BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Univariat a. Umur responden Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan umur responden

BAB IV HASIL FAKTOR IBU DALAM MERAWAT ANAK BALITA DENGAN DIARE

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pulo Brayan Kota Medan dengan

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

BAB 3 METODE PENELITIAN. epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLAMBATAN PENGOBATAN PADA WANITA PENDERITA KANKER PAYUDARA

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

BAB I PENDAHULUAN. (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan Case Fatility Rate (CFR) yang

Oleh: Aulia Ihsani

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI KELUARGA UNTUK MELAKUKAN PROGRAM PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI DESA MANGUNHARJO JATIPURNO WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Maleo. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Popayato

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur, salah satu agenda riset nasional bidang

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian cross sectional,

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kata kunci : Peran Keluarga Prasejahtera, Upaya Pencegahan ISPA pada Balita

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat pekerja mempunyai peranan & kedudukan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KETEPATAN WAKTU MELAKUKAN IMUNISASI PADA BAYI DI BPS SRI MARTUTI, PIYUNGAN, BANTUL, YOGYAKARTA

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis/ Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan. wawancara menggunakan kuesioner dengan pendekatan cross sectional.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

BAB I PENDAHULUAN. saja sampai usia 6 bulan yang disebut sebagai ASI esklusif (DepKes, 2005). bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Lokasi penelitian bertempat di Pasar Kembang Yogyakarta,tepatnya di

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN. Kesimpulan penelitian Manfaat Penyuluhan Gizi dalam Upaya Peningkatan

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

Oleh : VIVI MAYA SARI No. BP

HUBUNGAN MOTIVASI IBU BALITA DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) Ati ul Impartina Program Studi D III Kebidanan STIKES Muhammadiyah Lamongan

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HB 0 PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEUREUDU KABUPATEN PIDIE JAYA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

BAB IV HASIL PENELITIAN. Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan dengan jumlah responden 40 0rang dimana

Fajarina Lathu INTISARI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Merlly Amalia ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan yang terbaik untuk bayi usia 0-6 bulan adalah ASI. Air susu ibu (ASI) merupakan sumber energi

HUBUNGAN PEKERJAAN IBU BALITA TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU PRIMA SEJAHTERA DESA PANDEAN KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Pasar Kliwon yang berada di wilayah Kota Surakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat.

sedangkan status gizi pada balita sebagai variabel terikat.

KUESIONER GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDENSI DIARE PADA BALITA DI RSU SARASWATI CIKAMPEK PERIODE BULAN JULI 2008

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

Nisa khoiriah INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT DI KELURAHAN SETIAJAYA KECAMATAN CIBEUREUM KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2013

Rina Harwati Wahyuningsih Akademi Kebidanan Giri Satria Husada Wonogiri ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KONTRUKSI SUMUR GALI TERHADAP KUALITAS SUMUR GALI

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab timbulnya masalah gizi salah satunya yaitu status gizi yang

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DINI DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI DIBAWAH UMUR 6 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. adalah penelitian yang mengkaji hubungan antara variable dengan

HUBUNGAN SIKAP IBU TENTANG SANITASI BOTOL SUSU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIMAHI SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan pembahasan mengenai variabel independen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PEMBERIAN ASI PADA IBU MENYUSUI DI DESA LOLONG KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG

sangat berlebihan dan juga tidak realistik, seperti selalu memanggil petugas kesehatan walaupun demamnya tidak tinggi (Youssef et al, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum penelitian Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang terletak di Jalan Sambiroto Semarang. Letak Geografis & Wilayah Kerja terletak di RT 01 RW I, Kelurahan Kedungmundu, Kecamatan Tembalang. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare. Penelitian ini telah dilaksanakan Bulan April 2014 di Puskesmas Kedungmundu Semarang. Responden yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 76 orang ibu. B. Analisis Univariat 1. Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan pendapatan ibu di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) Karakteristik Responden Frekuensi Persentase Pendidikan 1. Rendah 2. Menengah 3. Tinggi Pekerjaan 1. IRT 2. Wiraswasta 3. Swasta Buruh Pendapatan 1. < UMR 2. = UMR 3. > UMR 24 47 5 61 3 7 5 48 20 8 31,6 61,8 6,6 80,3 3,9 9,2 6,6 63,2 26,3 10,5 Total 76 100.0 29

