BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya. Karakteristik sapi FH yaitu warna hitam dan putih, dahi warna putih

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

MATERI DAN METODE. Metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang besar dan sifat yang tenang, kepalanya panjang, sempit, lurus dan tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu yang tinggi dikarenakan sapi FH memiliki ambing yang dilengkapi dengan pembuluh vena yang besar, panjang, bercabang dan berkelok-kelok yang melekat di bawah perut (Prihanto, 2009). Sapi perah di Indonesia mampu memproduksi susu sebesar 10 12 liter/hari/ekor, sehingga produksinya belum mampu memenuhi kebutuhan susu nasional (Tatra dkk., 2015). Sapi perah FH akan menghasilkan susu dengan jumlah yang rendah pada saat awal laktasi kemudian sedikit mengalami peningkatan pada bulan kedua, puncaknya pada bulan ketiga dan produksi susu akan menurun setelah bulan ketiga hingga masa kering (Karuniawati, 2012). Penelitian Musnandar (2011) menunjukkan bahwa imbangan hijauan dengan konsentrat sebesar 30 : 70 memberikan hasil produksi susu terkoreksi lemak 4% sebesar 11,86 ±1,14 kg/hari dan yang paling tinggi pada imbangan 50:50 sebesar 12,63±0,57 kg/hari. Broster dkk. (1981) juga melakukan penelitian untuk mengetahui produksi susu terkoreksi lemak 4% dengan memberikan imbangan

5 hijauan dengan konsentrat sebesar 80:20 yang menunjukkan hasil sebesar 24 kg/hari sedangkan pada imbangan 50:50 sebesar 25,9 kg/hari. Standar susu untuk dikonsumsi oleh masyarakat yaitu kadar lemak minimum 3%, protein minimum 2,8%, SNF minimum 7,8%, titik beku -0,52-0,56 o C dan berat jenis minimum 1,0270 (SNI, 2011). Ketersediaan nutrisi yang kurang akan mengakibatkan sapi perah hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok saja dan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan produksi susu sehingga akan berakibat pada menurunnya produksi susu (Tasse dan Auza, 2014). Kualitas susu ditentukan oleh faktor genetik, pakan, kondisi lingkungan, waktu laktasi dan cara pemerahan. Lingkungan dengan suhu yang rendah akan mempengaruhi peningkatan konsumsi pakan sehingga kebutuhan nutrien menjadi terpenuhi. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas lemak susu (Mutamimah dkk., 2013). Berat jenis merupakan salah satu aspek dalam penilaian susu karena dapat dijadikan indikator pemalsuan susu. Berat jenis dipengaruhi oleh total solid susu sehingga semakin tinggi total solid maka berat jenis akan semakin tinggi pula (Susilowati dkk., 2013). Susu sapi tersusun atas air (87,9%) dan bahan kering (12,10%). Bahan kering susu tersusun atas lemak 3,45% dan bahan kering tanpa lemak 8,65%. Kemudian bahan kering tanpa lemak tersusun atas protein 3,2%, laktosa 4,6% dan vitamin, enzim, gas 0,85% (Laryska dan Nurhajati, 2013). Kualitas lemak susu dan protein susu akan mengalami penurunan saat produksi susu mencapai puncak laktasi kemudian akan mengalami peningkatan menjelang akhir laktasi (Schmidt dkk., 1988).

6 Ilustrasi 1. Kurva Hubungan Produksi Susu dengan Kualitas Susu (Schmidt dkk., 1988). 2.2. Bahan Pakan Sapi Perah Bahan pakan merupakan penyusun dari campuran ransum yang memiliki nilai nutrisi. Dalam bahan pakan terdapat pakan tambahan yang dapat berasal dari tanaman maupun hewan. Pemilihan bahan pakan harus memperhatikan beberapa faktor yaitu bahan yang mudah didapat, harganya murah, tidak beracun, tidak bersaing penggunaannya dengan manusia, dan mengandung nutrisi sesuai dengan tujuan beternak. Pakan utama biasanya berupa hijauan sedangkan pakan tambahan atau pakan penguat berupa konsentrat. 2.2.1. Hijauan Hijauan adalah pakan utama untuk sapi perah yang memiliki kandungan serat kasar lebih dari 18%, hijauan ini diberikan pada sapi sebanyak 40% dari total kebutuhan BK (Siregar, 1993). Hijauan digunakan sebagai pakan sumber serat

