BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. Ruang lingkup IPA meliputi alam semesta secara keseluruhan baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

I. PENDAHULUAN. penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

yang sesuai standar, serta target pembelajaran dan deadline terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang

BAB I PENDAHULUAN. panas. Pada zaman modern sekarang ini, ilmu fisika sangat mendukung

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perbaikan mutu pendidikan agar mencapai tujuan tersebut.

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara intensif di tanah air karena mutu pendidikan di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam suatu bangsa. Pendidikan harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penguasaan konsep yang dimilikinya. Penguasaan konsep menunjukkan. keberhasilan siswa dalam mempelajari sebuah konsep.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN PES JLH LLS. Rata. Total Rata. % Nilai KIM. Kota Medan ,98 8,32 50,90 8,48

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Qori Magfiroh, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogi Musthapa Kamil, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi manusia dan berperanguh besar terhadap kemajuan suatu bangsa.

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dan menuntut masyarakat memperlengkapi diri untuk mampu bersaing, dalam hal

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu tentang alam secara sistematis melalui proses penemuan. IPA mempelajari segala sesuatu tentang alam: dari berbagai makhluk hidup hingga benda-benda mati: dari yang terdapat di perut bumi hingga luar angkasa: semuanya dipelajari di dalam IPA. (Sulaeman, 2007:iii). Oleh karena itu, IPA diprogramkan untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan tentang berbagai jenis lingkungan alam dan lingkungan buatan serta pemanfaatannya bagi kehidupan manusia. I Made Alit M, Jenins, Whitefield & Conant (dalam Zulfiani, dkk, 2009:46) menyatakan bahwa IPA/Sains merupakan rangkaian konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan dan dikembangkan dari hasil eksperimentasi atau observasi yang sesuai untuk eksperimentasi atau observasi berikutnya. Melalui proses pembelajaran IPA, siswa diharapkan dapat memahami fenomena yang terjadi di alam sekitar, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan seharihari menjadi suatu produk yang bermanfaat. Dalam praktik pendidikan sains, fisika merupakan salah satu cabang IPA yang memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk memahami berbagai macam gejala alam, prinsip dan konsep IPA, serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Oleh karena itu, pembelajaran fisika di sekolah harus benar-benar dikelola dengan baik agar tujuan pembelajaran 1

2 dapat tercapai. Dalam proses pembelajaran IPA, khususnya fisika, belajar akan lebih bermakna manakala siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya (Amri & Ahmadi, 2010:21). Sesuai dengan peraturan pemerintah dalam Badan Standar Nasional pendidikan (BSNP), yang menyatakan bahwa pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang sebagai pelajaran yang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan pertimbangan mata pelajaran fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006:159). Fisika merupakan salah satu rumpun dari proses pembelajaran ilmu pengetahuan alam yang disusun dalam kurikulum jenjang sekolah menengah. Fisika pada hakikatnya merupakan sebuah ilmu yang memerlukan pemahaman konsep dan model-model ilmiah yang dapat membuat pelajaran fisika menjadi menarik. Dengan begitu dalam proses pembelajaran fisika menekankan pemberian pengalaman langsung melalui kegiatan laboratorium maupun pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Situasi pembelajaran seperti ini akan menantang siswa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Menurut hasil penelitian dan penilaian menunjukkan bahwa pertama, OECD (2009) Indonesia berada pada diperingkat 22 dari 30 negara untuk kemampuan sains berdasarkan umur 12-14 tahun dengan presentase kurang dari 15%. Kedua, Pada tahun 2012, indonesia berada pada peringkat 121 di dunia dalam Human Development Index yang disusun oleh UNDP (United Nation Development Program) UNDP, 2013 (Sutama, dkk, 2014:3-4). (Sutama, dkk, 2014:3-4). Berdasarkan survei internasional Trends in International Mathematics

