PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI BIBIT YANG BERASAL DARI KEBUN BIBIT DATAR DENGAN KEBUN TEBU GILING

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Biologi Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

TATA CARA PENELITIAN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

III. BAHAN DAN METODE

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir,

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

III. MATERI DAN METODE

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

3. METODE DAN PELAKSANAAN

III. MATERI DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI BIBIT YANG BERASAL DARI KEBUN BIBIT DATAR DENGAN KEBUN TEBU GILING HUSNUL INSAN A240502680 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

RINGKASAN HUSNUL INSAN. Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) dari Bibit yang Berasal dari Kebun Bibit Datar dengan Kebun Tebu Giling. (Dibimbing oleh PURWONO). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi pertumbahan bibit tebu yang baik dari asal bibit yang digunakan terhadap penggunaan posisi batang. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Darmaga, Bogor pada bulan Agustus 2009 Desember 2009. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot). Petak utamanya yaitu Asal Bibit (T) dengan dua taraf yaitu Bibit dari Kebun Bibit Datar (1) dan Kebun Tebu Giling (2). Anak petaknya yaitu Penggunaan Posisi Batang (B) dengan tiga taraf yaitu Batang Bawah (1), Batang Tengah (2) dan Batang Atas (3) sebagai Anak Petak. Pengamatan dilakukan terhadap peubah pertumbuhan tebu yaitu kecepatan tumbuh mata tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan diameter batang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, perlakuan asal bibit yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tebu pada peubah tinggi tanaman, kecepatan tumbuh mata tunas, dan jumlah anakan. Tanaman yang berasal dari kebun bibit datar (KBD) memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman dari kebun tebu giling (KTG), kecuali peubah jumlah daun dan diameter batang. Nilai kecepatan tumbuh, tinggi tanaman pada 16 MST, dan jumlah anakan pada tanaman asal KBD bertururt-turut yaitu 8,5 %, 230,12 cm, dan 12 anakan. Perlakuan posisi mata tunas memberikan pengaruh secara nyata terhadap peubah kecepatan tumbuh, tinggi tanaman dan jumlah daun tebu. Posisi mata tunas pada batang tengah dan batang atas memiliki pertumbuhan tanaman tebu yang lebih baik dibandingkan dengan posisi mata tunas pada batang bawah. Adanya suatu interaksi antara perlakuan asal bibit dengan posisi mata tunas pada peubah tinggi tanaman tebu. Tanaman asal KBD memiliki pertumbuhan yang baik pada semua posisi mata tunasnya, sedangkan tanaman asal KTG hanya pada posisi mata tunas batang atas yang memiliki pertumbuhan tanaman yang baik.

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI BIBIT YANG BERASAL DARI KEBUN BIBIT DATAR DENGAN KEBUN TEBU GILING Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Husnul Insan A24052680 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Judul : PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI BIBIT YANG BERASAL DARI KEBUN BIBIT DATAR DENGAN KEBUN TEBU GILING Nama : HUSNUL INSAN NRP : A24052680 Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Purwono, M.S NIP : 19580922 198203 1 002 Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc, Agr NIP: 19611101 198703 1 003 Tanggal Lulus :...

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, pada tanggal 28 November 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Eman Suherman dan Mamah Dedeh Munawaroh. Tahun 1999 penulis lulus dari SDN 01 Karangsuwung, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 1 Karangsembung, Cirebon. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Lemahabang pada tahun 2005. Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Selama kuliah, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) divisi PSDM, tahun 2007/2008 dan Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) tahun 2008/2009. Penulis pernah menjadi anggota UKM Bulutangkis dan Futsal di UKM IPB pada tahun 2005/2006.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi dengan topik Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) dari Bibit yang Berasal dari Kebun Bibit Datar dengan Kebun Tebu Giling ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ir. Purwono, M.S, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran dan masukan dari awal pembuatan proposal penelitian sampai dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Yudiwanti W.E.K, MS, selaku dosen pembimbing akademik, yang telah memberikan arahan, saran serta motivasi yang membuat penulis menjadi lebih tergugah dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Tim dosen pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. 4. Kepada kedua orang tua yang telah mendoakan dan memberikan dorongan yang tulus ikhlas baik secara moril maupun materiil hingga kini 5. Teman-teman sepermainan (Hardi, Goni, Dede Noni, Azai, Bobby, Geroy, Ganda, Deddy E, Dedi PS, April, Agung, Ucrit, Sanduk dan Gigi). Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sebagai hasil dari penelitian yang sudah didapatkan dan juga bermanfaat bagi semua yang membutuhkan. Bogor, Mei 2010 Penulis

DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani dan Morfologi Tanaman Tebu... 4 Ekologi Tanaman... 5 Bibit Tebu... 5 Kebun Bibit... 7 BAHAN DAN METODE... 9 Tempat dan Waktu... 9 Bahan dan Alat... 9 Metode Penelitian... 9 Pelaksanaan Penelitian... 10 Pengamatan... 12 HASIL DAN PEMBAHASAN... 14 Hasil... 14 Pembahasan... 21 KESIMPULAN DAN SARAN... 25 DAFTAR PUSTAKA... 26 LAMPIRAN... 28

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Data Iklim Lahan Penelitian 2010... 14 2. Kecepatan Tumbuh Mata Tunas Tebu pada 1 7 HST... 15 3. Tinggi Tanaman Tebu pada 2 16 MST... 16 4. Jumlah Daun Tebu pada 2 16 MST... 17 5. Jumlah Anakan Tebu pada 16 MST... 18 6. Diameter Batang Tebu pada 16 MST......19 7. Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Jumlah Anakan dan Diameter Batang Tebu......20

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bibit Tebu dari KTG dan KBD... 6 2. Stek Tebu dengan Satu Mata Tunas... 10 3. Pembagian Posisi Mata Tunas Tebu... 11 4. Hubungan Tinggi Tanaman dengan Jumlah Daun Tebu pada 16 MST... 16

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu... 29 2. Analisis Ragam Peubah Kecepatan Tumbuh Mata Tunas Tebu... 29 3. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu.... 29 4. Analisis Ragam Peubah Jumlah Anakan Tebu.... 30 5. Analisis Ragam Peubah Diameter Batang Tebu.... 30 6. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 2 MST... 30 7. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 4 MST... 31 8. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 6 MST... 31 9. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 8 MST... 31 10. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 10 MST... 32 11. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 12 MST... 32 12. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 14 MST... 32 13. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 16 MST... 33 14. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 2 MST... 33 15. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 4 MST......33 16. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 6 MST... 34 17. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 8 MST... 34 18. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 10 MST... 34 19. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 12 MST... 35 20. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 14 MST... 35 21. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 16 MST... 35 22. Rekapitulasi Uji F Hasil Sidik Ragam Beberapa Peubah Pertumbuhan Tebu dari Perlakuan Asal Bibit dan Posisi Mata....36 23. Data Iklim Wilayah Darmaga, Bogor 2010... 36 24. Analisis Regresi Hubungan Tinggi Tanaman dengan Jumlah Daun Tebu pada 16 MST... 37 25. Analisis Regresi Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Tinggi Tanaman Tebu... 37

26. Analisis Regresi Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Jumlah Daun Tebu... 37 27. Analisis Regresi Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Jumlah Anakan Tebu... 37 28. Analisis Regresi Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Diameter Batang Tebu......38 29. Keragaan Tunas Tebu dari Asal Kebun dan Posisi Mata Tunas.... 38 30. Gejala Serangan Hama yang Terdapat pada Pertanaman Tebu... 39 31. Gejala Penyakit yang Terdapat pada Pertanaman Tebu......39 32. Gulma yang Terdapat pada Pertanman Tebu... 39 33. Kondisi Pertanaman Tebu di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Darmaga, Bogor... 40 34. Keragaan Tanaman Tebu dari KBD, (a). Batang bawah, (b). Batang tengah dan (c). Batang atas... 40 35. Keragaan Tanaman Tebu dari KTG, (a). Batang bawah, (b). Batang tengah dan (c). Batang atas... 41

PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penghasil gula terbesar yang termasuk ke dalam famili Gramineae. Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi penduduk Indonesia yang selalu meningkat terus dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Peningkatan konsumsi ini tidak dapat dipenuhi dari produksi gula dalam negeri, sehingga harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tahun 2009 diperkirakan luas areal penanaman tebu di Indonesia sekitar 422 ribu ha, dengan tingkat produksi gula hablur sebesar ± 2.6 juta ton, sedangkan kebutuhan gula Indonesia diperkirakan mencapai 4.6 juta ton per tahun dengan tingkat konsumsi gula sebesar 18 kg/orang/tahun (Dirjenbun, 2009). Bibit merupakan salah satu sarana produksi yang tidak boleh diabaikan peranannya, karena bibit adalah modal utama dalam pengelolaan tanaman tebu untuk mendapatkan hasil tebu dan gula yang tinggi. Untuk mencapai target produksi, salah satu faktor keberhasilan yang menunjang adalah menyelenggarakan kebun tebu produksi dengan menggunakan bibit bermutu dengan jumlah yang cukup. Permasalahan kekurangan akan suplai gula yang terjadi saat ini disebabkan karena produksi tebu yang tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kebutuhan gula, yang dikarenakan tingkat produktivitas tebu yang cenderung masih rendah. Faktor yang dapat menyebabkan tidak optimalnya suatu produktivitas tanaman yaitu sistem pengolahan tanah yang buruk, penggunaan benih dan bibit yang tidak terjamin secara kualitas dan kuantitas, sistem pemupukan yang belum memenuhi standar, kebutuhan akan air untuk irigasi yang tidak terpenuhi dan pengelolaan terhadap hama dan penyakit yang tidak terpadu. Permasalahan yang sedang dialami dalam pengusahaan tebu saat ini salah satunya disebabkan oleh masih rendahnya tingkat ketersediaan bibit bermutu dalam jumlah besar dan harga bibit yang relatif tinggi. Harga bibit tebu yang relatif tinggi ini, diperkirakan dapat mencapai kisaran Rp 50 ribu per kwintal, dimana kebutuhan bibit tebu untuk penanaman di kebun produksi sekitar

60 kwintal per hektar, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan bibit tebu per hektar sebesar Rp 3 juta atau sekitar 25 % dari total biaya keseluruhan usaha tebu (Deptan, 2009). Berdasarkan fenomena yang terjadi dengan usaha tebu tersebut, maka bibit tebu yang digunakan untuk penanaman di kebun produksi tidak semuanya berasal dari kebun bibit datar (KBD) dan untuk menutupi kekurangan akan kebutuhan bibit tersebut digunakan bibit dari kebun tebu giling (KTG) yang dapat menyebabkan produktivitas tebu dan gula menjadi rendah. Menurut Indiarto (1996), menyatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tebu adalah dengan menggunakan bibit yang berkualitas dan berkuantitas yang terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam kualitas yang sehat dan murni maupun kecukupan akan kuantitas yang diperlukan, maka perlu penyediaan bibit yang dilakukan secara. Tujuan akhir dari penyelenggaraan kebun pembibitan ini yaitu menyediakan bibit sebagai bahan tanam bagi penanaman tebu giling yang baik secara kuantitas (cukup memenuhi kebutuhan) dan kualitas (kemurnian, sehat dan daya berkecambah tinggi). Untuk menjamin keberhasilan kualitas dan kuantitas bibit tersebut, maka pengelolaan kebun bibit sejak dari kebun bibit nenek, kebun bibit induk, sampai kebun bibit dataran perlu diletakkan dalam satu tangan yakni pabrik gula. Penanganan satu tangan memudahkan perencanaan komposisi varietas yang akan di tanam di kebun tebu giling dan jumlah bibit yang dibutuhkan setiap tahapan kebun bibit (Sutjahja, 1993). Tujuan Penelitian Mengetahui dan mempelajari pertumbuhan tanaman tebu dari bibit yang berasal dari Kebun Bibit Datar (KBD) dan Kebun Tebu Giling (KTG), pada setiap penggunaan posisi mata tunas (batang atas, batang tengah dan batang bawah) dan mendapatkan kombinasi pertumbahan bibit tebu yang baik dari asal bibit yang digunakan terhadap penggunaan posisi mata tunas.

Hipotesis 1. Penggunaan bibit dari KBD pertumbuhannya bisa lebih baik dibandingkan bibit dari KTG. 2. Posisi mata tunas dari batang tengah hingga batang atas memiliki potensi tumbuh lebih baik dibandingkan posisi batang bawah. 3. Adanya interaksi antara asal bibit dengan posisi mata tunas.

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus Saccharum, Spesies Saccharum arundinaceum, Saccharum bengalense, Saccharum edule, Saccharum officinarum, Saccharum procerum, Saccharum ravennae, Saccharum robustum, Saccharum sinense, Saccharum spontaneum (Wikipedia, 2008). Bagian utana dari tanaman tebu adalah akar, batang, daun dan bunga. Tanaman tebu berakar serabut. Pada tanah yang cukup cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan tebu, panjang akar tebu dapat mencapai 2 meter. Batang tebu merupakan bagian terpenting dalam produksi gula karena mengandung nira, pada batang tebu mengandung jaringan parenkim berdinding tebal yang banyak mengandung cairan. Menurut Dinas Perkebunan Jawa Barat (2008), batang tebu berbentuk tinggi kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak, batang beruas-ruas dengan panjang ruas sekitar 10-30 cm/ruas. Pada batang tebu mengandung nira yang menghasilkan gula dengan kadar mencapai 20 %. Kadar gula pada bagian batang pangkal lebih tinggi dari pada bagian ujung (pucuk). Panjang ruas batang tebu sangat dipengaruhi oleh faktor luar, antara lain : iklim, kesuburan tanah, keadaan air dan penyakit. Batang tanaman sehat mempunyai ruas yang pendek pada bagian pangkal, semakin ke atas ruas batang semakin panjang, kemudian semakin pendek semakin ke atas (ke pucuk). Apabila tanaman tebu akan berbunga maka pada ujung atas batang akan terbentuk ruas panjang dan kecil (Sudiatso, 1982). Daun tebu terdiri atas dua bagian yaitu pelepah daun dan helai daun. Pelepah daun membalut atau membungkus ruas daun. Pelepah-pelepah daun ini selain melindungi bagian batang yang masih muda, juga melindungi mata. Helai daun berbentuk pita dengan panjang 1 2 meter (bergantung dari varietas dan keadaan lingkungan) dan lebar daun 2-7 cm. Bunga tersusun dalam malai. Bunga berkembang pada pagi hari dengan jangka waktu pembungaan pada satu malai berlangsung beragam antara 5 sampai

7 hari. Umumnya tanaman tebu menyerbuk silang dengan bantuan angin pembungaan berlangsung setelah pertumbuhan vegetatif selesai (± 12 bulan) (Sudiatso, 1982). Ekologi Tanaman Tanaman tebu adalah salah satu tanaman tropis yang memerlukan air dalam jumlah yang banyak, berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, curah hujan bulanan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah 200 mm/bulan pada 5 6 bulan berturut-turut, 125 mm/bulan 2 bulan transisi dan 75 mm/bulan pada 4-5 bulan berturut-turut. Menurut tipe iklim Oldeman, zona yang terbaik untuk tanaman tebu adalah tipe iklim C2 dan C3. Suhu rata-rata tahunan sebaiknya pada kisaran di atas 20 o C dan tidak kurang dari 17 o C dan kelembaban udara sekitar 85 persen. Pertumbuhan tanaman tebu akan baik jika terkena sinar matahari langsung. Sinar matahari tidak hanya penting dalam pembentukan gula dan tercapainya suatu kadar gula yang tinggi dalam batang, tetapi juga mempercepat proses pemasakan. Kadar sukrosa tebu tertinggi pada penyinaran selama 7 9 jam per hari. Jenis tanahnya alluvial, regosol, mediteran, latosol, gromosol, podzolik merah kuning, litosol. Tekstur tanahnya sedang - berat, strukturnya baik dan mantap, tanah cukup subur dengan kedalaman minimal 50 cm. Ketinggian tempat antara 0-500 m dpl. Kemiringan lahan maksimal 15% dan kadar ph sekitar 5,7 7 (Dinas Perkebunan Jawa Barat, 2008). Bibit Tebu Bibit merupakan modal utama dan pertama bagi keberhasilan usaha budidaya tebu. Oleh karena itu penyediaan bibit bagi pertanaman tebu harus dilakukan sesuai dengan tata cara penyediaan bibit yang benar. Bibit tebu unggul yang digunakan harus memenuhi syarat sehat dan murni. Bibit sehat artinya bibit yang digunakan harus bebas dari hama dan penyakit serta memiliki kemampuan tumbuh yang baik sebagai cikal bakal tanaman produksi yang berasal dari tanaman bibitan dengan umur antara 6 7 bulan. Bibit murni

