SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN 2012-2014
TUJUAN untuk merumuskan model agroforestry yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan aspek budidaya, lingkungan dan sosial ekonomi
SASARAN Tersediannya paket IPTEK peningkatan produktivitas lahan pada berbagai pola agroforesatry Tersedianya paket data dan informasi sosial, ekonomi dan kebijakan pengembangan agroforestry dan produk-produk nya Tersedianya paket data dan informasi dampak penerapan pola agroforestry terhadap kualitas lingkungan Tersedianya model penataan ruang dan kelembagaan yang diperlukan dalam pengelolaan lahan dengan pola agroforestry
OUTPUT 1. Paket IPTEK pendukung peningkatan produktivitas lahan dengan pola agroforestry berbasis kayu pertukangan 2. Paket teknik pengaturan hasil jenis-jenis pohon penghasil kayu pertukangan pada berbagai pola agroforestry 3. Paket data dan informasi lingkungan pada berbagai pola agroforestry 4. Paket analisis sosial, ekonomi, finansial, dan kebijakan pembangunan hutan tanaman/hutan rakyat pola agroforestry 5. Paket informasi tata niaga dan pasar (pola, permasalahan, marjin) hasil-hasil hutan dengan pola agroforestry 6. Model penataan ruang dan kelembagaan pengelolaan lahan dengan pola agroforestry pada DAS Prioritas 7. Model pengelolaan lahan konflik berbasis agroforestry
OUTPUT Paket IPTEK pendukung peningkatan produktivitas lahan dengan pola agroforestry berbasis kayu pertukangan Paket teknik pengaturan hasil jenis-jenis pohon penghasil kayu pertukangan pada berbagai pola agroforestry Paket data dan informasi lingkungan pada berbagai pola agroforestry Paket analisis sosial, ekonomi, finansial, dan kebijakan pembangunan hutan tanaman/hutan rakyat pola agroforestry Paket informasi tata niaga dan pasar (pola, permasalahan, marjin) hasil-hasil hutan dengan pola agroforestry SASARAN Paket IPTEK peningkatan Produktivitas Lahan pada Berbagai Pola Agroforestry paket data dan informasi dampak penerapan pola agroforestry terhadap kualitas lingkungan Paket data dan informasi sosial, ekonomi dan kebijakan pengembangan agroforestry dan produk-produk nya ALUR PIKIR PENCAPAIAN TUJUAN SINTESA TUJUAN MODEL AGROFORESTRY YANG DAPAT DITERAPKAN DENGAN MEMPERTIMBA NGKAN ASPEK BUDIDAYA, LINGKUGAN DAN SOSIAL EKONOMI Model penataan ruang dan kelembagaan pengelolaan lahan dengan pola agroforestry pada DAS Prioritas Model pengelolaan lahan konflik berbasis agroforestry Model Penataan Ruang dan Kelembagaan yang diperlukan dalam Pengelolaan Lahan dengan Pola Agroforestry
Output 1 : Paket IPTEK pendukung peningkatan produktivitas lahan dengan pola agroforestry berbasis kayu pertukangan Peningkatan produktivitas lahan secara agroforestri pada daerah hulu DAS menggunakan kombinasi tanaman pohon berdaur pendek, menengah dan panjang memberikan produksi tanaman semusim (kacang tanah) paling tinggi. Agroforestri mampu meningkatkan riap volume pohon sengon sebesar 147,83% dibandingkan monokultur sengon dengan nilai LER sebesar 2,85. Agroforestry di bawah manglid dengan nilai LER tertinggi jika menggunakan kacang tanah (1,44/1,78), sedangkan jika menggunakan jenis umbi-umbian maka nilai LER tertinggi ditunjukkan pada penanaman suweg (2,88).
Output 1 : Paket IPTEK pendukung peningkatan produktivitas lahan dengan pola agroforestry berbasis kayu pertukangan Agroforestri di lahan pantai berpasir dengan tanaman pokok nyamplung terbukti meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman nyamplung masing-masing sebesar 144,5% dan 81,16% dibanding nyamplung monokultur, selain itu lahan pasir pantai marginal yang dikelola secara agroforestri mampu menghasilkan produksi berupa: kacang tanah di bawah nyamplung pada tahun pertama sebesar 1,388 ton/ha selanjutnya meningkat menjadi 1,653 ton/ha dan jagung 5,7 ton /ha pada tahun kedua, sedangkan pada tahun ketiga dengan menggunakan kedelai tahan naungan mampu menghasilkan biji kedelai sebesar 2,37 ton./ha
Output 1 : Paket IPTEK pendukung peningkatan produktivitas lahan dengan pola agroforestry berbasis kayu pertukangan Agroforestri di bawah tegakan hutan pinus dapat dilakukan dengan menggunakan jenis tanaman obat-obatan. Agroforestri di bawah tegakan pinus pada kelas umur III dapat menggunakan jenis kunyit akan menghasilkan produksi rimpang sebesar 15 ton per hektar, sedangkan pada kelas umur MR dapat menggunakan jenis jahe merah dengan potensi produksi 8,38 ton per hektar.
