BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

NILAI-NILAI POSITIF DAN AKIBAT HUKUM DISSENTING OPINION DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

LEGALITAS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI LUAR PERSIDANGAN

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

ABSTRAK ABSTRACT. Key Word : , legal evidence, evidence

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

Benyamin Yasolala Zebua ( )

KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

ASPEK HUKUM PEMBUKTIAN YANG BERUPA AKTA

PEMANFAATAN TELEKONFEREN SEBAGAI ALAT BANTU PEMBUKTIAN DALAM PERSIDANGAN PIDANA

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

Riva Lovianita Lumbantoruan ABSTRAK

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK [LN 2008/58, TLN 4843]

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI

Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana

HAK UNTUK MELAKUKAN UPAYA HUKUM OLEH KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

ABSTRACT. Keywords : Compensation, Restitution, Rehabilitation, Terrorism.

KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 20/PUU-XIV/2016 JURNAL HUKUM

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM INFORMASI ELEKTRONIK DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA TERORISME ANDRE TANJUNG ORISA/ D PEMBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM. Nomor : 429/SK/BAN-PT/Akred/S XI/2014

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR

BAB I PENDAHULUAN. Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN TANDATANGAN PADA DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA

BUKTI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM HUKUM ACARA PIDANA ELECTRONIC EVIDENCE AS AN ADMISSIBLE EVIDENCE IN CRIMINAL LAW

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

Presiden, DPR, dan BPK.

CARA MENGAJUKAN GUGATAN DAN PERUBAHAN GUGATAN DALAM PRAKTEK PERADILAN HUKUM ACARA PERDATA

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT FAKTOR DAN UPAYA MENANGGULANGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA Oleh :

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

DASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA

KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJAMIN APABILA TERSANGKA ATAU TERDAKWA MELARIKAN DIRI DALAM MASA PENANGGUHAN PENAHANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

ALAT BUKTI CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM PERADILAN PIDANA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PENGGUNA BAHAN BAKAR MINYAK ECERAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN PENJUALAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Pembuktian Dakwaan Penuntut Umum Dalam Perkara Usaha Penambangan Illegal Dengan Keterangan Ahli Pertambangan ISSN :

PEMBERIAN GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIS

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

FUNGSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG DIBUBUHI DENGAN CAP JEMPOL SEBAGAI PENGGANTI TANDA TANGAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

KEKUATAN SURAT ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN DITINJAU DARI HUKUM ACARA PIDANA

KEKUATAN PEMBUKTIAN SEBUAH FOTOKOPI ALAT BUKTI TERTULIS

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMIDANAAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA MENGEKSPLOITASI EKONOMI ATAU SEKSUAL ANAK

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I. Korupsi dalam konteks yang komprehensif merupakan white collar crime. segala sisi sehingga dikatakan sebagai invisible crime yang sering kali

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

ALAT BUKTI HASIL PENYADAPAN DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA 1 Oleh : Timothy B. B. Lasut 2

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

PENAFSIRAN TERHADAP KEDUDUKAN ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN

TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 ANALISIS EKSISTENSI CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) PADA PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA UMUM.

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

Transkripsi:

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA Oleh: Elsa Karina Br. Gultom Suhirman Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Regulation of electronic evidence using closed circuit television (CCTV) technology is not explicitly regulated in the Criminal Code Procedure, but it has been regulated in various legislations. Therefore, we have to know clearly about the regulated of the legal force of evidence using closed circuit television (CCTV) in Indonesia. The purpose of this paper is to know that closed circuit television (CCTV) can be used in the trial court based on Criminal Procedure Code. The research method used in this paper are included in the category or normative law research by outlining the problems that exist, to further discuss the study based on the theories of law is then associated with the legislation applicable in the practice of law. The conclusion of this paper that CCTV is a valid legal evidence and expansion of legitimate evidence accordance to Criminal Procedure applicable in Indonesia. Keywords : electronic evidence, closed circuit television (CCTV), Criminal Code Procedure ABSTRAK Pengaturan alat bukti elektronik terutama dengan menggunakan teknologi CCTV belum secara tegas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), tetapi telah diatur secara tersebar di berbagai peraturan perundangundangan. Oleh karena itu perlu untuk diketahui secara jelas mengenai pengaturan kekuatan pembuktian menggunakan bukti elektronik CCTV dalam pembuktian pidana di Indonesia. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bahwa bukti elektronik menggunakan teknologi CCTV dapat digunakan dalam persidangan di pengadilan yang berdasarkan KUHAP. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini termasuk dalam kategori/jenis penelitian hukum normatif dengan menguraikan permasalahanpermasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum. Kesimpulan dari penulisan ini yaitu bukti elektronik CCTV merupakan alat bukti hukum yang sah dan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Kata kunci : alat bukti elektronik, kamera tersembunyi (CCTV), Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum yang menjadi rambu pengendali dapat diwujudkan dalam 1

berbagai peraturan perundang-undangan, dimana sudah menjadi asas umum dalam hukum di Indonesia bahwa undang-undang merupakan rambu pengendali terkuat dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. 1 Seiring dengan hal tersebut, pemanfaatan teknologi informasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Apabila dikaitkan antara pemanfaatan teknologi informasi dengan sistem pembuktian khususnya perkara pidana, maka menimbulkan banyaknya pro dan kontra dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perlunya pembaharuan hukum acara pidana untuk menerapkan hukum materiil ke dalam peristiwa konkret yang terjadi dalam masyarakat, sesuai dengan semakin pesatnya perkembangan dan pembaharuan hukum materiil yang dibentuk dalam peraturan perundang-undangan. 1.2 Tujuan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan penulisan ini untuk mengetahui penggunaan CCTV yang bagaimana dapat dinyatakan sah sebagai alat bukti dan untuk mengetahui kekuatan pembuktian bukti elektronik CCTV dalam hukum acara pidana Indonesia. II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah kategori/jenis penelitian hukum normatif. Dipilihnya jenis penelitian normatif karena penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, atau data tersier. 2 2.2 Hasil dan Pembahasan 1 Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal. 10 2 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. VIII, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 118 2