artinya varietas unggul yang digunakan sebagai bibit terjamin tidak ada campuran varietas lain (Umarjono dan Samoedi, 1993). Menurut Sastrowijono (1997), menyatakan bahwa bibit yang bermutu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : varietas tebu unggul, umur bibit yang dipilih berumur 6 8 bulan, daya kecambah 90 % atau lebih, kesehatan terhadap serangan hama penggerek batang < 2 %, serangan penggerek pucuk dan hama lain < 5 %. Bibit tebu yang digunakan sebagai bahan tanam pada kebun tebu giling umumnya berasal dari kebun bibit dataran (tebu bibit) dan dari kebun tebu giling. Bibit yang digunakan dari kebun bibit dataran berupa bagal, yaitu tebu yang dipotong pendek pada bagian pangkal dan pucuknya sehingga diperoleh batang yang panjangnya 0.7 1.4 meter, dan bibit rayungan, yaitu bibit tebu yang pada bagian mata tunasnya telah tumbuh lebih dahulu menjadi tunas yang berdaun 4 5 helai. Bibit yang berasal dari tebu giling yaitu stek pucuk (Sutjahja, 1993). (KTG) (KBD) Gambar 1. Bibit Tebu dari KTG dan KBD. Bibit yang digunakan untuk pertanaman tebu giling dibagi ke dalam tiga klasifikasi posisi batang, yaitu posisi mata pada batang bagian atas, bawah dan tengah. Ketiga posisi mata tersebut memiliki pola pertumbuhan tanaman yang berbeda, dimana untuk bibit asal top stek memiliki pola pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan posisi batang dibawahnya. Menurut Barnes dalam Utoyo (2001) menyatakan bahwa mata tunas yang berada pada posisi lebih atas bagian batang tebu lebih mudah berkecambah dibandingkan dengan mata tunas yang

berada di bawahnya, selain disebabkan sifat dormansi pucuk, juga disebabkan adanya seludang daun yang melindunginya sehingga mampu melestarikan daya tumbuhnya. Kebun Bibit Pembibitan memerlukan perencanaan dan persiapan jauh sebelumnya dengan memperhatikan perkembangan varietas unggul baru dan susunan varietas yang akan ditanam supaya terjamin mutu bibitnya. Perbanyakan tanaman tebu untuk produksi dilakukan dengan cara pembiakan vegetatif dengan menggunakan stek (cuttings). Bibit dari stek ini dapat diperoleh dari Tebu Bibit (Kebun Bibit) dan Tebu Giling (Kebun Tebu Produksi). Dalam pertanaman tebu dikenal berbagai kebun bibit, antara lain : Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI), dan Kebun Bibit Datar (KBD) (Sudiatso, 1982). Pembangunan kebun bibit tebu dilakukan secara berjenjang dengan tujuan untuk : 1). Memperoleh bibit yang murni, sehat, berkualitas dengan daya tumbuh baik dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan, 2). Mempersiapkan pemenuhan kebutuhan bibit pada dua tahun yang akan datang berdasarkan luas areal kebun tebu dan komposisi varietas yang akan ditanam, 3). Memperbanyak varietas unggul baru untuk menggantikan varietas lama yang kurang unggul/baik (Dirjenbun, 2009). Kebun Bibit Pokok (KBP) disediakan P3GI melalui perwakilanperwakilannya. Penanaman di KBP dilaksanakan pada bulan Desember, Januari dan Februari dengan luasan yang ditanam 0,1 persen dari luasan tebu giling. Bibit yang ditanam pada KBP ini adalah jenis-jenis tebu baru dari Pusat Penelitian Perusahaan Gula Indonesia (P3GI). Kebun Bibit Nenek (KBN) adalah kebun bibit tempat memperbanyak bibit murni dan sehat yang berasal dari P3GI dengan maksud untuk memperoleh bibit tebu yang murni dan sehat seperti bibit asalnya. Kebun bibit nenek disediakan PG dan P3GI untuk membantu apabila ada kegagalan dalam penangkaran di PG. Penanaman bibit di KBN dilaksanakan pada bulan Juli,

Agustus, dan Desember dengan luasan yang ditanam 0,5 persen dari luas tebu giling. Kebun Bibit Induk (KBI) adalah kebun bibit tempat memperbanyak bibit yang murni dan sehat yang berasal dari KBN, dengan demikian, KBI merupakan kelanjutan usaha memperbanyak bibit murni dan sehat. Kebun bibit induk disediakan PG, ditanam pada bulan Februari, Maret dan April dengan luasan yang ditanam 2,5 persen dari luas tebu giling. Kebun Bibit Datar (KBD) berfungsi untuk memperbanyak bibit yang bermutu tinggi yang berasal dari KBI. Bibit yang dihasilkan oleh KBD ini merupakan bibit yang akan ditanam di KTG sebagai pertanaman biasa. Mengingat keperluan praktisnya, maka letak KBD hendaknya berada di sekitar areal yang akan ditanami atau disebar di daerah-daerah kerja perusahaan perkebunan gula. Kebun bibit datar disediakan PG, ditanam bulan September, Oktober, November / Desember, dengan luasan yang ditanam 12 persen dari luas tebu giling (Sutjahja, 1993). Pelaksanaan kebun bibit memerlukan lahan dengan syarat sebagai berikut : tanah yang subur dengan solum cukup dalam (lebih dari 60 cm), air untuk pengairan dapat mencukupi kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif yang optimal dan terisolir dari tanaman atau tumbuhan-tumbuhan yang dapat menjadi tanaman inang. Penyebaran KBD sudah merata tetapi lahan yang digunakan tidak semuanya lahan yang memenuhi syarat untuk kebun bibit. Masalahnya lahan yang baik lebih diutamakan untuk kebun tebu produksi dibandingkan untuk kebun bibit dan ada kebun bibit datar yang dijadikan sebagai kebun tebu giling karena pertumbuhannya yang baik untuk mencapai suatu produksi yang tinggi (Sutjahja, 1993).

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bibit tebu dalam bentuk stek dengan satu mata tunas, polybag ukuran diameter 40 cm, puradan, pupuk kandang, pasir dan tanah. Varietas tebu yang digunakan adalah jenis PA 117 dari PG. Rajawali II, Subang. Pupuk yang digunakan adalah ZA, SP-36 dan KCl. Alat-alat yang digunakan meliputi timbangan, penggaris atau meteran, jangka sorong dan alat standar lainnya. Metode Penelitian Percobaan ini akan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot) dengan dua faktor yaitu faktor pertama perlakuan Asal Bibit (T) dengan dua taraf yaitu bibit dari Kebun Bibit Datar (1) dan Kebun Tebu Giling (2) sebagai petak utama dan faktor kedua yaitu Penggunaan Posisi Batang (B) dengan tiga taraf yaitu Batang Bawah (1), Batang Tengah (2) dan Batang Atas (3) sebagai Anak Petak. Terdapat 18 satuan percobaan dan setiap satu satuan percobaan terdiri dari tiga tanaman dengan tiga ulangan, sehingga terdapat 54 tanaman percobaan. Model aditif dari rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ijk = µ + α i + β j + δ ij + τ k + (ατ) ik + є ijk Y ijk = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij = Pengaruh kelompok ke-j = Galat I τ k = Pengaruh perlakuan posisi mata tunas ke-k (k = 1,2,3) (ατ) ik = Pengaruh interaksi antara faktor perlakuan asal bibit dan posisi mata є ijk = Pengaruh galat percobaan perlakuan asal bibit dan posisi mata tunas

Bila hasil uji F pada analisis ragam menunjukkan berbeda nyata, maka uji statistik selanjutnya adalah uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Pelaksanaan Penelitian Persiapan Media Persiapan media diawali dengan pencampuran bahan antara pasir, tanah (top soil) dan pupuk kandang, dengan komposisi perbandingan 1:2:1 atau 150 kg pasir, 300 kg tanah dan 150 kg pupuk kandang. Ketiganya diaduk secara merata menggunakan cangkul, kemudian dimasukkan ke dalam polybag (10 kg/polybag) berukuran diameter 40 cm dan dipadatkan. Persiapan Bibit Persiapan bibit yang dilakukan meliputi pembagian bibit tebu berdasarkan asal kebun bibit dan posisi mata tunasnya. Bibit tebu yang digunakan berasal dari dua kebun bibit yaitu bibit dari kebun bibit datar (KBD) dan bibit dari kebun tebu giling (KTG). Bibit dari KBD yang digunakan bibit yang berumur 7 bulan, sedangkan bibit dari KTG yang digunakan yaitu bibit yang diambil dari tanaman tebu yang siap untuk memasuki proses penggilingan. Proses pembagian posisi mata tunas (batang atas, tengah dan bawah) menggunakan dua metode pemilihan. Metode pertama, batang tebu yang sudah dipisahkan berdasarkan asal kebun bibitnya tersebut, dibagi tiga porsi sama panjang. Metode yang kedua, dilakukan dengan cara melihat keragaan warna batang dari bibit tersebut, dimana untuk mata tunas dengan posisi batang bawah, warna batangnya terlihat hijau tua dengan tekstur batang keras, pada posisi batang bagian tengah, warna batang terlihat kuning, sedangkan untuk bagian atas, warna batang tebu terlihat hijau muda dan segar. Bibit yang telah terbagi tersebut dipotong pada setiap ujungnya dengan kemiringan sekitar 45 0, bibit kemudian dipotong dengan ukuran stek 10 cm per satu mata tunas. 10 cm Gambar 2. Stek Tebu dengan Satu Mata Tunas.

