Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency

BAB 1 PENDAULUAN. menyerang system kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. belum ditemukan, yang dapat mengakibatkan kerugian tidak hanya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV (Human Imunodeficiency Virus) merupakan penyebab penyakit yang di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu human immuno deficiency virus (HIV), yang telah di. identifikasi pada tahun 1983 (Depkes RI ).

Transkripsi:

PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONDOM DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIV-AIDS PADA PSK El Rahmayati*, Ririn Sri Handayani* Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus. Perkembangan kasus HIV-AIDS di Indonesia seperti fenomena gunung es dimana kasus yang dilaporkan jumlahnya lebih sedikit dibanding kondisi yang sebenarnya terjadi. Salah satu kelompok masyarakat yang berisiko terinfeksi HIV AIDS adalah kelompok Pekerja Seks Komersial (PSK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom sebagai upaya pencegahan HIV AIDS di kalangan PSK di Kota Bandar Lampung. Penelitian dilakukan di eks lokalisasi pantai pemandangan dan Pantai Harapan. Dari hasil uji statistik diketahui bahwa usia responden rata-rata 31 tahun. Hasil analisis bivariat didapatkan tidak ada hubungan antara usia responden (ρ value 0,073), tingkat pendidikan responden (ρ value 0,768), tingkat pengetahuan tentang HIV AIDS dan pencegahannya (ρ value 0,580) dan dukungan mucikari (ρ value 0,093) dengan perilaku penggunaan kondom. Sebaliknya ada hubungan antara lama bekerja sebagai PSK (ρ value 0,022 ), dukungan teman seprofesi (ρ value 0,016, dukungan klien/pelanggan (ρ value 0,000), dan ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku penggunaan kondom ρ value 0,027 (< α 0,05). Hasil analisis multivariate menyimpulkan variabel dukungan petugas kesehatan adalah variabel yang paling berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom. Hasil uji statistik juga mendapatkan nilai OR sebesar 1,128 yang berarti responden yang mendapatkan dukungan secara konsisten dari petugas kesehatan mempunyai peluang 1,128 kali untuk konsisten dalam melakukan upaya pencegahan HIV AIDS melalui penggunaan kondom.. Kesimpulan tersebut didapatkan setelah beberapa tahap uji multivariate dengan regresi logistic dilakukan hingga didapatkan model terakhir dari hubungan variabel independen dan dependen dalam penelitian ini. Kata Kunci : Faktor-faktor, Pemakaian Kondom, Pencegahan HIV/AIDS LATAR BELAKANG Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pertama kali kasus AIDS dilaporkan oleh Center For Disease (CDC) di Amerika Serikat pada sekelompok kaum homoseksual di California dan New York City Tahun 1981 dengan ditemukannya Sarkoma Kaposii dan Pneumonia Pneumocystia Carinii dan beberapa gejala klinis yang tidak biasa. Kemudian gejala penyakit tersebut semakin jelas diketahui sebagai akibat adanya kegagalan system imun, dan karena itu disebut AIDS (Noer, et al. 2004). Kasus HIV-AIDS merupakan masalah kesehatan publik yang paling utama di Kawasan Asia Tenggara. Dengan perkiraan 3,6 juta orang dengan AIDS (ODHA), Asia Tenggara adalah kawasan kedua di dunia yang paling terpengaruh. Terdapat sekitar 260.000 orang yang baru terinfeksi HIV dan 300.000 kematian yang berhubungan dengan HIV pada tahun 2007. Kasus AIDS pertama di Indonesia dilaporkan di Bali pada April 1987 pada seorang wisatawan Belanda yang meninggal di RSU Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya. Pada awal tahun 1991 peningkatan kasus HIV AIDS yang ditemukan menjadi dua kali lipat dalam waktu kurang dari setahun. Kasus HIV tertinggi terjadi di antara para pekerja seks dan klien mereka, lelaki yang berhubungan dengan sesama jenis, dan para pengguna jarum suntik narkoba (http://www.ibca.or.id, diperoleh tanggal 17 Maret 2011). Perkembangan kasus HIV-AIDS di Indonesia seperti fenomena gunung es dimana kasus yang dilaporkan jumlahnya lebih sedikit dibanding kondisi yang [24]