3 and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi sains siswa Indonesia berada signifikan di bawah rata-rata Internasional. Hal ini dapat dilihat bahwa Indonesia pada tahun pada tahun 2007 berada di peringkat ke 35 dari 49 negara peserta dan pada tahun 2011 berada di peringkat 40 dari 45 negara peserta dengan memperoleh skor 406 masih jauh dari skor internasional yaitu 500. (Mulis, et al, 2012:55). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang guru Fisika yang mengajar di kelas XI di SMA Negeri 1 Kuala, didapat bahwa proses pembelajaran di kelas masih cenderung berlangsung secara konvensional, pembelajaran yang didapat hanya disimpan dalam memori jangka pendek sehingga informasi tersebut mudah lenyap dan belajar menjadi tidak bermakna. Guru sama sekali tidak pernah menggunakan model pembelajaran yang membuat siswa tertarik untuk belajar, guru hanya mengelompokkan siswa dan memberi soal untuk dikerjakan. Guru juga sangat jarang menggunakan laboratorium dalam proses pembelajaran, proses pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah, dan guru belum optimal melakukan inovasi pembelajaran yang mampu mengakomodasi pembelajaran menuju keterampilan berpikir kritis dan guru hanya mentransfer pengetahuannya ke siswa tanpa membuat siswa paham akan konsepkonsep materi yang diterangkan oleh guru. Penggunaan media pembelajaran yang di tampilkan melalui laptop tidak pernah diberikan oleh guru, ini di karenakan kurang pahamnya guru mengoperasikan laptop. Dengan masih kurangnya media pembelajaran yang di tampilkan melalui laptop dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, sehingga

4 siswa cenderung mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak dan menghapal konsep-konsep yang ada tanpa memahami konsep tersebut. Selama ini guru tersebut hanya menilai hasil belajar siswa tanpa melihat kemana arah penilaiannya. Guru belum pernah melaksanakan penilaian mengenai pemahaman konsep kepada siswa, sehingga guru tersebut tidak tahu seberapa jauh siswa paham mengenai materi yang sudah di pelajari selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian yang mengarah ke dalam kemampuan berpikir kritis juga belum pernah di laksanakan oleh guru tersebut, siswa hanya di hadapkan kepada soal-soal yang di buat guru tanpa megarah ke dalam keterampilan berpikir kritis. Kenyataan tersebut juga didukung oleh proses pembelajaran yang terjadi saat ini di sekolah. Proses pembelajaran lebih berorientasi pada upaya pengembangan dan menguji daya ingat siswa sehingga kemampuan berpikir siswa direduksi dan sekedar dipahami sebagai kemampuan mengingat. Selain itu, hal tersebut juga berakibat siswa terhambat dan sulit menghadapi masalah-masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah yang lebih kompleks. Model pendidikan formal tersebut apabila terus dipertahankan akan berfungsi membunuh kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa karena lebih banyak mengedepankan aspek ingatan saja. Selain minimnya pemberian kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan berpikir kritis terutama keterampilan berpikir kritis, pemahaman konsep fisika juga belum mendapat perhatian yang serius selama proses pembelajaran berlangsung. Pemahaman mengenai suatu konsep materi fisika tidak terlepas dari pemahaman konsep awal siswa tentang materi tersebut. Pemahaman konsep awal siswa sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis fisika

5 karena pemahaman konsep awal merupakan ilmu atau konsep-konsep dari suatu materi dimana konsep tersebut dibutuhkan untuk melakukan rangkaian-rangkaian kegiatan pembelajaran siswa. Saat proses pembelajaran berlangsung, guru seharusnya mengajak siswa untuk mengingat materi awal yang sudah dipelajari ketika siswa duduk di SMP, sehingga siswa bisa lebih mudah untuk mengaitkan dengan materi yang akan di pelajari di SMA. Rendahnya pemahaman konsep ini disebabkan oleh banyaknya miskonsepsi siswa. Suparno (2005:34) juga mengungkapkan di negara-negara maju selama dua dasa warsa terakhir menunjukkan bahwa salah satu sumber kesulitan belajar siswa adalah miskonsepsi siswa. Kebanyakan siswa secara konsisten mengembangkan konsep fisika yang salah, yang secara tidak sengaja terus-menerus mengganggu pelajaran fisika. Pentingnya pemahaman konsep awal dan kemampuan berpikir kritis fisika yang sesuai dengan amanat kurikulum dapat digunakan sebagai acuan dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan kunci dalam pendidikan untuk memecahkan suatu permasalahan. Untuk itu, seharusnya dalam suatu proses pendidikan di sekolah, pendidikan seharusnya menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya secara optimal, sehingga pendidikan dapat mewujudkan diri dan fungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pentingnya keterampilan berpikir kritis juga terdapat dalam arahan program pendidikan. Menurut Fisher & Scriven (dalam Fisher 2009:10), berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.

