RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold I. PEMOHON Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda) dalam hal ini diwakili oleh Ahmad Ridha Sabana sebagai Ketua Umum dan Abdullah Mansyuri sebagai Sekretaris Jenderal; Kuasa Hukum: Agus Priyono, SH., dan Galih Insan Jurito, SH., Advokat dari Kantor Hukum Bungaran & Partners, memilih domisili hukum di Gedung Arva Cikini Blok 60 M, JL Cikini Raya Nomor 60 Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 28 Februari 2018. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 414 ayat (1) Undang -Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut UU Pemilu). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum ; 1
2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 3. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi: Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 4. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 5. Pasal 9 ayat (1) Undang -Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan juga menyatakan: Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. 6. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut UU Pemilu), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: 2
Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara. ; 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Pemohon adalah Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda), adalah partai politik peserta pemilihan umum Tahun 2019, sebagaimana telah ditetapkan dalam Sidang Pleno Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia tanggal 17 Februari 2018; 4. Bahwa dengan ditetapkannya Pemohon sebagai peserta Pemilu Tahun 2019, maka secara lebih detail Pemohon akan mengikuti Pemilihan Umum di tiga tingkatan masing-masing tingkat pusat, tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota; 5. Pemohon mendalilkan hak-hak konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya Pasal UU a quo, hal ini karena Pemohon bisa kehilangan hak untuk mendapatkan kursi di tingkatan DPR RI jika perolehan suara Pemohon di Daerah Pemilihan tertentu memenuhi syarat untuk mendapatkan kursi DPR RI namun perolehan suara Pemohon tingkat DPR RI secara keseluruhan tidak memenuhi ambang batas parlemen. 3
V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU Pemilu yaitu: 1. Pasal 414 ayat (1): Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 % (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR RI. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum ; 2. Pasal 22E ayat (2): Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Pemohon sebagai partai politik peserta Pemilu 2019 yang merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya atas berlakunya Pasal UU a quo; 2. Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu tidak mencerminkan keseimbangan perlakuan antara hak dan kewajiban karena meskipun partai politik telah memenuhi kewajibannya untuk mendapatkan kursi DPR RI di Daerah Pemilihan tertentu, tetapi berpeluang tidak mendapatkan haknya yaitu kursi DPR RI jika perolehan suara partai tersebut secara nasional tidak memenuhi ambang batas perolehan suara; 4
3. Pemohon mendalilkan berdasarkan ketentuan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, maka setiap partai politik peserta Pemilihan Umum 2019 termasuk Pemohon memiliki hak untuk berkontestasi memperebutkan kursi DPR RI. Namun hak untuk berkontestasi itu akan hilang jika perolehan suara Pemohon secara nasional tidak memenuhi ambang batas perolehan suara walaupun perolehan suara Pemohon di Daerah Pemilihan tertentu memenuhi syarat untuk mendapatkan kursi DPR RI; 4. Ketentuan Pasal UU a quo telah menabrak rambu-rambu persamaan di hadapan hukum karena menimbulkan disparitas perlakuan bagi partai politik yang perolehan suaranya di sebuah dapil cukup untuk memperoleh kursi DPR RI namun suara sah nasionalnya tidak mencapai 4 % dengan partai politik yang juga perolehan suaranya di sebuah dapil cukup untuk memperoleh kursi DPR RI namun suara sah nasionalnya mencapai 4 %; 5. Bahwa argumentasi jika ketentuan Pasal UU a quo adalah instrument untuk menyederhanakan jumlah partai politik di DPR tidaklah tepat; 6. Bahwa konsep penyederhanaan partai politik tidak dapat dilakukan dengan membabi buta melainkan harus dilaksanakan dalam bingkai keadilan, artinya jangan sampai konsep penyederhanaan partai politik menimbulkan kondisi yang tidak adil bagi siapapun juga. Jika diinginkan jumlah partai politik lebih sederhana, maka seharusnya sejak awal syarat ikut sertanya partai politik dalam Pemilihan Umum yang diperberat jangan partai politik yang sudah susah payah ikut Pemilu kemudian dipangkas dan diberangus haknya untuk mendapatkan kursi DPR sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi Partai Politik. VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang yang diajukan oleh Pemohon; 2. Menyatakan ketentuan Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 5
22E ayat ( 2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia; Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi mempunyai pendapat lain atas perkara a quo mohon agar diberikan putusan yang seadil-adilnya. 6