Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan bukan hanya sebagai alat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sangat menentukan dalam proses pengembangan usaha, dimana peran sumber. daya manusia menjadi semakin penting Danish et al., (2013).

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR NOVEMBER 2015 PROVINSI LAMPUNG, HOTEL BERBINTANG 50,38% DAN AKOMODASI LAINNYA 37,26%

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan timbulnya persaingan yang ketat di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 7. Bonus (Departemen Khusus) 2. Tunjangan transportasi. 8. Service charge 3. Tunjangan kesehatan(bpjs) 9. Kantin 4.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki sebuah

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR MEI 2016 PROVINSI LAMPUNG, HOTEL BERBINTANG 53,21% DAN AKOMODASI LAINNYA 43,97%


PERKEMBANGAN PARIWISATA DI JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2013

Judul : Pengaruh Keterikatan Kerja, Persepsi Dukungan Organisasional dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention Karyawan Muji Motor

TINGKAT PENGHUNIAN HOTEL BINTANG DI JAWA TENGAH BULAN JUNI 2011

BAB I PENDAHULUAN. mendukung upaya kesehatan puskesmas (Andini, 2006). Suatu Rumah Sakit akan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susan Setialestari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Ardana, dkk (2012:3)

Statistik Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA TEGAL TPK HOTEL FEBRUARI 32,07 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. tantangan-tantangan yang berkaitan dengan down-sizing, restrukturisasi,

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA TEGAL TPK HOTEL JANUARI 28,02 PERSEN

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR SEPTEMBER 2015 PROVINSI LAMPUNG, HOTEL BERBINTANG 42,95% DAN AKOMODASI LAINNYA 36,06%

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DI PROVINSI MALUKU FEBRUARI 2016

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI HOTEL DI BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. yang dibangun dari berbagai segmen industri, seperti: akomodasi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. investor berniat berbisnis dan berinvestasi di Indonesia. Jumlah penduduk

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG DI PROVINSI MALUKU APRIL 2015

Tingkat Penghunian Kamar Hotel (TPK) Di Provinsi Sulawesi Barat

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TINGKAT HUNIAN KAMAR HOTEL JULI 28,55 PERSEN

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI SULAWESI BARAT

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI JAWA TENGAH BULAN APRIL 2013

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA TEGAL BULAN DESEMBER 2015 TPK HOTEL 32,84 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. pada dewasa ini, tentunya kita ketahui bahwa MEA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Statistik Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur Bulan Agustus 2017


BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

PERKEMBANGAN PARIWISATA JAWA TENGAH BULAN MEI 2017

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI HOTEL DI MALANG

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR APRIL 2016 PROVINSI LAMPUNG, HOTEL BERBINTANG 57,97% DAN AKOMODASI LAINNYA 41,87%

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TPK HOTEL MARET 37,13 PERSEN

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG


BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

PERKEMBANGAN PARIWISATA JAWA TENGAH BULAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2013

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI JAWA TENGAH BULAN FEBRUARI 2014

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TPK HOTEL JULI 60,12 PERSEN

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR APRIL 2017 PROVINSI LAMPUNG, HOTEL BERBINTANG 57,20% DAN AKOMODASI LAINNYA 46,27%

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL (TPK) Perub. September terhdp er 2017 er KLASIFIKASI HUNIAN. Perub. September. Agustus 2017.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat berkisar antara 5-6 persen (Skalanews.com 2014). Hotel sebagai salah satu dari

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mendatangkan wisatawan. Bali merupakan sebuah provinsi yang memiliki

: Pengaruh Keseimbangan Kehidupan-Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan di Hotel Mercure Kuta ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Kuta. Jendela pariwisata di Bali yang baru menonjol adalah Seminyak. Daerah

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TPK HOTEL SEPTEMBER 35,11 PERSEN

KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE PROVINSI DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TPK HOTEL AGUSTUS 45,38 PERSEN

STATISTIK HOTEL BINTANG DAN NON BINTANG (ANGKA SEMENTARA)

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL (TPK) KALIMANTAN SELATAN BULAN DESEMBER 2011

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sangat memerlukan adanya sistem manajemen yang efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. era globalisasi yang penuh persaingan. Ritel adalah salah satu cara pemasaran

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TPK HOTEL MARET 50,62 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. hotel tersebut meminta adanya keahlian dan keterampilan di dalam. yang akan mengakibatkan kehancuran hotel tersebut.