7 dan juga sumber vitamin (Raharjo dkk., 2013). Hijauan yang diberikan pada sapi perah dapat berupa rumput gajah, rumput raja, rumput benggala, jerami padi, lamtoro, alfafa dan pucuk daun tebu. Pemberian rumput pada ransum perah sapi yaitu 10% dari bobot badannya (Laryska dan Nurhajati, 2013). Sapi perah dengan bobot badan yang tinggi akan mengkonsumsi hijauan yang lebih banyak dibanding sapi dengan bobot badan yang rendah dan hal ini dapat mempengaruhi peningkatan kadar lemak susu (Angraini, 2011). Pemberian rumput gajah sebaiknya diberikan melebihi kebutuhan sapi karena tidak semua bagian rumput gajah dapat dikonsumsi (Tatra dkk., 2015). Hijauan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi terutama Neutral Detergent Fiber (NDF) yang dapat mempengaruhi tampilan lemak lemak susu dan SNF pada susu yang dihasilkan (Suhendra dkk., 2009). Hijauan yang telah dikonsumsi akan masuk ke dalam rumen dan melalui proses fermentasi yang akan dihasilkan VFA yang meliputi asam propionat, asetat dan butirat. Salah satu VFA yaitu asam asetat akan diedarkan oleh darah dan diubah menjadi asam lemak kemudian masuk ke dalam sel sekretori ambing untuk sintesis lemak susu (Mutamimah dkk., 2013). Rasio antara hijauan dengan konsentrat yang baik yaitu 60:40 karena apabila terlalu banyak konsumsi hijauan dapat menyulitkan ternak untuk mencerna pakan sedangkan konsumsi konsentrat yang rendah akan menyebabkan konsumsi protein menjadi kurang sehingga kinerja reproduksi sapi induk menurun (Sudono, 2002). Imbangan hijauan yang rendah akan menyebabkan penurunan kadar lemak susu karena kadar serat kasar yang dikonsumsi juga akan rendah.

8 Serat kasar tersebut merupakan prekusor untuk membentuk asam asetat. Asam asetat akan diedarkan oleh darah dan diubah menjadi asam lemak. Asam lemak akan masuk ke dalam sel sekretori ambing dan menjadi lemak susu. Produksi asam asetat yang sedikit akan diikuti dengan penurunan sintesis asam lemak sehingga kadar lemak susu akan menurun (Laryska dan Nurhajati, 2013). 2.2.2. Konsentrat Konsentrat merupakan jenis pakan penguat yang memiliki kandungan serat kasar yang rendah namun memiliki kandungan protein dan energi yang tinggi (Susilowati dkk., 2013). Bahan pakan penyusun konsentrat umumnya berasal dari biji-bijian seperti jagung, sorgum, dedak dan bungkil kedelai (Pangestu dkk., 2003). Semakin halus tekstur konsentrat maka akan semakin cepat pula laju pakan dalam saluran pencernaan sehingga mikroba rumen tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan fermentasi zat pakan. Sapi yang diberikan imbangan hijauan dengan konsentrat sebesar 30 : 70 akan memiliki feses yang relatif lebih cair dikarenakan pemberian konsentrat yang tinggi menyebabkan sapi rawan akan gangguan saluran pencernaan (Musnandar, 2011). Penambahan konsentrat dalam ransum bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan atau produksi karena konsentrat mengandung nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan seperti protein seimbang, by-pass protein dan vitamin khususnya vitamin E yang befungsi sebagai antioksidan serta memiliki bau khas yang dapat meningkatkan nafsu makan sapi perah (Laryska dan Nurhajati, 2013). Penggunaan konsentrat dalam ransum bertujuan untuk

