1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga berperan sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat Indonesia karena sebesar 40,3 persen masyarakat Indonenesia bermatapencaharian sebagai petani (BPS 2008). Selain itu, pada Tahun 2009, sektor pertanian menempati urutan kedua setelah industri pengolahan dalam memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu subsektor perkebunan, pangan, dan hortikultura. Menurut data BPS tahun 2004 bahwa terdapat sekitar 34,01 persen rumah tangga petani Indonesia yang mengusahakan tanaman hortikultura. Hal ini terkait dengan kondisi alam Indonesia yang mendukung dalam pengembangan komoditas-komoditasnya. Subsektor hortikultura ini terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan obat-obatan. Menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), nilai PDB dari subsektor hortikultura dari Tahun 2007 hingga 2010 cendung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku di Indonesia Tahun 2007-2010 No Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) 2007 2008 2009 2010 1 Buah-Buahan 42.362 47.060 48.437 45.482 2 Sayuran 25.587 28.205 30.506 31.244 3 Tanaman Hias 4.741 5.085 5.494 3.665 4 Biofarmaka 4.105 3.853 3.897 6.174 Total 76.795 84.203 88.334 86.565 Sumber : Ditjen Hortikultura (2012) PDB merupakan salah satu indikator untuk menentukan kontribusi hortikultura terhadap pendapatan negara. Berdasarkan informasi pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa kontribusi komoditas hortikultura cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2010 dengan persentase pertumbuhan yang berbeda-beda. Pada tahun 2007, secara keseluruhan komoditas hortikultura memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara sebesar Rp 76.795 milyar,
tahun 2008 sebesar Rp 84.203 milyar, tahun 2009 sebesar Rp 88.334 milyar, dan tahun 2010 sebesar Rp 86.565 milyar. Penurunan PDB hortikultura pada tahun 2010 disebabkan oleh penurunan kontribusi buah-buahan dan tanaman hias. Selain sebagai penyumbang PDB pertanian, subsektor hortikultura memiliki peranan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat Indonesia. Beberapa bagian dari komoditas hortikultura tersebut adalah kelompok tanaman sayuran dan buah-buahan. Dari sisi ekonomi yang dapat dilihat pada Tabel 1 buah-buahan memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB hortikultura yang kemudian diikuti oleh sayuran. Namun, jika dilhat dari sisi konsumsi maka masyarakat Indonesia memiliki kecendrungan untuk mengkonsumsi sayuran yang lebih tinggi dibandingkan buah-buahan. Sayuran, 40.9 Buahbuahan, 34.06 Gambar 1. Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia Terhadap Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tahun 2007 (kg/tahun/kapita) Sumber : Ditjen Hortikultura (2009) Gambar 1, yang merupakan hasil sensus Direktorat Jenderal Hortikultura, menunjukkan bahwa pada tahun 2007 konsumsi sayuran masyarakat Indonesia mencapai 40,9 kg/kapita/tahun. Dimana angka ini lebih tinggi dibandingkan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap buah-buahan yaitu hanya sebesar 34,06 kg/kapita/tahun. Kondisi tersebut disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi sayuran yang bersamaan dengan konsumsi nasi sehingga posisi sayuran lebih penting dibandingkan dengan konsumsi buah-buahan. Konsumsi masyarakat pun akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk.