30 Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan mayoritas pendidikan responden adalah pendidikan menengah yaitu sebanyak 47 orang (61,8%). Berdasarkan pekerjaan mayoritas ibu tidak bekerja atau IRT yaitu sebanyak 61 orang (80,3%), dan berdasarkan pendapatan sebagian besar ibu memiliki pendapatan keluarga < UMR yaitu sebanyak 48 orang (63,2%). 2. Pengetahuan responden Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan ibu di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) Pengetahuan Frekuensi Persentase Cukup Baik 10 66 13,2 86,8 Total 76 100.0 Berdasarkan tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa mayoritas pengetahuan ibu adalah baik yaitu sebanyak 66 orang (86,8%). 2. Perilaku hidup bersih dan sehat Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku hidup bersih dan sehat ibu di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) PHBS Frekuensi Persentase Tidak baik Baik 30 46 39,5 60,5 Total 76 100.0 Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan mayoritas perilaku hidup bersih dan sehat adalah baik yaitu sebanyak 46 orang (60,5%).

31 3. Higiene sanitasi makanan Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan higiene sanitasi makanan di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) Higiene sanitasi makanan Frekuensi Persentase Tidak baik Baik 25 51 32,9 67,1 Total 76 100.0 4. Status gizi Berdasarkan tabel 4.4 dapat disimpulkan mayoritas higiene sanitasi makanan adalah baik yaitu sebanyak 51 orang (67,1%). Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi anak di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) Status gizi Frekuensi Persentase Kurang Baik 15 61 19,7 80,3 Total 76 100.0 Berdasarkan tabel 4.5 dapat disimpulkan mayoritas status gizi anak adalah baik yaitu sebanyak 61 orang (80,3%). 5. Kejadian diare Tabel 4.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian diare anak di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) Kejadian diare Frekuensi Persentase Diare Tidak diare 54 22 71,1 28,9 Total 76 100.0

32 Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan mayoritas balita yang menjadi responden mengalami diare yaitu sebanyak 54 orang (71,1%). C. Analisa Bivariat 1. Pendidikan dengan kejadian diare Tabel 4.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) pendidikan Mengalami diare Rendah 18 Menengah & (75,0%) 36 Tinggi (69,2%) Jumlah 54 (71,1%) Kejadian Diare Tidak mengalami diare 6 (25,0%) 16 (30,8%) 22 28.9% Total 24 52 76 100.0% p 0,787 Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh bahwa sebagian besar responden berpendidikan Menengah dan tinggi. Pada responden yang berpendidikan menengah dan tinggi sebagian besar balitanya mengalami diare. Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,787 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kelurahan Kedungmundu Semarang.

33 2. Pekerjaan dengan kejadian diare Tabel 4.8 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) pekerjaan Mengalami diare Tidak bekerja 42 (68,9%) Bekerja 12 (80,0%) Jumlah 54 (71,1%) Kejadian Diare Tidak mengalami diare 19 (31,1%) 3 (20,0%) 22 (28,9%) Total 61 15 76 p 0,532 Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh bahwa sebagian besar responden tidak bekerja. Pada responden tidak bekerja sebagian besar balitanya mengalami diare (68,9%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,532 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pekerjaaan ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.

34 3. Pendapatan dengan kejadian diare Tabel 4.9 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendapatan ibu dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) pendapatan Mengalami diare < UMR 35 (72,9%) = UMR 14 (70,0%) > UMR 5 (62,5%) Jumlah 54 (71,1%) Kejadian Diare Tidak mengalami diare 13 (27,1%) 6 (30,0%) 3 (37,5%) 22 (289%) Total 48 20 8 76 p 0,828 Berdasarkan Tabel 4.9 diperoleh bahwa sebagian besar responden pendapatan responden adalah kurang dari UMR. Pada responden yang pendapatannya kurang dari UMR sebagian besar balitanya mengalami diare (72,9%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,828 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pendapatan ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.