9 mencukupi kebutuhan nutrisi pakan, meningkatkan produksi dan kecernaan bahan kering ransum, bobot badan dapat meningkat maksimal dan efisiensi pakan (Holcomb dkk., 1984). Konsentrat termasuk bahan pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap. Konsentrat juga akan mempengaruhi tinggi rendahnya SNF dalam susu meliputi protein, laktosa dan mineral (Utami dkk., 2014). Kualitas kandungan konsentrat untuk sapi laktasi dengan produksi tinggi yaitu memiliki kadar air maksimal 14%, abu maksimal 10%, PK minimal 18%, lemak kasar maksimal 7%, TDN minimal 75%, Ca 1 1,2% dan P 0,6 0,8% (SNI, 2009). Konsentrat yang diberikan lebih banyak dari pada hijauan dalam ransum akan berpengaruh pada kandungan lemak yang akan menurun dan produksi susu akan meningkat (Angraini, 2011). Penambahan konsentrat juga dapat meningkatkan kecernaan bahan kering yang dikarenakan oleh sifat dari konsentrat yang memiliki nilai kecernaan yang tinggi dan mampu merangsang mikroba untuk tumbuh lebih banyak dan meningkatkan proses fermentasinya. Akibatnya, semakin banyak bahan kering yang akan dicerna (Kodang, 2008). Imbangan konsentrat dalam pakan yang tinggi dapat memberikan pasokan nutrien untuk mikroba melalui kandungan serat kasar yang mudah dicerna. Serat kasar tersebut dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk berkembang lebih cepat dan meningkatkan aktivitasnya sehingga zat nutrisi yang diserap akan semakin banyak. Akibatnya kecernaan bahan kering yang dihasilkan akan mengalami peningkatan (Lydia dkk., 2015)

10 2.3. Kebutuhan Nutrisi Sapi Perah Pakan yang diberikan pada sapi perah harus memperhatikan kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh sapi perah sehingga nutrisi tersebut mampu untuk mencukupi kebutuhan pokok, produksi dan reproduksi. Kebutuhan nutrisi diantaranya kebutuhan bahan kering, TDN, protein dan mineral terutama Ca dan P. Bahan kering yang dibutuhkan oleh sapi perah yaitu antara 3-4% bobot badan (NRC, 2001). Konsumsi BK pada sapi perah ditentukan oleh berat badan, tingkat produksi susu yang dihasilkan dan kualitas bahan pakan yang diberikan (Astuti dkk., 2009). Sapi perah yang menghasilkan produksi susu tinggi akan mengkonsumsi TDN yang lebih tinggi pula (Edeilweys, 2013). Sapi yang kekurangan energi ransum akan menyebabkan sapi mengambil energi yang berasal dari jaringan tubuh (Musnandar, 2011). Sapi perah laktasi membutuhkan mineral Ca yang lebih banyak dibandingkan P yaitu 2 : 1 (Tasse dan Auza, 2014). Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Sapi Perah Laktasi Kebutuhan TDN PK Ca P --kg-- -----------g------------- Hidup Pokok 400 kg 3,13 318 16 11 450 kg 3,42 341 18 13 500 kg 3,70 364 20 14 Kebuntingan 400 kg 4,15 875 26 16 450 kg 4,53 928 30 18 500 kg 4,90 978 33 20 Produksi Susu/kg 3% FCM 0,280 78 2,73 1,68 3,5% FCM 0,301 84 2,97 1,83 4% FCM 0,322 90 3,21 1,98 Sumber : NRC, 1998; TDN : Total Digestible Nutrient; PK: Protein Kasar; FCM : Fat Corrected Milk

11 2.4. Urea Urea merupakan sumber NPN (Nitrogen Non Protein) yang berperan untuk meningkatkan kebutuhan nitrogen protein yang dibutuhkan oleh ruminansia (Yuningsih, 1998). Urea memiliki rumus molekul CO (NH 2 ) 2 yang berbentuk kristal padat dan berwarna putih. Urea sering ditambahkan dan dicampurkan dalam ransum karena mudah diperoleh, harga murah dan memiliki sedikit efek keracunan dibanding dengan penggunaan biuret. Dosis urea sebagai sumber NPN diantaranya (Parakkasi, 1999) : 1. tidak melebihi 1/3 bagian dari total N 2. urea yang diberikan tidak melebihi 1% dari total ransum lengkap 3. 3% dari campuran pakan penguat sumber protein Urea digunakan sebagai suplemen pakan dikarenakan memiliki kandungan N sebesar 45% sehingga dapat meningkatkan kadar protein kasar. Urea mengalami penguraian menjadi NH 3 dan CO 2, dimana NH 3 dimanfaatkan oleh mikroba untuk mensintesis protein mikroba. Peningkatan sintesis protein tersebut berakibat pada peningkatan populasi mikroba rumen sehingga mempengaruhi proses pencernaan pakan secara fermentatif (Puastuti, 2010). NPN digunakan sebagai sumber protein pada proses pencernaan fermentatif sehingga penggunaan urea sebagai sumber NPN diimbangi dengan sumber energi sebagai kerangka karbonnya (Fharhandani, 2006). Penggunaan urea ini dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan amonia rumen serta peningkatan jumlah mikroba rumen. Ruminansia akan mengalami keracunan urea pada level 6% (Osweiler dkk., 1985). Level urea