PERKEMBANGAN PARIWISATA JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TPK HOTEL SEPTEMBER 40,86 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR JULI 2017 PROVINSI LAMPUNG, HOTEL BERBINTANG 52,52% DAN AKOMODASI LAINNYA 49,93%

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN MANGGARAI BARAT

PERKEMBANGAN PARIWISATA DI JAWA TENGAH BULAN OKTOBER 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, suatu perusahaan akan memiliki peluang yang relatif kecil untuk dapat

STATISTIK HOTEL DAN PARIWISATA DI KOTA TARAKAN, BULAN APRIL 2017

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian,

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL (TPK) KALIMANTAN SELATAN BULAN OKTOBER 2013

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TPK HOTEL MEI 55,02 PERSEN

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

STATISTIK HOTEL BINTANG DAN NON BINTANG (ANGKA SEMENTARA)

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TPK HOTEL JULI 43,98 PERSEN

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR MEI 2017 PROVINSI LAMPUNG, HOTEL BERBINTANG 52,03% DAN AKOMODASI LAINNYA 43,18%

PERKEMBANGAN PARIWISATA KALIMANTAN BARAT MARET 2010

PERKEMBANGAN PARIWISATA KALIMANTAN BARAT JUNI 2010

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI HOTEL DI BEKASI

KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diandalkan tidak hanya dalam pemasukan devisa, tetapi juga

A. Latar belakang penelitan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan bisa bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perusahaan atau organisasi. Sumber Daya Manusia merupakan

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR FEBRUARI 2017 PROVINSI LAMPUNG, HOTEL BERBINTANG 47,74% DAN AKOMODASI LAINNYA 44,75%

PERKEMBANGAN PARIWISATA JAWA TENGAH BULAN JANUARI 2015

Judul : Pengaruh Job Rotation dan Job Performance Terhadap Organizational Commitment

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR JANUARI 2017 PROVINSI LAMPUNG, HOTEL BERBINTANG 57,19% DAN AKOMODASI LAINNYA 45,15%

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI KOTA SALATIGA TPK HOTEL FEBRUARI 45,14 PERSEN

KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perilaku organisasi merupakan suatu bidang ilmu mengenai bagaimana

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL DI SULAWESI BARAT JULI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pariwisata di Indonesia saat ini berkembang pesat.

TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JANUARI , 39 %

Transkripsi:

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan bukan hanya sebagai alat dalam produksi tetapi merupakan bagian penting dan memiliki peran yang krusial. Sumber daya manusia merupakan penggerak dan penentu berlangsungnya kegiatan produksi dan semua aktivitas di dalam sebuah perusahaan. Dengan mengelola sumber daya manusia, maka perusahaan tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Perusahaan tentunya akan melakukan investasi untuk menyeleksi, merekrut, dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat menghasilkan kinerja yang optimal. Untuk itu, perusahaan akan berusaha semaksimal mungkin agar sumber daya manusianya tidak memutuskan untuk keluar dari perusahaan tersebut. Walaupun perusahaan sudah berusaha semaksimal mungkin, terkadang rencana tidak berjalan sesuai dengan yang semestinya. Karyawan bisa saja keluar dengan berbagai macam alasan yang tidak masuk akal hingga tidak memberikan alasan sama sekali. Tentunya, hal semacam ini akan menimbulkan biaya yang besar bagi perusahaan karena perusahaan tersebut harus melakukan investasi lagi pada proses seleksi, perekrutan, serta mempertahankan karyawan baru nantinya. 1

