BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan usaha sadar dari seorang guru untuk mengarahkan siswa ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan (Trianto, 2010:17). Pembelajaran ideal sejatinya bukan hanya sekedar penyampaian informasi atau materi kepada siswa melainkan pembelajaran harus dikelola secara efektif dan berpusat pada siswa. Pembelajaran secara efektif dimaknai sebagai proses belajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai siswa, namun bagaimana proses pembelajaran mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan prilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Sedangkan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa dimaknai sebagai proses belajar yang melibatkan siswa di dalamnya sehingga siswa tidak lagi pasif dalam proses belajarnya. Sebagai seorang pengajar guru salah satu komponen penting, guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar sehingga menuntut guru mempunyai strategi dan kreativitas dalam proses belajar mengajar karena pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang secara langsung melibatkan peserta didik yang artinya pembelajaran tersebut berpusat pada siswa atau peserta didik. Semua rangkaian kegiatan pembelajaran dilakukan oleh peserta didik dan guru sebagai fasilitator. Sehingga dalam pembelajaran tersebut diharapkan peserta didik dapat aktif, kreatif dan berkesan sehingga peserta didik mudah dalam memahami materi maupun memecahkan permasalahan yang diberikan. Jika guru bisa kreatif dalam menentukan model pembelajaran peserta didik akan tertarik dan semangat dalam kegiatan pembelajaran dan proses pembelajaran akan menyenangkan sehingga peserta didik akan menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Namun pada kenyataannya, sebagian besar pola pembelajaran masih bersifat transmisif, seorang guru hanya mentransfer konsep-konsep secara langsung kepada siswa tanpa melalui proses belajar yang bermakna. Hal tersebut 1
juga didukung dengan pernyataan Soedjadi (2000) dalam Trianto (2010:18) yang menyatakan bahwa pengajaran selama ini masih menggunakan kebiasaan lama seperti mengajarkan teori atau definisi, memberikan contoh, dan memberikan latihan soal-soal. Kebiasaan mengajar seperti ini menyebabkan siswa hanya pasif mengikuti pembelajaran, siswa tidak dilatih untuk mengembangkan daya pikir mereka sehingga kemampuan menyelesaikan soal dan kreativitas siswa menjadi rendah. Pengajaran seperti ini umumnya lebih banyak terjadi pada mata pelajaran fisika, kimia, dan tidak terkecuali matematika. Menurut Subarinah (2013) dalam Depdiknas (2006), kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan kreativitas merupakan kemampuan yang harus dikembangkan dalam diri siswa melalui pembelajaran matematika di kelas. Kemampuan memecahkan masalah diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Dalam memecahkan masalah, siswa dituntut keaktifannya dalam mengikuti kegiatan pebelajaran serta dituntut kreativitasnya dalam menyelesaikan soal-soal tersebut. Seiring tingginya kreativitas siswa maka kemampuan memecahkan masalah siswa juga akan semakin baik, hal ini dapat dilihat dari indikator apabila siswa mampu memperlihatkan kemampuan menyelesaikan soal yang dihadapi dengan memilih dan menggunakan berbagai alternatif strategi sehingga mampu memecahkan masalah tersebut. Jika para siswa tidak dibekali dengan kemampuan-kemampuan yang telah disebutkan di atas, maka mereka tidak akan mampu mengolah dan mengambil informasi yang mereka butuhkan untuk menghadapi tantangan di masa depan. Hasil observasi di MTs. Muhammadiyah 1 Malang memberikan gambaran pembelajaran yang dilakukan oleh guru Matematika di sekolah tersebut masih konvensional dimana guru lebih banyak berperan aktif didalam proses pembelajaran, walauapun sudah mulai mengarah ke pembelajaran ideal dimana guru sudah mulai menerapkan diskusi kelompok didalam proses pembelajrannya namun, pada saat diskusi kelompok guru tetap saja masih terlibat secara aktif ketika siswa mengerjakan soal-soal kelompok yang diberikan, akibatnya cara dari setiap kelompok mengerjakan soal-soal cenderung sama hal ini akan berakibat 2
pada rendahnya kemapuan siswa dalam memecahkan masalah dan siswa tidak membangun pemahamannya sendiri ketika belajar secara berkelompok. Pengamatan pada waktu presentasi hasil kerja kelompok yang dilakukan di depan kelas menunjukkan siswa sulit menjelaskan hasil kerja kelompoknya kepada teman kelas yang lainnya akibat dari tidak tumbuhnya kreativitas siswa dan tanggapan siswa lainnya kepada kelompok yang presentasi tidak menunjukkan mereka memahami secara mendalam materi yang diberikan, selain itu pada proses pembelajaran yang dilakukan yang dilakukan tingkat keaktifan siswa masih rendah hal itu terlihat ketika diskusi antar kelompok pada saat satu kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka hanya empat orang siswa yang terlibat aktif dalam diskusi kelompok, empat orang siswa yang terlibat aktif itu ternyata mereka siswa yang memiliki nilai tertinggi di kelas dan sebagian besar siswa hanya aktif menulis hasil kerja teman-teman mereka, setelah selesai melakukan pembelajran guru memberikan tugas individu sambil merefleksi hasil pembeajaran pada hari itu dan siswa diminta mengungkapkan tentang apa yang dipelajari pada pembelajaran saat itu, kebanyakn siswa membaca tulisannya ketika menyatakan apa saja yang mereka pelajari mengindikasikan siswa kurang mampu dalam menangkap hasil dari pembelajran. Hasil wawancara dengan