Berdasarkan data BPS Tahun 2011 bahwa laju pertumbuhan rata-rata produksi sayuran di Indonesia periode tahun 2005 hingga 2010 yaitu sebesar 3,26 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan produksi pada usahatani sayuran yang dapat disebabkan oleh peningkatan pengusahaan komoditas sayuran oleh para petani di Indonesia. Dari sisi banyaknya jumlah produksi, beberapa komoditas dari kelompok tanaman sayuran yang paling banyak produksi pertahunnya yaitu bawang merah, kentang, kubis, cabai, jamur, daun bawang, tomat, dan mentimun (BPS 2011) (Lampiran 1). Bawang merah memiliki rata-rata laju pertumbuhan sebesar 7,51 persen, kentang sebesar 1,23 persen, kubis sebesar 1,39 persen, cabai sebesar 5,07 persen, jamur sebesar 1,34 persen, daun bawang sebesar 2,18 persen, tomat sebesar 6,9 persen, dan mentimun sebesar 0,02 persen. Maka diantara komoditas tersebut, tomat dan cabai memiliki laju produksi yang tinggi setelah bawang merah seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Berdasarkan data Departemen Pertanian pada Tahun 2011, komoditas cabai yang banyak diusahakan oleh petani yaitu cabai merah. Pada Tabel 2 menunjukan tingkat produktivitas cabai merah lebih tinggi dibandingkan produktivitas cabai rawit. Produktivitas tomat dan cabai merah di Indonesia relatif berfluktuasi, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produktivitas Tomat dan Cabai di Indonesia Tahun 2007-2010 Tahun Pertumbuhan No. Komoditas 2007 2008 2009 2010 Rata-rata (%) 1 Cabai Merah (Ton/Ha) 6,3 6,37 6,72 6,58 0,31 2 Cabai Rawit (Ton/Ha) 4,67 4,47 5,07 4,56 5,66 3 Tomat (Ton/Ha) 12,33 13,66 15,27 14,58-1,39 Sumber : Deptan (Departemen Pertanian)(2011) Tabel 2 menunjukkan bahwa dari tahun 2007 hingga 2010, rata-rata laju pertumbuhan tomat dan cabai merah sebesar 5,66 persen dan 0,31 persen sedangkan cabai rawit laju pertumbuhannya turun sebesar 1,39 persen. Laju produktivitas yang meningkat dapat disebabkan karena bertambahnya petani di Indonesia yang mengusahakan sayuran tomat dan cabai merah sehingga luas panen tomat dan cabai merah mengalami peningkatan. Selain itu, pada Tabel 2
dapat dilihat bahwa dari tahun 2007 hingga 2008 produktivitas tomat dan cabai merah mengalami fluktuasi yang selanjunya digambarkan pada Gambar 2. Produktivitas 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2007 2008 2009 2010 Cabai Merah Tomat Tahun Gambar 2. Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Indonesia Tahun 2007-2010 Sumber : Deptan (2011) Pada umumnya tomat dan cabai merah dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pada dataran tinggi. Namun, tomat hanya mampu berproduksi secara optimal jika diusahakan pada lahan di dataran tinggi, sedangkan cabai merah hanya akan berproduksi optimal pada daerah yang memiliki persediaan air yang cukup banyak. Menurut Purnaningsih (2008) bahwa sentra sayuran dataran tinggi terbesar di Indonesia yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Sulawesi selatan. Tabel 3. Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Sentra Produksi Dataran Tinggi Indonesia Tahun 2006-2010 Komoditas dan Tahun (Ton/Ha) Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 Tomat Sumatera Utara 21,34 18,91 18,83 19,34 19,57 Sumatera Selatan 6,75 5,82 8,55 8,67 8,38 Jawa Barat 20,25 24,46 26,38 30,58 24,12 Jawa Tengah 11,93 11,96 15,44 14,47 15,74 Sulawesi Selatan 2,76 3,79 7,09 8,66 10,49 Cabai Merah Sumatera Utara 8,2 8,53 8,87 8,53 9,23 Sumatera Selatan 3,84 1,88 3,09 3,91 3,94 Jawa Barat 12,16 11,96 11,51 12,99 9,46 Jawa Tengah 6,12 5 5,3 5,51 5,82 Sulawesi Selatan 4,67 4,39 3,74 4,06 4,14 Sumber : Departemen Pertanian (2011)