35 4. Pengetahuan dengan kejadian diare Tabel 4.10 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan ibu dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) pengetahuan Mengalami diare Cukup 9 (90,0%) Baik 45 (68,2%) Jumlah 54 (71,1%) Kejadian Diare Tidak mengalami diare 1 (10,0%) 21 (31,8%) 22 28.9% Total 10 66 76 p 0,265 Berdasarkan Tabel 4.10 diperoleh bahwa sebagian besar responden pengetahuannya adalah baik. Pada responden yang pengetahuannya baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (68,2%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,265 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. 5. Perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare Tabel 4.11 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) PHBS Mengalami diare Tidak baik 27 (90,0%) Baik 27 (58,7%) Jumlah 54 (71,1%) Kejadian Diare Tidak mengalami diare 3 (10.0%) 19 (41.3%) 22 (28,9%) Total 30 46 76 p 0,004

36 Berdasarkan Tabel 4.11 diperoleh bahwa sebagian besar perilaku hidup bersih dan sehat responden adalah baik. Pada responden yang perilaku hidup bersih dan sehat yang baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (58,7%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,004 yang berarti p value < 0,05 maka ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. 6. Higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare Tabel 4.12 Distribusi frekuensi responden berdasarkan higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) higiene sanitasi makanan Tidak baik Mengalami diare 24 (96,0% Kejadian Diare Tidak mengalami diare 1 (4,0%) Total 25 p 0,001 Baik 30 (58,8%) Jumlah 54 (71,1%) 21 (41,2%) 22 (28,9%) 51 76 Berdasarkan Tabel 4.12 diperoleh bahwa sebagian besar higiene sanitasi makanan responden adalah baik. Pada responden yang higiene sanitasi makanan yang baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (58,8%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,001 yang

37 berarti p value < 0,05 maka ada hubungan antara higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. 7. Status gizi dengan kejadian diare Tabel 4.13 Distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) Status gizi Mengalami diare Kurang 14 (93,3%) Baik 40 (65,6%) Jumlah 54 (71,1%) Kejadian Diare Tidak mengalami diare 1 (6,7%) 21 (34,4%) 22 (28,9%) Total 15 61 76 p 0,053 Berdasarkan Tabel 4.13 diperoleh bahwa sebagian besar status gizi anak responden adalah baik. Pada responden yang status gizi anaknya baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (65,6%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,053 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.

38 D. Analisis multivariat Tabel 4.14 Tabel regresi logistik hubungan antara PHBS, higiene sanitasi makanan dan status gizi dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang bulan April 2014 (n=76) No Variabel P OR Lower (CI 95%) Upper 1 PHBS 0,041 0,224 0,053 0,941 2 Higiene sanitasi 0,010 0,062 0,007 0,518 makanan 3 Status gizi 0,072 0,133 0,015 1,196 Hasil dari uji chi square diketahui terdapat tiga variabel yang di uji regresi logistic yaitu PHBS, higiene sanitasi makanan dan status gizi. Hasil analisis uji regression logistic menggunakan metode backward stepwise. Metode ini mengunakan satu langkah untuk sampai pada hasil akhir. Pada step terakhir terdapat 2 variabel yaitu PHBS, higiene sanitasi makanan memiliki nilai sig < 0,05 sehingga variabel PHBS dan higiene sanitasi makanan yang menjadi prediktor utama dalam penelitian ini.

40 E. Pembahasan hasil 1. Pendidikan Ibu Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar pendidikan ibu yang menjadi responden adalah pendidikan menengah yaitu sebanyak 47 orang (61,8%). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang menjadi responden penelitian ini telah menempuh pendididikan yang cukup baik yaitu setngkat SLTA atau sederajat. Seseorang yang memiliki pendidikan lebih baik dan lebih tinggi maka akan membuat seseorang lebih kritis dalam berfikir dan mengambil keputusan. Orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki keluwesan dalam menerima setiap informasi dan dapat memilah secara lebih baik mana yang salah dan mana yang benar, termasuk meningkatkan pengetahuannya berkaitan dengan kesehatan terutama kesehatan anak agar dapat terhindar dari penyakit diare. Green dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor predesposisi untuk terbentuknya tingkat pengetahuan. Hal ini berarti bahwa karena pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauhmana keuntungan yang mungkin mereka peroleh dari gagasan tersebut (Sukmadinata, 2003). 2. Pekerjaan Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas ibu tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 61 orang (80,3%). 40

