SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour) Yulianti 1, Harapin Hafid 2, Astriana Naphirah 2 1. Mahasiswa Fakultas Peternakan UHO 2. Dosen Fakultas Peternakan UHO ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan organoleptik beef nugget menggunakan tepung yang berbeda. Variabel penelitian terdiri atas uji kualitas fisik dan uji organoleptik. Perlakuan dalam penelitian ini menggunakan jenis tepung yang berbeda sebagai bahan filler, yaitu tepung terigu, tepung meizena, tepung biji nangka, dan tepung tapioka. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengisi yang berbeda yaitu tepung terigu, tepung maizena, tepung biji nangka, dan tepung tapioka menunjukan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap ph, susut masak, aroma, warna, dan tingkat penerimaan beef nugget, namun menunjukan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) pada cita rasa beef nugget dan menunjukan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap keempukan dan tekstur beef nugget. Kata Kunci : Dging sapi, Kualitas fisik, Uji organoleptik, beef nugget ABSTRACT The study aimed to know physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour. The variable of this study were physic characteristics and organoleptic characteristics. The treatment of this study used different as a filler, were wheat flour, maizena flour, jack fruit seeds flour, and tapioka flour. The data analysis of the study using fully randomized design and least significantly different (LSD) test as post hoc. The result of the study showed using of different flour were wheat flour, maizena flour, jack fruit seeds flour, and tapioka flour, was not significanly different (P>0,05) for ph, cooking lost, aroma, color, and acceptability beef nugget, but very significantly different (P<0,01) for beef nugget flavor, and significantly different (P<0,05) for tenderness and texture of beef nugget. Key word : beef, physic, organoleptic, beef nugget PENDAHULUAN Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Daging juga merupakan sumber protein hewani yang mengandung asam asam amino esensial yang lengkap dan seimbang serta mudah dicerna. Menurut Sutaryo (2004) daging sapi sangat mudah mengalami kerusakan disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme perusak sehingga diperlukan penanganan, penyimpanan, ataupun pengolahan yang sesuai. Aktivitas mikroorganisme ini dapat mengakibatkan 1
perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga daging tersebut rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi. Nugget merupakan salah satu produk yang berasal dari olahan daging giling yang digemari banyak orang. Nugget adalah salah satu produk olahan daging yang menggunakan teknologi restructured meat, yaitu teknologi dengan memanfaatkan potongan daging yang relatif kecil dan tidak beraturan, kemudian dilekatkan kembali menjadi ukuran yang lebih besar (Amertaningtyas dkk., 2001). Kualitas nugget ditentukan oleh kemampuannya untuk membentuk matrik protein atau kemampuan mengikat antara partikel daging dan bahan-bahan lain yang ditambahkan sehingga menghasilkan tekstur yang kompak dan tidak mudah pecah. Hal ini sangat ditentukan oleh bahan pengisi yang digunakan. Bahan pengisi adalah bahan pengikat sejumlah air, tetapi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi, umumnya digunakan pati dan tepungtepungan ( Soeparno, 1994 ). Penggunaan bahan pengisi yang berbeda-beda akan mempengaruhi kualitas nugget. Baik dari teksturnya, keempukannya, rasa, hingga kualitas fisiknya. Untuk itu, dilakukan penelitian tentang sifat fisik dan organoleptik beef nugget menggunakan jenis tepung yang berbeda. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017, bertempat di Laboratorium Unit Teknologi Hasil Ternak Fakultas peternakan universitas Halu Oleo, Kendari. Parameter yang diteliti dalam penelitian ini meliputi Sifat Fisik dan Organoleptik. Sifat Fisik yaitu Tingkat keasaman (ph) dan susut masak ( cooking lost). Sedangkan sifat Organoleptik yaitu warna, aroma, cita rasa, keempukan, tekstur, dan penerimaan. Perlakuan yang akan diuji adalah sebagai berikut: T1= Tepung Terigu (60 g ) T2= Tepung Maizena (60 g ) T3= Tepung Biji Nangka( 60 g ) T4= Tepung Biji Tapioka ( 60 g ) Penelitian ini dilakukan secara eksprimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dengan 3 ulangan pada uji fisik serta 15 orang panelis semi terlatih sebagai ulangan pada uji organoleptik. Analisis data digunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sifat Fisik Sifat fisik beef nugget dengan menggunakan tepung yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1. a. Tingkat Keasaman (ph) bahwa penggunaan tepung yang berbeda menunjukan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap ph beef nugget. Hal ini menunjukan bahwa bahan pengisi yang berbeda tidak mempengaruhi ph beef nugget. Tabel 1. Sifat Fisik Beef Nugget pada penggunaan Tepung yang Berbeda Sifat Fisik Perlakuan T1 T2 T3 T4 Tingkat Keasaman (ph) 6,88±0,08 tn 6,97±0,12 tn 6,93±0,19 tn 6,77±0,03 tn Susut Masak 10,07±3,40 tn 8,33±4,93 tn 9,67±6,81 tn 14,67±5,51 tn Ket: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05) 2
Rataan ph beef nugget dalam penelitian ini (Tabel 1) tertinggi adalah T2 (tepung maizena) dengan ph yaitu 6,97±0,12, T3 (tepung biji nangka) yaitu 6,93±0,19, T1 (tepung terigu) yaitu 6,88±0,08, dan terendah T4 (tepung tapioka) yaitu 6,77±0,03. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang diperoleh Sofiana (2003) bahwa ph produk nugget daging sapi berkisar antara 5,87 5,99 dengan ratarata 5,93. Nilai ph bahan dasar dapat mengakibatkan perubahan nilai ph pada nugget. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan keseimbangan hidrogen pada nugget sebagai pengaruh dari nilai ph bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nugget. Pencampuran bahanbahan membuat titik keseimbangan hidrogen yang baru pada nugget sesuai pendapat Pearson dan Dutson (1994). Bahwa perubahan struktur pada daging restrukturisasi dalam fungsinya sebagai protein daging telah terbukti mempengaruhi ph produk yang dihasilkan. b. Susut Masak bahwa persentase susut masak beef nugget dengan penggunaan tepung yang berbeda tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05). Rataan persentase susut masak beef nugget dalam penelitian ini (Tabel 11) adalah 14,67±5,51 pada T4 (tepung tapioka), 10,07±3,40 pada T1 (tepung terigu), 9,67±6,81 pada T3 (tepung biji nangka), dan 8,33±4,93 pada T2 (tepung maizena). Hal ini disebabkan karena tepung tapioka kandungan patinya lebih sedikit dibandingkan dengan tepung maizena, tepung terigu, tepung biji nangka sehingga kemampuan dalam mengikat air berkurang. Soeparno (2005) mengatakan bahwa semakin tinggi protein dalam suatu bahan maka akan memilki kemampuan mengikat air yang lebih besar. Susut masak menunjukan seberapa besar penyusutan sebuah produk yang terjadi selama proses pemasakan. Soeparno (2009) menyatakan bahwa produk olahan daging dalam jumlah susut masak rendah mempunyai kualitas yang lebih baik karena kehilangan nutrisi saat pemasakan akan lebih sedikit. Lawrie (2005) menambahkan bahwa produk berbahan dasar daging yang mengalami penyusutan pada saat proses pemasakan menyebabkan berubahnya stuktur dan komposisi protein, lemak dan air dalam daging karena banyak cairan daging yang hilang. 