BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Saat ini penduduk dunia yang tinggal di perkotaan bertambah banyak. Pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I LATAR BELAKANG

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002).

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya.

DAFTAR ISI. xii. ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga xii. Tesis WA RINA

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari personal hygiene merupakan hal

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

BAB 1 PENDAHULUAN. sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang


BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. informal dan hampir 30% dari pekerja di sektor informal adalah nelayan, dan secara

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA. Alimul, A. 2009, Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. kurang maksimalnya kinerja pembangunan kesehatan (Suyono dan Budiman, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat (Kemenkes, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara epidemiologi, Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan menurut UU No. 23 Tahun 1992 adalah keadaan sejahtera dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

1. No. Responden : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur : 5. Lama tinggal dikost :

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Saat ini penduduk dunia yang tinggal di perkotaan bertambah banyak. Pada tahun 2008 dilaporkan ada separuh penduduk dunia tinggal diperkotaan. Proses urbanisasi tidak hanya mengakibatkan pertambahan penduduk kota, akan tetapi mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin di kota dan perluasan pemukiman kumuh kota. Berdasarkan data keadaan penduduk dunia, dilaporkan bahwa pada tahun 2010 ada 505 juta penduduk pemukiman kumuh di dunia, separuh dari itu ada di daerah Asia Pasifik. Daerah pemukiman kumuh menjadi perhatian global dan menjadi salah satu komponen MDG, yaitu menunjukkan peningkatan 100 juta penduduk pemukiman kumuh tahun 2020 (Surjadi, 2012). Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk terakhir tahun 2010 adalah 237.641.326 dengan penyebaran yang kurang merata. Jumlah penduduk meningkat di pulau Sumatera adalah Provinsi Sumatera Utara 12.982.204, di Pulau Jawa adalah Jawa Barat 43.053.732, Jawa Tengah 32.382.657 dan jawa Timur 37.476.757. Kondisi ini terus meningkat dari tahun ketahun ditandai dengan hasil proyeksi dari BPS pada tahun 2020 sebesar 255461,70. Berdasarkan hal kepemilikan rumah, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yang memiliki rumah sendiri adalah 79,47%, khususnya di Medan daerah 1

2 pedesaan sebesar 74,79% dan diperkotaan 60,07%. Beberapa dasawarsa terakhir telah dilakukan beberapa program untuk meningkatkan kepemilikan rumah sehat di Indonesia, antara lain dengan memberikan bantuan guna pembangunan rumah sehat sederhana dan beberapa tahun terakhir digalakkan pembangunan rumah susun sewa sederhana sehat. Berdasarkan data Kemenpera, perkembangan pembangunan perumahan selama tahun 1993-1998 realisasi rumah sehat sederhana (RSH) sebanyak 680.000 unit untuk 138 keluarga pertahunnya. Sedangkan selama tahun 2000-2004 perumahan RSH yang terealisasi sekitar 250.000 unit atau rata-rata 50.000 unit pertahunnya. Selama tahun 2012, Kementerian Perumahan Rakyat telah membangun Rusunawa sebanyak 126 Twin Block (TB). Pencapaian jumlah rusunawa terbangun selama periode 2010 s.d 2012 adalah sebanyak 175 TB. Rusunawa tersebut diperuntukan bagi para pekerja/buruh, TNI, POLRI, mahasiswa dan pondok pesantren. Pembangunan Rusunawa ini telah meningkatkan jumlah MBR yang menempati rumah layak huni yang dekat dengan tempat kerja/tempat belajar sehingga dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, di samping mengurangi kemacetan dan konsumsi BBM. Kepercayaan masyarakat juga bertambah atas usaha pemerintah membangun rumah susun sewa di seluruh Indonesia (Kemenpera, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Murbaintoro (2009), diketahui bahwa masyarakat Kota Depok memiliki potensi minat yang besar terhadap hunian vertikal namun tingkat keterjangkauan terutama MBR masih sangat rendah. Untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat dalam memiliki hunian, maka peran

3 pemerintah sangat diperlukan terutama dalam pemberian bantuan dan insentif kepemilikan hunian. Rumah merupakan lingkungan yang paling erat kaitannya dengan kesehatan. Berdasarkan penelitian Safitri dan Soedjajadi (2007), terdapat tiga variabel kesehatan rumah yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak balita yaitu variabel dinding, ventilasi, dan sarana pembuangan kotoran. Dari ketiga variabel tersebut, variabel ventilasi rumah yang paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada anak Balita dibandingkan dengan dua variabel lainnya. Disisi lain berdasarkan hasil penelitian Farich (2011) diketahui adanya hubungan lingkungan dan rumah sehat dengan kejadian diare. Skabies merupakan salah satu penyakit yang terkait dengan kualitas lingkungan perumahan. Skabies banyak tersebar khususnya di negara-negara berkembang. Di India dilaporkan insidentertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Di Rumah Sakit Palang Merah Jepang 1,96% pasien rawat jalan merupakan pasien skabies sejumlah 496 pasien, dengan rasio jenis kelamin adalah 1,33 (laki-laki): 1 (perempuan) dengan distribusi usia tertinggi pada anak-anak (Zasshi, 2009). Skabies mempengaruhi 300 juta orang diseluruh dunia sertiap tahunnya. Jumlah kasus skabies tinggi di Fuji yaitu sebuah negara kepulauan di selatan samudra pasifik (Haar, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Iran yang dilakukan oleh dr. Jalayer dari tahun 1996 2003 dari 2899 sampel diketahui pada tahun 1996 dilaporkan 25% terkena skabies dan pada tahun 2002 ada 5.6% yang terkena skabies. Hasil penelitian