Guru MTs Muhammadiyah 1 Malang kelas VII yang menyatakan masih banyak siswa dalam menyelesaikan soal matematika hanya mengerjakan seperti apa yang telah dicontohkan. Guru matematika di MTs. Muhammadiyah 1 Malang mengungkapkan beberapa kendala dalam proses belajar mengajar yang mengakibatkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa dan rendahnya kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal diantaranya disebutkan kurangnya motivasi belajar siswa akibat dari kurangnya variasi dalam pembelajaran dan pembelajaran yang selama ini dilakukan belum mampu mengeksplorasi secara maksimal kreativitas siswa sehingga dibutuhkan pembahruan dalam model pembelajran yang akan diterapkan di MTs. Muhammadiyah 1 Malang. Kemudian dijelaskan bahwa kreativitas siswa untuk mengemukakan ide baru belum nampak, hal ini terlihat ketika soal yang dihadapinya agak berbeda 3
penyajiannya, mereka mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya. Selain itu, cara penyelesaian soal matematika setiap siswa terlihat homogen dan tidak ada yang mengerjakan soal dengan cara penyelesaian selain yang diajarkan guru karena takut salah. Hal ini dikarenakan kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal matematika tidak berkembang dengan optimal sedangkan standar kelulusan untuk mata pelajaran Matematika di MTs. Muhammadiyah 1 Malang adalah 75 akibatnya jumlah persentase kelulusan siswa sangat rendah yaitu dibawah 50% sehingga siswa harus dibantu dengan remidi agar dapat memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang 75. Dalam rangka mengatasi lemahnya kreatifitas dan rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran Matematika di MTs. Muhammadiyah 1 Malang, perlu diterapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreatifitas dan kemampuan pemecahan masalah siswa. Model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu Discovery Learning dan Student Team Achievement Division (STAD). Model pembelajaran Discovery Learning dan Student Team Achievement Division (STAD) sangat tepat untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar karena menekankan keterlibatan siswa secara penuh. Dengan Discovery Learning siswa akan mengidentifikasi suatu masalah melalui kegiatan diskusi sehingga dapat mendorong siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap masalah tersebut dengan cara mencari informasi kemudian siswa menganalisis, mengorganisasikan dan membuat kesimpulan dari konsep yang telah ditemukan. Discovery Learning mampu melatih daya pikir siswa termasuk di dalamnya kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas (Illahi, 2012:184). Discovery Learning adalah model pembelajaran dengan cara berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1988: 125). Discovery Learning atau belajar penemuan merupakan salah satu model pembelajaran dari Jerome Bruner. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan dilakukan dengan cara pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dapat memberikan hasil yang paling baik. 4
Hal ini didukung dengan beberapa hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam penelitiannya, Effendi (2012) menyatakan, peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran discovery lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Wibowo (2011) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa ketuntasan belajar dalam memecahkan masalah kelompok eksperimen I (discovery) mencapai presentase 78, 13% lebih besar dibanding kelompok kontrol yaitu hanya 75%. Pembelajaran dengan menggunakan Discovery Learning dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam preoses pembelajaran hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Qorri ah (2011) dimana Pencapaian indikator pemahaman konsep yang diperoleh siswa pada kelompok eksperimen untuk skor pretest diperoleh sebesar 35% dan untuk skor posttest diperoleh sebesar 72%. Sedangkan pada kelompok kontrol untuk skor pretest diperoleh sebesar 34% dan untuk skor posttest diperoleh sebesar 62%. Sedangkan Student Teams Achievment Divisions (STAD) merupakan salah satu model pembelajran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model pembelajaran yang paling baik untuk permulaan bagi pendidik yang baru menggunakan model pembelajaran kooperatif (Slavin, 2008:143). Student Teams Achievment Divisions (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menggunakan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa komponen utama yaitu penyajian kelas, kuis I (awal), belajar kelompok, kuis II (skor kemajuan individual) dan rekognisi tim. Pembelajaran model Student Teams Achievment Divisions (STAD) merupakan pembelajaran kelompok dengan anggota heterogen yang dibentuk untuk saling bekerja sama dalam satu tim dan saling melengkapi kekurangan anggota yang lainnya dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan, pembelajaran model Student Teams Achievment Divisions (STAD) siswa bekerja secara berkelompok dan tidak mengabaikan penilaian secara individu karena model pembelajaran Student Teams Achievment Divisions (STAD) memberikan 5
