kemudian diikuti oleh perlakuan TB1 (3,13) selanjutnya perlakuan TB2 (2,96). (3,01) dan perlakuan TB3 Berdasarkan hasil dari analisis variansi dapat dijelaskan bahwa bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam berbeda memberi pengaruh nyata terhadap nilai tekstur, dimana Fhitung (74,66) > Ftabel 0,05 (4,07) pada tingkat kepercayaan 95% maka hipotesis (H0) ditolak. Dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur menunjukkan bahwa perlakuan TB 3, TB 2 berbeda nyata terhadap perlakuan TB 1, TB 0 pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan tingkat penerimaan konsumen terhadap tekstur bakso ikan patin didapatkan 79 orang (9 8,75%) konsumen lebih menyukai tekstur bakso ikan patin pada perlakuan TB0 yang memiliki tekstur sangat kenyal. Konsentrasi bahan pengikat yang digunakan akan mempengaruhi tekstur bakso yang dihasilkan. Formulasi tepung bayam sangat mempengaruhi kekerasan dan elastisitas produk. Jumlah tepung bayam yang besar menyebabkan tekstur menjadi lebih padat dan cenderung lebih keras. Karena jumlah pati yang besar menyebabkan tekstur menjadi padat dan cenderung lebih keras. Namun berdasarkan syarat mutu bakso ikan patin tekstur bakso ikan yang terbaik memiliki tekstur kenyal. Jadi, perlakuan TB 1 merupakan perlakuan yang terbaik karena bakso ikan patin memiliki tekstur kenyal. Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan. Tekstur adalah sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh adanya elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasakan oleh alat peraba (Purnomo, 1995). Rasa Berdasarkan hasil penilaian panelis terhadap rasa bakso ikan patin didapatkan penilaian pada masing-masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata nilai rasa bakso ikan patin. 1 3,14 3,3 2,43 2,24 2 3,25 3,43 2,33 2,1 3 3,23 3,44 2,35 2,15 Rata-rata 3,2 3,39 2,37 2,16

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa nilai rata-rata bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam, perlakuan TB1 memiliki nilai tertinggi (3,3 9) kemudian diikuti perlakuan TB0 (3,20) perlakuan TB2 (2,37) dan perlakuan TB3 (2,16). Berdasarkan hasil analisis variansi dapat dijelaskan bahwa bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam berbeda memberi pengaruh nyata terhadap nilai rasa bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam, dimana Fhitung (220) > Ftabel 0,05 (4,07) pada tingkat kepercayaan 95% maka hipotesis (H0) ditolak. Dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur menunjukkan bahwa setiap perlakuan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%.Berdasarkan hasil tingkat penerimaan konsumen terhadap rasa bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam, perlakuan TB1 (penambahan tepung bayam 2,5%) didapatkan 77 orang ( 96,25%) konsumen menyukai rasa bakso ikan patin dimana memiliki rasa bayam tidak pahit, sedangkan pada perlakuan TB 2 (penambahan tepung bayam 5%) memiliki rasa bayam agak pahit dan TB 3 (penambahan tepung bayam 7,5%) memiliki rasa bayam pahit, rasa bayam pahit disebabkan penambahan tepung bayam yang terlalu banyak, sehingga konsumen tidak menyukai rasa tersebut. Jadi, perlakuan TB 1 merupakan perlakuan yang terbaik karena bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam yang terbaik memiliki rasa bayam tidak pahit dan rasa ikan patin kuat. Rasa memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak produk makanan. Menurut Winarno (1992), rasa enak atau tidak enaknya produk makanan disebabkan adanya asam-asam amino pada protein serta lemak yang terkandung dalam makanan. Rasa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Rasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lainnya (Fachruddin, 2003). Analisa proksimat Kadar air Untuk mengetahui nilai rata-rata kadar air bakso ikan patindapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai rata-rata kadar air (%) bakso ikan patin. 1 61,84 56,86 49,18 41,8 2 62,38 57,4 55,88 54,86 3 52,8 56,08 52,66 48,46 Rata-rata 59,01 56,78 52,57 48,37 Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa rata-rata kadar air bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam berkisar antara 48,37%-59,01%. Rata-rata kadar air tertinggi dimiliki oleh perlakuan TB0 yaitu 59,01% dan kadar air terendah adalah perlakuan TB3 sebesar 48,37%. Nilai kadar air tersebut