12 bersifat toksik yaitu pada kisaran 0,3 0,5 gram/kg bobot badan. Keracunan yang dialami oleh ternak disebabkan oleh konsumsi kadar urea yang tinggi, jumlah amonia yang terbentuk dalam rumen akibat reaksi hidrolisis urea oleh enzim urease dan pencampuran urea dalam pakan yang kurang merata (Yuningsih, 1998). 2.5. Konsumsi Bahan Kering Konsumsi pakan dinyatakan dalam bahan kering yang merupakan fraksi tanpa air. Konsumsi pakan yang tinggi diakibatkan oleh jumlah pemberian pakan yang banyak. Selain itu juga diakibatkan oleh bentuk pakan secara fisik yang halus sehingga akan mempengaruhi laju pakan yang cepat. Laju pakan yang cepat akan merangsang ternak untuk terus makan karena kondisi rumen yang mudah kosong (Pangestu dkk., 2003). Sapi FH yang diberikan imbangan hijauan dengan konsentrat sebesar 40 : 60 dapat mengkonsumsi bahan kering sebesar 10,22 kg/ekor/hari. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bahan kering akan difermentasi oleh mikroba rumen sehingga bahan kering dengan kandungan protein yang tinggi akan menghasilkan perkembangan mikroba yang lebih banyak dan proses fermentasi dapat berjalan dengan optimal sehingga hasil fermentasi berupa VFA untuk sintesis protein susu akan meningkat (Yusuf, 2012). Peningkatan konsumsi bahan kering mengakibatkan konsumsi protein juga akan ikut meningkat. Protein yang masuk di dalam rumen akan dihidrolisis oleh enzim proteolitik yang dihasilkan mikroba menjadi oligopeptida. Oligopeptida nantinya akan dihidrolisis kembali menjadi asam amino. Hasil dari hidrolisis ini akan dirombak oleh

13 mikroba menjadi amonia. Kemudian nitrogen yang berasal dari amonia akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk melakukan perkembangan (Arora 1989). Konsumsi bahan kering pada sapi perah ditentukan oleh berat badan, tingkat produksi susu yang dihasilkan dan kualitas bahan pakan yang diberikan (Astuti dkk., 2009). Total konsumsi bahan kering ditentukan oleh faktor imbangan hijauan dan konsentrat dengan konsumsi bahan kering hijauan minimal 30% agar ketersediaan serat dalam rumen tercukupi (Yusran dkk., 2009). Kekurangan protein mengakibatkan penurunan konsumsi bahan kering, produksi susu, kualitas susu meliputi SNF dan protein susu, anak yang dilahirkan kecil, pertumbuhan terhambat dan tidak tahan terhadap penyakit (Ensminger dkk., 1990). 2.6. Kecernaan Bahan Kering Kecernaan pakan adalah banyaknya pakan yang dapat diserap tubuh dan dimanfaatkan ternak untuk dapat memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan produksi (Tatra dkk., 2015). Dasar yang digunakan untuk mengetahui kecernaan adalah zat yang telah dicerna dan diabsorbsi tubuh tidak akan terdapat dalam feses. Faktor yang akan mempengaruhi kecernaan meliputi komposisi pakan, komposisi ransum, faktor hewan dan jumlah pakan yang berikan (Tillman dkk., 1998). Komposisi kimia dari ransum meliputi PK, SK BETN dan mineral pakan akan mempengaruhi kecernaan bahan kering sehingga apabila komposisinya sama maka kecernaannya tidak akan berbeda nyata (Nuswantara dkk., 2005). Kecernaan pakan dipengaruhi oleh bahan penyusun