2. Sifat Organoleptik Sifat organoleptik beef nugget dengan menggunakan tepung yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2. Sifat Organoleptik Perlakuan T1 T2 T3 T4 Warna 2,27±0,31 tn 2,44±0,43 tn 2,13±0,35 tn 2,20±0,37 tn Aroma 2,00±0,44 tn 2,13±0,41 tn 1,96±0,43 tn 2,27±0,46 tn Cita rasa 2,16±0,38 A 2,22±0,30 A 2,38±0,28 B 2,58±0,39 C Keempukan 2,11±0,33 a 2,31±0,34 b 2,20±0,43 ab 2,49±0,40 c Tekstur 2,64±0,39 b 2,80±0,47 bc 2,33±0,56 a 2,82±0,49 c Penerimaan 1,91±0,32 tn 2,07±0,57 tn 2,13±0,45 tn 2,22±0,45 tn Ket: tn : tidak berbeda nyata (P>0,05) Superscript dengan huruf Kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata pada taraf 1% (P<0,01) Superscript dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata pada taraf 5% (P<0,05) 3
1. Warna bahwa penggunaan tepung yang berbeda tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap warna beef nugget. Rataan skor warna beef nugget dalam penelitian ini (Tabel 2) berkisar antara 2,13 2,44 (coklat coklat sedang/cukup coklat) dengan tertinggi pada perlakuan T2 (tepung maizena) yaitu 2,44±0,43 (cukup coklat) dan terendah pada perlakuan T3 (tepung biji nangka) yaitu 2,13±0,35 (warna coklat). Warna nugget yang dihasilkan pada penelitian ini rata-rata berwarna coklat sedang (warna coklat yang sedikit keemasan) dan merupakan warna yang disukai konsumen. Menurut Saputra dkk. (2014), konsumen lebih menyukai warna cokelat kemerahan yang menunjukan kematangan dari tepung tambahan (tepung roti) dan tampak lebih enak bagi konsumen. Warna yang lebih gelap menunjukan nugget terlalu masak dan sebaliknya warna yang cerah menunjukan nugget tidak terlalu masak sehingga konsumen lebih tertarik pada warna nugget yang cokelat sedang dan kemerahan. warna nugget akan cenderung berwarna coklat hal ini disebabkan oleh senyawa karbonil yang terkandung pada bahan daging yang digunakan. 2. Aroma bahwa aroma beef nugget dengan bahan pengisi yang berbeda tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05). Rataan skor aroma beef nugget dalam penelitian ini (Tabel 2) berkisar antara 1,96 2,27 (disukai) dengan tertinggi pada T4 (tepung tapioka) yaitu 2,27±0,46 dan terendah pada T3 (tepung biji nan gka) yaitu 1,96±0,43. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bahan utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno, 2004). Seecara statistik semua perlakuan tidak berbeda. Aroma nugget dipengaruhi oleh aroma daging dan bumbu serta bahan pencampur yang digunakan. Selain itu, proses pemasakan juga memberikan pengaruh terhadap aroma nugget. Menurut Komanslian (2015), aroma pada nugget dipengaruhi oleh aroma daging yang digunakan, bahan pengisi, bumbu yang digunakan, dan proses pembuatan/ pemasakan. 3. Cita Rasa bahwa tepung yang berbeda menunjukan pengaruh yang sangat nyata (P<0,0 1) terhadap cita rasa beef nugget. Rataan skor cita rasa daging sapi Bali dalam penelitian ini (Tabel 2) tertinggi hingga terendah yaitu 2,58±0,39 (cukup disuk ai) pada T4 (tepung tapioka), 2,38±0,28 (disukai) pada T3 (tepung biji nangka), 2,22±0,30 (disukai) pada T2 (tepung maizena), dan 2,16±0,38 (disukai) pada T1 (tepung terigu). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini hampir sama dengan Sofiana (2003) bahwa rasa nugget selain dipengaruhi oleh daging yang digunakan, juga dipengaruhi oleh penggunaan tepung yang berbeda. Keempat jenis tepung yang digunakan memiliki rasa yang khas ketika dijadikan sebagai bahan pengisi pada beef nugget. Uji lanjut menunjukan bahwa perlakuan T1 dan T2 adalah sama, tetapi berbeda dengan T3 dan T4. Selanjutnya, perlakuan T2 berbeda dengan semua perlakuan lain. Demikian halnya dengan perlakuan T4, juga berbeda dengan semua perlakuan lainnya. Perlakuan dengan menggunakan tepung terigu dan tepung maizena secara statistik berbeda dengan tepung tapioka dan tepung biji nangka. Rasa merupakan salah satu faktor penentu apakah produk tersebut diterima oleh konsumen atau tidak. Rasa suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, konsistensi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan 4
lama pemasakan (Komanslian, 2015). Rasa pada beef nugget dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan. Menurut Nurhinayah (2012), rasa khas pada nugget tergantung pada bahan-bahan yang digunakan seperti jenis daging yang digunakan, jenis tepung yang digunakan, bumbu, dan bahan-bahan lainnya. Selain itu, proses pembuatan dan proporsi komposisi masing-masing bahan juga menentukan rasa dari produk nugget tersebut. 4. Keempukan bahwa penggunaan bahan pengisi yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap keempukan beef nugget. Rataan skor keempukan beef nugget dalam penelitian ini (Tabel 1 5) adalah 2,11±0,33 (empuk) pada T1 (tepung terigu), 2,20±0,43 (empuk) pada T3 (tepung biji nangka), 2,31±0,34 (keempukan sedang) pada T2 (tepung maizena), dan 2,49±0,40 (keempukan sedang) pada T4 (tepung tapioka). Hasil ini hampir sama dengan Sofiana (2003) bahwa tingkat kekenyalan/keempukan nugget sapi berkisar antara kenyal hingga agak kenyal (empuk keempukan sedang). Keempukan nugget dipengaruhi oleh tingkat keempukan daging. Uji lanjut menunjukan bahwa rataan pada perlakuan T1 dan T3 adalah sama, tetapi berbeda dengan T2 dan T4. Selanjutnya T2 dan T3 juga menunjukan rataan yang sama, tetapi berbeda dengan T1 dan T4. Rataan pada perlakuan T3 berbeda dengan perlakuan T4, namun sama dengan perlakuan T1 dan T2. Sedangkan perlakuan T4 berbeda dengan semua perlakuan lainnya. Berdasarkan data rataan keempukan pada Tabel 15, masing-masing perlakuan memiliki skor yang berbeda namun berdasarkan krikteria pada Tabel 8, skor dengan kisaran 2,11 2,49 masih berada pada kategori empuk. Keempukan beef nugget dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh kandungan pati dalam tepung yang digunakan. Menurut Guraya dan Toledo (1993), kandungan pati yang terdapat dalam bahan pengisi menentukan keempukan nugget. Pati yang mengalami proses gelatinisasi dapat mempengaruhi tekstur produk dengan menyerap air, membentuk gel, atau meningkatkan viskositas sol. Jumlah pati yang terlalu rendah menyebabkan adonan kurang dapat mengikat potongan-potongan daging sehingga nugget yang dihasilkan kurang kompak sedangkan pati yang terlalu tinggi menyebabkan keempukan nugget rendah. 5. Tekstur bahwa penggunaan bahan pengisi yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata 5% (P<0,05) terhadap tekstur beef nugget. Rataan skor tekstur beef nugget dalam penelitian ini (Tabel 16) adalah 2,33±0,56 (halus) pada perlakuan T3 (tepung biji nangka), 2,64±0,39 (sedang) pada perlakuan T1 (tepung terigu), 2,80±0,47 (sedang) pada perlakuan T2 (tepung maizena), dan 2,82±0,49 (sedang) pada perlakuan T4 (tepung tapioka). Uji lanjut menunjukan bahwa rataan skor pada perlakuan T1 sama dengan perlakuan T2, namun berbeda dengan T3 dan T4. Selanjutnya perlakuan T2 sama dengan T1 dan T4 namun berbeda dengan T3. Rataan perlakuan T3 berbeda dengan semua perlakuan lain. Perlakuan T4 sama dengan T2, namun berbeda dengan T1 dan T3. Tekstur beef nugget dipengaruhi oleh bahan filler yang digunakan, pencampuran bahan dan kekompakan adonan. Tekstur nugget dipengaruhi oleh stabilitas emulsi dan kekompakan adonan serta bahanbahan yang digunakan, sedangkan stabilitas emulsi dan kekompakan adonan dipengaruhi oleh pati yang terkandung dalam tepung yang digunakan. Menurut Fellow (2000), kandungan pati ini berperan dalam pembentukan gel yang dapat mempengaruhi tekstur nugget. Filler ditambahkan pada produk nugget dengan tujuan untuk membentuk tekstur nugget 5
