BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum, dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat (Monks, 2004). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Tarwoto, dkk, 2010). Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturanaturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang (Sarwono, 2011). Hampir setiap hari kasus kenakalan remaja selalu kita temukan di media-media massa, dimana sering terjadi di Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan, salah satu wujud dari kenakalan remaja adalah tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Data Komnas PA merilis jumlah tawuran pelajar tahun 2010 sebanyak 128 kasus dan pada tahun 2011 sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Berdasarkan jumlah tersebut dapat dinyatakan dalam 1 tahun terdapat peningkatan mencapai hampir 2 kali lipat (Kompasiana, 2012). Kenakalan remaja selain dalam bentuk tawuran juga terdapat perilaku kriminalitas yang dilakukan oleh remaja. Berdasarkan data dari Badan Pusat
2 Statistik (BPS) menemukan adanya kecenderungan yang meningkat yaitu dari tahun 2007 tercatat sekitar 3.100 orang pelaku remaja berusia 18 tahun atau kurang. Jumlah itu meningkat pada 2008 menjadi 3.300 pelaku dan menjadi 4.200 pelaku pada 2009. Hasil analisis data yang bersumber dari berkas laporan penelitian kemasyarakatan Bapas mengungkapkan bahwa 60,0% dari mereka adalah remaja putus sekolah; dan 67,5% masih berusia 16-17 tahun. Sebesar 81,5% mereka berasal dari keluarga yang kurang/tidak mampu secara ekonomi. Tindak pidana yang dilakukan remaja itu umumnya adalah pencurian (60,0%) dengan alasan faktor ekonomi sebesar 46,0% remaja (BPS, 2010). Polda Metro Jaya melaporkan bahwa pada ahir tahun 2012 menemukan kasus kenakalan remaja mengalami peningkatan cukup signifikan, yaitu sebesar 36,66 persen. Sebaliknya, tindak kejahatan pemerkosaan termasuk yang menurun cukup banyak, yakni 22,53 persen. Kesebelas jenis kasus menonjol itu sendiri di antaranya adalah pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat), penganiayaan berat, pembunuhan, pencurian kendaraan bermotor, kebakaran, judi, pemerasan, perkosaan, narkotika, serta kenakalan remaja (Beritasatu, 2012). Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja sangat beragam. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, membawa senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pemerasan, pencurian, mabuk-mabukan, penganiayaan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa (Gunarsa, 2009). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kenakalan pada remaja. Faktor yang menyebabkan kenakalan remaja itu sendiri antara lain identitas remaja itu sendiri, dimana karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Faktor lain adalah Faktor lingkungan merupakan peran
3 utama dalam membantu masa remaja untuk menyelesaikan tugas perkembangannya. Faktor lingkungan ini terdiri dari keluarga, sekolah dan kondisi masyarakat. Berkaitan dengan faktor keluarga dalam hal ini peran orang tua yang ikut membentuk kepribadian remaja sehingga remaja salah satu bentuk kepribadian yang menyimpang adalah bentuk kenakalan pada remaja (Sarwono, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Shanty (2012) menemukan bahwa faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja pada anak keluarga buruh pabrik rokok Djarum yaitu kurang tersedianya waktu orang tua untuk mendidik anak, tidak adanya pengawasan dari orang tua, pengaruh lingkungan, pengaruh teman sepermainan serta faktor kesenangan dari para remaja sendiri. Peran orang tua dalam mencegah kenakalan anak remajanya berjalan kurang efektif. Studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Cangkring Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan melalui pendekatan dan wawancara singkat pada tanggal 5 Januari 2013 dengan 10 remaja yang ada di desa tersebut mendapatkan bahwa 6 diantaranya menyatakan memiliki kebiasaan berkumpul bersama-sama kemudian dari situ timbul keinginan-keinginan untuk melakukan hal-hal yang kurang terpuji. Pada beberapa kesempatan mereka ini secara patungan membeli minuman keras dan mengkonsumsinya bersama-sama. Bentuk kenakalan lain mereka seperti penuturan dari salah satu remaja tersebut yaitu mereka acapkali pergi ke tempat lokalisasi walaupun pertama kali hanya sekedar bermain kemudian akhirnya tergiur dan mencoba melakukan hubungan seks dengan perempuan pekerja seksual yang ada di tempat tersebut. Berkumpulnya mereka dengan sendirinya membentuk satu ikatan seperti kelompok gang yang juga kerap kali terlibat dalam aksi tawuran. Menurut penuturan dari dua remaja diantaranya mereka lebih senang berkumpul karena mereka mendapatkan kehangatan dalam berkumpul dengan teman sebayanya dibandingkan di rumah. Jika di rumah mereka merasakan kesepian dan dirasakan kurang terjalinnya komunikasi diantara angota keluarga. Peraturan-peraturan yang dibuat dalam keluarga sering kali dilanggar oleh remaja dan ada kecenderungan untuk mengikuti kondisi yang