Gambar 3. Pembagian Posisi Mata Tunas Tebu. Penanaman Bibit tebu yang ditanam berupa stek batang dengan panjang sekitar 10 cm dengan satu mata tunas. Bibit ditanam dalam polybag berdiameter 40 cm dengan mata tunas menghadap ke samping kemudian bibit ditimbun dengan tanah setebal 5 cm. Tanaman dipupuk dengan ZA dosis 600 kg/ ha (10 g/polybag), SP-36 dosis 300 kg/ha (5g/polybag) dan KCl dosis 300 kg/ha (5g/polybag). Pemupukan ZA dan KCl dilakukan 2 kali aplikasi yaitu pada saat awal tanam dan 1 bulan setelah tanam (1 BST), sedangkan pemupukan SP -36 hanya dilakukan pada awal tanam saja Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, pengendalian gulma dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman selain mengandalkan kondisi hujan, juga dilakukan dengan beberapa cara yaitu penyiraman satu kali setelah tanam, satu minggu dua kali hingga 6 MST dan satu bulan sekali hingga 16 MST. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang muncul dipermukaan sampai ke akar-akarnya pada area polybag pertanaman tebu. Kegiatan pemeliharaan gulma di area sekitar polybag atau lahan dilakukan pemeliharaan seminggu sekali untuk menghindari persaingan dan tempat serangga

dan penyakit bersarang. Pengendalian hama dilakukan secara manual dengan membuang berbagai jenis serangga yang ada pada tanaman seperti serangga jenis belalang, ulat dan yang lainnya, sedangkan pengendalian hama secara kimiawi menggunakan pestisida (Curacon) dengan konsentrasi 1 ml/liter, untuk menghindari tingkat penyebaran yang lebih tinggi lagi. Pengendalian penyakit dilakukan secara manual dengan melakukan sanitasi pada tanaman tebu yang terjangkit dengan membuang bagian tanaman yang terserang penyakit untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Pengamatan Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi : 1. Kecepatan tumbuh mata tunas. Penghitungan kecepatan tumbuh mata tunas dilakukan setiap hari sampai hari ke- 7, ditandai sampai dengan mata tunas melentis artinya mata tunas pada bibit telah tumbuh dan muncul sebuah taji hingga ke permukaan tanah. Kecepatan tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus (Sadjad, 1993): 7 Kecepatan tumbuh = 1 d b t 100 % Keterangan : d = Jumlah tunas yang tumbuh pada hari tertentu b = Jumlah bibit yang ditanam t = Waktu tumbuh tunas (hari). 2. Tinggi tanaman Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada seluruh tanaman dalam satuan perlakuan yang diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi, pengukuran dilakukan dua minggu sekali. Pengamatan dilakukan mulai 2 MST sampai 16 MST. 3. Jumlah daun per tanaman Daun yang dihitung adalah daun hidup yang telah terbuka secara sempurna, ditandai dengan cincin daun yang telah terlihat. Pengamatan dilakukan dua minggu sekali mulai dari 2 MST sampai 16 MST.

4. Jumlah anakan Penghitungan dilakukan terhadap jumlah anakan yang hidup dan tumbuh di atas permukaan tanah. Penghitungan dilakukan pada akhir percobaan (16 MST). 5. Diameter batang Pengukuran diameter batang dilakukan pada ruas yang ke-2 dari bawah pada akhir percobaan (16 MST) dengan menggunakan jangka sorong.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban, intensitas cahaya matahari cukup sesuai untuk kriteria pertumbuhan vegetatif tanaman tebu (Tabel 1). Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, 2010 Bulan Curah Hujan (mm) Kelembaban Udara (%) Intensitas Cahaya (Cal/cm 2 ) Agustus 33.1 75 317 September 156.8 75 355 Oktober 415.8 82 300 November 407 84 252 Desember 258.2 85 240 Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Darmaga, Bogor 2010. Kondisi curah hujan pada saat awal penanaman sangat rendah (bulan Agustus - September) untuk pertumbuhan vegetatif tanaman tebu, sehingga dilakukan pemberian air yang cukup intensif, namun pada bulan berikutnya curah hujan dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Kecepatan Tumbuh Mata Tunas Perlakuan asal kebun bibit menunjukkan pengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh mata tunas. Pada Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan bibit yang berasal dari Kebun Bibit Datar (KBD) menghasilkan persentase kecepatan tumbuh yang lebih besar dan hari tumbuh yang lebih cepat dibandingkan dengan bibit asal Kebun Tebu Giling (KTG). Perlakuan penggunaan posisi mata tunas memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter kecepatan tumbuh. Posisi mata tunas pada batang atas dan tengah memberikan pertumbuhan mata tunas yang lebih baik

dibandingkan pada mata bagian bawah. Mata tunas pada top stek dan batang tengah memiliki persentase tumbuh per hari rata-rata sebesar 8 % dengan waktu tumbuh mata tunas yang lebih cepat yaitu tunas tumbuh pada hari ke-4, dibandingkan dengan mata tunas pada batang bawah persentase mata tunas per hari rata-rata sebesar 7 % dengan waktu tumbuh mata tunas yang lebih lambat yaitu pada hari ke-5. Kombinasi dari kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya suatu interaksi. Tabel 2. Kecepatan Tumbuh Mata Tunas pada 1 7 HST Perlakuan Kecepatan Tumbuh Mata Tunas -%/etmal- --hari-- -%/7 hari- Asal Kebun KBD 8.5a 4.1b 59.5 KTG 7.37b 4.8a 51.59 Posisi Mata Tunas Batang Atas 8.57a 4.1b 59.99 Batang Tengah 8.2ab 4.3ab 57.4 Batang Bawah 7.04b 5a 49.28 Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom asal kebun dan posisi mata tunas tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman dipengaruhi sangat nyata oleh perlakuan asal kebun bibit. Perlakuan asal bibit tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST hingga 6 MST, namun pada pertumbuhan berikutnya, pada 8 MST hingga 16 MST penggunaan asal bibit menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman asal KBD pada 2 MST hingga 16 MST selalu memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan tanaman asal kebun tebu giling. Perlakuan penggunaan posisi mata tunas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman tebu. Mata tunas pada batang atas selalu menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan posisi mata tunas batang bawah pada 2 MST hingga 16 MST, namun mata tunas pada top stek tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan batang bawah (Tabel 3).

Mata tunas pada batang tengah menunjukkan adanya suatu perbedaan yang nyata dengan batang bawah pada 2, 12, 14 dan 16 MST. Kombinasi perlakuan asal kebun dan posisi mata tunas menunjukkan adanya suatu interaksi pada umur 12 MST hingga 16 MST. Penggunaan bibit dari KBD pada setiap posisi mata tunasnya, cenderung memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang relatif lebih cepat dibanding dari bibit asal KTG. Tinggi tanaman terbaik dimiliki oleh tanaman asal KBD dengan mata tunas bagian atas dan tengah. Tabel 3. Tinggi Tanaman pada 2 16 MST 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST -------cm------- Asal Kebun KBD 14.38a 32.81a 56.89a 84.15a 115.54a 151.19a 186.63a 230.12a KTG 13.77a 31.76a 54.03a 78.73b 106.52b 134.08b 162.63b 193.97b Posisi Mata Tunas B. Atas 15.21a 35.66a 59.34a 86.19a 117.32a 148.79a 179.88a 221.74a B. Tengah 14.97a 33.21ab 55.96ab 81.97ab 111.42ab 144a 178.51a 217.03a B. Bawah 12.04b 27.98b 51.08b 76.14b 104.33b 135.1b 165.52b 197.37b Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom asal kebun dan posisi mata tunas tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%. Jumlah Daun Per Tanaman Perlakuan asal kebun bibit tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun per tanaman. Perlakuan tunggal dari penggunaan posisi mata tunas memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun per tanaman tebu. Posisi mata tunas pada batang atas atau top stek menghasilkan jumlah daun terbanyak pada 2 MST 16 MST pengamatan dan berbeda nyata dengan perlakuan posisi mata tunas batang bawah pada 2, 6, 14 dan 16 MST, namun mata tunas pada top stek tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan mata tunas pada batang tengah. Kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya suatu interaksi.