6 Berkaitan dengan uraian tersebut maka perlu dipikirkan cara pembelajaran untuk mengatasi permasalahan di atas. Salah satu pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman konsep awal dan kemampuan berpikir kritisnya adalah Process-Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL). POGIL menggunakan belajar dalam tim, menggunakan aktivitas guided inquiry (inkuiri terbimbing) untuk mengembangkan pengetahuan, pertanyaan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis, memecahkan masalah, melaporkan, metakognisi, dan tanggung jawab individu (Hanson, 2006:3). Untuk mendukung lingkungan belajar berbasis penelitian, POGIL menggunakan tim pembelajaran, kegiatan inkuiri terbimbing untuk mengembangkan pemahaman, pertanyaan untuk mempromosikan kritis dan analitis berpikir, pemecahan masalah, pelaporan, metakognisi, dan tanggung jawab individu. Agar siswa memiliki keterampilan yang efektif maka setiap anggota kelompok memiliki tugas masing-masing. Setiap tim terdiri dari manager, spokesperson, recorder, dan strategy analyst. Kegiatan pembelajaran POGIL melibatkan para siswa, mempromosikan restrukturisasi informasi dan pengetahuan, dan membantu siswa mengembangkan pemahaman dengan menggunakan siklus belajar dalam kegiatan inkuiri terbimbing. Siklus belajar terdiri dari tiga tahap atau fase: eksplorasi, penemuan konsep atau pembentukan, dan aplikasi. (Hanson, 2006:5). Pembelajaran POGIL dapat dibantu dengan menggunakan media pembelajaran seperti video tutorial, animasi flash maupun yang lainnya sehingga mampu mempermudah guru dalam menyampaikan informasi kepada siswa. Dimana POGIL yang menggunakan macromedia flash adalah pembelajaran

7 berpusat pada siswa yang bekerja dalam kelompok (disebut belajar dalam tim), yang menggunakan program aplikasi macromedia flash yang membuat ketertarikan siswa dalam belajar. Media merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran. Melalui media proses pembelajaran bisa lebih menarik dan menyenangkan (joyfull learning), misalnya siswa yang memiliki ketertarikan terhadap warna maka dapat diberikan media dengan warna yang menarik. Begitu juga halnya dengan siswa yang senang berkreasi selalu ingin menciptakan bentuk atau objek yang diinginkannya, siswa tersebut dapat diberikan media yang sesuai, seperti plastisin, media balok bangun ruang, atau diberikan media gambar lengkap dengan catnya (Susilana, 2009:25). Menurut Teguh (2006:2), macromedia flash merupakan aplikasi interaktif dengan berbagai kelebihan. Beberapa faktor yang mendukung kepopuleran Flash sebagai sebuah aplikasi untuk keperluan desain dan animasi antara lain adalah memiliki format grafis berbasis vektor, kapasitas file hasil yang kecil, memiliki kemampuan tinggi dalam mengatur interaktivitas program, memiliki kelengkapan fasilitas dalam melakukan desain, dan sebagainya. Dari penjelasan tersebut peneliti pun tertarik untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan POGIL menggunakan macromedia flash untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Proses kemampuan berpikir kritis fisika tidak terlepas dari pemahaman konsep awal siswa. Agar mampu berpikir kritis, maka siswa harus mempunyai pemahaman awal terhadap suatu konsep tertentu sehingga pemahaman konsep yang baik akan sangat menunjang kompetensi berpikir kritis siswa. Menurut Layng (2013:2), pemahaman konsep berarti bahwa dalam proses pembelajaran,

8 siswa dibimbing untuk mengetahui sifat-sifat dari setiap contoh konsep. Oleh karena itu, penanaman konsep yang mendalam perlu dilakukan sejak dini pada struktur kognitif siswa. Berdasarkan hasil penelitian Barthlow, dkk (2011:254), bahwa POGIL pedagogi mengakibatkan siswa mencapai skor yang lebih tinggi pada penilaian dari konsepsi alternatif di daerah PNM sekunder siswa kimia dibandingkan dengan siswa diajarkan menggunakan metode tradisional. Robert Soltis, dkk (2015:1), bahwa penggunaan strategi POGIL meningkatan kinerja siswa secara keseluruhan pada ujian, meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan memberikan pengaturan kelas interaktif. Simonson, dkk (2013:56), menunjukkan bahwa nilai ujian siswa meningkat sebagai hasil dari peningkatan kinerja pada pertanyaan yang membutuhkan pola berpikir tingkat tinggi seperti aplikasi dan analisis. Siswa menyatakan bahwa keterampilan mereka dalam pemecahan masalah dan berpikir kritis ditingkatkan dengan penggunaan strategi POGIL. Stacy D. Brown (2010:1), dimasukkannya gaya POGIL berdasarkan tim belajar latihan meningkatkan peringkat siswa, mendorong keterlibatan aktif selama waktu pembelajaran yang disediakan. Ningsih, dkk (2012:44), POGIL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Ngertini, dkk (2013:1), bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep dan literasi sains antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pengajaran langsung (Direct Instruction). Şen, dkk (2015:54), bahwa POGIL lebih unggul dari rancangan instruksi kimia tradisional pada keterampilan belajar mandiri siswa. Kurniawati, dkk (2014:36), bahwa