yang kompak dan padat Pembentukan tekstur ini disebabkan oleh adanya proses gelatinisasi pati yang terjadi selama proses pembuatan nugget. 6. Penerimaan bahwa penggunaan bahan pengisi yang berbeda menunjukan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap tingkat penerimaan beef nugget. Rataan skor penerimaan beef nugget dalam penelitian ini (Tabel 17) adalah 1,91±0,32 (sangat disukai) pada perlakuan T1 (tepung terigu), 2,07±0,57 (disukai) pada perlakuan T2 (tepung maizena), 2,22±0,45 (disukai) pada perlakuan T4 (tepung tapioka), dan 2,13±0,45 (disukai) pada perlakuan T3 (tepung biji nangka). Penerimaan merupakan salah satu indikator untuk menentukan kualitas dari suatu produk. Tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh selera konsumen dan rasa suatu produk. Menurut Winarno (2004), rasa menempati peringkat pertama terhadap penerimaan komsumen terhadap suatu produk makanan. Rasa suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, konsistensi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Penggunaan bahan pengisi yang berbeda yaitu tepung terigu, tepung maizena, tepung biji nangka, dan tepung tapioka menunjukan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap ph, susut masak, aroma, warna, dan tingkat penerimaan beef nugget, namun menunjukan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) pada cita rasa beef nugget dan menunjukan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap keempukan dan tekstur beef nugget. 2. Saran Beef nugget dapat digunakan dengan bahan tepung terigu, tepung maizena, tepung tapioka, dan tepung biji nangka. Namun sangat direkomendasikan menggunakan tepung tapioka karena memiliki tingkat keempukan, tekstur dan penerimaan yang lebih tinggi. DAFTAR PUSTAKA Amertaningtyas, D., Purnomo, H., dan Siswanto. 2001. Kualitas Nuggets Daging Ayam Broiler dan Ayam Petelur Afkir dengan Menggunakan Tapioka dan Tapioka Modifikasi Serta Lama Pengukusan yang Berbeda. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang. Fellow, J.P. 2000. Food Processing Technology, Principles and 2 nd ed. Wodhead pub. Lim.,Cambridge. England Komansilan, S. 2015. Pengaruh Penggunaan Beberapa Jenis Filler Terhadap Sifat Fisik Chicken Nugget Ayam Petelur Afkir. Jurnal Zootek, 35(1):106-116. Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. (Penerjemah: A. Parakkasi). Nurhinayah, I. 2012. Komposisi kimia dan organoleptik nugget ayam hasil subtitusi daging ayam petelur afkir dengan otak sapi. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari. 6
Nurhinayah, I. 2012. Komposisi kimia dan organoleptik nugget ayam hasil subtitusi daging ayam petelur afkir dengan otak sapi. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Soeparno. 2009. Pilihan Produksi Daging Sapi dan Teknologi Prosesing Daging Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Sofiana, 2003. Sosialisasi Pembuatan Nugget Ayam pada Ibu- Ibu Kelompok PKK di Kelurahan Pijoan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal pengabdian pada masyarakat No.46 tahun 2008.ISSN :1410-0770. Sutaryo, 2004. Modul materi kuliah pokok bahasan penyimpanan dan pengawetan daging. Semarang: Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 7