Peristiwa seperti ini bukanlah hal yang jarang terjadi di dunia kerja. Di dalam setiap perusahaan ada berbagai orang dengan berbagai macam latar belakang dan mereka semua memiliki perilaku yang berbeda-beda. Perilaku karyawan ada banyak macamnya dan salah satunya adalah intensi keluar (turnover intention) yang nantinya akan menyebabkan karyawan tersebut meninggalkan pekerjaan dan perusahaannya. Turnover intention telah menjadi topik yang cukup menarik bagi para peneliti dan akademisi karena memiliki konotasi yang negatif (Singh & Loncar, 2010). Menurut Bluedorn dalam Grant, Cravens, Low, dan Moncrief (2001) niat untuk keluar dari perusahaan dapat didefinisikan sebagai kecenderungan atau sejauh mana karyawan kemungkinan akan meninggalkan perusahaan. Niat untuk keluar juga dapat diartikan sebagai gejala awal dari terjadinya turnover yang sebenarnya dalam sebuah perusahaan (Mobley, Homer, dan Hollingsworth, 1978). Turnover merupakan suatu hal yang tidak diinginkan oleh perusahaan, namun hal ini merupakan hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. Menurut Robbins & Judge (2013) keluarnya karyawan dari perusahaan dapat menimbulkan efek yang negatif bagi perusahaan yang salah satunya adalah merugikan perusahaan hingga ribuan dollar. Tingginya tingkat turnover di dalam seuatu perusahaan akan sangat merugikan perusahaan, terlebih lagi jika karyawan yang keluar adalah karyawan yang memiliki kinerja yang baik dan bekerja di atas ratarata. Menurut Holtom, Mitchell, Lee, dan Eberly (2008) turnover juga memiliki efek kepada karyawan yang ditinggalkan oleh rekan kerjanya. Misalnya, 2

karyawan tersebut keluar dari perusahaan dan menimbulkan efek terkejut kepada karyawan yang tersisa dan/atau mengurangi tingkat kelekatan kerja (job embeddedness) mereka, sehingga timbul pikiran untuk ikut keluar juga (contohnya turnover contagion). Jika ini terjadi, sudah pasti akan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan dan pastinya perusahaan tidak mau hal itu sampai terjadi dan berusaha sekeras mungkin untuk menghindari hal yang seperti itu. Tingginya tingkat turnover pada suatu perusahaan memiliki banyak penyebab. Menurut Cotton & Tuttle (1986) ada tiga kategori penyebab turnover, yaitu: 1. Faktor personal (contohnya umur, pendidikan, jenis kelamin) 2. Faktor eksternal (contohnya tingkat pengangguran) 3. Faktor work-related (contohnya kepuasan gaji, kepuasan kerja) Berdasarkan penyebab tersebut, faktor work-related yang nantinya akan dibahas lebih lanjut pada penelitian ini, lebih tepatnya adalah kepuasan gaji dan kepuasan kerja. Setiap perusahaan akan selalu berusaha untuk memuaskan karyawannya dengan tujuan meningkatkan kinerja karyawannya melalui berbagai macam cara. Misalnya saja, perusahaan memenuhi kebutuhan karyawannya, perusahaan memberikan perhatian terhadap karyawannya, perusahaan juga harus memposisikan karyawan sebagai aset perusahaan dan bukan hanya menganggap karyawan sebagai pekerja saja. Dengan kata lain, perusahaan harus mampu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung para karyawannya dan nantinya 3