Output 1 : Paket IPTEK pendukung peningkatan produktivitas lahan dengan pola agroforestry berbasis kayu pertukangan Jenis-jenis hama yang menyerang tanaman kayu pertukangan pada pola agroforestry, seperti kutu putih Hamamelistes sp dan kumbang Sastra sp.pada tanaman manglid, Sauris austa pada tanaman afrika, kumbang pada tanaman tisuk, thrips dan ulat penggulung daun pada tanaman nyamplung tidak berpengaruh terhadap tanaman bawah karena tanaman kayu pertukangan bukan merupakan inang bagi hama tanaman bawah. Begitu juga sebaliknya kelimpahan hama pada tanaman bawah tidak menyerang tanaman kayu pertukangan. Teknik pengendalian hama secara kimiawi dengan bioinsektisida, serta penanaman sistem agroforestry multijenis pohon dapat menurunkan intensitas serangan hama. Hamamelistes sp Sastra sp. kumbang pada tisuk Sauris austa
Output 2 : Paket teknik pengaturan hasil jenis-jenis pohon penghasil kayu pertukangan pada berbagai pola agroforestry Penanaman pohon sengon secara rapat tidak meningkatkan volume pohon, tetapi justru menekan pertumbuhan pohon. Idealnya kerapatan pohon adalah 1111 pohon/ha dengan jarak tanam 3 m x 3 m. Skor bonita jenis sengon di hutan rakyat yang dikelola dengan pola tanam agroforestry lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam monokultur. Bonita yang baik untuk hutan rakyat jenis sengon adalah pada ketinggian tempat tumbuh antara 200 s/d 400 m DPL. Pada ketinggian tersebut, petani bisa memacu perkembangkan hutan rakyat sengon untuk hasil kayu pertukangan, sedangkan pada ketinggian kurang dari 200 m DPL dan diatas 400 m DPL sebaiknya dicampur dengan tanaman bawah untuk memaksimalkan hasil.
Output 3 : Paket data dan informasi lingkungan pada berbagai pola agroforestry Sistem agroforestry berdampak positif terhadap kualitas lingkungan melalui perbaikan kondisi hidrologi dan tanah, antara lain peningkatan kapasitas infiltrasi, penurunan laju aliran permukaan, peningkatan hara tanah. Tanaman pohon dalam sistem agroforestry dapat menyimpan karbon pada permukaan tanah mencapai 95,99 % (46,9 ton/ha), tumbuhan bawah 1,84 % (0,9 ton/ha), nekromasa tidak berkayu 1,47 % (0,72 ton/ha) dan nekromasa berkayu 0,71 % (0,34 ton/ha), dengan tingkat penyimpanan karbon yang berbeda pada tiap jenis pohon. Sebagai contoh, cadangan karbon total sistem agroforestri jabon, manglid dan gmelina adalah masingmasing 114,40 ton/ha, 144,95 ton/ha dan 141,99 ton/ha.
Output 3 : Paket data dan informasi lingkungan pada berbagai pola agroforestry Tingginya persentase cadangan karbon dari pohon menunjukkan bahwa tingkat serapan karbon sistem agroforestri ditentukan oleh jenis pohon pokoknya. Sebaliknya persentase cadangan karbon yang rendah pada tanaman bawah juga menunjukkan pola agroforestry memiliki kontribusi nyata dalam menyerap karbon dibandingkan sistem monokultur tanaman musiman (tidak berkayu).
Output 4 : Paket analisis sosial, ekonomi, finansial, dan kebijakan pembangunan hutan tanaman/hutan rakyat pola agroforestry Hutan rakyat yang dikelola dengan pola agroforestry dipilih petani karena sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat, secara ekonomi layak untuk diusahakan, dan didukung oleh kelembagaan yang efektif. Hanya saja, pengelolaannya masih bersifat tradisional dengan input teknologi yang masih rendah akibat terbatasnya permodalan dan rendahnya adopsi iptek oleh petani. Program pengembangan kayu maupun non kayu yang dapat mendukung pengembangan agroforestry berupa penyuluhan, bantuan bibit tanaman kayu dan non kayu, pelatihan pengolahan hasil hutan non kayu baik instansi kehutanan maupun instansi lainnya. Meskipun demikian, belum ada kebijakan yang secara khusus mengatur mengenai pengembangan agroforestry.