masih dapat diterima karena standart mutu kadar air bakso ikan maksimum 80% berdasarkan SNI-01-3819-1995. Berdasarkan hasil dari analisis variansi dijelaskan bahwa penambahan tepung bayam yang berbeda memberi pengaruh tidak nyata terhadap kadar air bakso ikan patin, dimana Fhitung (3,19) < Ftabel 0,05 (4, 07) pada tingkat kepercayaan 95% maka hipotesis ( H0) diterima. Sehingga tidak dilakukan uji lanjut. Penambahan tepung bayam pada perlakuan TB 1,TB 2 dan TB 3 terjadi penurunan kadar air dari 56,78% sampai 48,37% ini disebabkan pengaruh penambahan tepung bayam. Adanya penambahan tepung bayam pada bakso ikan patin berpengaruh dengan kadar air yang terdapat pada bakso ikan patin, semakin besar penambahan tepung bayam pada bakso ikan patin menyebabkan semakin rendah kadar airnya, hal ini dikarenakan sifat tepung bayam yang dapat menyerap air yang terdapat pada bakso ikan patin. Dimana kita mengetahui tepung merupakan bahan pengikat yang digunakan dalam industri makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Winarno (1992), menyatakan air di dalam bahan pangan berperan penting sebagai pelarut dari beberapa komponen disamping ikut sebagai pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang akibat penguapan dan pengeringan. Kadar protein Untuk mengetahui nilai rata-rata kadar protein bakso ikan patin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai rata-rata kadar protein (%) bakso ikan patin. 1 19,4 20,31 22,76 24,35 2 19,48 20,59 22,17 24,84 3 19,58 20,85 22,44 24,84 Rata-rata 19,48 20,58 22,46 24,68 Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa rata-rata kadar protein bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam berkisar antara 19,48%-24,68%. Rata-rata kadar protein tertinggi dimiliki oleh perlakuan TB3 yaitu 24,68% dan kadar protein terendah adalah perlakuan TB0 sebesar 19,48%. Berdasarkan hasil dari analisis variansi dijelaskan bahwa penambahan tepung bayam yang berbeda memberi pengaruh nyata terhadap kadar protein bakso ikan patin, dimana Fhitung (206,17) > Ftabel 0,05 (4,07 ) pada tingkat kepercayaan 95% maka hipotesis (H0) ditolak. Dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur menunjukkan bahwa perlakuan TB 0 dan TB 1 tidak berpengaruh nyata sedangkan TB 2 dan TB 3 berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Penambahan tepung bayam pada perlakuan TB 1,TB 2 dan TB 3 terjadi peningkatan kadar protein dari 19,48% sampai 24,66% ini disebabkan pengaruh penambahan tepung bayam, tingginya kandungan kadar protein dalam setiap

perlakuan disebakan penambahan telur dan tepung tapioka. Penambahan telur berfungsi untuk meningkatkan mutu protein bakso yang dihasilkan dan menciptakan adonan yang lebih keras (liat) sehingga tidak mudah terputus-putus dan telur juga berfungsi untuk menambah kekenyalan. Semakin banyak tepung bayam yang ditambahkan maka kadar protein akan semakin bertambah. Walaupun demikian berdasarkan hasil tingkat penerimaan konsumen bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam pada perlakuan TB1 (penambahan tepung bayam 2,5%) lebih disukai oleh konsumen dengan nilai kadar protein 20,58%. Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena zat ini sebagai bahan bakar, zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 1992) Kadar kalsium Untuk mengetahui nilai rata-rata kadar kalsium bakso ikan patin dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai rata-rata kadar kalsium (mg) bakso ikan patin. 1 125,16 214,52 229,86 235,44 2 126,51 213,39 220,34 234,84 3 124,97 201,5 223,29 275,64 Rata-rata 125,55 209,8 224,5 248,64 Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa rata-rata kadar kalsium bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam berkisar antara 125,55 mg-248,64 mg. Rata-rata kadar kalsium tertinggi dimiliki oleh perlakuan TB0 yaitu 125,55 mg, dan kadar kalsium terendah dimiliki oleh perlakuan TB3 sebesar 248,64 mg. Berdasarkan hasil dari analisis variansi dijelaskan bahwa penambahan tepung bayam yang berbeda memberi pengaruh nyata terhadap kadar kalsium bakso ikan patin, dimana Fhitung (55,11) > Ftabel 0,05 (4,07) pada tingkat kepercayaan 95% maka hipotesis (H0) ditolak. Dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur menunjukkan bahwa perlakuan TB 0 dan TB 1 tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% sedangkan perlakuan TB 2 dan TB 3 berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata kadar kalsium bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam dengan perlakuan TB0 (125,55 mg), TB1 (209,80 mg), TB2 (224,50 mg) dan TB3 (248,64 mg). Kadar kalsium bakso ikan pada perlakuan TB 0, TB 1, TB 2 dan TB 3 mengalami peningkatan kadar kalsium 125,55 mg sampai 248,64 mg. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan tepung bayam mempengaruhi kadar kalsium dari bakso ikan patin. hal ini disebabkan tepung bayam memiliki kandungan kalsium cukup tinggi. Berdasarkan Direktorat Gizi, Depkes RI