4 menunjukkan penyakit skabies di pengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, kepadatan, cuaca dan usia reproduksi (Dehgani, 2009). Prevalensi skabies di negara berkembang dilaporkan sebanyak 6-27% dari populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah. Penyakit skabies banyak terjadi di Indonesia karena Indonesia beriklim tropis, pada wilayah yang beriklim tropis perkembangan parasit sangat mudah sehingga memperbesar risiko terjadinya penyakit skabies (Soedarto, 2003). Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit skabies di seluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6 12,95 % dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit (Kusnoputranto, 2000). Berdasarkan pengumpulan data KSDAI tahun 2001 dari sembilan rumah sakit di kota besar Indonesia, jumlah penderita skabies yang tertinggi ditemukan di Ibu kota Jakarta sebanyak 335 kasus. Hal ini disebabkan Kota Jakarta memiliki jumlah penduduk terbanyak sebagai salah satu faktor pendukung perkembangan skabies (Boediardja, 2003). Data gambaran sepuluh (10) penyakit terbanyak pada penderita rawat jalan di Rumah Sakit Umum di Indonesia yang diperoleh dari Ditjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan tahun 2004, ditemukan jumlah kasus penyakit kulit dan jaringan subkutan lainnya sebesar 419.724 kasus atau dengan prevalensi sebesar 2,9%, 501.280 kasus pada tahun 2005 dengan prevalensi 3,16%, dan pada tahun 2006 ditemukan sebanyak 403.270 kasus dengan prevalensi 3,91% (Profil Kesehatan Indonesia 2004-2006).

5 Penelitian Gloria (2013) diketahui bahwa ada pengarauh antara personal hygiene (kebersihan kulit, kebersihan tangan, kebersihan kaki, kebersihan pakaian dan kebersihan handuk) dan sanitasi lingkungan (ketersediaan air bersih, kebersihan tempat tidur, kebersihan kamar tidur, pencahayaan, kelembaban, ventilasi, dan kepadatan penghuni kamar) terhadap terjadinya penyakit scabies. Pada pelaksanaan program rumah susun di kota Medan mengalami beberapa hambatan. Berdasarkan studi yang telah dilakukan sebelumnya pada Kajian Sistem Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Berdasarkan Aspek Teknis Bangunan Dan Kesehatan Di Kota Medan (2013), diketahui bahwa kondisi rumah susun dalam keadaan buruk. Menyangkut sanitasi, kondisi fisik rumah, air bersih dan pengelolaan sampah. Keluhan kesehatan yang banyak dirasakan adalah gatal-gatal. Hasil survey pendahuluan yang dilakukan di Rusunawa Wisma Labuhan dan Amplas ditemuakan adanya penghuni yang menderita scabies. 1.2. Permasalahan Rumah susun merupakan salah satu program yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah pemukiman kumuh. Program rumah susun diharapkan agar masyarakat dapat hidup sejahtera dan sehat. Sehat merupakan kondisi yang akan tercapai jika kondisi lingkungan sehat khususnya berkaitan dengat beberapa penyakit berbasis lingkungan. Kondisi rumah yang kumuh dengan situasi udara ruang lembab menyebabkan ruang hunian pengap, kurangnya sinar matahari yang masuk menyebabkan suhu ruangan yang rendah dan sanitasi lingkungan buruk disertai

6 perilaku penghuni yang tidak baik dapat menyebabkan penyakit yang berkaitan dengan infeksi bakteri, virus, dan jenis arthropoda. Bakteri, virus, dan jenis arthropoda sangat cepat hidup dan berkembang dalam kondisi yang kumuh tersebut. Skabies merupakan salah satu arthropoda yang menyebabkan penyakit kulit yang terjadi karena terinfeksi oleh Sarcoptis skabei. Arthropoda ini hidup nyaman dan berkembang di kondisi rumah yang kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat, sanitasi lingkungan buruk dan perilaku individu yang tidak higyne. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian pengaruh kondisi fisik rumah, sanitasi lingkungan dan perilaku penghuni terhadap kejadian skabies. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kondisi fisik rumah susun sederhana sewa. 2. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan rumah susun sederhana sewa. 3. Untuk mengetahui perilaku penghuni rumah susun sederhana sewa. 4. Untuk mengetahui kejadian skabies di rumah susun sederhana sewa. 5. Untuk mengetahui pengaruh kondisi fisik rumah, sanitasi lingkungan, perilaku penghuni terhadap kejadian skabies. 1.4. Hipotesis Ha : Ada pengaruh kondisi fisik rumah susun terhadap kejadian skabies. Ha: Adapengaruh sanitasi lingkungan rumah susun terhadap kejadian skabies. Ha: Adapengaruh perilaku penghuni rumah susun terhadap kejadian skabies.

7 1.5. Manfaat Penelitian 1. Menjadi bahan masukan untuk perencanaan program rumah susun sederhana sewa berikutnya. 2. Bahan pertimbangan untuk melaksanakan perbaikan di rumah susun sederhana sewa. 3. Mengetahui besarnya pengaruh lingkungan rumah terhadap kesehatan penghuninya. 4. Sebagai bahan masukan terhadap instansi terkait untuk melakukan kerja sama dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan rumah susun sederhana sewa.