sebenarnya terjadi. Menurut Laporan Ditjen PP & PL Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dilaporkan secara kumulatif jumlah kasus HIV-AIDS per 1 April 1987 sampai dengan 30 Juni 2011 sebanyak 26483 dengan kematian sebanyak 5056 orang. Terjadi peningkatan yang signifikan terhadap jumlah kasus baru HIV AIDS yang dilaporkan setiap tahun di Indonesia sejak tahun 1987. Pada triwulan April sampai dengan Juni 2011 telah dilaporkan penambahan sebanyak 2352 kasus baru HIV AIDS yang dilaporkan. Prevalensi terbesar per provinsi di Indonesia adalah Papua yaitu 180,69, sementara untuk provinsi Lampung Prevalensinya 1,87 (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Juli 2011). Kelompok yang paling beresiko terinfeksi HIV/AIDS adalah kelompok heteroseksual (49,3%), Injection Drug User (IDU) (40,4%), lelaki seks lelaki (3,3%) dan Perinatal (2,7%) dengan proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun. Sedangkan menurut estimasi tahun 2009 populasi yang rawan tertular HIV di Indonesia sebanyak 6,3 jiwa. (Depkes RI, 2010). Menurut laporan Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2011) data jumlah kumulatif kasus menurut faktor risiko tertinggi adalah kalangan heteroseksual sebanyak 14513, IDU 9587, homobisexual 768, transmisi perinatal 742 dan tidak diketahui 820. Dengan demikian risiko tertinggi adalah kalangan heteroseksual. Jumlah kasus penderita HIV-AIDS diatas merupakan fenomena puncak gunung es, dimana kondisi sebenarnya termasuk kasus yang tersembunyi bisa jadi berkali lipat dari jumlah yang dilaporkan. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran bagi orang dengan prilaku seks beresiko untuk melakukan pencegahan dan pemeriksaan kesehatan khususnya IMS dan HIV-AIDS, selain itu biaya yang besar untuk melakukan pemeriksaan kesehatan menjadi alasan mereka untuk tidak melakukan pemeriksaan sehingga seseorang diketahui sudah tahap AIDS saat datang ke Rumah Sakit. Sudah berbagai macam upaya dilakukan dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Sampai saat ini kondom merupakan alat yang mampu mencegah penularan IMS dan HIV melalui transmisi seksual. Untuk melakukan promosi penggunaan kondom 100% di lokalisasi dan untuk meningkatkan posisi tawar bagi PSK kepada pelanggannya maka dinilai perlu untuk mengadakan pelatihan penggunaan kondom sebagai upaya peningkatan kapasitas bagi mucikari dan pemimpin lokalisasi sebagai upaya intervensi struktural di lokalisasi bagi PSK (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2010). Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2010), penggunaan kondom yang tetap rendah di antara kelompok populasi kunci menyebabkan tetap tingginya prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS). Kondisi demikian berdampak pada peningkatan infeksi HIV di Indonesia. Tingkat penggunaan kondom konsisten pada PSK-L dari tahun 2002, 2004 sampai 2007 secara berturut-turut adalah 27%, 43% dan 34%. Pada PSK-TL, 24%, 33% dan 37%. Pada Waria dan Lakilaki yang Seks dengan Laki-laki (LSL) bahkan menurun, yaitu berturut-turut, 43% tahun 2004 menjadi 39% tahun 2007 pada Waria, dan 37% tahun 2004 menjadi 24% tahun 2007 pada LSL. Pada pelanggan tidak ada perubahan sama sekali, yaitu 16% tahun 2002, 15% tahun 2004 dan 15% tahun 2007. Hanya Pengguna Napza Suntik (Penasun) yang menunjukkan peningkatan, yaitu dari 17% pada tahun 2004 menjadi 30% pada tahun 2007. Namun, tingkat penggunaan kondom ini masih jauh dari target sebesar 60%, untuk dapat mencegah penularan HIV (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2010). Di Provinsi Lampung misalnya, pada periode 2000-2009 tercatat jumlah penderita AIDS sebanyak 195 orang. Berdasarkan laporan triwulan Kemenkes per Juli 2010 adalah 297 orang (lakilaki;155, perempuan; 89, waria; 24, anak- [25]