41 Ibu yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga memiliki waktu yang lebih banyak untuk mengurus anak dengan baik. Ibu dapat memberikan perhatian dan kasih sayangnya terhadap anak termasuk dalam memantau pertumbuhan dan perkembangannya. Balita sangat memerlukan pengawasan dari ibu untuk menjaga dan merawat balita dari hal-hal yang tidak diinginkan terutama berhubungan dengan kesehatannya. Ibu yang bekerja di luar rumah akan menemui kesulitan untuk membagi waktu dengan baik dalam menjaga balitanya, oleh karena itu ibu yang bekerja aka membutuhkan pengasuh balita. Jika pengasuh ini dapat bertanggung jawab dengan baik dalam menjaga balita maka akan dapat meminimalisir kejadian diare pada balita. 3. Pendapatan Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar ibu memiliki pendapatan keluarga < UMR yaitu sebanyak 48 orang (63,2%). Pendapatan yang rendah ini akan mempengaruhi kualitas asupan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga terutama kepada balita. Kualitas makanan yang buruk akan memudahkan balita terserang penyakit termasuk penyakit diare. Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik. Semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan semakin baik (Berg, 2006). Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan di suatu keluarga. Demikian ada hubungan yang erat

42 antara pendapatan dan kejadian diare yang didorong adanya pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkatkan, perbaikan sarana atau fasilitas kesehatan serta masalah keluarga lainnya, yang berkaitan dengan kejadian diare, hampir berlaku terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan. Tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup, di mana status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh pada fasilitasnya yang diberikan (Notoatmodjo, 2007). Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka khususnya di dalam rumahnya akan terjamin. Pada ibu yang mempunyai pendapatan kurang akan lambat dalam penanganan diare karena ketiadaan biaya berobat ke petugas kesehatan yang akibatnya dapat terjadi diare yang lebih parah. 4. Pengetahuan Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas pengetahuan ibu adalah baik yaitu sebanyak 86,8%. Hal ini menunjukkan bahwa responden memahami tentang penyakit diare, baik tentang penyebab maupun cara penanganannya terutama pada pertolongan pertama pada penderitan diare. Pengetahuan yang baik ini tercermin dari hasil jawaban pada kuesioner tentang pernyataan anak yang sedang diare dapat mengakibatkan dehidrasi semua responden menjawab denan benar. Pernyataan tentang diare adalah penyakit buang air besar yang lembek lebih dari 3 kali dalam sehari diketahui sebanyak 98,7% responden menjawab denan benar dan penyataan tentang salah satu sumber penyebab

43 diare adalah sumber air yang tidak bersih ditemukan sebanyak 98,7% responden menjawab denan benar. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang dirasakan oleh panca indera responden akibat dari penyerapan informasi berbagai sumber seperti penyuluhan, tayangan televisi, buku maupun paparan informasi dari media masa seperti majalah kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). 5. Perilaku hidup bersih dan sehat Hasil penelitian mendapatkan bahwa mayoritas perilaku hidup bersih dan sehat adalah baik yaitu sebanyak 60,5%. Perilaku hidup bersih dan sehat yang baik ini menunjukkan bahwa responden telah berperilaku dan bergaya hidup secara bersih dan sehat dalam kehidupannya sehari-hari. Perilaku hidup bersih dan sehat yang baik pada responden ini banyak ditemukan pada pernyataan tentang Ibu dan Balita selalu menggunting kuku ketika sudah terlihat panjang ditemukan semua responden melakukannya, pernyataan tentang Ibu selalu mencuci tangan sebelum menyuapi Balita ditemukan sebanyak 98,7% responden melakukannya dan pernyataan ibu selalu menggunakan jamban ketika buang Air Besar (BAB) ditemukan sebanyak 97,4% responden melakukannya. 6. Higiene sanitasi makanan Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas higiene sanitasi makanan adalah baik yaitu sebanyak 67,1%. Hasil ini menunjukkan bahwa