akan menimbulkan kepuasan kerja. Menurut McCue & Gianakis (1997) ada beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan kerja contohnya pekerjaan itu sendiri, gaji, supervisor, rekan kerja, tanggung jawab, dan pengakuan. Beberapa contoh penelitian (Price, 2000; Hom dan Kinicki, 2001) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif terhadap turnover karyawan. Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan dalam perusahaan, sedangkan karyawan yang merasa kurang puas dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dari perusahaan dan mencari pekerjaan yang lain. Selain itu, kepuasan gaji juga turut memiliki peran dalam terjadinya turnover. Karyawan merasakan adanya equity (keadilan) terhadap gaji yang mereka terima sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan gaji dapat diartikan sebagai individu tersebut akan terpuaskan jika persepsi mereka terhadap gaji dan apa yang mereka peroleh sesuai dengan ekspektasi. Tingkat turnover yang tinggi merupakan masalah yang umum dan memakan biaya dalam industri perhotelan (Barron, 2008; Gustafson, 2002; Solnet dan Hood, 2008). Ditambah lagi dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Cannon dalam Day dan Buultjens (2007) tingkat turnover yang tinggi sudah diterima secara rutin bagi banyak organisasi perhotelan. Tingginya tingkat turnover karyawan tidak hanya memengaruhi kualitas pelayanan dan merusak moral karyawan, tetapi juga memengaruhi profit hotel (Hinkin & Tracey, 2000). Biaya yang timbul akibat tingginya tingkat turnover telah diakui sebagai 4

peningkatan biaya dari rekrutmen, seleksi, dan pelatihan, serta hilangnya produktivitas (Simons & Hinkin, 2001) dan tentunya semua hotel tidak mau menanggung biaya tersebut. Menurut Deery dan Shaw (1997) serta Lashley dan Chaplain (1999) dalam Davidson, Timo, dan Wang (2010) tingkat turnover karyawan yang tinggi merupakan faktor utama yang mempengaruhi efisiensi kerja, produktivitas, dan struktur biaya hotel. Beberapa contoh alasan yang menyebabkan tingkat turnover yang tinggi adalah kerja dengan keterampilan rendah dan bergaji rendah, jam kerja yang tidak bersahabat, kepuasan kerja yang rendah, dan kurangnya kemajuan karir dalam setiap organisasi (Aksu, 2004; Hinkin dan Tracey, 2000). Bahkan menurut Iverson dan Deery (1997) budaya turnover telah tercipta dan telah diperkuat di dalam industri perhotelan. hotel umumnya menganggap tingkat turnover yang tinggi sebagai bagian dari norma kerja kelompok dan karyawan seringkali memiliki keyakinan bahwa mereka memasuki pekerjaan dengan kesempatan pengembangan karir yang terbatas. Tingkat turnover pada industri perhotelan di Indonesia cukup tinggi. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Widjaja, Fulbertus, & Kusuma (2008) pada salah satu hotel di Kupang, Nusa Tenggara Timur selama tahun 2008 menunjukkan angka sebesar 18,1% pada divisi Food and Beverage Service, 15,38% pada divisi Front Office, dan 11,76% pada divisi Accounting. Kemudian, pada penelitian yang dilakukan oleh Witasari (2009) pada tahun 2005-2009 angka turnover mencapai 31.16% (268 orang) dari keseluruhan karyawan di Novotel Semarang. Hal ini dapat dijadikan contoh untuk melihat tingginya tingkat turnover pada industri perhotelan di Indonesia. 5