anak; 29 orang), bahkan jumlahnya meningkat drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (Depkes RI, 2010). Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Lampung mencatat dari hasil pendataan survei penderita HIV/AIDS di Kota Bandar Lampung hingga Juli 2010 didapatkan jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 159 orang. Kelompok yang paling beresiko terserang virus HIV/AIDS adalah PSK Tercatat 44 orang dari 180 PSK yang ada di Eks Lokalisasi Pemandangan yang melakukan pemeriksaan VCT di Puskesmas Sukaraja reaktif menderita HIV/AIDS dikarenakan berperilaku seks tidak aman (Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Lampung, 2010). Pada kelompok resiko tinggi khususnya PSK, salah satu alternatif perilaku positif dalam mencegah HIV/AIDS agar tidak tertular dan menularkan kepada pelanggan maupun individu lain adalah dengan melakukan hubungan seksual yang aman yaitu dengan menggunakan kondom baik oleh pelanggan maupun memakai kondom khusus untuk dirinya sendiri (female condom) dan memakai kondom keduaduanya. Hingga bulan November 2010 telah didistribusikan sebanyak 22.529 sachet kondom melalui 56 outlet-outlet yang ada di Kota Bandar Lampung. (Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Lampung, 2010). Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS pada PSK di Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun 2011. METODE Desain penelitian merupakan jenis penelitian kuantitatif analitik dengan studi Cross Sectional dimana peneliti ingin mencari faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku pemakaian kondom pada PSK di wilayah Kota Bandarlampung Tahun 2011 dengan pengambilan data variabel independen dan dependen hanya satu kali dalam waktu yang bersamaan. Penelitian dilakukan pada Bulan November Tahun 2011, dan tempat penelitian adalah daerah Eks-Lokalisasi Pemandangan dan Pantai Harapan Kota Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PSK di Eks Lokalisasi Pemandangan dan Pantai Harapan Kota Bandar Lampung sejumlah 405 orang dengan jumlah populasi terjangkau dikurangi 25% pekerja yang tidak menetap ditempat, sehingga jumlah populasi terjangkau sebanyak 304 orang. Jumlah besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus proporsi binomunal oleh Lemeshow, dkk (1997). Dengan menetapkan proporsi sebesar 0,5 sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 233 orang, namun dalam rekapitulasi data hasil penelitian kuisioner responden yang dapat dianalisis sebanyak 212 orang karena 11 responden di drop out disebabkan oleh kuisionernya tidak diisi dengan lengkap. HASIL Analisis Univariat Berdasarkan karakteristik responden mayoritas usia responden penelitian 30 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa responden terbanyak dengan tingkat pendidikan rendah yaitu 194 orang atau 91,5%, sisanya 17 orang atau 8% dengan tingkat pendidikan sedang dan 1 orang atau 0,5% dengan tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan lama bekerja sebagai PSK diketahui bahwa responden terbanyak adalah yang bekerja 1 5 tahun yaitu 159 orang atau 75%, sisanya 42 orang atau 19,8% bekerja < 1 tahun dan 11 orang atau 5,2% telah bekerja lebih dari 5 tahun. [26]

Berdasarkan tingkat pengetahuan responden sebagian besar (203 orang) atau 95,7% memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori sedang, dan sisanya (8 orang) atau 3,8% memiliki tingkat pengetahuan baik dan sisanya (1 orang) atau 3,8% memiliki tingkat pengetahuan kurang baik, sedangkan berdasarkan sikap diketahui bahwa seluruh responden (212 orang) atau 100% responden mempunyai sikap positif terhadap penggunaan kondom. Selanjutnya berdasarkan ketersediaan kondom responden sebagian besar (151 orang) atau 71,2% menyatakan selalu konsisten tersedia kondom, dan 61 orang atau 28,8% menyatakan tidak konsisten atau tidak selalu tersedia kondom. Berdasarkan dukungan mucikari sebagian besar (201 orang) atau 94,8% responden menyatakan mucikari selalu konsisten mendukung pemakaian kondom, dan 11 orang atau 5,2% responden responden menyatakan mucikari tidak konsisten atau tidak selalu mendukung pemakaian kondom, demikian juga dukungan teman seprofesi terhadap penggunaan kondom sebagian besar (206 orang) atau 97,2% responden menyatakan teman seprofesi selalu konsisten mendukung, dan 6 orang atau 2,8% responden menyatakan teman seprofesi tidak