44 responden penelitian sangat memperhatikan kebersihan dan kesehatan makanan yang dikonsumsi. Higiene sanitasi makanan yang baik ini tercermin dari pernyataan sumber air minum untuk konsumsi sehari-hari adalah dari air bersih yang layak minum yang ditemukan semua responden melakukannya, pernyataan tentang mkanan yang disajikan diletakkan di meja makan yang bersih yang didapatkan semua responden melakukannya dan penyataan tentang menyimpan makanan ditempat yang bersih didapatkan semua responden melakukannya. 7. Hubungan pendidikan dengan kejadian diare Hasil penelitian menemukan bahwa responden yang berpendidikan menengah dan tinggi sebagaian besar balitanya mengalami diare. Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,787 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kelurahan Kedungmundu Semarang. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasman (2004) yang mendapatkan bahwa ada hubungan pendidikan ibu dengan kejadian diare. Pendidikan ibu berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita. Pendidikan yang lebih tinggi akan mempengaruhi cara pandang ibu dalam pengasuhan anak termasuk dalam pencegahan diare. Penelitian lain dilakukan oleh Irianto, dkk. (2004) yang menemukan bahwa pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap kejadian diare.

45 Perbedaan penelitian Irianto, dkk (2004) dengan penelitian ini terletak pada jumlah subjek penelitian yang sangat besar yaitu 12.689 sampel serta pada penelitian Irianto dkk, hanya meneliti sosio demografi dan lingkungan. Penelitian Irianto juga membandingkan antara responden dari desa dan responden dari kota. Hasil penelitian ini tidak menemukan hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare karena pendidikan ibu baik yang rendah maupun yang menengah dan tinggi sebagian besar anak balitanya menderita diare. Oleh karena itu tinggi atau rendahnya pendidikan tidak dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita. Kondisi dan daya tahan anak serta perilaku kesehatan yang diterapkan setiap hari yang ditunjang dengan kebersihan lingkungan lebih mempengaruhi terjadinya diare pada balita. 2. Hubungan pekerjaan dengan kejadian diare Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja. Pada responden tidak bekerja sebagian besar balitanya mengalami diare (68,9%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,532 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pekerjaaan ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hardi, Masni dan Rahma (2012) yang menemukan bahwa pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan kejadian diare pada anak. Hal ini terjadi karena jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ibu tidak mengganggu dalam menjaga kesehatan

46 anak. Ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja akan tetap memperhatikan kesehatan anak terutama berkaitan dengan kebersihan dan asupan makanan yang harus diberikan kepada anak. Pekerjaan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja. Hasil penelitian menemukan bahwa pada ibu yang bekerja maupun yang tidak bekerja sebagian besar anak balitanya menderita diare. Ibu yang bekerja tentunya sangat sulit untuk mengasuh anaknya sendiri sehingga tugas pengasuhan didelegasikan kepada orang lain yang apabila kurang memahami tentang kesehatan anak maka akan berperilaku salah dalam menjaga dan mengasuh anak. Ibu yang tidak bekerja yang dalam hal ini sebagai ibu rumah tangga biasanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri, jika dibarengi dengan mengasuh anak terkadang juga kurang dapat memberikan pengawasan yang baik kepada anak sehingga anak juga rawan terserang diare. 3. Hubungan pendapatan dengan kejadian diare Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar responden pendapatan responden adalah kurang dari UMR. Pada responden yang pendapatannya kurang dari UMR sebagaian besar balitanya mengalami diare (72,9%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,828 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pendapatan ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.

47 Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik. Dimana semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan semakin baik. Pendapatan merupakan factor yang menentukan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan disuatu keluarga. Walaupaun demikian ada hubungan yang erat antara pendapatan dan kejadian diare yang didorong adanya pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkatkan, maka perbaikan sarana atau fasilitas kesehatan serta masalah keluarga lainnya, yang berkaitan dengan kejadian diare, hampir berlaku terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan. Namun demikian dalam penelitian ini ditemukan tidak adanya hubungan antara pendapatan dengan kejadian diare, hal ini menunjukkan bahwa kejadian diare pada responden penelitian lebih dikarenakan oleh faktor perilaku kesehatan dan kesehatan lingkungan sendiri. 4. Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar responden pengetahuannya adalah baik. Pada responden yang pengetahuannya baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (68,2%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,265 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.