Jumlah Daun pada 16 MST (cm) Tabel 4. Jumlah Daun pada 2 16 MST Perlakuan Jumlah Daun 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST Asal Kebun KBD 0.70 2.18 3.93 5.63 7.44 9.07 10.7 12.74 KTG 0.67 2.15 3.96 5.56 7.19 8.74 10.48 12.26 Posisi Mata Tunas B. Atas 0.83a 2.39a 4.22a 5.89a 7.72a 9.44a 11.28a 13a B. Tengah 0.78ab 2.22a 3.94ab 5.67a 7.22a 8.83a 10.5b 12.44ab B. Bawah 0.44b 1.89a 3.67b 5.22a 7a 8.44a 10b 12.06b Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom asal kebun dan posisi mata tunas tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%. 13,5 13,0 12,5 12,0 11,5 Y = 9.744 + 0.01300 X r = 0.539 R = 29 % 11,0 180 190 200 210 220 230 240 Tinggi Tanaman pada 16 MST (cm) 250 260 Gambar 4. Hubungan Tinggi Tanaman dengan Jumlah Daun pada 16 MST Berdasarkan pada Gambar 2, terlihat bahwa hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan hubungan tinggi tanaman dengan jumlah daun pada 16 MST berbeda secara nyata, dengan nilai koefisien korelasi (r) positif sebesar 0.539, koefisien determinan 29 % dan persamaan regresinya yaitu Y = 9.74 + 0.013 X. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara jumlah daun per tanaman dengan tinggi tanaman tebu sangat erat kaitannya karena nilai koefisien korelasinya lebih dari 0.50. Nilai koefisien korelasi (r) yang bernilai positif artinya semakin tinggi peubah tinggi tanaman tebu maka semakin banyak pula jumlah

daun per tanaman tebu yang dihasilkan dan setiap perubahan dari 10 cm tinggi tanaman tebu maka jumlah daun tebu bertambah sebanyak 0.13 dengan persentase 29 % yang dapat dijelaskan dengan model. Hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan dari peubah jumlah daun per tanaman tebu mengikuti pola pertumbuhan dari peubah tinggi tanamannya. Terlihat pada Tabel 3 dan 4, bahwa jumlah daun pada tanaman asal kebun bibit datar secara kuantitatif memiliki jumlah daun lebih banyak pada 2 MST hingga 16 MST dibandingkan dengan tanaman asal kebun tebu giling walaupun tidak terdapat perbedaan yang nyata. Begitu pula dengan mata tunas pada top stek dan batang tengah memiliki jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan mata tunas pada batang bawah. Ini sejalan dengan pola pertumbuhan dari tinggi tanaman tebu, pada tanaman asal KBD dan mata tunas pada top stek dan batang tengah memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Jumlah Anakan Jumlah anakan yang dihitung pada akhir percobaan (4 BST) menunjukkan bahwa perlakuan asal kebun bibit memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan tebu. Perlakuan bibit asal KBD menghasilkan jumlah anakan lebih banyak dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan bibit asal KTG, dengan jumlah rata-rata 12 batang, sementara perlakuan tunggal dari penggunaan posisi mata tunas tidak menunjukkan adanya suatu perbedaan yang nyata, begitu pula dengan kombinasi dari kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya suatu interaksi. Tabel 5. Jumlah Anakan pada 16 MST Perlakuan Jumlah Anakan (Batang) Asal Kebun KBD 11.56a KTG 9.89b Posisi Mata Tunas Batang Atas 11.17 Batang Tengah 11.17 Batang Bawah 9.83 Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata pada uji BNJ Taraf 5%.

Diameter Batang Hasil pengukuran diameter batang pada 4 BST menunjukkan bahwa perlakuan asal kebun bibit dan penggunaan posisi mata tunas tidak terdapat suatu interaksi yang nyata. Pengaruh tunggal dari masing-masing perlakuan pun tidak menunjukkan adanya suatu perbedaan yang nyata. Diameter batang rata-rata berkisar antara 1,39 1,48 cm (Tabel 6). Tabel 6. Diameter Batang pada 16 MST Perlakuan Diameter Batang (cm) Asal Kebun KBD 1.42 KTG 1.44 Posisi Mata Tunas Batang Atas 1.42 Batang Tengah 1.48 Batang Bawah 1.39 Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Jumlah Anakan dan Diameter Batang Tebu Hasil analisis regresi dan korelasi pada Tabel 7, menunjukkan adanya hubungan antara kecepatan tumbuh dengan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan tebu, tetapi tidak terdapat hubungan dengan diameter batang tebu. Hubungan kecepatan tumbuh dengan tinggi tanaman tebu menunjukkan hubungan yang nyata dengan koefisien korelasi yang bernilai positif yaitu 0.812 dan nilai koefisien determinan sebesar 65.9 % dengan persamaan garis Y = 34.79 + 22.34 X. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara kecepatan tumbuh dengan tinggi tanaman tebu sangat erat karena nilai koefisien korelasinya lebih besar dari 0.50. Artinya semakin tinggi persentase tumbuh dan semakin cepat tumbuh mata tunas tebu, maka semakin tinggi pula tinggi tanamannya, sehingga setiap penambahan 1 % kecepatan tumbuh per hari maka dapat meningkatkan tinggi tanaman sepanjang 22.3 cm. Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa peubah jumlah daun dan jumlah anakan tebu dipengaruhi secara nyata oleh kecepatan tumbuh

mata tunas, dengan nilai koefisien korelasi dan determinan yang sama yaitu 0.896 dan 80,3 % dan persamaan garis linier dari masing-masing peubah tersebut yaitu Y = 8.656 + 0.4845 X dan Y = 1.899 + 1.112 X. Peubah jumlah daun per tanaman dengan jumlah anakan tebu mempunyai hubungan yang erat terhadap peubah kecepatan tumbuh mata tunas tebu dengan respon yang sama, karena nilai dari koefisien korelasinya yang lebih besar dari 0.50 dan bernilai positif. Artinya semakin besar persentase tumbuh dan semakin cepat mata tunas tebu tumbuh, maka semakin banyak pula jumlah daun dan jumlah anakan yang dimiliki tanaman tebu tersebut, dengan persentase ketepatan sebesar 80.3 %, jadi setiap perubahan 1 % dari kecepatan tumbuh per hari dapat meningkatkan jumlah daun per tanaman sebesar 0.5 dan meningkatkan jumlah anakan sebesar 1.1. Korelasi antara kecepatan tumbuh dengan diameter batang tebu tidak menunjukkan adanya suatu pengaruh yang nyata, dengan nilai koefisien korelasinya yaitu 0.316, artinya setiap penambahan persentase dari kecepatan tumbuh per harinya tidak diikuti dengan adanya penambahan diameter batang tebu secara signifikan. Hubungan antara kecepatan tumbuh dengan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan dan diameter batang tebu disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Jumlah Anakan dan Diameter Batang Tebu Tolok Ukur Persamaan Garis Koefisien R² Korelasi (r) Tinggi Tanaman Y = 34.79 + 22.34 X r = 0,812* 65.9 % Jumlah Daun Y = 8.656 + 0.4845 X r = 0.896* 80.3 % Jumlah Anakan Y = 1.899 + 1.112 X r = 0.896* 80.3% Diameter Batang Y = 1.250 + 0.02264 X r = 0.316tn 10 % Keterangan : R² = koefisien determinasi (%), ** = sangat nyata pada taraf 1 %, * = nyata pada taraf 5 %, tn = tidak berbeda nyata.

