BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

I. PENDAHULUAN. dengan sekitar 4,5 juta kasus di klinik. Secara epidemiologi, infeksi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. satu kejadian yang masih marak terjadi hingga saat ini adalah penyakit kecacingan

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Pencegahan Kecacingan dan Peningkatan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah asupan nutrisi pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

SKRIPSI. Oleh. Yoga Wicaksana NIM

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. lumbricoides dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia, dengan rata-rata kejadian

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

SOSIALISASI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA ANAK-ANAK TINGKAT SEKOLAH DASAR DI DESA TABORE KECAMATAN MENTANGAI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR NO HATOGUAN TERHADAP INFEKSI CACING PERUT DI KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2005

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Soil transmitted helminth (STH) merupakan cacing usus yang dapat. menginfeksi manusia dengan empat spesies utama yaitu Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Masa usia sekolah disebut

ABSTRAK. Kata Kunci: Cirebon, kecacingan, Pulasaren

xvii Universitas Sumatera Utara

Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur

FAKTOR RISIKO PENYAKIT KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELIMBING PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

Pemeriksaan Kualitatif Infestasi Soil Transmitted Helminthes pada Anak SD di Daerah Pesisir Sungai Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

HUBUNGAN PERILAKU DAN HIGIENE SISWA SD NEGERI DENGAN INFEKSI KECACINGAN DI DESA JUMA TEGUH KECAMATAN SIEMPAT NEMPU KABUPATEN DAIRI TAHUN 2008

MALNUTRISI DAN INFEKSI CACING STH PADA IBU HAMIL DI DAERAH PESISIR SUNGAI SIAK PEKANBARU. Yanti Ernalia, Dietisien, MPH dr Lilly Haslinda, M.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. belum mendapatkan perhatian serius, sehingga digolongkan dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

Faktor risiko terjadinya kecacingan di SDN Tebing Tinggi di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sehat merupakan hak setiap individu agar dapat melakukan segala

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 4 METODOLOGI. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (neglected diseases). Cacing yang tergolong jenis STH adalah Ascaris

PREVALENSI NEMATODA USUS GOLONGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHES (STH) PADA PETERNAK DI LINGKUNGAN GATEP KELURAHAN AMPENAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes RI, 2010).

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada anak-anak di SDN Barengan,

ABSTRAK PERBANDINGAN PREVALENSI INFEKSI CACING TULARAN TANAH DAN PERILAKU SISWA SD DI DATARAN TINGGI DAN SISWA SD DI DATARAN RENDAH

GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN

Factors correlated with helminthiasis incidence on students of Cempaka 1 Elementary School Banjarbaru

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang paling penting di seluruh

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

Eka Muriani Limbanadi*, Joy A.M.Rattu*, Mariska Pitoi *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007) Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar adalah penyakit infeksi kecacingan, yaitu sekitar 40-60 %. (Depkes RI, 2005). Penyakit infeksi kecacingan ini masih merupakan problema kesehatan dan ekonomi yang utama pada masyarakat, pekerja maupun individu. Diseluruh dunia diperkirakan masih ditemukan sebanyak 300 juta kasus penyakit kecacingan, baik infestasi tunggal maupun infestasi campuran lebih ciri satu jenis cacing diantaranya adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang. (Dewayani, 2004) Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih menghadapi masalah penyakit infeksi kecacingan. Hasil pemeriksaan di beberapa SD di Kecamatan Stabat dan Kecamatan Hinai, Sumatra Utara menemukan prevalensi kecacingan berada pada kisaran 30-60%. (Ginting, 2005). Dari 271 murid Sekolah Dasar Negeri I desa Tanjung Anom. Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara yang tinjanya diperiksa, ternyata ada 234 (86,3%) contoh tinja yang positip dengan telur cacing usus. (Dewayani, 2004)

Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Semua umur dapat terinfeksi kecacingan dan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak. Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Prevalensi kecacingan ini sangat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, tergantung dari beberapa faktor antara lain : lokasi (desa atau kota, kumuh, dll), kelompok umur, kebiasaan penduduk setempat (tempat buang air besar, cuci tangan sebelum makan, tidak beralas kaki, dll), dan pekerjaan penduduk. Program pemberantasan penyakit cacing telah dimulai sejak tahun 1975, sejak Pelita IV (1984). Walaupun telah dilakukan pemberantasan sejak lama dengan pengobatan dan lain-lain, prevalensi penyakit ini tetap tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagian penduduk hidup masih secara tidak sehat. (Tjitra, 1991) Penelitian epidemiologi telah dilakukan hampir di seluruh propinsi Indonesia, terutama pada anak-anak sekolah dan umumnya didapatkan angka prevalensi tinggi yang bervariasi. Prevalensi kecacingan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Prevalensi Kecacingan Di Beberapa Propisi Di Indonesia Tahun 1991 No Propinsi Prevalensi Kecacingan askariasis trichuriasis Ancylostoma 1 DKI Jakarta 4-91% 30-100%, 1-30% 2 Jawa Barat 20-90% 46-91% 5-67% 3 Yogyakarta 12-85% 37-95% 25-77% 4 Jawa Timur 16-74% 1-14% 2-45% 5 Bali 40-95% 25-90% 20-70% 6 NTT 10-75% 4-78% 1-29% 7 Sumatra Barat 2-71% 6-10% 20-36% 8 Kalimantan Selatan 79-80% 78% 82% 9 Sulawesi Utara 30-72% 12% 13% Sumber : (www.kalbe.co.id) Berdasarkan tabel 1.1 diatas terlihat masih tingginya prevalensi kecacingan Indonesia apalagi bila dihubungkan dengan kebersihan diri yang buruk (Tjitra, 1991) Hasil prevalensi cacingan dari survei di 10 propinsi sentinel tahun 2005 dengan sasaran anak sekolah dasar sangat bervariasi antara 1,37 % sampai 77,14 % dengan prevalensi tertinggi di Propinsi Banten dan terendah di Propinsi Kalimantan Selatan. Jenis cacing penyebab sebagian besar adalah Trichuris trichiura (cacing cambuk) sebesar 16,52%, dilanjutkan Ascaris lumbricoides (cacing gelang) sebesar 12,38 % dan terkecil adalah Ancylostoma duodenale (cacing tambang)1,38 % (Depkes, 2006) Nadesul (2007) menegaskan bahwa penyakit cacing terkait dengan kebiasaan mencuci tangan. Angka penyakit cacing di Indonesia berada di kisaran 60% 90% dari total populasi. Sebagian besar menimpa kelompok usia 5 14 tahun. Data dari IBRD (International Bank For Reconstruction Development) menyebutkan, kerugian kehilangan gizi makanan, anemia, dan menurunnya produktivitas (akademis) akibat penyakit cacing mencapai Rp30 miliar-33 miliar setiap tahun.