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa baik tomat maupun cabai merah yang diusahakan di dataran tinggi, lebih banyak diusahakan di Jawa Barat. Lampiran 3 dan 4 menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mengusahakan tomat dan cabai merah dalam usahataninya dengan produktivitas cabai merah yang mendekati produktivitas rata-ratanya, sedangkan produktivitas tomat melebihi produktivitas rata-rata tomat di Provinsi Jawa Barat. Dari beberapa kecamatan yang berada di Kabupaten Sukabumi bahwa Kecamatan Sukabumi merupakan kecamatan yang juga mengusahakan tomat dan cabai merah dalam kegiatan pertaniannya (Lampiran 5). Produksi tomat dan cabai merah di Kecamatan Sukabumi mengalami fluktuasi. Gambar 3 menunjukkan adanya penurunan dan peningkatan produksi tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh para petani di Kecamatan Sukabumi. Pada tahun 2009, baik tomat maupun cabai merah mengalami penurunan produksi. Produksi tomat turun sebesar 15 persen dan cabai merah turun sebesar 65 persen. Pada tahun 2010, keduanya mengalami peningkatan produksi. produksi tomat meningkat sebesar 4 persen dan cabai merah meningkat sebesar 19 persen. Produksi 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 2008 2009 2010 Tomat (kwintal) Cabai Merah (kwintal) Tahun Gambar 3. Produksi Tomat dan Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun 2008-2010 Sumber : BPS (2011) Kecamatan Sukabumi terdiri atas beberapa desa, yaitu Desa Karawang, Parungseah, Perbawati, Sudajayagirang, Sukajaya, dan Warnasari. Tabel 4 menunjukkan potensi usahatani berdasarkan komoditas unggulan pada masingmasing desa di Kecamatan Sukabumi. Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa tomat dan cabai merah banyak diusahakan di Desa Perbawati dan merupakan komoditas unggulan di Desa Perbawati.
Tabel 4. Potensi Usahatani berdasarkan Komoditas Unggulan di Kecamatan Sukabumi Desa Komoditas Unggulan Sayuran Tanaman Hias Buah-buahan Ternak Karawang - Sedap Malam - Sapi Perah Parungseah - - - - Perbawati Tomat Suji Pisang Ambon - Cabai merah Sedap Malam Sudajayagirang - Garbera Pisang Ambon Sapi Perah Krisan Sukajaya - Krisan - Ayam buras Sedap Malam Kelinci Warnasari - - - - Sumber: BP4K Kabupaten Sukabumi (2012) Berdasarkan penjelasan pada Gambar 3, dapat disimpulkan bahwa komoditas tomat dan cabai merah di Kecamatan Sukabumi mengalami fluktuasi produksi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengusahaannya, masing-masing komoditas tersebut mengandung risiko produksi yang harus ditanggung oleh para petani. Agar petani tidak menghadapi kerugian yang semakin tinggi akibat adanya risiko produksi, maka perlu dilakukan penelitian mengenai risiko produksi terhadap kedua komoditas tersebut. Dalam kasus ini yaitu petani tomat dan cabai merah yang berada di Desa Perbawati yang merupakan desa yang mengusahakan tomat dan cabai merah di Kecamatan Sukabumi. Dengan demikian dapat diketahui berapa besar tingkat risiko yang terjadi dan strategi yang seperti apa untuk mengurangi kerugian akibat adanya risiko produksi tersebut, dan hasilnya dapat direkomendasikan kepada para petani untuk mengelola risiko baik sebelum maupun ketika kegiatan produksi berlangsung. 1.2 Perumusan Masalah Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Sukabumi yang mengusahakan tanaman sayuran dan beberapa jenis tanaman hias. Namun, sayuran merupakan fokus utama bagi para petani di Desa Perbawati. Hal ini disebabkan karena kondisi alam yang sangat mendukung bagi pertumbuhan sayuran. Selain itu untuk tanaman hias itu sendiri terdapat beberapa desa yang