konsisten atau tidak selalu mendukung, selanjutnya berdasarkan dukungan klien/pelanggan terhadap penggunaan kondom menurut responden, sebagian besar ( 157 orang) atau 74,1% responden menyatakan kliennya selalu konsisten mendukung, dan 55 orang atau 25,9% responden menyatakan klien/pelanggannya tidak konsisten atau tidak selalu mendukung. Demikian juga berdasarkan dukungan petugas kesehatan terhadap penggunaan kondom menurut responden sebagian besar responden (194 orang) atau 91,5% menyatakan petugas kesehatan selalu konsisten mendukung, dan 18 orang atau 8,5% responden menyatakan petugas kesehatan tidak konsisten atau tidak selalu mendukung. Berdasarkan perilaku menggunakan kondom sebagian besar responden (190 orang) atau 89,6% menyatakan selalu konsisten menggunakan kondom dan 22 orang atau 10,4% responden menyatakan tidak konsisten atau tidak selalu menggunakan kondom saat berhubungan seks. Analisis Bivariat Analisis selanjutnya dilakukan secara bivariat dan multivariate menggunakan Uji Statistik Regresi Logistik Ganda. Dalam penelitian ini ada 10 variabel independen yang diduga berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom yaitu usia, tingkat pendidikan, Lama bekerja, tingkat pengetahuan, ketersediaan kondom, dukungan mucikari, dukungan teman seprofesi, dukungan klien, dan dukungan petugas kesehatan. Semua variable dilakukan analisis kandidat multivariate dengan melihat rasio log likehood, apabila nilai p, 0,25 dalam uji kandidat maka variable tersebut akan dimasukkan kedalam model multivariat. Hasil analisis kandidat antara variable independen dan dependen dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1: Analisis bivariat kandidat multivariat (n=212) Variabel Log Likehood X 2 P value Usia 137,073 4,245 0,039 Pendidikan 140,686 0,631 0,427 Lama Bekerja 134,244 7,073 0,008 Tingkat Pengetahuan 140,537 0,781 0,377 Ketersediaan Kondom 141,208 0,109 0,741 Dukungan Mucikari 138,672 2,645 0,104 Dukungan Teman 135,079 6,238 0,013 Dukungan Pelanggan 129,090 12,228 0,000 Dukungan Petugas Kesehatan 137,185 4,133 0,042 [27]

Dari tabel di atas dapat diketahui variabel yang masuk kedalam kandidat multivariat (p < 0,25) adalah usia, lama bekerja, dukungan mucikari, dukungan teman seprofesi, dukungan klien/pelanggan dan dukungan petugas kesehatan. Selanjutnya variabel-variabel tersebut akan dimasukkan kedalam pemodelan pada tabel berikut ini Tabel 2: Analisis multivariate regresi logistik variabel kandidat (n=212) Usia -0,564 1,020 0,569 Lama Kerja 0,630 1,323 1,877 Dukungan Mucikari 1,307 2,543 3,694 Dukungan Teman 1,905 4,309 6,717 Dukungan klien 1,465 7,814 4,329 Dukungan Petugas -19,19 0,000 0,000 variabel dukungan klien mempunyai nilai p terbesar (7,814) dibandingkan dengan variabel lainnya, oleh karena itu tahap selanjutnya adalah melakukan analisis variabel dengan mengeluarkan variabel dukungan klien sehingga diperoleh hasil seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3: Analisis multivariat regresi logistik antara usia, lama kerja, informasi yang didapat, dukungan mucikari, dukungan teman seprofesi, dan dukungan petugas kesehatan dengan perilaku penggunaan kondom (n=212) Usia -0,497 0,830 0,609 Lama Kerja 1,120 4,896 3,066 Dukungan Mucikari 1,321 3,047 3,747 Dukungan Teman 2,063 5,249 7,872 Dukungan Petugas -18,86 0,000 0,000 variabel dukungan teman mempunyai nilai p terbesar yaitu 5,249 sehingga dalam analsis selanjutnya variabel dukungan teman seprofesi dikeluarkan dari proses analisis sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel berikut ini Tabel 4: Analisis multivariat regresi logistik antara usia, lama kerja, dukungan mucikari, dan dukungan petugas kesehatan dengan perilaku penggunaan kondom (n=212) Usia -0,610 1,306 0,543 Lama Kerja 1,116 5,179 3,054 Dukungan Mucikari 1,181 2,458 3,258 Dukungan Petugas -18,98 0,000 0,000 variabel lama kerja mempunyai nilai p terbesar yaitu 5,179 sehingga dalam analsis selanjutnya variabel lama bekerja sebagai PSK dikeluarkan dari proses analisis sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel berikut ini : Tabel 5: Analisis multivariat regresi logistik antara usia, dukungan mucikari, dan dukungan petugas kesehatan dengan perilaku penggunaan kondom (n=212) Usia -0,942 3,453 0,390 Dukungan Mucikari 1,150 2,457 3,158 Dukungan Petugas -19,00 0,000 0,000 variabel usia responden mempunyai nilai p terbesar yaitu 3,453 sehingga dalam analsis selanjutnya variabel usia responden dikeluarkan dari proses analisis sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel 15 Tabel 6: Analisis multivariat regresi logistik dukungan mucikari, dan dukungan petugas kesehatan dengan perilaku penggunaan kondom (n=212) Dukungan Mucikari 1,125 2,444 3,079 Dukungan Petugas -19,09 0,000 0,000 variabel dukungan mucikari mempunyai nilai p terbesar yaitu 2,444 sehingga [28]

dengan demikian variabel dukungan petugas kesehatan adalah variabel yang mempunyai hubungan paling signifikan dengan perilaku penggunaan kondom dibandingkan variabel yang lainnya. PEMBAHASAN Dari hasil uji statistik dan analisis yang dilakukan terhadap variabel usia diketahui bahwa usia responden rata-rata 31 tahun dengan median usia 30 tahun dan rentang usia responden 19 45 tahun. Rentang usia tersebut adalah rentang usia produktif dimana individu selayaknya aktif dalam semua kegiatan dan aktifitas serta aktif secara seksual. Rentang usia dewasa muda hingga dewasa lanjut memungkinkan responden untuk memperoleh berbagai informasi terkait dengan kesehatannya. Rentang usia aktif secara seksual juga memungkinkan untuk peningkatan penyakit menular seksual akibat bergantiganti pasangan. Hasil analisis bivariat terhadap variabel usia didapatkan ρ value 0,073 ( > α 0,05) dengan demikian hasil analisis penelitian ini menyimpulkan Ho gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan perilaku penggunaan kondom sebagai upaya pencegahan HIV AIDS pada PSK di eks lokalisasi Kota Bandarlampung. Menurut Notoadmojo (2003) perilaku dilakukan atau dibentuk oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor penguat dan faktor pemungkin. Notoatmojo (2003) menyatakan bahwa faktor demografi seperti status sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, pendidikan pekerjaan dan jumlah anggota keluarga termasuk kedalam bagian faktor predisposisi terbentuknya perilaku kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang mnunjukkan tidak ada hubungan umur dengan perilaku penggunaan kondom. Menurut peneliti hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kurang bervariasinya usia responden, pada penelitian ini jika dilihat responden seluruhnya berada pada tahapan usia dewasa meskipun dari rentang dewasa muda hingga dewasa. Variabel tingkat pendidikan menurut Notoatmojo (2003) merupakan salah satu variabel yang menentukan terbentuknya perilaku kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkan paling banyak responden berpendidikan SLTP kebawah (tingkat pendidikan rendah) dimana umumnya di Indonesia, individu dengan pendidikan menengah kebawah tanpa keterampilan yang memadai hanya akan mampu bersaing pada sektor pekerjaan informal. Hasil analisis terhadap hubungan tingkat pendidikan responden dengan perilaku penggunaan kondom didapatkan ρ value 0,768 ( > α 0,05) dengan demikian hasil analisis penelitian ini menyimpulkan Ho gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku penggunaan kondom. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Notoatmojo (2003) yang menyatakan pendidikan sebagai faktor yang menentukan pembentukan perilaku kesehatan. Peneliti berasumsi bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku pemakaian kondom karena tingkat pendidikan responden kurang berdistribusi secara beragam seperti diketahui untuk tingkat pendidikan tinggi hanya ada 1 responden dan tingkat pendidikan menengah hanya 17 orang dari keseluruhan responden 212 orang. Hasil analisis terhadap variabel lama bekerja sebagai PSK didapatkan ρ value 0,022 (< α 0,05) dengan demikian disimpulkan Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja sebagai PSK dengan perilaku penggunaan kondommenunjukkan. Lama bekerja memberikan pengalaman kepada para pekerja seks komersial. Kemungkinan menyaksikan pengalaman teman seprofesi yang terjangkit penyakit menular seksual atau HIV AIDS memberikan pengalaman nyata yang membuat PSK melakukan upaya antisipasi. Gencarnya informasi tentang penularan HIV AIDS melalui hubungan seksual di area lokalisasi juga [29]