Pembahasan Sebagai titik awal pertumbuhan tanaman, kecepatan tumbuh bibit yang sedang mengalami proses perkecambahan sangat mempengaruhi keragaan pertumbuhan tebu pada tahap selanjutnya. Fase perkecambahan merupakan titik awal dari kehidupan tanaman tebu yang dapat melanjutkan pertumbuhan ke stadium selanjutnya (Kuntohartono, 1999). Effendi (1984) menyatakan bahwa perkecambahan pada tanaman tebu merupakan fase yang sangat penting peranannya dalam menentukan keberhasilan suatu tanaman, karena perkecambahan yang jelek dapat dipastikan akan menghasilkan pertumbuhan yang jelek pula. Semakin besar persentase kecepatan tumbuh dan semakin cepat mata tunas tumbuh berarti waktu untuk pemecahan dormansi yang dibutuhkan bibit semakin singkat. Bibit asal kebun bibit datar memiliki persentase kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dan waktu mata tunas tebu tumbuh yang lebih cepat dibandingkan dengan bibit asal kebun tebu giling. Hal ini menunjukkan bahwa bibit asal kebun bibit datar memberikan kontribusi atau respon yang baik terhadap kecepatan tumbuh dari mata tunas tebu, karena bibit yang digunakan dari kebun bibit datar cenderung masih dalam kondisi tanaman yang optimal dan muda (6 8 bulan) untuk melakukan proses dormansi yang lebih baik dibandingkan bibit yang berasal dari kebun tebu giling yang cenderung kondisi bibitnya telah melalui proses kematangan secara fisiologis. Menurut Sastrowijono (1997), bibit yang bermutu harus memiliki persyaratan umur bibit yang dipilih antara 6 8 bulan, karena pada kondisi ini bibit memiliki nilai penangkaran yang baik, dan bibit tebu yang masih muda banyak mengandung air, sebaliknya bibit tebu yang sudah terlampau tua memiliki pertumbuhan mata tunas yang lambat bahkan kemungkinan mata tunas tidak tumbuh. Posisi mata tunas pada batang tebu bagian atas dan batang tengah memiliki persentase kecepatan tumbuh lebih tinggi dan waktu mata tunas tumbuh yang lebih cepat dibandingkan dengan mata tunas pada batang bagian bawah (Tabel 2). Mata tunas pada batang atas dilindungi oleh seludang daun yang relatif muda, sedangkan mata tunas pada batang bawah dilindungi daun-daun roset yang tersusun dari sel-sel yang sudah tua dalam jaringan yang keras. Lapisan pelindung

mata tunas yang sangat keras pada stek menyebabkan dormansi, plumula sulit atau bahkan gagal menembusnya. Kondisi ini juga disebabkan karena pada mata tunas bagian atas kandungan auksin dan nitrogen yang berada pada stek tersebut masih relatif tinggi, sehingga mampu merangsang pemecahan dormansi yang lebih cepat, sebaliknya pada mata tunas bagian bawah kandungan auksin dan nitrogen dari stek bibit sangat rendah sehingga dapat menyebabkan mata tunas bibit sulit untuk tumbuh. Menurut King dalam Utoyo (2001) menyatakan bahwa bahan tanaman yang berasal dari batang atas memiliki kecepatan tumbuh yang lebih tinggi daripada bahan dari bagian bawah batang disebabkan oleh kandungan nitrogen pada batang atas lebih tinggi. Barnes dalam Utoyo (2001), menambahkan bahwa mata tunas yang berada pada posisi lebih atas bagian batang (tengah - atas) tebu lebih mudah tumbuh dibandingkan dengan mata tunas yang berada di bawah, selain disebabkan sifat dormansi pucuk, juga disebabkan adanya seludang daun yang melindunginya sehingga mampu melestarikan daya tumbuhnya. Karakter tinggi tanaman pada tebu merupakan salah satu indikator dari hasil produksi tebu, karena berkaitan dengan bobot batang tebu. Batang tebu merupakan bagian terpenting dalam produksi gula karena mengandung nira, pada batang tebu mengandung jaringan parenkim berdinding tebal yang banyak mengandung cairan (Disbunjabar, 2008). Perlakuan asal bibit dan penggunaan posisi mata tunas memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman tebu. Kedua perlakuan tersebut menunjukkan adanya suatu interaksi nyata terhadap tinggi tanaman tebu. Tinggi tanaman tebu terbaik dimiliki oleh tanaman asal kebun bibit datar dengan posisi mata bagian atas dan tengah. Pada Tabel 3, terlihat bahwa tinggi tanaman tebu dari tanaman asal kebun bibit datar dan posisi mata pada batang atas menghasilkan tinggi tanaman paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain, namun mata tunas pada top stek tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap mata tunas pada batang tengah. Menurut Umarjono dan Samoedi (1993), bahwa penggunaan bibit yang berasal dari kebun bibit datar (KBD) memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan tanaman tebu dan tingkat produktivitas tanaman terutama pada rendemen tebu. Menurut Utoyo (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tinggi tanaman sejak 3 MST hingga 15 MST dipengaruhi secara nyata oleh jenis stek, nilai yang dicapai

oleh top stek selalu lebih tinggi dibandingkan dengan batang bawah. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit dari kebun bibit datar dengan mata tunas bagian atas batang dan tengah dapat meningkatkan tinggi tanaman tebu. Peubah tinggi tanaman memiliki nilai koefisien korelasi dan determinasi yang bernilai positif yaitu 0.812 dan 65.9 %, artinya peubah tinggi tanaman mempunyai hubungan yang erat dan respon yang baik terhadap pertumbuhan dari kecepatan tumbuh mata tunasnya, sehingga semakin tinggi persentase kecepatan tumbuh dan semakin cepat mata tunas tebu tumbuh maka semakin tinggi pula tinggi tanaman tersebut. Penggunaan bibit dari batang atas memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun per tanaman tebu. Mata tunas pada batang atas selalu memiliki jumlah daun lebih banyak daripada tanaman asal batang bawah pada umur 2, 6, 14 dan 16 MST, namun mata tunas pada batang atas tidak berbeda nyata dengan batang tengah. Kecepatan pertumbuhan daun pada bibit tebu yang lebih muda, lebih cepat bertambah dibandingkan dengan bibit tebu yang telah masak (Disbunjatim, 2008). Berdasarkan analisis regresi dan korelasi pada Gambar 1 menunjukkan bahwa tolok ukur jumlah daun mengikuti pola dari tinggi tanaman karena memiliki nilai koefisien korelasi yang bernilai positif dan mempunyai hubungan yang erat karena nilai koefisien korelasinya lebih besar dari 0.50 yaitu 0.539, artinya semakin tinggi tanaman tebu semakin banyak pula jumlah daun tanaman tebu tersebut. Penggunaan bibit dari kebun bibit datar secara nyata berpengaruh terhadap jumlah anakan tebu yang dihasilkan. Tanaman asal kebun bibit datar memiliki jumlah anakan lebih banyak dan berbeda nyata dari tanaman asal kebun tebu giling dengan jumlah rata-rata 12 batang. Secara kuantitatif jumlah anakan pada tanaman tebu dari bibit asal batang atas dan batang tengah lebih banyak dari pada bibit asal batang bawah dengan jumlah anakan rata-rata 11 batang. Menurut Utoyo (2001), menjelaskan bahwa jumlah anakan dipengaruhi secara nyata oleh jenis stek dan pada 14 MST tanaman asal batang atas memiliki rata-rata jumlah anakan lebih banyak dibandingkan dengan tanaman asal batang bawah. Hasil analisis regresi dan korelasi dari jumlah anakan tebu dipengaruhi secara nyata oleh peubah kecepatan tumbuh dengan nilai koefisien korelasi yang positif,