Output 5 : Paket informasi tata niaga dan pasar (pola, permasalahan, marjin) hasil-hasil hutan dengan pola agroforestry Lembaga pemasaran hasil hutan rakyat agroforestry masih sederhana yang melibatkan sedikitnya dua lembaga. Margin keuntungan tertinggi dari pemasaran produk agroforestry di Jawa diperoleh oleh petani pada produk manglid dan kapulaga, sedangkan di Luar Jawa diperoleh oleh pedagang pengepul pada produk kacang tanah, karet, kencur, dan durian. Karakteristik petani yang berusia lanjut dan berpendidikan setara sekolah dasar berpengaruh pada terbatasnya kemampuan dalam menerima informasi pasar maupun teknologi pengelolaan hari agroforestry.
Output 6 : Model penataan ruang dan kelembagaan pengelolaan lahan dengan pola agroforestry pada DAS Prioritas Penataan ruang dalam konsep DAS belum sepenuhnya mengacu pada RTRW yang dapat menyebabkan pengelolaan lanskap DAS belum berkelanjutan. Pendekatan pengelolaan lanskap dengan konsep agroforestry dengan optimalisasi jenis tanaman dapat membantu menurunkan tingkat erosi serta mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas air disamping meningkatkan pendapatan masyarakat. Kelembagaan pengelolaan agroforestry terbukti lebih mampu mengarahkan pemangku kepentingan untuk bekerjasama dibanding kelembagaan pengelolaan hutan monokultur.
Output 7 : Model pengelolaan lahan konflik berbasis agroforestri Pola agroforestry dapat dijadikan sebagai jalan tengah untuk mengatasi konflik dengan syarat adanya kejelasan status, fungsi, tata batas, serta pemangku lahan yang merupakan indikator kelestarian pengelolaan hutan.
REKOMENDASI DAN SARAN Pemanfaatan lahan di Hulu DAS sebaiknya menggunakan campuran pohon daur pendek, menengah dan panjang sehingga waktu tebang tidak bersamaan untuk mengurangi terjadinya erosi. Kompetisi antara pohon dan tanaman semusim dapat dikurangi dengan pengaturan jarak tanam serta dilakukan pemangkasan cabang pohon. Lahan dibawah tegakan pinus yang masih banyak belum dimanfaatkan dapat digunakan sebagai lokasi budidaya tanaman obat-obatan. Agroforestri secara berkelanjutan pada lahan pantai berpasir akan semakin meningkatkan pertumbuhan tanaman pokok serta hasil tanamans semusim. Hasil berupa kayu pertukangan yang maksimal bisa diperoleh antara 5 s/d 6 tahun jika hutan rakyat sengon dikembangkan pada ketinggian tempat tumbuh antara 200 s/d 400 m DPL dengan menerapkan jarak tanam yang direkomendasikan (3 m x 3 m, atau 3m x 4 m) dan harus dilakukan pemeliharaan (pemupukan, penjarangan, pembebasan dari gulma).
REKOMENDASI DAN SARAN Sejauh ini baik di Dinas Kehutanan maupun dinas lainnya belum ada peraturan maupun program yang secara komprehensif menaungi kegiatan pengembangan hutan rakyat pola agroforestry. Koordinasi antar lembaga masih belum terlihat, mengingat usaha untuk mencapai hal tersebut membutuhkan biaya, proses, dan waktu yang panjang. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar lembaga dalam pelaksanaan kegiatan sehingga terjadinya tumpang tindih antara satu program dengan program lainnya dapat diminimalkan. Strategi diseminasi dan adopsi hasil-hasil iptek agroforestry dilakukan dengan cara pelaksanaan riset aksi terintegrasi, Sekolah Lapang Agroforestry, pengembangan agroforestry berbasis pasar, dan penyusunan kebijakan berbasis hasil riset.
REKOMENDASI DAN SARAN Dalam rangka mendukung keberlanjutan pengelolaan DAS, agroforestry perlu dipromosikan sebagai pola pengelolaan hutan dan lahan yang dapat dikoordinasikan dan disinergikan dengan kegiatan Dinas Kehutanan Perkebunan dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, yaitu: (a) Pembangunan Agroforestri dan (b) Pembangunan Hutan Rakyat Pola Pengkayaan, (c) Budidaya Pertanian Ramah Lingkungan dan (d) Budidaya Tanaman Terpadu. Penelitian agroforestri sampai saat ini masih banyak dalam skala plot. Oleh karena itu, penelitian kedepan diarahkan untuk pengembangan agroforestri dalam pengelolaan lanskap yang lebih luas dengan melibatkan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka riset aksi. Pengembangan agroforestri dengan mengakomodasi produk unggulan daerah diharapkan dapat semakin mengangkat produk lokal yang menunjang kebutuhan pangan, energi dan meningkatkan kualitas lingkungan.
TERIMA KASIH