2.2.1 Penggunaan Closed Circuit Television (CCTV) yang Sah sebagai Bukti Elektronik Pasal 31 UU ITE memberikan penegasan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, kecuali intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. Namun, apabila dilihat berdasarkan penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU ITE bahwa yang dimaksud dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. Penjelasan pasal ini memberikan penekanan bahwa kegiatan merekam secara diam-diam menggunakan perangkat teknologi tertentu tersebut haruslah dimaksudkan untuk publik. Oleh karena itu, berdasarkan pasal tersebut bahwa kegiatan merekam secara diam-diam menggunakan perangkat teknologi tertentu seperti kamera tersembunyi dalam hal ini CCTV dapat dikategorikan sebagai illegal interception apabila CCTV tersebut bukan dimaksudkan untuk publik dan bukan dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. 2.2.2 Kekuatan Pembuktian Bukti Elektronik Closed Circuit Television (CCTV) dalam Pembuktian Pidana di Indonesia Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) disebutkan bahwa hanya terdapat 5 (lima) alat bukti yang sah, yakni: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Oleh karenanya, pengaturan alat bukti elektronik dalam sistem hukum Indonesia belum secara tegas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), tetapi telah diatur secara tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Lebih rinci dalam Pasal 5 UU ITE memberikan penegasan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen 3

Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan Pasal 183 KUHAP, Indonesia menganut teori sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif, yakni salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat bukti yang sah menurut undang-undang. 3 Dalam hukum acara pidana maka nilai kekuatan pembuktian alat bukti elektronik maupun hasil cetaknya bersifat bebas, sepanjang memenuhi persyaratan formil dan materiil yang diatur dalam UU ITE. Syarat formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE, yaitu bahwa Informasi atau Dokumen Elektronik bukanlah dokumen atau surat yang menurut perundang-undangan harus dalam bentuk tertulis. Sedangkan syarat materil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE, yang pada intinya Informasi dan Dokumen Elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaanya. Bukti elektronik baru dapat dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Suatu bukti elektronik dapat memiliki kekuatan hukum apabila informasinya dapat dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan, dapat diakses, dan dapat ditampilkan, sehingga menerangkan suatu keadaan. Orang yang mengajukan suatu bukti elektronik harus dapat menunjukkan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang terpecaya. 4 Keamanan sebagai suatu yang mutlak, dengan begitu segala aktivitas di dalamnya terdeteksi, dan data tersebut dapat dijadikan panduan bagi hakim yang akan memutus suatu perkara. 5 Ketentuan yang terdapat dalam UU ITE tersebut berarti memberikan perluasan alat bukti elektronik dalam hal ini CCTV sebagai bukti petunjuk dan disisi lain merupakan bukti yang berdiri sendiri (real evidence) 6 di luar alat bukti yang diatur dalam Hukum Acara Pidana. Hal tersebut memberi kepastian hukum mengenai ketentuan yang terdapat dalam UU ITE tersebut bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, 3 Yahya Harahap, 2009, Pembahasan Permasalahan dan Penerepan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 280 4 Efa Laela Fakhriah, 2009, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata,Alumni, Bandung, hal. 101 5 Edmon Makarim, 2003, Kompilasi Hukum Telematika, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal 424 6 Ibid, hal 425. 4

sepanjang memenuhi persyaratan formil dan materiil sebagaimana yang terdapat dalam UU ITE dan penggunaan CCTV tersebut bersifat publik. Bila dilihat berdasarkan asas lex posterior derogat legi priori, bahwa UU ITE merupakan perluasan norma alat bukti dari ketentuan yang terdapat dalam KUHAP mengenai penanganan tindak pidana baru dalam sistem elektronik, sehingga alat bukti tidak hanya berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa, maupun petunjuk saja, namun juga seperti yang terdapat dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 44 huruf b UU ITE. III. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan Pasal 31 ayat (1) bahwa kegiatan merekam secara diamdiam menggunakan perangkat teknologi tertentu seperti kamera tersembunyi dalam hal ini CCTV dapat dikategorikan sebagai illegal interception apabila CCTV tersebut bukan dimaksudkan untuk publik dan bukan dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. Dalam hukum acara pidana maka nilai kekuatan pembuktian alat bukti elektronik maupun hasil cetaknya bersifat bebas, sepanjang memenuhi persyaratan formil dan materiil yang diatur dalam UU ITE. Ketentuan yang terdapat dalam UU ITE tersebut berarti memberikan perluasan alat bukti elektronik dalam hal ini CCTV sebagai bukti petunjuk dan disisi lain merupakan bukti yang berdiri sendiri di luar alat bukti yang diatur dalam Hukum Acara Pidana, IV. DAFTAR PUSTAKA BUKU Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. VIII, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Atmasasmita, Romli, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, Mandar Maju, Bandung. Makarim, Edmon 2003, Kompilasi Hukum Telematika, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Fakhriah, Efa Laela, 2009, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata, Alumni, Bandung. Harahap, M. Yahya, 2009, Pembahasan Permasalahan dan Penerepan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta 5

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) 6