4 berkembang di dalam kelompok sebayanya sebagai usaha untuk diterima dalam kelompoknya. Remaja-remaja ini juga merasa canggung untuk mengungkapkan perasaannya kepada orang tua dan lebih merasa senang jika berkeluh kesah terhadap teman sebayanya, dan hal ini akan menjadi berbahaya jika pelampiasan perasaan tersebut dilakukan dalam bentuk yang salah. Berdasarkan dari uraian di atas, perlu untuk diteliti tentang peran orang tua dalam mencegah kenakalan pada remaja di Desa Cangkring Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah Bagaimana peran orang tua dalam mencegah kenakalan remaja di Desa Cangkring Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui peran orang tua dalam mencegah kenakalan pada remaja. 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang kenakalan remaja. b. Mengidentifikasi peran orang tua dalam mencegah kenakalan pada remaja yang meliputi pengasuhan, komunikasi, pengenalan sifat, upaya pencegahan kenalan remaja. c. Mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi orang tua dalam pengasuhan kepada anak remaja. D. Manfaat penelitian 1. Institusi Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi institusi kesehatan khususnya puskesmas berkaitan dengan
5 keperawatan jiwa remaja dan keperawatan keluarga. 2. Institusi Pendidikan Menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pendidik tentang psikologi perkembangan remaja sehingga pendidik dapat membimbing anak didiknya dalam upaya mencegah atau meminimalkan terjadinya kenakalan remaja. 3. Bagi perawat Dapat menambah pengetahuan dan wawasan perawat tentang perkembangan psikologi anak terutama anak remaja dengan penyimpangan sosial yang terjadi kaitannya dengan pola pengasuhan orang tua. 4. Bagi orang tua Sebagai tambahan atau masukan bagi orang tua dalam memberikan pengasuhan yang tepat sehingga dapat mendorong para remaja untuk menghindari perilaku yang menyimpang atau kenakalan remaja. E. Bidang Ilmu Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu keperawatan jiwa. F. Keaslian penelitian Tabel 1.1 Keaslian penelitian Judul Pengarang Desain Hasil Faktor penyebab kenakalan remaja pada anak keluarga buruh pabrik rokok djarum di kudus Ida Nor Shanty (2012) Kualitatif Faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja pada anak keluarga buruh pabrik rokok Djarum yaitu kurang tersedianya waktu orang tua untuk mendidik anak, tidak adanya pengawasan dari orang tua, pengaruh lingkungan, pengaruh teman sepermainan serta faktor kesenangan dari para remaja sendiri. Peran orang tua dalam mencegah kenakalan anak remajanya berjalan kurang efektif. Ibu buruh pabrik rokok Djarum sibuk bekerja, sehingga kurang memperhatikan pendidikan dan aktivitas anaknya sehari-hari. Faktor pendukung peran orang tua dalam mencegah kenakalan anak remajanya yaitu tersedianya sarana televisi tetapi tidak.
6 Judul Pengarang Desain Hasil Hubungan Antara Tingkat Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remaja Strategi penanggulangan kenakalan anakanak remaja usia sekolah Pola asuh orang tua terhadap perilaku sosial anak remaja di Desa Arang Limbung Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya Iga Serpianing Aroma dan Dewi Retno Suminar (2012) Armadi Arkhan (2006) Indang Maryati, Asrori, Donatianus BSEP3 (2009) Survey analitik dengan analisis korelasi Kualitatif Kualitatif dimanfaatkan secara baik. Faktor penghambatnya yaitu ketidaktegasan orang tua dalam mendidik anak, aktifitas anak yang sering bermain, pengaruh lingkungan, pengaruh teknologi dan pengaruh teman sepermainan Hasil analisis data penelitian menunjukkan nilai korelasi antara variabel kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja sebesar - 0,318 dengan p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara tingkat kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja Penyebab kenakalan mereka adalah karena perilaku orangtua, perceraian, teman dekat, penyalah gunaan teknologi, dan pornografi. Sementara strategi penanggulangannya dengan penanaman akhlak dalam keluarga, meningkatkan kualitas kesalehan, dan memperluas wawasan mereka Hasil penelitian menemukan orang tua berusaha untuk mengatasinya menggunakan pola asuh yang domokratis. Pola asuh demokrastis yang diterapkan diantaranya memberikan kebebasan kepada anak untuk menentukan keinginannya sendiri, memberikan skala prioritas untuk pendidikan anak, dan melakukan komunikasi dengan baik. Pola asuh orang tua yang dilakukan selama ini dengan menggunakan pola asuh otoriter dianggap kurang efektif, karena anak remaja merasa diabaikan hak-haknya oleh orang tua. Selain pola asuh otoriter, pola asuh penelantar atau lepas kasih yang selama ini digunakan orang tua juga belum dianggap efektif, karena anak rema merasa diberikan batasan dalam menentukan pilihan mereka. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penekanan peran orang tua sebagai upaya dalam pencegahan kenakalan pada remaja, sementara penelitian sebelumnya meneliti tentang kejadian kenakalan remaja yang dikaitkan dengan variabel-variabel lain.