memberikan masukan positif bagi PSK yang telah lama bekerja di lokalisasi. Hasil analisis terhadap variabel tingkat pengetahuan menunjukkan ρ value 0,580 (> α 0,05) atau dapat disimpulkan Ho gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang HIV AIDS dan pencegahannya dengan perilaku penggunaan kondom. Meskipun pengetahuan menurut pendapat para pakar menentukan pembentukan perilaku kesehatan namun pengetahuan yang hanya sekedar tahu tanpa pemahaman tidak akan mampu membentuk perilaku karena untuk sampai pada tahap pembentukan perilaku pengetahuan individu harus sampai pada tingkat paham. Untuk membentuk perilaku kesehatan juga tidak hanya ditentukan oleh faktor pengetahuan saja tetapi banyak faktor lain yang ikut berkontribusi. Pada penelitian ini, hasil analisis univariat terhadap variabel sikap menunjukkan kategori positif pada seluruh responden. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). (Notoatmodjo, 2003). Terbentuknya sikap sangat ditentukan oleh pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek. Sikap terdiri dari komponen kognitif, afektif dan perilaku. Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2005) adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan atau lembaga agama faktor emosi dalam individu. Adanya sikap positif dari seluruh responden penelitian merupakan modal penting untuk membentuk perilaku positif dikalangan PSK. Dikarenakan seluruh responden memiliki sikap positif maka variabel sikap tidak dapat dilakukan analisis bivariat sehingga dalam penelitian ini tidak dapat disimpulkan hubungan sikap dengan perilaku penggunaan kondom. Hasil analisis terhadap ketersediaan kondom menurut PSK sebagian besar (151 orang dari 212 responden) menyatakan kondom konsisten tersedia namun hasil analisis bivariat didapatkan hasil ρ value 0,933 (> α 0,05) dengan demikian hasil analisis penelitian ini menyimpulkan Ho gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan kondom dengan perilaku penggunaan kondom. Memanfaatkan fasilitas kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor selain keterjangkauan secara ekonomis juga faktor lain seperti pengalaman menggunakan fasilitas kesehatan. Namun tidak bisa dipungkiri fasilitas menunjang terbentuknya perilaku kesehatan hal ini juga dibuktikan oleh hasil uji statistik yang juga mendapatkan nilai OR sebesar 1,175 yang berarti ketersediaan kondom secara konsisten memberikan peluang 1,175 kali untuk responden konsisten dalam melakukan upaya pencegahan HIV AIDS melalui penggunaan kondom. Hasil analisis terhadap variabel dukungan mucikari menunjukkan sebagian besar mucikari mendukung dengan konsisten upaya pemakaian kondom, dan hanya sebagian kecil responden yang menyatakan mucikari tidak konsisten mendukung upaya penggunaan kondom. Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan dukungan mucikari dengan perilaku penggunaan kondom didapatkan ρ value 0,093 (> α 0,05) dengan demikian hasil analisis penelitian ini menyimpulkan Ho gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan mucikari dengan perilaku penggunaan kondom sebagai upaya pencegahan HIV AIDS pada PSK di eks lokalisasi Kota Bandarlampung. Hasil uji statistik juga mendapatkan nilai OR sebesar 3,592 yang berarti responden yang mendapatkan dukungan secara konsisten dari mucikari mempunyai peluang 3,592 kali untuk konsisten dalam melakukan upaya pencegahan HIV AIDS melalui penggunaan kondom. Mucikari adalah koordinator kegiatan transasksi seksual dikalangan PSK, selain itu mucikari [30]