kuis yang dikerjakan secra mandiri untuk dapat mengukur kemajuan siswa secara individu. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Student Teams Achievment Divisions (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pembelajaran matematika. Berikut hasil penelitian-penelitian terdahulu terkait penerapan Student Teams Achievment Divisions (STAD) dalam pembelajaran matematika. Dalam hasil penelitiannya, Tuminah (2009) menyatakan bahwa pembelajaran dengan penerapan model Student Teams Achievment Divisions (STAD) mampu meningkatkan hasil belajar matematika siswa, dari 51, 85% meningkat menjadi 74,07%, penerapan model pembelajaran Student Teams Achievment Divisions (STAD) membantu siswa lebih memahami materi pelajaran karena bekerja bersama dalam kelompok dan adanya penilaian peningkatan individu bisa memberikan motivasi kepada siswa. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Kalim (2013) dengan penerapan model pembelajaran Student Teams Achievment Divisions (STAD) menyatakan pembelajarn dengan model berkelompok mampu menigkatkan hasil belajar siswa dari siklus satu nilai rata-rata tes formatif 66,3 dan persentase ketuntasan belajar 45% mampu meningkat di siklus dua yaitu nilai rata-rata tes formatif 79,5 dan persentase ketuntasan belajar 82%, pembelajaran dengan sistem berkelompok pada STAD membuat siswa lebih baik dalam menyelesaiakan permasalahan yang diberikan dan penerapan model pembelajaran Student Teams Achievment Divisions (STAD) juga memperhatikan kemajuan setiap individu dalam setiap kelompok. Discovery learning dan Student Teams Achievment Divisions (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa guna meningkatkan kreatifitas dan kemampuan pemecahan masalah. Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka akan dilakukan penelitian dengan judul: Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning dan Student Teams Achievment Divisions (STAD). 6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan Student Teams Achievment Divisions (STAD) pada pembelajaran matematika di kelas VII MTs. Muhammadiyah 1 Malang? 2. Bagaimana tingkat kreativitas siswa pada pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan Student Teams Achievment Divisions (STAD) di kelas VII MTs. Muhammadiyah 1 Malang? 3. Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan Student Teams Achievment Divisions (STAD) di kelas VII MTs. Muhammadiyah 1 Malang? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjawab permasalahan sebagaimana telah dirumuskan di atas. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan : 1. Penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan Student Teams Achievment Divisions (STAD) untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal matematika di kelas VII MTs. Muhammadiyah 1 Malang. 2. Tingkat kreativitas siswa pada pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan Student Teams Achievment Divisions (STAD) di kelas VII MTs. Muhammadiyah 1 Malang. 3. Tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan Student Teams Achievment Divisions (STAD) di kelas VII MTs. Muhammadiyah 1 Malang. 1.4 Batasan Masalah Supaya dalam pembahasan permasalahan tidak meluas, maka diperlukan batasan masalah sebagai berikut: 7
1. Siswa yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B MTs Muhammadiyah 1 Malang 2. Kegiatan belajar mengajar dalam penelitian ini menggunakan dua model pembelajaran yaitu Discovery Learning dan Student Teams Achievment Divisions (STAD) di kelas VII B MTs. Muhammadiyah 1 Malang. 3. Batasan kemampuan yang akan diukur berupa kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika di MTs. Muhammadiyah 1 Malang pada materi Aritmatika sosial. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan berguna bagi beberapa pihak terkait, antara lain: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang akan dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap dunia pendidikan dalam memahami dan mengembangkan teori tentang pentingnya penerapan Discovery Learning dan Student Teams Achievment Divisions (STAD) untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah khususnya pada pembelajaran matematika. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Agar dapat mengetahui apakah Discovery Learning dan Student Teams Achievment Divisions (STAD) efektif dalam meningkatkan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika. b. Bagi guru Memberikan sumbangan ilmu dan dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika. c. Bagi Sekolah Memberikan sumbangan kepada kepala sekolah untuk menerapkan model pembelajaran Discovery Learning dan Student Teams Achievment Divisions 8
(STAD) sebagai upaya memperbaiki kinerja guru dan meningkatkan mutu sekolah. 1.6 Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahan pengertian maka istilah-istilah penting dalam skripsi ini didefinisikan sebagai berikut: 1. Kreativitas adalah suatu proses yang mengandung sensitifitas terhadap problematika-problematika dan kesulitan dalam bidang apapun, kemudian menyusun sebagai pemikiran atau data-data teoretis yang digunakan untuk mengatasi problematika tersebut, dan menguji data-data itu, serta menyampaikan hasil-hasil yang dicapai oleh seorang pemikir kepada orang lain. 2. Kemampuan pemecahan masalah adalah merupakan suatu proses mental dan intelektual dalam menyelesaikan suatu masalah dimana menyelesaikan persoalan tersebut dengan prosedur atau aturan dan informasi yang akurat sehingga dapat diambil kesimpulan yang cermat dan tepat 3. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. 4. Discovery Learning adalah model pembelajaran yang menekankan siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna dalam diri siswa. 5. Student Teams Achievment Divisions (STAD) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompokkelompok kecil dengan jumlah anggota kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. 9