artinya setiap perubahan persentase kecepatan tumbuh per harinya dan semakin cepat mata tunas tebu tumbuh dapat meningkatkan jumlah anakan tebu yang dihasilkannya. Perlakuan asal bibit dan penggunaan posisi mata tunas tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap diameter batang. Kombinasi kedua perlakuan tersebut juga tidak menunjukkan adanya suatu interaksi. Hal ini disebabkan karena untuk peubah diameter batang fase pertumbuhannya masih relatif lebih panjang hingga umur tanaman mencapai fase kemasakan yaitu pada umur 9 BST, sedangkan umur tanaman yang diamati ini hanya sampai pada umur 4 BST sehingga diameter batang tebu yang terbentuk belum bisa menunjukkan perbedaan pertumbuhan secara signifikan dari setiap perlakuan. Menurut Disbunjatim (2008), Fase pertumbuhan pemanjangan dan pembesaran batang terjadi pada umur tebu antara 3-9 bulan, hal ini terkait dengan perubahan fisik tanaman yang terjadi begitu cepat dan dapat menghasilkan biomasa setiap periode waktu yang sangat cepat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan asal bibit yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman tebu pada peubah tinggi tanaman, kecepatan tumbuh mata tunas, dan jumlah anakan tebu. Tanaman yang berasal dari kebun bibit datar (KBD) memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman dari kebun tebu giling (KTG), kecuali pada peubah jumlah daun dan diameter batang tebu karena tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai kecepatan tumbuh, tinggi tanaman pada 16 MST, dan jumlah anakan pada tanaman asal KBD bertururt-turut yaitu 8,5 %, 230,12 cm, dan 12 anakan. Perlakuan posisi mata tunas memberikan pengaruh secara nyata terhadap peubah kecepatan tumbuh, tinggi tanaman dan jumlah daun tebu. Mata tunas pada batang atas memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan mata tunas pada batang bawah, akan tetapi mata tunas pada batang atas tidak terdapat perbedaan secara nyata dengan mata tunas pada batang tengah. Hal ini menunjukkan bahwa posisi mata tunas pada batang tengah dan batang atas dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu yang lebih baik. Adanya suatu interaksi antara perlakuan asal bibit dengan posisi mata tunas pada peubah tinggi tanaman tebu. Tanaman asal kebun bibit datar memiliki pertumbuhan yang baik pada semua posisi mata tunasnya (batang atas, tengah dan bawah), sedangkan tanaman asal kebun tebu giling hanya pada posisi mata tunas batang atas yang memiliki pertumbuhan tanaman yang baik. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sampai dengan panen. 2. Penggunaan bibit tebu dari KBD lebih diutamakan dan penggunaan bibit tebu dari KTG harus mata tunas pada batang atas, agar mendapatkan pertumbuhan tanaman tebu yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, A. C. 1964. The Sugarcane. 456 p. Dalam E. Utoyo. Pengaruh Perendaman Stek Tebu (Saccharum officinarum L.) dalam Larutan Urea Terhadap Perkecambahan dan Pertunasan. 2001. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Departemen Pertanian. 2009. Usaha pembibitan tebu sangat strategis. www.deptan.co.id [25 Juni 2010]. Dinas Perkebunan Jawa Barat. 2008. Landasan pola budidaya tebu. www.disbunjabar.co.id [7 Desember 2008]. Dinas Perkebunan Jawa Timur. 2008. Pola pertumbuhan tanaman tebu. www.disbunjatim.co.id [7 Desember 2008]. Dirjenbun. 2009. Petunjuk teknik pembangunan kebun bibit untuk tebu gula merah. www.dirjenbun.co.id [25 Januari 2009].. 2009. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia menurut pengusahaan area and production by category of producer and tree crop classification. www.dirjenbun.co.id [25 Januari 2009]. Effendi, H. 1984. Perkecambahan tebu pada berbagai jenis tanah dengan kadar air berbeda. Prosididng Pertemuan Teknis Tengah Tahunan I. Balai Penyelidikan Perusahaan Perkebunan Gula. Pasuruan. Hal. 54 59. Indiarto. 1996. Produksi gula tebu lahan kering dengan aplikasi dua macam bentuk urea dan perbedaan waktu pemupukan urea tahap pertama. Fakultas Pertanian. Universias Lampung. Jurnal Agrotropika 1 : 1 8. King, N, J., W. Mungomery and C. G. Hughes. 1953. Manual of Cane Griwing. Dalam E. Utoyo. Pengaruh Perendaman Stek Tebu (Saccharum officinarum L.) dalam Larutan Urea Terhadap Perkecambahan dan Pertunasan. 2001. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kuntohartono, T. 1999. Perkecambahan tebu. Gula Indonesia XXIV (1): 56 61. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal. Sastrowijono, S. 1997. Mutu bibit tebu dalam menunjang produktivitas hasil gula. Gula Indonesia XXII (1) : 3 6. Sutjahja, G. I. 1993. Pola penyediaan bibit untuk petani program TRI di wilayah pabrik gula Gempolkrep. Majalah Berita. (8) : 34 46.

Sudiatso, S. 1982. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 42 hal. Sutjahja, G. I. 1993. Pola penyediaan bibit untuk petani program TRI di wilayah pabrik gula Gempolkrep. Majalah Berita (8) : 34 46. Umarjono, D. dan D. Samoedi. 1993. Masalah penggunaan kebun bibit datar pada tebu rakyat intensifikasi di Jawa Timur tahun 1987-1991. Majalah Perusahaan Gula XXIX (3-4) : 16-23. Utoyo, E. 2001. Pengaruh Perendaman Stek Tebu (Saccharum officinarum L.) Dalam Larutan Urea Terhadap Perkecambahan dan Pertunasan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wikipedia. 2008. Tebu. www.wikipedia.org [7 Desember 2008].

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 651.11 651.11 35.39** 0.0003 Ulangan 2 75.11 37.56 2.04 0.1922 Galat I 2 92.82 46.41 2.52 0.1415 Posisi Batang 2 444.79 222.39 12.09** 0.0038 Interaksi 2 234.33 117.16 6.37* 0.0222 Galat II 8 147.21 18.4 Umum 17 1645.36 kk = 4.17% Lampiran 2. Analisis Ragam Peubah Kecepatan Tumbuh Mata Tunas Tebu Sumber db JK KT F Hitung Pr > F Keragaman Asal Kebun 1 5.7 5.7 9.25* 0.016 Ulangan 2 2.4 1.2 1.94 0.2051 Galat I 2 3.77 1.89 3.06 0.1033 Posisi Batang 2 7.6 3.8 6.16* 0.024 Interaksi 2 0.31 0.15 0.25 0.7847 Galat II 8 4.93 0.62 Umum 17 24.71 kk = 9.89% Lampiran 3. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 0.5 0.5 2.57 0.1475 Ulangan 2 0.11 0.055 0.29 0.7588 Galat I 2 0.33 0.167 0.86 0.4600 Posisi Batang 2 2.11 1.055 5.43* 0.0324 Interaksi 2 0.33 0.167 0.86 0.4600 Galat II 8 1.55 0.194 Umum 17 4.94 kk = 7.28%

Lampiran 4. Analisis Ragam Peubah Jumlah Anakan Tebu Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 12.5 12.5 6.43* 0.0350 Ulangan 2 2.78 1.39 0.71 0.5183 Galat I 2 22.33 11.17 5.74* 0.0284 Posisi Batang 2 7.11 3.55 1.83 0.2218 Interaksi 2 1.33 0.67 0.34 0.7197 Galat II 8 15.55 1.94 Umum 17 61.61 kk = 13.01% Lampiran 5. Analisis Ragam Peubah Diameter Batang Tebu Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 0.0008 0.0008 0.04 0.8544 Ulangan 2 0.023 0.01 0.54 0.6013 Galat I 2 0.064 0.032 1.52 0.2756 Posisi Batang 2 0.023 0.01 0.55 0.598 Interaksi 2 0.05 0.23 1.1 0.379 Galat II 8 0.17 0.021 Umum 17 0.32 kk = 10.12% Lampiran 6. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 2 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 1.64 1.64 0.67 0.4382 Ulangan 2 4 2 0.81 0.477 Galat I 2 17.78 8.89 3.61 0.0764 Posisi Batang 2 37.31 18,65 7.57* 0.0143 Interaksi 2 8.1 4.05 1.64 0.2524 Galat II 8 19.71 2.46 Umum 17 88.55 kk = 11.2%

Lampiran 7. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 4 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 5.01 5.01 0.35 0.5712 Ulangan 2 40.69 20.345 1.41 0.2978 Galat I 2 73.09 36.54 2.54 0.1399 Posisi Batang 2 184.85 92.42 6.43* 0.0217 Interaksi 2 24.8 12.4 0.86 0.458 Galat II 8 115.06 14.38 Umum 17 443.5 kk = 11.7% Lampiran 8. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 6 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 36.88 36.88 1.8 0.2168 Ulangan 2 70 35 1.71 0.2414 Galat I 2 57.03 28.51 1.39 0.3033 Posisi Batang 2 206.97 103.48 5.05* 0.0382 Interaksi 2 18.61 9.30 0.45 0.6508 Galat II 8 164.1 20.51 Umum 17 553.6 kk = 8.2% Lampiran 9. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 8 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 132.3 132.3 7.67* 0.0243 Ulangan 2 62.14 31.07 1.8 0.2259 Galat I 2 59.53 29.76 1.73 0.238 Posisi Batang 2 305.59 152.79 8.86** 0.0094 Interaksi 2 98.06 49.03 2.84 0.1167 Galat II 8 137.92 17.24 Umum 17 795.53 kk = 5.1%