14 pakan, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan taraf pemberian pakan (Mc.Donald dkk., 2002). Tingginya jumlah zat nutrisi pakan yang diserap oleh tubuh ternak dapat diukur melalui sedikitnya jumlah bahan kering yang ada dalam feses berjumlah sedikit dan semakin banyak jumlah bahan kering dalam pakan. Bahan kering tersebut tersusun atas bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin sedangkan bahan anorganik berupa mineral (Tillman dkk., 1998). Peningkatan kandungan protein pakan yang dikonsumsi ternak akan dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk meningkatkan aktivitasnya sehingga kecernaan kering akan meningkat (Wardani, 2015). Adanya peningkatan populasi bakteri seperti bakteri amilolitik, selulolitik, lipolitik dan proteolitik akan mempengaruhi kecernaan bahan kering (Susilowati dkk., 2013). Nutrien yang diserap dan dicerna oleh tubuh ternak akan dimanfaatkan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksinya (Paramita dkk., 2008). Hasil penelitian Raharjo dkk. (2013) menunjukkan pemberian pakan dengan imbangan hijauan konsentrat 30:70 akan memiliki kecernaan yang lebih tinggi dibanding imbangan 50:50 atau 70:30. Hasil tersebut berturut-turur sebesar 50,50; 47,60; dan 46,07%. 2.7. Total Solid Susu Total solid susu merupakan komponen susu selain air yang terdiri atas lemak, protein, laktosa dan abu. Kandungan total solid susu ditentukan oleh kadar lemak dan SNF (Susilowati dkk., 2013). Standar total solid susu berkisar antara 12 13% (Haeinlein, 2002). Standar total solid susu minimum 11,8% diperoleh

15 dari penjumlahan kadar lemak minimum 3% dan SNF minimum 7,8% (SNI, 2011). Penelitian dengan imbangan hijauan konsentrat 54 : 46 (kadar PK ransum 12,42%) dengan bahan pakan rumput raja dan konsentrat bungkil inti sawit 10% akan menghasilkan kadar total solid susu dengan rataan 11,34±0,53% (Widiawati dan Bamualim, 2014). Kandungan nutrisi dalam pakan yang dikonsumsi ternak akan digunakan sebagai prekusor untuk membentuk total solid atau padatan susu (Bath dkk., 1985). Total solid susu dapat dijadikan indikator penentuan kualitas susu. Total solid susu dipengaruhi oleh berat jenis susu. Bahan kering pakan yang tinggi akan mengakibatkan berat jenis susu juga semakin meningkat. Hal ini akan menentukan tingginya kandungan bahan kering susu dalam susu karena zat makanan yang telah dikonsumsi akan digunakan untuk prekusor pembentukan total solid susu (Wibowo, 2013). Kadar total solid susu juga ditentukan oleh kandungan SNF. SNF merupakan komponen susu selain air dan lemak sehingga apabila terjadi peningkatan SNF maka total solid juga akan ikut mengalami peningkatan. Selain SNF, faktor yang menentukan tinggi rendahnya kandungan total solid susu adalah protein dan laktosa susu. Semakin tinggi protein dan laktosa susu maka total solid juga akan semakin tinggi pula (Mutamimah dkk., 2013). Semakin banyak bahan kering yang dikonsumsi juga akan berakibat pada kenaikan SNF dan diikuti dengan kenaikan bahan kering susu (Sindoeredjo, 1960). Hasil fermentasi berupa VFA akan digunakan untuk prekusor sintesis susu. Asam asetat digunakan sebagai bahan baku penyusun lemak susu sedangkan asam

16 propionat sebagai prekusor laktosa susu. Asam amino merupakan prekusor protein susu. Asam amino yang terbentuk akan diserap usus halus kemudian dialirkan ke darah dan masuk ke sel sekretori ambing untuk diubah menjadi protein susu (Utari dkk., 2012). Asam asetat yang berasal dari hasil fermentasi pakan akan diedarkan oleh darah dan diubah menjadi asam lemak. Asam lemak tersebut disintesis di sel sekresi ambing menjadi lemak susu (Mutamimah dkk., 2013). Protein susu yang meningkat akan diikuti dengan kenaikan SNF dan total solid susu. Total solid susu tersusun atas komponen susu meliputi kadar lemak dan SNF (Susilowati dkk., 2013).