BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan tatanan tektoniknya, wilayah Indonesia merupakan daerah pertemuan antara tiga lempeng benua dan samudra yang sangat aktif bergerak satu terhadap yang lainnya. Ketiga lempeng tersebut yakni: lempeng Eurasia di bagian utara, lempeng Pasifik di bagian timur dan lempeng Indo-Australia di bagian selatan (Bock et al., 2003). Pergerakan-pergerakan tersebut menimbulkan gaya kompresi dan regangan di berbagai wilayah kepulauan Indonesia yang dapat memicu terjadinya sesar-sesar sebagai sumber gempabumi (Waluyo, 1998). Gambar 1. Peta Seismisitas Indonesia 1900-2009 (Irsyam et al., 2010 dalam Daryono, 2011)) Secara regional, daerah penelitian ini terletak di bagian timur dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang merupakan sebuah dataran atau cekungan yang tersusun dari endapan aluvial produk Gunung Merapi yang cukup tebal dan berbatasan langsung dengan Pegunungan Selatan di sebelah selatan dan Gunung Rizky Cahya Putra, 2013 1
Merapi di sebelah utara (Bemmelen, 1949). Berdasarkan pembagian zona fisiografi Jawa dan Madura yang dikemukakan oleh Van Bemmelen (1949), maka daerah penelitian yaitu di daerah Candi Prambanan dan sekitarnya terletak pada zona Pegunungan Selatan namun merupakan dataran rendah yang ditutupi oleh endapan Gunung Merapi muda. Candi Prambanan merupakan suatu tempat yang memiliki nilai historikal yang sangat tinggi, banyak orang dari penjuru tempat bahkan dari luar negeri yang sengaja berkunjung untuk melihat keindahan dari bangunan candi dan mengetahui nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Namun sayangnya bangunan candi kurang mendapat perhatian khusus oleh pemerintah setempat akan kekokohannya dan ketahanannya. Kerusakan beberapa candi akibat gempa bumi tahun 2006 silam membuktikan bahwa kurangnya antisipasi pengelola candi untuk memperkokoh bangunan candi. Terbukti bahwa penyebab kerusakan yang terjadi pada bangunan candi dan juga daerah sekitar Candi Prambanan akibat gempa bumi tahun 2006 salah satunya karena keadaan geologi setempat (National Institute for Cultural Heritage, 2008). Sebenarnya ada beberapa faktor penyebab kerusakan bangunan akibat gempabumi, yaitu antara lain : 1. Magnitude gempabumi 2. Jarak bangunan terhadap sumber gempabumi 3. Kualitas bangunan 4. Karakteristik tanah diamana bangunan tersebut berdiri Mengacu pada keempat faktor diatas, terdapat setidaknya dua hal yang dapat diusahakan untuk mengurangi jumlah korban akibat gempa bumi, yakni meningkatkan kualitas bangunan dan mengetahui karakteristik atau watak respon tanah terhadap getaran gempabumi dengan pengukuran mikrotremor. Karena tersusun dari endapan material vulkanik Gunung Merapi yang cukup tebal, daerah Candi Prambanan menjadi perhatian para peneliti karena merupakan salah satu daerah yang mengalami kerusakan cukup parah ketika gempabumi terjadi dan terekam pada gempabumi besar terakhir yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006. Aktifitas tektonik seperti gempabumi yang kerap terjadi di Pulau Jawa terutama di wilayah Yogyakarta kemungkinan besar disebabkan oleh pergerakan subduksi aktif antara kerak samudra dari lempeng Rizky Cahya Putra, 2013 2
Indo-Australia yang menunjam di bawah kerak benua dari lempeng Eurasia yang berarah ke utara dan menghasilkan arah gaya kompresi relatif utara-selatan. Daerah penelitian merupakan daerah dengan jumlah penduduk yang cukup padat dan merupakan daerah tujuan wisata di Yogyakarta yang sering dikunjungi, sehingga pemerintah daerah setempat perlu untuk mengetahui dan mendapatkan informasi geologi yang baik mengenai daerah tersebut sehingga memudahkan pemerintah dan pengembang dalam mengembangkan daerah penelitian dan sekitarnya baik dalam bidang konstruksi, pariwisata, dan kepentingan penelitian geologi lainnya. Tertutupnya dataran di daerah penelitian oleh endapan-endapan Gunung Merapi muda yang cukup tebal yaitu sekitar 40 meter (Djumarma dkk, 2010) dan sebagian besar belum terkonsolidasi kuat membuat daerah ini menjadi cukup berisiko ketika diguncang oleh gempabumi. Penguatan guncangan gempabumi mungkin bisa terjadi di beberapa titik yang mana faktor yang mendominasi cukup beraneka ragam, terutama faktor-faktor bawah permukaan seperti amplifikasi dan frekuensi natural. Daerah ini diambil sebagai bahan penelitian karena masih sedikitnya peneliti terdahulu yang menjelaskan mengenai frekuensi natural dan amplifikasi natural daerah setempat sehingga dapat dibuatkan sebuah peta mikrozonasi gempabumi daerah setempat untuk kepentingan pembangunan, kependudukan maupun pengembangan pariwisata. I.2. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui dan memetakan daerah-daerah yang memiliki potensi kerusakan bangunan yang paling besar akibat gempabumi berdasarkan analisis frekuensi dan amplifikasi natural daerah setempat sehingga dapat bermanfaat untuk pemerintah daerah setempat dalam antisipasi bencana terhadap bangunan bersejarah dan juga untuk mengembangkan potensi wisata dan sektor pembangunan setempat. Rizky Cahya Putra, 2013 3