48 Dengan tingkat pengetahuan yang rendah tentang diare, seorang ibu cenderung kesulitan untuk melindungi dan mencegah balitanya dari penularan diare. Pengetahuan yang rendah ini menyebabkan masyarakat mempnyai pandangan tersendiri dan berbeda terhadap penyakit diare. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahman Hardi, Masni dan Rahma (2012) yang menemukan bahwa pengetahuan berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Penelitian yang dilakukan oleh Ali (2010) yang meneliti tentang hubungan pengetahuan ibu tentang diare terhadap kejadian diare pada anak balita di Desa Sewulan Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun menemukan bahwa pengetahuan berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Perbedaan penelitian Ali (2010) dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel bebas yang digunakan yaitu hanya pengetahuan, sementara dalam penelitian ini selain pengetahuan juga dibandingkan dengan variabel lain dalam analisis multivariat. 5. Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar perilaku hidup bersih dan sehat responden adalah baik. Pada responden yang perilaku hidup bersih dan sehat yang baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (58,7%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,004 yang berarti p value < 0,05 maka ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.

49 Perilaku sanitasi hygiene merupakan faktor penting terhadap kejadian diare. Perilaku ini dapat berupa kebiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihan masakan, menjaga kebersihan dalam mengelola masakan dan menjaga kebersihan lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan, dkk. (2008) menemukan bahwa perilaku sanitasi hygiene merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian diare. Perbedaan penelitian Darmawan (2008) dengan penelitian ini adalah terletak pada metode penelitian dimana penelitian Darmawan, dkk. menggunakan metode penelitian studi deskriptif sementara dalam penelitian ini menggunakan metode analitik 6. Hubungan higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar higiene sanitasi makanan responden adalah baik. Pada responden yang higiene sanitasi makanan yang baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (58,8%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,001 yang berarti p value < 0,05 maka ada hubungan antara higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. Higiene sanitasi makanan berkaitan dengan segala sesuatu dengan proses penyajian makanan mulai dari kebersihan makanan itu sendiri hingga peralatan-peralatan yang digunakan untuk menyajikan makanan itu sendiri. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2012) yang menemukan bahwa higiene sanitasi makanan

50 berhubungan dengan kejadian diare. Higiene sanitasi makanan terdiri dari kebersihan peralatan makan, sumber air, dan jenis makanan sendiri. 7. Hubungan status gizi dengan kejadian diare Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar status gizi anak responden adalah baik. Pada responden yang status gizi anaknya baik sebagaian besar balitanya mengalami diare (65,6%). Setelah dilakukan uji chi-square dengan taraf signifikan 5% (0,05) diperoleh bahwa p value = 0,053 yang berarti p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wardani (2012) yang menemukan bahwa status gizi tidak berhubungan dengan kejadian diare pada anak. Status gizi baik merupakan faktor protektif terhadap kejadian sering diare. Hal ini dimungkinkan karena kejadian diare tidak hanya dipengaruhi status gizi tetapi juga faktor lain. Faktor lain tersebut antara lain kekurangan ASI Eksklusif sehingga anak-anak sudah terpapar pada penggantian air susu ibu dan makanan tambahan yang kemungkinan pengolahan dan penyajiannya kurang higienis 8. Analisis regresi logistik faktor-faktor penyebab kejadian diare pada anak Hasil penelitian didapatkan bahwa ada dua variabel mempunyai pengaruh terhadap kejadian diare pada balita, dan keduanya dominan, yaitu PHBS dan higiene sanitasi makanan. Perilaku sanitasi hygiene merupakan faktor penting terhadap kejadian diare. Perilaku ini dapat