9 terdapat perbedaan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing integrasi peer instruction, pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran konvensional, penguasaan konsep siswa yang belajar dengan pembelajaran inkuiri terbimbing integrasi peer instruction lebih tinggi daripada pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran konvensional, dan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan pembelajaran inkuiri terbimbing integrasi peer instruction lebih tinggi daripada pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran konvensional. Wahyudin, dkk (2010:58) yang menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash dapat meningkatkan minat dan pemahaman siswa dalam pembelajaran fisika. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Efek Process-Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) Menggunakan Macromedia Flash Dan Pemahaman Konsep Awal Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Fisika Siswa SMA 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran di kelas masih berlangsung secara konvensional. 2. Guru sangat jarang menggunakan laboratorium dalam proses pembelajaran. 3. Penggunaan media pembelajaran juga masih kurang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran.

10 4. Pembelajaran yang diajarkan belum mengarah kepada penilaian pemahaman konsep. 5. Pembelajaran yang diajarkan belum mengarah kepada penilaian kemampuan berpikir kritis. 6. Guru belum pernah mengenal Process-Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL). 7. Guru sama sekali tidak pernah menggunakan model pembelajaran. 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah maka dibuatlah suatu batasan masalah yaitu: 1. Pembelajaran yang digunakan adalah Process-Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) menggunakan macromedia flash pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. 2. Hal yang akan diteliti mengenai pemahaman konsep awal yang dimiliki oleh siswa. 3. Penelitian memfokuskan pada peningkatan kemampuan berpikir kritis fisika. 1.4 Rumusan Masalah Untuk memperjelas permasalahan sebagai dasar penelitian ini, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut: 1. Apakah kemampuan berpikir kritis fisika yang dibelajarkan dengan POGIL menggunakan macromedia flash lebih baik dibandingkan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional?

11 2. Apakah kemampuan berpikir kritis fisika pada kelompok siswa yang memiliki pemahaman konsep awal di atas rata-rata lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang memiliki pemahaman konsep awal di bawah rata-rata? 3. Apakah ada interaksi antara POGIL menggunakan macromedia flash dan pemahaman konsep awal dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis fisika? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk membandingkan kemampuan berpikir kritis fisika yang dibelajarkan dengan POGIL menggunakan macromedia flash dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. 2. Untuk membandingkan kemampuan berpikir kritis fisika pada kelompok siswa yang memiliki pemahaman konsep awal di atas ratarata dengan kelompok siswa yang memiliki pemahaman konsep awal di bawah rata-rata. 3. Untuk mengetahui interaksi antara POGIL menggunakan macromedia flash dan pemahaman konsep awal dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis fisika.

12 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Guru, dapat memperbaiki kualitas pembelajaran guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis fisika yang juga akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa. 2. Siswa, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis fisika yang berdampak pada peningkatan hasil belajar fisika melalui kegiatan pembelajaran dengan POGIL menggunakan macromedia flash. 3. Sekolah, dapat memberikan sumbangan dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya pada mata pelajaran fisika. 1.7 Defenisi Operasional Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam pengertian yang dikehendaki pada penelitian ini, maka peneliti membuat defenisi operasional sebagai berikut: 1. POGIL yang menggunakan macromedia flash adalah pembelajaran berpusat pada siswa yang bekerja dalam kelompok (disebut belajar dalam tim), yang menggunakan program aplikasi macromedia flash yang dalam pelaksanaannya di bimbing oleh guru. Adapun tahapan dalam POGIL meliputi identifikasi kebutuhan untuk belajar, menghubungkan pengetahuan sebelumnya, eksplorasi, pemahaman dan pembentukan konsep, praktik mengaplikasikan pengetahuan, mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konsep baru, refleksi dalam proses. Penggunaan macromedia flash pada proses pembelajaran disajikan pada tahapan yang kedua yaitu menghubungkan pengetahuan sebelumnya.

13 2. Pemahaman konsep awal adalah kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa pada saat belajar materi tekanan di SMP. Dengan indikator dari pemahaman konsep awal meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan. 3. Kemampuan Berpikir kritis fisika adalah hasil belajar yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan tes kemampuan berpikir kritis yang meliputi interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan, pengetahuan diri.