Lampiran 10. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 10 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 366.32 366.32 12.85** 0.0071 Ulangan 2 97.13 48.56 1.7 0.2418 Galat I 2 140.62 70.31 2.47 0.1464 Posisi Batang 2 507.55 253.77 8.9** 0.0092 Interaksi 2 137.2 68.6 2.41 0.1519 Galat II 8 228 28.5 Umum 17 1476.82 kk = 4.8% Lampiran 11. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 12 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 1317.03 1317.03 53.52** 0.0001 Ulangan 2 89.53 44.76 1.82 0.2232 Galat I 2 147.06 73.53 2.99 0.1074 Posisi Batang 2 579.16 289.58 11,77** 0.0041 Interaksi 2 344.12 172.06 6.99* 0.0175 Galat II 8 196.9 24.61 Umum 17 2673,.5 kk = 3.5% Lampiran 12. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 14 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 2591.98 2591.98 64.84** 0.0001 Ulangan 2 98.73 49.36 1.23 0.3409 Galat I 2 228.29 114.15 2.86 0.1159 Posisi Batang 2 753.68 376.84 9.43** 0.0079 Interaksi 2 919.82 459.91 11.51** 0.0044 Galat II 8 319.79 39.97 Umum 17 4912.28 kk = 3.6%

Lampiran 13. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu pada 16 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 5882.51 5882.51 125.08** 0.0001 Ulangan 2 284.5 142.25 3.02 0.1051 Galat I 2 209.62 104.81 2.23 0.1701 Posisi Batang 2 2005.52 1002.76 21.32** 0.0006 Interaksi 2 2417.57 1208.79 25.7** 0.0003 Galat II 8 376.24 47.03 Umum 17 11175,96 kk = 3.2% Lampiran 14. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 2 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 0.006 0.006 0.12 0.7404 Ulangan 2 0.08 0.04 0.82 0.4729 Galat I 2 0.53 0.26 5.06* 0.038 Posisi Batang 2 0.53 0.26 5.06* 0.038 Interaksi 2 0.08 0.04 0.82 0.4729 Galat II 8 0.42 0.05 Umum 17 1.66 kk = 33.4% Lampiran 15. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 4 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 0.006 0.006 0.06 0.8145 Ulangan 2 0.26 0.13 1.24 0.3408 Galat I 2 0.53 0.265 2.53 0.1408 Posisi Batang 2 0.77 0.385 3.71 0.0726 Interaksi 2 0.08 0.04 0.41 0.6758 Galat II 8 0.84 0.1 Umum 17 2.5 kk = 14.9%

Lampiran 16. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 6 MST Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 0.006 0.006 0.06 0.8145 Ulangan 2 0.48 0.24 2.29 0.1631 Galat I 2 0.9 0.45 4.29 0.0541 Posisi Batang 2 0.93 0.46 4.41 0.0511 Interaksi 2 0.23 0.11 1.12 0.3732 Galat II 8 0.84 0.1 Umum 17 3.39 kk = 8.2% Lampiran 17. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 8 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 0.02 0.02 0.07 0.7942 Ulangan 2 0.08 0.04 0.13 0.8822 Galat I 2 0.9 0.45 1.33 0.3178 Posisi Batang 2 1.38 0.69 2.04 0.1928 Interaksi 2 0.35 0.17 0.51 0.6193 Galat II 8 2.72 0.3 Umum 17 5.46 kk = 10.4% Lampiran 18. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 10 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 0.3 0.3 0.92 0.3666 Ulangan 2 0.01 0.005 0.02 6.816 Galat I 2 2.16 1.08 3.27 0.0916 Posisi Batang 2 1.64 0.82 2.49 0.1447 Interaksi 2 0.23 0.11 0.36 0.7116 Galat II 8 2.64 0.33 Umum 17 6,99 kk = 7.9%

Lampiran 19. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 12 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 0.5 0.5 1.03 0.3395 Ulangan 2 0.08 0.04 0.09 0.9156 Galat I 2 1 0.5 1.03 0.3993 Posisi Batang 2 3.05 1.53 3.15 0.0981 Interaksi 2 0.33 0.16 0.34 0.719 Galat II 8 3.88 0.48 Umum 17 8.85 kk = 7.8% Lampiran 20. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 14 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 0.22 0.22 1.67 0.2318 Ulangan 2 0.05 0.03 0.19 0.8337 Galat I 2 1.04 0.52 3.91 0.0655 Posisi Batang 2 4.97 2.48 18.74** 0.001 Interaksi 2 0.11 0.05 0.42 0.6715 Galat II 8 1.06 0.13 Umum 17 7.76 kk = 3.4% Lampiran 21. Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Tebu pada 16 MST Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Asal Kebun 1 1.04 1.04 3.84 0.0857 Ulangan 2 0.11 0.05 0.2 0.8191 Galat I 2 0.23 0.12 0.43 0.6636 Posisi Batang 2 2.7 1.35 4.98* 0.0394 Interaksi 2 0.23 0.12 0.43 0.6636 Galat II 8 2.17 0.27 Umum 17 6.5 kk = 4.2%

Lampiran 22. Rekapitulasi Uji F Hasil Sidik Ragam Beberapa Peubah Pertumbuhan Tebu dari Perlakuan Asal Bibit dan Posisi Mata. Karakter Hasil Uji F kk Asal Bibit Posisi Mata Interaksi (%) Kecepatan Tumbuh Mata Tunas * * tn 9.89 Jumlah Anakan * tn tn 13.01 Tinggi Tanaman ** ** * 4.17 Jumlah Daun tn * tn 7.28 Diameter Batang tn tn tn 10.12 Keterangan : Kk = koefisien keragaman, * = berbeda nyata, ** = berbeda sangat nyata, tn = tidak nyata. Lampiran 23. Data Iklim Wilayah Darmaga, Bogor 2010. Bulan Curah Hujan (mm) Kelembaban Udara (%) Intensitas Cahaya (Cal/cm 2 ) Januari 360.8 88 223 Februari 305.3 88 254 Maret 261.1 82 240 April 259.9 82 257 Mei 570.6 85 254 Juni 338.1 81 253 Juli 131.1 77 272 Agustus 33.1 75 317 September 156.8 75 355 Oktober 415.8 82 300 November 407 84 252 Desember 258.2 85 240 Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Darmaga, Bogor 2010.

Lampiran 24. Analisis Regresi Hubungan Tinggi Tanaman dengan Jumlah Daun Tebu pada 16 MST Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung Pr > F Regresi 1 1.8878 1.8878 6.55* 0.021 Galat 16 4.6120 0.2882 Total 17 6.4998 Lampiran 25. Analisis Regresi Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung Pr > F Regresi 1 2263.86 2263.86 7.73* 0.050 Galat 4 1171.34 292.84 Total 5 3435.20 Lampiran 26. Analisis Regresi Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Jumlah Daun Tebu Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung Pr > F Regresi 1 1.06 1.06 16.26* 0.016 Galat 4 0.26 0.07 Total 5 1.32 Lampiran 27. Analisis Regresi Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Jumlah Anakan Tebu Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung Pr > F Regresi 1 5.61 5,61 16.35* 0.016 Galat 4 1.37 0,34 Total 5 6.98

Lampiran 28. Analisis Regresi Hubungan Kecepatan Tumbuh dengan Diameter Batang Tebu Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung Pr > F Regresi 1 0.002 0.002 0.44 0.541 Galat 4 0.02 0.005 Total 5 0.022 KBD batang bawah KBD batang tengah KBD batang atas KTG batang bawah KTG batang tengah KTG batang atas Lampiran 29. Keragaan Tunas Tebu dari Asal Kebun dan Posisi Mata Tunas

Belalang Ulat Penggerek Batang (Sesamia grisescens) Lampiran 30. Gejala Serangan Hama yang Terdapat pada Pertanaman Tebu Gambar Lampiran 3. Hama Yang Menyerang Pertanaman Tebu Virus Mosaik Penyakit Karat Tebu Penyakit Mata Tebu Spot Lampiran 31. Gejala Penyakit yang Terdapat pada Pertanaman Tebu Cleome ruthidospermae Portulaca oleraseae L Panicum sp. Lampiran 32. Gulma yang Terdapat pada Pertanaman Tebu.

Lampiran 33. Kondisi Pertanaman Tebu di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Darmaga, Bogor. (a) (b) (c) Lampiran 34. Keragaan Tanaman Tebu dari KBD, (a). Batang bawah, (b). Batang tengah dan (c). Batang atas.

(a) (b) (c) Lampiran 35. Keragaan Tanaman Tebu dari KTG, (a). Batang bawah, (b). Batang tengah dan (c). Batang atas.