Infestasi cacing pada anak akan mengganggu pertumbuhan, menurunkan kemampuan fisik, produktifitas belajar dan intelektualitas (Ginting, 2005). Anak usia sekolah merupakan frekuensi terbanyak yang menderita kecacingan yang dapat menyebabkan gangguan gizi, anemia, gangguan pertumbuhan yang pada akhirnya akan mempunyai pengaruh terhadap tingkat kecerdesan seorang anak. (Dewayani, 2004) Penelitian Nurlila (2002) menyatakan ada hubungan bermakna antara personal hygiene, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, kebiasaan bermain yang kontak dengan tanah, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu, kondisi ekonomi orangtua, kepemilikan jamban dan sarana air bersih dengan infeksi kecacingan pada anak SD. Hasil penelitian Margono (1995) menunjukkan bahwa selain karena kebersihan diri yang buruk, faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan prevalensi infeksi kecacingan juga karena tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan, sikap, perilaku hidup bersih dan sehat yang belum membudaya, serta kondisi geografis (jenis tanah dan iklim tropis) yang sesuai untuk kehidupan dan perkembangan cacing. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu karyawan dari seksi Kesehatan Keluarga, Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dasar, Dinas Kesehatan Kota Tangerang, diperoleh informasi bahwa Kedaung Wetan merupakan salah satu daerah dengan kejadian kecacingan tinggi karena lingkungan di daerah tersebut kurang baik, daerah itu merupakan tempat pembuangan sampah akhir, sehingga lingkungan disana kurang higiene.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan informasi tentang angka kecacingan di MI Al Istiqomah (34 % jumlah cacing Ascaris dan 18 % cacing Trichuris) yang penulis peroleh dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang, maka penulis membuat kesimpulan bahwa masalah yang terjadi pada siswa-siswi sekolah dasar di daerah tersebut disebabkan karena buruknya perilaku dalam menjaga kebersihan diri terutama perilaku mencuci tangan dengan sabun. 1.3 Pertanyaan Penelitian Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan perilaku mencuci tangan memakai sabun pada siswa-siswi kelas 3, 4 dan 5 MI Al Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2, Kota Tangerang Tahun 2008? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku mencuci tangan memakai sabun pada siswa-siswi kelas 3, 4 dan 5 MI Al Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2, Kota Tangerang Tahun 2008. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran perilaku mencuci tangan memakai sabun pada siswasiswi kelas 3, 4 dan 5 MI Al Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2, Kota Tangerang Tahun 2008

2. Mengetahui gambaran sekolah, jenjang kelas, jenis kelamin, karakteristik keluarga, tingkat keterpaparan informasi kesehatan, kebijakan sekolah dan pemanfaatan fasilitas mencuci tangan di sekolah. 3. Mengetahui hubungan antara sekolah, jenjang kelas, jenis kelamin, karakteristik keluarga, tingkat keterpaparan informasi kesehatan, kebijakan sekolah dan pemanfaatan fasilitas mencuci tangan di sekolah dengan perilaku (pengetahuan, sikap, praktik) mencuci tangan memakai sabun pada siswa-siswi tingkat sekolah dasar khususnya kelas 3, 4 dan 5 MI Al Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2, Kota Tangerang Tahun 2008. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengalaman dan dapat mengaplikasikan materi yang telah di dapat selama masa perkuliahan. 2. Manfaat Bagi Pihak Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan atau informasi untuk memberikan pendidikan kesehatan yang baik sebagai salah satu upaya promotif dan preventif bagi siswa-siswi, khususnya di MI Al Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2, Kedaung Wetan, Tangerang Tahun 2008. 3. Manfaat Bagi Instansi Terkait Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku berisiko kecacingan khususnya

perilaku mencuci tangan memakai sabun pada siswa-siswi tingkat sekolah dasar, sehingga dapat digunakan untuk melakukan intervensi tentang program kesehatan yang akan dilakukan. 1.6 Ruang Lingkup MI Al Istiqomah, Kedaung Wetan, Tangerang dipilih sebagai salah satu lokasi penelitian karena merupakan salah satu sekolah dasar yang angka kecacingannya tinggi yaitu sebesar 34 % jumlah cacing Ascaris dan 18 % cacing Trichuris menurut data dari seksi Kesehatan Keluarga, Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dasar, Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku mencuci tangan memakai sabun pada siswa-siswi kelas 3, 4 dan 5 MI Al Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2, Kedaung Wetan, Tangerang Tahun 2008. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni tahun 2008.