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara kepuasan kerja, kepuasan gaji, dan turnover intention pada karyawan-karyawan yang bekerja pada hotel di Jogjakarta. Peneliti menggunakan umur sebagai variabel moderasi karena penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Choudhury & Gupta (2011). Selain itu, umur memang menjadi salah satu faktor utama selain kemampuan dalam perekrutan karyawan hotel. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti, umur merupakan hal yang sangat diperhatikan. Manajer hotel lebih memertimbangkan pelamar yang umurnya cenderung lebih muda daripada pelamar yang lebih tua walaupun kemampuan keduanya tidak jauh berbeda. Kemudian, tingkat turnover memang tergolong tinggi dan alasan keluarnya karyawan biasanya adalah jenuh dengan pekerjaan yang ada karena karyawan melakukan pekerjaan yang begitu-begitu saja dalam artian tidak ada sesuatu hal yang baru, serta gaji yang tidak cocok pun menjadi alasan mengapa karyawan keluar. Peneliti memilih hotel bintang 1 dan 2 karena beberapa faktor. Faktor pertama adalah, tingkat turnover intention yang dimiliki oleh karyawan hotel bintang 1 dan 2 tinggi dikarenakan job description yang dimiliki oleh karyawan sangatlah banyak. Terkadang mereka harus mengerjakan berbagai macam kegiatan dalam waktu yang sama, seperti menjadi resepsionis, roomboy, dan membersihkan ruangan dalam waktu yang bersamaan. Faktor berikutnya adalah, proses pencarian data pada hotel bintang 1 dan 2 juga tergolong mudah jika dibandingkan dengan mencari data pada hotel bintang 3 ke atas, serta sistem birokrasi pada hotel bintang 3 ke atas membuat pencarian data memakan waktu yang sangat lama. Banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi dan 6

harus dikerjakan. Kemudian, faktor yang berikutnya adalah karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh peneliti, baik materi maupun waktu. Peneliti memilih karyawan hotel di Jogjakarta dengan alasan Jogjakarta memiliki banyak sekali hotel, baik yang sudah jadi maupun yang sedang dibangun yang disebabkan banyaknya wisatawan yang berdatangan ke Jogjakarta. Gejala ini dapat dilihat dari adanya beberapa faktor contohnya adalah tren banyaknya jumlah tamu per hari yang setiap tahun selalu meningkat, jumlah akomodasi, kamar, dan tempat tidur hotel menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga menunjukkan tren yang selalu meningkat, serta jumlah wisatawan yang menggunakan hotel. Tabel 1.1 Jumlah Tamu per Hari Provinsi D. I. Yogyakarta No Tahun Tamu Per Hari Hotel Bintang Hotel Non-Bintang Jumlah 1 2009 6188 1986 8174 2 2010 6051 3072 9123 3 2011 5258 3286 8544 4 2012 6303 3112 9415 5 2013 5717 4219 9936 6 2014 5204 4892 10096 Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional Pada Tabel 1.1 menujukkan bahwa tren jumlah tamu per hari yang selalu meningkat baik pada hotel bintang maupun pada hotel non-bintang. Jumlah tamu per hari dari tahun 2009 hingga tahun 2014 meningkat walaupun jumlahnya tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa wisatawan yang berdatangan ke Jogjakarta setiap tahun selalu meningkat. 7

Tabel 1.2 Jumlah Akomodasi, Kamar dan Tempat Tidur Hotel Menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Bintang Non Bintang Tahun Akomodasi Kamar Tempat Tidur Akomodasi Kamar Tempat Tidur 2003 37 3.393 5.664 1.006 10.467 16.337 2004 36 3.416 5.555 1.092 11.278 17.307 2005 36 3.415 5.573 1.089 11.221 17.228 2006 37 3.458 5.640 1.046 11.307 17.459 2007 38 3.458 5.640 1.039 11.307 17.459 2008 34 3.297 5.439 1.095 12.158 18.270 2009 34 3.373 5.633 1.092 12.091 17.735 2010 36 3.631 5.807 1.098 12.519 18.293 2011 41 3.953 6.389 1.063 12.407 18.586 2012 54 5.150 8.171 1.100 13.309 21.720 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) D. I. Yogyakarta Pada Tabel 1.2 menunjukkan tren yang cenderung meningkat pada semua aspek mulai dari akomodasi, kamar, dan tempat tidur pada hotel berbintang dan juga hotel non bintang setiap tahunnya. Tentunya, hal ini juga mengindikasikan adanya kenaikan jumlah wisatawan yang datang ke Jogjakarta setiap tahunnya. Tabel 1.3 Jumlah Wisatawan yang Menggunakan Hotel Tahun Jumlah wisatawan yang menggunakan hotel 2012 3.546.331 2013 3.810.644 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) D. I. Yogyakarta Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) D. I. Yogyakarta pada tahun 2013, D. I. Yogyakarta tersedia 61 hotel bintang dengan 5.801 kamar dan 9.280 tempat tidur. Jumlah wisatawan yang menggunakan fasilitas hotel tercatat sebanyak 8