1981 dalam Ariyanto (2008) kandungan kalsium bayam sebesar 267 mg/100 g bahan. Walaupun demikian berdasarkan hasil tingkat penerimaan konsumen bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam pada perlakuan TB1 (penambahan tepung bayam 2,5%) lebih disukai oleh konsumen dengan nilai kadar kalsium 209,80 mg. Kadar abu Untuk mengetahui nilai rata-rata kadar abu bakso ikan patin dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai rata-rata kadar abu (%) bakso ikan patin. 1 2,83 3,04 3,21 4,1 2 1,85 3,12 3,39 3,98 3 2,72 3,07 3,26 3,97 Rata-rata 2,47 3,08 3,29 4,02 Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa nilai rata-rata kadar abu bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam berkisar antara 2,47%-4,02%. Rata-rata kadar abu tertinggi dimiliki oleh perlakuan TB3 yaitu sebesar 4,02% dan kadar abu terendah dimiliki oleh perlakuan TB0 sebesar 2,47%. Berdasarkan hasil dari analisis variansi dijelaskan bahwa penambahan tepung bayam yang berbeda memberi pengaruh nyata terhadap kadar abu bakso ikan patin, dimana Fhitung (15) > Ftabel 0,05 (4, 07) pada tingkat kepercayaan 95% maka hipotesis ( H0) ditolak. Dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur menunjukkan bahwa perlakuan TB 1 dan TB 2 tidak berpengaruh nyata sedangkan perlakuan TB 0 dan TB 3 berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam dengan perlakuan TB0 (2,47 %), TB1 (3,08%), TB2 (3,29%), TB3 (4,02%). nilai kadar abu tersebut masih dapat diterima karena standart mutu kadar abu bakso ikan maksimum 3% berdasarkan SNI-01-3819-1995. Kadar abu tepung bayam pada perlakuan TB 0, TB 1, TB 2 dan TB 3 mengalami peningkatan kadar abu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan tepung bayam mempengaruhi kadar abu dari bakso ikan patin. Walaupun demikian berdasarkan hasil tingkat penerimaan konsumen bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam pada perlakuan TB1(penambahan tepung bayam 2,5%) lebih disukai oleh konsumen dengan nilai kadar abu 3,08%. Bahan pangan memiliki kadar abu dalam jumlah yang berbeda, abu disusun oleh berbagai jenis mineral yang beragam tergantung pada jenis dan sumber bahan pangan. Kadar abu tersusun oleh berbagai jenis mineral dengan komposisi yang beragam tergantung pada jenis dan sumber bahan pangan (Andarwulan dkk, 2011).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam memberi pengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan konsumen. Bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam secara umum disukai oleh konsumen pada perlakuan TB 1 (penambahan tepung bayam 2,5%), yaitu pada nilai rupa berjumlah 80 orang (100%) dengan ciri-ciri rupa berwarna hijau berbintik-bintik, pada nilai aroma berjumlah 74 orang (92,5 0%) dengan ciri-ciri aroma khas ikan patin dan aroma bayam, pada nilai tekstur berjumlah 74 orang (92,5 0%) dengan ciri-ciri kenyal, dan pada nilai rasa berjumlah 77 orang (96,25%) dengan ciri -ciri rasa sangat enak. Secara keseluruhan tingkat penerimaan konsumen terhadap bakso ikan patin yang diberi tepung bayam berjumlah 76 orang (95,31%) dengan nilai proksimat kadar air (56,78%), kadar protein (20,58%), kadar kalsium (209,80 mg) dan kadar abu (3,08%). Saran Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk penelitian lanjutan membuat bakso ikan patin dengan penambahan tepung bayam 2,5% dari berat daging ikan patin dengan mengunakan daun bayam yang bewarna merah dan menentukan masa simpan bakso ikan patin tersebut. DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N., Kusnandar, F., dan Herawati, D., 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta. 328 hal. Ariyanto, 2008. Analisis Tataniaga Sayuran Bayam (Kasus Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, 1998. Petunjuk Teknis Penanganan dan Pengolahan Ikan Patin (Pangasius sp.). Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional, 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3819-1995. Bakso Ikan. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. Badan Pusat Statistik, 2003. Statistik Industri Besar dan Sedang [Large and Medium Manufacturing Statistics]. Jakarta: Badan Pusat Statistik. De Man, 1997. Petunjuk Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 89 halaman. Dinas Perikanan Tingkat I Riau, 2011. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Tingkat I. Riau. Pekanbaru-Riau. Gasperz, 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Banung. 472 hal.

Hadisoeganda, W.W. 1996. Bayam: Sayuran Penyangga Petani di Indonesia. Ningsih, S. 2005. Pengaruh Subtitusi Tepung Bayam Pada Pembuatan Kue Bolu Kukus Terhadap Cita Rasa dan Kadar Fe. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan Purnomo, H., 1990. Aktivitas Air dan Perannya Dalam Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. 88 hal. Soekarto, S. 2007. Dasar Pengawetan dan Standarisasi Mutu Bahan Pangan. Departemen Perikanan dan Kelautan. DIRJEN Perguruan Tinggi Antar Universitas Pangan dan Gizi> IPB. Bogor. 350 halaman. Trilaksani W, 1999. Penuntun Praktikum Gizi Ikani. Bogor: Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan). Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, F.G., 1997. Kimia pangan dan Gizi. penerbit PT. Gramedia, Jakarta.