51 berupa kebiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihan masakan, menjaga kebersihan dalam mengelola masakan dan menjaga kebersihan lingkungan. Hasil penelitian menemukan bahwa hasil analisis uji chidiperoleh p value = 0,004 yang berarti ada hubungan antara perilaku PHBS dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. Hasil penelitian dengan menggunakan Chi Square juga menemukan bahawa hubungan antara higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare didapatkan p value = 0,001 yang berarti ada hubungan antara higiene sanitasi makanan dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan, dkk. (2008) menemukan bahwa perilaku sanitasi hygiene merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian diare. Perbedaan penelitian Darmawan (2008) dengan penelitian ini adalah terletak pada metode penelitian dimana penelitian Darmawan, dkk. menggunakan metode penelitian studi deskriptif sementara dalam penelitian ini menggunakan metode analitik. Penelitian lain dilakukan oleh Kasman (2004) yang menemukan bahwa sanitasi lingkungan berpengaruh terhadap kejadian diare. Perbedaan penelitian Kasman (2004) dengan penelitian ini terletak pada variabel sanitasi hygiene, sementara dalam penelitian ini lebih menekankan pada perilaku sanitasi hygiene yang dilakukan oleh ibu dalam mencegah kejadian diare.

52 Hasil penelitian analisis faktor yang menjadi prediktor kejadian diare pada balita di Puskesmas Kedungmundu Semarang dapat menambah pengetahuan pada ibu-ibu terutama yang memiliki anak balita dan dapat mengantisipasi dalam mencegah kejadian diare menimpa anak balitanya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memberikan gambaran tentang permasalahan diare sekaligus upaya pencegahannya terhadap anak balita di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. Terdapat banyak faktor yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian diare pada balita sehingga menurunkan angka kejadian diare pada anak balita yang sangat rentan. Faktor tersebut meliputi faktor langsung yang terdiri dari perilaku sanitasi hygiene dan kondisi lingkungan serta faktor tidak langsung seperti pengetahuan, pendidikan, umur, pendapatan dan sebagainya (Pudjiadi,2005; Notoatmodjo, 2003). Penerapan hidup bersih dan sehat serta higiene sanitasi makanan menjadi faktor utama karena pada dasarnya kejadian diare tidak terlepas dari kehidupan bersih dan sehat termasuk menjaga kebersihan dan kesehatan makanan yang diterapkan dalam suatu keluarga. Penerapan pola hidup sehat dapat mencegah timbulnya berbagai bakteri dan virus penyebab penyakit termasuk penyakit diare (Ngastiyah, 2005). Pencegahan dan penanganan pada diare yang baik membutuhkan ketepatan yaitu penerapan perilaku yang baik oleh ibu. Perilaku pencegahan dan penanganan dapat terlaksana dengan baik jika seorang ibu memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan menjadi faktor dominan

53 dalam berperilaku. Semakin baik pengetahuan seseorang maka akan mempengaruhi setiap perilaku yang dilaksanakan. Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa dalam berperilaku atau dalam bertindak seseorang akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu predisposisi, enabling dan reinforcing. Faktor predisposisi yang menjadi pencetus utama adalah pengetahuan, sikap, norma, nilai kemasyarakatan dan sebagainya. Sementara pengetahuan sendiri dapat terbentuk jika dipengaruhi oleh bebera faktor termasuk pendidikan yang didapatkan. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan non formal bisa dapatkan dari adanya penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan terkait. Penidikan responden penelitian ini yang sebagian besar adalah pendidikan dasar yaitu sebanyak 53,5% dimungkinkan menjadi salah satu penyebab rendahnya pengetahuan responden tentang kebersihan diri dan kebersihan lingkungan yang dapat mempengaruhi kejadian diare. Pengetahuan yang dimiliki oleh responden penelitian akhirnya juga berimplikasi terhadap sikap yang dimiliki, dimana pengetahuan dan sikap seseorang biasanya memang berjalan beriringan. Seseorang yang pengetahuanya tinggi akan diikuti dengan sikapnya yang positif, demikian pula sebaliknya jika pengetahuannya rendah juga diikuti dengan sikapnya yang negatif. Sikap responden penelitian ini juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dimana kondisi lingkungan yang ditempati selama