3.810.644 orang, naik sebesar 6,94% dibanding tahun 2012 yang tercatat sebesar 3.546.331 orang. Ditinjau menurut kebangsaan, sekitar 94,56% tamu yang menginap di hotel adalah wisatawan domestik dan 5,44% adalah wisatawan asing. Tingkat Pengunian Kamar (TPK) hotel bintang di D. I. Yogyakarta secara ratarata pada bulan Agustus 2014 sebesar 59,63%. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 12,81 poin dibandingkan sebelumnya pada bulan Juli 2014 yang menunjuk besaran angka 46,82%. Selain karena banyaknya wisatawan yang datang, peningkatan ini dipicu oleh banyaknya kunjungan mahasiswa bersama orang tuanya pada bulan Agustus yang merupakan awal tahun ajaran kuliah. TPK hotel adalah perbandingan antara banyaknya malam kamar yang dihuni dengan banyaknya malam kamar yang tersedia (dalam persen). Tabel 1.1, Tabel 1.2, dan Tabel 1.3 menunjukkan bahwa tren penggunaan hotel terus meningkat seiring dengan banyaknya wisatawan yang datang. Tentunya, hotel harus mampu menjaga agar tingkat turnover-nya agar tidak terlalu tinggi. Tingkat turnover karyawan yang tinggi merupakan ukuran yang dapat digunakan sebagai indikasi adanya masalah pada organisasi. Turnover karyawan dapat memakan biaya yang tinggi oleh karena itu perusahaan perlu mengurangi dan menjaga sampai pada tingkat turnover yang dapat diterima.. Tingkat turnover yang sesuai sebenarnya diperlukan karena para karyawan dan perusahaan dapat mengembangkan keahlian dan wawasan baru (Andini, 2006). 9

B. Pertanyaan Penelitian 1. Apakah umur yang lebih muda menyebabkan kepuasan kerja memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap turnover intention daripada kepuasan gaji? 2. Apakah umur yang lebih tua menyebabkan kepuasan gaji memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap turnover intention daripada kepuasan kerja? C. Tujuan Penelitian Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji apakah umur yang lebih muda menyebabkan kepuasan kerja yang lebih signifikan pengaruhnya terhadap turnover intention daripada kepuasan gaji. 2. Untuk menguji apakah umur yang lebih tua menyebabkan kepuasan gaji yang lebih signifikan pengaruhnya terhadap turnover intention daripada kepuasan kerja. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat mencapai manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat bagi perusahaan: Sebagai practical contributions bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan saran bagi proses pengelolaan karyawan di perusahaan, khususnya mengenai kepuasan kerja dan kepuasan gaji. 10

2. Manfaat bagi fakultas atau perguruan tinggi: Sebagai theoretical contributions, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bagian yang terdiri dari: Bab I. PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. LANDASAN TEORI Pada bab ini dijelaskan telaah teoritis terkait variabel-variabel dependen dan independen dalam penelitian ini. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah turnover intention. Sementara itu, variabel independen dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja dan kepuasan gaji. Bab III. METODE PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan, terdiri dari desain penelitian, gambaran umum obyek penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data. Bab IV. ANALISIS DATA Pada bab ini berisi tentang hasil dari analisis data yang dilakukan untuk menguji hipotesis dan pembahasannya. 11

Bab V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, saran bagi perusahaan dan penelitian selanjutnya, serta keterbatasan penelitian. 12