berperan sebagai pelindung dan tuan rumah bagi PSK dan kliennya. Oleh karena besarnya pengaruh mucikari dalam keseharian PSK maka mucikari dapat dianggap sebagai orang kunci untuk dapat berinteraksi dengan PSK di lokalisasi. Hasil analisis terhadap variabel dukungan teman seprofesi menunjukkan ρ value 0,016 ( < α 0,05) dengan demikian hasil analisis penelitian ini menyimpulkan Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara dukungan teman seprofesi dengan perilaku penggunaan kondom. Hasil uji statistik juga mendapatkan nilai OR sebesar 9,842 yang berarti responden yang mendapatkan dukungan secara konsisten dari teman seprofesi mempunyai peluang 9,842 kali untuk konsisten dalam melakukan upaya pencegahan HIV AIDS melalui penggunaan kondom. Salah satu faktor penguat (reinforcing factor) yang mendukung timbulnya perilaku adalah dukungan yang berasal dari orang lain, seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan, peran serta mucikari/germo, dukungan pemerintah dan dukungan teman sebaya. Perasaan senasib sepenanggungan dan rasa solidaritas sebagai teman seprofesi menciptakan hubungan yang erat dan saling mempengaruhi diantara PSK dengan teman-temannya. Hasil analisis terhadap hubungan dukungan klien atau pelanggan terhadap perilaku penggunaan kondom menunjukkan ρ value 0,000 ( < α 0,05) dengan demikian hasil analisis penelitian ini menyimpulkan Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara dukungan klien/pelanggan dengan perilaku penggunaan kondom. Hasil uji statistik juga mendapatkan nilai OR sebesar 5,090 yang berarti responden yang mendapatkan dukungan secara konsisten dari klien/pelanggannya mempunyai peluang 5,090 kali untuk konsisten dalam melakukan upaya pencegahan HIV AIDS melalui penggunaan kondom. Pelanggan adalah faktor penguat dalam pembentukan perilaku penggunaan kondom. Pada dasarnya kegiatan transaksi seksual sangat dipengaruhi oleh faktor klien/pelanggan yang datang untuk memenuhi hasrat seksualnya. Sebagai penjual kadangkala PSK berada dalam posisi yang sulit untuk bersikap atau menolak keinginan pelanggan terhadap perilaku hubungan seksual yang tidak aman namun jika kesadaran pelanggan yang datang sudah baik terhadap perilaku hubungan seksual yang aman maka PSK akan sangat diuntungkan. Petugas kesehatan adalah profesional kesehatan yang turut berperan sebagai faktor penguat dalam pembentukan perilaku individu. Hasil analisis statistic menunjukkan ρ value 0,027 (< α 0,05) dengan demikian hasil analisis penelitian ini menyimpulkan Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku penggunaan kondom. Hasil uji statistic juga mendapatkan nilai OR sebesar 1,128 yang berarti responden yang mendapatkan dukungan secara konsisten dari petugas kesehatan mempunyai peluang 1,128 kali untuk konsisten dalam melakukan upaya pencegahan HIV AIDS melalui penggunaan kondom. Dari hasil analsis univariat dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan petugas kesehatan konsisten mendukung upaya pencegahan penularan HIV AIDS dengan penggunaan kondom, dan sebagian kecil (18 dari 212 responden) menyatakan petugas kesehatan tidak mendukung secara konsisten. KESIMPULAN Hasil analisis multivariat pada penelitian ini menyimpulkan variabel dukungan petugas kesehatan adalah variabel yang paling berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka disarankan untuk responden penelitian (pekerja seks komersial) agar meningkatkan konsistensi penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV AIDS dan penyakit menular seksual [31]

lainnya. Selanjutnya untuk petugas kesehatan agar melakukan pelayanan terutama pendidikan kesehatan yang intensif di daerah eks lokalisasi berupa informasi dan layanan konsultasi masalah kesehatan pekerja seks komersial. * Dosen pada Prodi Keperawatan Tanjungkarang Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang. DAFTAR PUSTAKA Azwar, Sikap Manusia, Teori dan Pengukuran, Edisi kedua, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007. Departemen Kesehatan, RI, Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia, Jakarta, 2010. KPA Propinsi Lampung. 2010. Data Pemetaan. KPA Nasional. 2010. Data Pemetaan. Notoatmojo, Soekidjo, Pengantar Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta, 2003. [32]