memang dijadikan tempat pembudidayaan tanaman hias seperti Desa Karawang dan Desa Sukajaya. Sayuran yang banyak ditanam di Desa Perbawati antara lain tomat, cabai merah, cabai keritimg, cabai rawit, kubis, bawang daun, mentimun, pakcoy, sawi, dan wortel. Namun, tomat dan cabai merah menjadi komoditas unggulan bagi petani di Desa Perbawati karena selalu diusahakan setiap musim tanam. Luas lahan yang ditanami petani untuk komoditas tomat dan cabai merah beraneka ragam, mulai dari 400 m 2 hingga 8 Ha. Dalam satu petak lahan, penanaman tomat dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, sedangkan penanaman cabai merah hanya dapat dilakukan sekali dalam satu tahun karena masa tanamnya lebih lama dibandingkan tomat, yaitu sekitar 6 bulan hingga 7 bulan. Namun, petani responden dalam penelitian ini yaitu petani yang secara intensif menanam tomat dan cabai merah dengan kepemilikan lahan lebih dari satu petak, sehingga dalam satu tahun petani dapat memanen tomat dan cabai merah sebanyak dua kali panen. Sebagian besar petani menggunakan benih tomat hibrida marta dan cabai merah hibrida inko hot. Produktivitas optimal tomat marta yaitu 3 kg/pohon, sedangkan produksi optimal cabai merah inko hot yaitu 1 kg/pohon. Namun, produksi tomat yang sering diperoleh petani hanya sekitar 1-1,6 kg/pohon, sedangkan cabai merah hanya sekitar 0,5-0,7 kg/pohon saja. Berdasarkan data yang diperoleh dari para petani tomat dan cabai merah bahwa produktivitas tomat dan cabai merah mengalami fluktuasi. Hal ini terlihat pada produktivitas tomat dan cabai merah pada tahun 2010 hingga tahun 2012. Dimana produksi tomat berkisar antara 0,5 kg/pohon hingga 1,9 kg/pohon, sedangkan produksi cabai merah berkisar antara 0,1 kg/pohon hingga 0,8 kg/pohon. Gambar 4 menunjukkan bahwa produktivitas tomat dan cabai merah mengalami fluktuasi. Kondisi fluktuasi ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati karena dalam empat kali musim tanam tomat (Mei-September tahun 2010, November tahun 2010 Februari tahun 2011, April-Agustus tahun 2011, dan Oktober tahun 2011 - Januari 2012) dan cabai merah (September tahun 2009 Februari tahun 2010, April-oktober tahun 2010, Desember tahun 2010 Juni tahun 2011, dan September tahun 2011 Februari tahun 2012) mengalami
produki di bawah normalnya sebanyak dua kali yaitu di bawah 1-1,6 kg/pohon untuk tomat dan 0,5-0,7 kg/pohon untuk cabai merah. Produktiviitas 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5-1 2 3 4 Musim Tomat (kg/pohon) Cabai Merah (kg/pohon) Gambar 4. Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Tahun 2010-2012 (kg/pohon) Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam produksi tomat dan cabai merah di Desa Perbawati terdapat risiko produksi yang menyebabkan kerugian bagi para petani. Sebelum memecahkan masalah, maka sebaiknya perlu diketahui penyebab terjadinya risiko produksi tersebut. Dengan demikian, penting dikaji hal-hal berikut ini: 1. Bagaimana risiko produksi pada tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh petani Desa Perbawati? 2. Apa saja yang menyebabkan risiko produksi tersebut? 3. Bagaimana tingkat risiko pada tomat dan cabai merah jika petani melakukannya secara spesialisasi dan diversifikasi? 4. Strategi apa saja yang dapat direkomendasikan kepada petani menyangkut risiko produksi yang dihadapinya? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kondisi risiko produksi yang dihadapi oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. 2. Menganalisis sumber risiko produksi pada tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. 3. Menganalisis tingkat risiko tomat dan cabai merah jika petani melakukannya secara spesialisasi dan diversifikasi.
4. Menyusun dan menentukan strategi yang dapat mengurangi risiko produksi. 1.4 Manfaat Penelitian Kegunaan dari penelitian ini, antara lain : 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi petani dalam meminimalisir risiko produksi. 2. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya 3. Bagi Pemerintah daerah Sukabumi khusunya BP3K, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menyusun program pembangunan sektor pertanian khususnya sayuran. 4. Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengaplikasikan pengetahuan risiko bisnis secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.