54 ini dianggap tidak bermasalah maka kondisi kebersihan lingkungan menjadi tidak terlalu diperhatikan. Sanitasi hygiene atau kebersihan lingkungan yang tidak diperhatikan tersebut ternyata saat ini menjadi salah satu penyebab utama terhadap kejadian diare terutama pada balita dimana balita merupakan salah satu kelompok umur yang sangat rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk diare. Hasil penelitian ini menemukan bahwa berdasarkan hasil analisis hubungan faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita mendapatkan bahwa hanya variabel PHBS dan higiene sanitasi makanan yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare. Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan regresi logistik juga menemukan bahwa kedua variabel tersebut di atas yang menjadi prediktor terhadap kejadian diare pada balita. F. Kendala Penelitian Adapun kendala dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Proses pengumpulan data peneliti menemukan kendala dimana banyak responden yang awalnya menolak keikutsertaannya sebagai responden karena takut berimplikasi terhadap keluarganya, namuan setelah peneliti berikan penjelasan bahwa penelitian ini tidak berpengaruh apapun dan nama responden dirahasiakan akhirnya mereka bersedia.

55 2. Pada penelitian ini menggunakan metode cross sectional, dimana desain ini memiliki kelemahan yaitu tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda. Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan metode yang lain. 3. Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian yang masih perlu diperbaiki pada penelitian selanjutnya yaitu pada pengambilan data hanya berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang diberikan kepada ibu sementara cross check dan observasi tidak dilakukan sehingga dikhawatirkan responden kurang memahami maksud dari kuesioner. Keseluruhan data penelitian juga hanya didasarkan pada kuesioner saja sehingga tidak didapatkan hasil penelitian yang lebih detail sehingga peneliti selanjutnya perlu melakukan observasi dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Mayoritas pendidikan responden adalah pendidikan menengah yaitu sebanyak 47 orang (61,8%). 2. Mayoritas ibu tidak bekerja atau IRT yaitu sebanyak 61 orang (80,3%). 3. Sebagian besar ibu memiliki pendapatan keluarga < UMR yaitu sebanyak 48 orang (63,2%). 4. Mayoritas pengetahuan ibu adalah baik yaitu sebanyak 66 orang (86,8%). 5. Mayoritas perilaku hidup bersih dan sehat adalah baik yaitu sebanyak 46 orang (60,5%). 6. Mayoritas higiene sanitasi makanan adalah baik yaitu sebanyak 51 orang (67,1%). 7. Mayoritas status gizi anak adalah baik yaitu sebanyak 61 orang (80,3%). 8. Mayoritas balita yang menjadi responden mengalami diare yaitu sebanyak 54 orang (71,1%). 9. Tidak terdapat hubungan pendidikan dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. 10. Tidak terdapat hubungan penegtahuan dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. 11. Terdapat hubungan PHBS dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang 56

57 12. Terdapat hubungan higiene sanitas makanan dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. 13. Tidak terdapat hubungan status gizi dengan kejadian diare di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang. 14. Hasil uji regresi logistik hanya variabel PHBS dan higiene sanitasi makanan yang berpengaruh terhadap kejadian diare dan variabel higiene sanitasi makanan menjadi variabel yang memiliki pengaruh paling besar B. Saran 1. Bagi Ibu Balita Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi ibu-ibu yang memiliki anak balita agar dapat memperhatikan semua faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya diare terutama faktor yang paling dominan yaitu PHBS dan higiene sanitasi makanan dengan menghindari dan mencegahnya, karena pada dasarnya mencegah lebih baik daripada mengobati. 2. Bagi peneliti lain Pada penelitian selanjutnya untuk mengukur variabel PHBS dan higiene sanitasi makanan dapat dilakukan observasi sehingga hasilnya lebih akurat. 3. Bagi institusi kesehatan Institusi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan penyulihan diare terutama di tingkat posyandu, mengingat pada tingkat ini dapat menjangkau masyarakat yang luas.

58 4. Masyarakat Masyarakat diharapkan dapat memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungannya dengan baik, karena lingkungan yang buruk dapat menjadi penyebab timbulnya sumber penyakit termasuk diare.