BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap tahun (Maramis, 2013). ISPA merupakan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang tenggorokan),laringitis, dan influenza tanpa komplikasi. Sebagian besar infeksi saluran nafas akut disebabkan oleh virus, walaupun bakteri juga dapat terlibat baik sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus (Corwin, 2009). WHO memperkirakan insiden ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 100 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang (WHO, 2007). Indonesia selalu menempati urutan pertama penyebab kematian ISPA pada kelompok bayi dan balita.selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas menunjukkan bahwa ISPA merupakan penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes RI,2010). Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) tersebar di seluruh Provinsi Sumatera Utara dengan rentang persentase yang bervariasi (5,4-49,4%). Angka persentase ISPA dalam sebulan terakhir di Provinsi Sumatera Utara adalah 1
2 22%,prevalensi kejadian ISPA di atas 30% ditemukan di 6 kabupaten/kota, yaitu : Nias, Mandailing Natal, Simalungun, Nias Selatan, Kota Tebing Tinggi, dan Kota Padang Sidempuan (Riskesdas, 2007). Menurut Risekesdas (2013), karakteristik penduduk yang terkena ISPA tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun dan jenis kelamin tidak banyak mempengaruhi persentase ISPA. Namun perlu diperhatikan,bahwa kelompok anak yang berisiko ISPA termasuk dalam kelompok pendidikan rendah,tidak bekerja dan bertempat tinggal di desa lebih tinggi untuk persentase terkena ISPA. Profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2012), menunjukkan Kabupaten yang memiliki kasus ISPA tertinggi adalah Kabupaten Simalungun yaitu 32,44%,disusul dengan Kota Medan sebesar 25,50%, dan Kabupaten Deli Serdang sebesar 21,53%. Data Profil Kesehatan Profil Sumatera tahun 2013 menunjukkan peningkatan kejadian ISPA pada tahun 2013 dengan kasus sebesar 153,912 sedangkan pada tahun 2012 terdapat 148,431 kasus. Umur,pendidikanibu,pekerjaan ibu,status imunisasi,status ASI ekslusif,kelembaban,ventilasi, dan kepadatan hunian rumah berhubungan dengan kejadian ISPA (Gulo,2008). Hasil penelitian Marianta (2015), terdapat hubungan kejadian ISPA dengan mengepel rumah,kebiasaan merokok, pendidikan, dan pendapatan orang tua balita. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi atas faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah,status imunisasi,asi, dan pemberian Vitamin A sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi fisik lingkungan rumah meliputi
3 kepadatan hunian, ventilasi, penggunaan bahan bakar, rokok, dan perilaku ibu (Dewi, 2012). Menurut Riskesdas (2013), berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan faktor risiko terjadinya penyakit ISPA pada balita. BBLR banyak terdapat pada usia 0-5 tahun. Persentase tingginya BBLR banyak pada keluarga yang pendidikan rendah,kepalakeluargayangtidakbekerjasebesar(11,6%), dan tinggal diperdesaan (11,2%). Berdasarkan Profil Sumatera Utara (2013), imunisasi dilakukan agar tidak memperberat terjadinya ISPA pada balita, imunisasi tahun 2013 mengalami penurunan dibandingakan tahun 2012 yaitu 74,19 % ini masih dibawah target nasional yaitu 80%. Menurut Riskesdas (2013), prevalens balita umur 12-59 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap berdasarkan Kabupaten/Kota didapatkan data imunisasi lengkap untuk Kabupaten Simalungun sebesar 21,9% sedangkan imunisasi tidak lengkap sebesar 71,0%. Imunisasi tidak lengkap cenderung banyak terjadi pada ibu yang berpendidikan rendah dan tinggal di perdesaan. Perilaku masyarakat berpengaruh terhadap derajat kesehatan terutama risiko untuk kejadian ISPA.Masyarakat di Sumatera Utara yang berperilaku sehat dan bersih ada 10 indikator PHBS termasuk diantaranya memberikan ASI Ekslusif dan tidak merokok di dalam ruangan yang memiliki balita. Dari Data yang didapatkan bahwa Kabupaten Simalungun termasuk PHBS yang kurang dari 82,2% dan penduduk yang merokok setiap hari sebesar 23%. Perokok umumnya terdapat pada laki-laki dan berpendidikan terbanyak tamat SLTA (29,3%) dengan
4 jenis pekerjaan sebagai petani,nelayan,buruh (44,5%) lebih tinggi dari pekerjaan lainnya (Riskesdas, 2013). Rumah bukan hanya untuk tempat tinggal dan berlindung, tetapi rumah juga harus dapat memenuhi syarat-sayarat kesehatan sehingga dapat terhindar dari penularan penyakit dan gangguan kesehatan seperti ISPA (Chandra,2007).Menurut Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, parameter penilaian rumah sehat yang dinilai meliputi lingkup 3 (tiga) kelompok komponen penilaian, yaitu : (1) kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela kamar keluarga,ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, pencahayaan; (2) kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah; dan (3) kelompok perilaku penghuni, meliputi perilaku membuka jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga, membersihkan rumah, membersihkan halaman rumah, membuang tinja bayi/anak ke kakus, dan membuang sampah pada tempatnya. Kondisi fisik rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular terutama ISPA.Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA. Rumah yang jendelanya kurang proporsional ukurannya, menyebabkan pertukaran udara yang tidak dapat berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah. Bayi dan anak yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding
5 tembok dan matahari pagi sukar masuk dalam rumah juga memudahkan anakanak terserang ISPA (Triska, 2005). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, prevalensi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada tahun 2012 sebesar 48,284 kasus yang terdapat pada urutan pertama sebagai angka kesakitan, kejadian ISPA sering terjadi disebabkan oleh rendahnya sanitasi dasar (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, 2007). Hasil survei pendahuluan yang didapatkan diketahuijumlah Kepala Keluarga sebanyak 1602 Kepala Keluarga, sementara jumlah balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2015 sampai Januari Tahun 2016 ada 461 balita yang terdiri dari 208 laki-laki dan 253 perempuan dimana menurut data laporan bulanan, ISPA menempati urutan pertama dalam daftar sepuluh penyakit tertinggi di POSKESDES di desa Marubun Jaya. Berdasarkan laporan bulanan dari Januari sampai Desember tahun 2013 terdapat kasus 60 ISPA pada balita, terjadi penurunan di tahun 2014 dengan kasus 30 balita, serta terjadi peningkatan lagi di tahun 2015 dengan kasus 60 dan Januari tahun 2016 terdapat 2 kasus ISPA pada balita. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik mengangkat permasalahan tersebut untuk dilakukan penelitian dengan judul Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, dan Perilaku Penghuni dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016.
6 1.2 Rumusan Masalah Menurut data laporan POSKESDES dari tahun 2015 sampai Januari 2016 menunjukkan bahwa penyakit ISPA merupakan penyakit infeksi yang paling sering diderita oleh masyarakat khususnya kelompok balita. ISPA menempati urutan pertama dalam daftar sepuluh penyakit tertinggi pada kelompok umur 12-59 bulan di POSKESDES Marubun Jaya.Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang, yaitu hubungan karakteristik balita, kondisi fisik rumah, dan perilaku penghuni dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan karakteristik balita, kondisi fisik rumah, dan perilaku penghuni dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui karakteristik balita seperti berat badan lahir (BBL), status imunisasi, dan status ASI ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 2. Untuk mengetahui kondisi fisik rumah seperti luas ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, kepadatan hunian, dan jenis lantai dengan kejadian ISPA
7 3. pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 4. Untuk mengetahui perilaku penghuni seperti membersihkan rumah, membuka jendela rumah, kebiasaan merokok, dan penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 5. Untuk mengetahui hubungan karakteristik balita seperti berat badan lahir (BBL), status imunisasi, dan status ASI ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 6. Untuk mengetahui hubungan kondisi fisik rumah seperti luas ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, kepadatan hunian, dan jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 7. Untuk mengetahui hubungan perilaku penghuni seperti membersihkan rumah, membuka jendela rumah, kebiasaan merokok, dan penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 1.4 Hipotesis penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Adanya hubungan antara karakteristik balita seperti berat badan lahir (BBL), status imunisasi, dan status ASI ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita di
8 2. Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 3. Adanya hubungan antara kondisi fisik rumah seperti luas ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, kepadatan hunian, dan jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 4. Adanya hubungan antara perilaku penghuni seperti membersihkan rumah, membuka jendela rumah, kebiasaan merokok, dan penggunaan obat nyamuk bakardengan kejadian ISPA pada balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Bagi Puskesmas Tanah Jawa, diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam pengambilan kebijakan bagi balita yang terkena ISPA dan sebagai pertimbangan dalam membuat program-program untuk menurunkan angka kejadian ISPA. 2. Bagi masyarakat,diharapkan dapat dijadikan upaya dalam menjaga sanitasi lingkungan rumah guna mencegah dan menurunkan risiko terjadinya kejadian ISPA. 3. Bagi penelitian lain, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan refrensi pada penelitian berikutnya yang ada hubungannya dengan penelitian ini.