I.3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada daerah Candi Prambanan dan sekitarnya. Candi Prambanan berlokasi di 7 o 45 08 S 110 o 29 30 E, di desa Prambanan, kabupaten Sleman dan Klaten, perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian terletak pada peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) yang dicetak dan dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) dengan skala 1:25.000 pada Lembar 1408-224 Timoho, edisi pertama tahun 1999 (Gambar 1.1) dimana luas wilayah yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah 2,7 x 2,3 km. Dan lokasi penelitian terletak pada Peta Geologi Lembar Yogyakarta. Sebagian daerah penelitian dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat maupun roda dua, karena lokasi ini sebagian besar merupakan daerah pemukiman warga dan lahan persawahan sehingga tidak sulit untuk menjangkau keseluruhan daerah penelitian. Rizky Cahya Putra, 2013 4
Lokasi penelitian ditunjukkan pada lokasi dibawah ini: Gambar 2. Peta lokasi penelitian Rizky Cahya Putra, 2013 5
I.4. Batasan Penelitian 1. Data frekuensi dan Amplifikasi yang digunakan dalam penelitian adalah data yang diperoleh dari pengukuran mikrotremor. 2. Data log pengeboran hanya pada kedalaman 50 meter sehingga tidak bisa mengetahui secara detail keadaan yang lebih dalam. 3. Peneliti tidak melakukan pemetaan geologi sehingga data persebaran lateral litologi atau sedimen permukaan hanyalah perkiraan berdasar pada parameter-parameter mikrotremor. I.5. Keaslian Penelitian Berikut merupakan beberapa hasil peneliti - peneliti terdahulu yang pernah meneliti daerah terkait, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian skripsi dengan tema ini belum pernah dilakukan. Ide atau pokok tema yang diangkat merupakan murni ketertarikan penulis akan kasus-kasus yang telah terjadi pada daerah penelitian dan fokus pada tujuan tertentu. Geologi daerah penelitian ini telah banyak diteliti oleh parah ahli geologi seperti Mc.Donald pada tahun 1984 melakukan penelitian di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya mengenai studi sumber-sumber air tanah meliputi Hidrogeologi Yogyakarta dan sekitarnya, pengembangan air tanah dan monitoring air tanah. Wartono Rahardjo, Sukadarrumidi, dan Rosidi pada tahun 1995 melakukan pemetaan di daerah Yogyakarta dan sekitarnya termasuk prambanan sehingga menghasilkan peta geologi lembar Yogyakarta 1408-2 & 1407-5 berskala 1:100.000. Peta geologi yang dihasilkan sampai saat ini masih menjadi acuan untuk para peneliti yang ingin melakukan studi atau penelitian di daerah terkait. Kusumaningsih pada tahun 2004 melakukan penelitian menggunakan data mikrotremor metode HVSR yang dilakukan di sekitar Candi Sambisari, Sleman DIY pada tahun 2003 dengan memperoleh hasil bahwa area Sambisari memiliki frekuensi resonansi dominan antara 17.5 20 Hz. Efriansyah pada tahun 2007 melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Antara Sifat Kekompakan Sedimen Pengisi Cekungan Dengan Nilai Amplifikasi dari Pengukuran Mikrotremor di Daerah Bantul, Daerah Istimewa Rizky Cahya Putra, 2013 6
Yogyakarta dan menyimpulkan bahwa berdasarkan nilai amplifikasi dari pengukuran mikrotremor di daerah Batul, dapat dibagi menjadi empat zona amplifikasi, yaitu zona amplifikasi sangat tinggi (nilai amplifikasi >8), zona amplifikasi tinggi (nilai amplifikasi 6-8), zona amplifikasi menengah (nilai amplifikasi 4-6), dan zona amplifikasi rendah (nilai amplifikasi <4). Masingmasing zona amplifikasi dipengaruhi oleh sifat sedimen pengisi cekungan di daerah Bantul. Djumarma, dkk pada tahun 2010 melakukan penelitian yang berjudul Geoseismic Research Concerning The Safeguard From The Earthquake Hazards To the World Heritage of Prambanan Temple dimana penelitian geoseismik ini menggunakan data mikrotremor yang memperlihatkan sedimen lunak setebal 40 meter menutupi sedimen keras di bawahnya. Sedimen ini memiliki H/V amplifikasi 3-6 kali. Berdasarkan parameter utama kegempaan ini, dapat dinyatakan bahwa Candi Prambanan terletak di daerah potensi bencana gempabumi dengan goncangan tanah yang tinggi. Kondisi tersebut dibuktikan oleh peristiwa gempabumi Yogyakarta tahun 2006, candi utama yaitu Brahma rmengalami kerusakan paling parah. Alfiady pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul Aplikasi Geofisika untuk Mengetahui Bekas Aliran Sungai Opak di Bawah Candi Prambanan yang menyimpulkan bahwa adanya bentukan lembah pada bagian bawah Candi Prambanan. Bekas aliran sungai yang dipindahkan menurut Prasasti Siwagraha (865M) adalah bekas aliran sungai yang ditunjukan pada georadar karena memiliki nilai kedalaman yang setara dengan pondasi Candi Prambanan. Rizky Cahya Putra, 2013 7