Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation

dokumen-dokumen yang mirip
Pagelaran Wayang Ringkas

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana. Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan

3. Karakteristik tari

BAB IV PENUTUP. wayang yang digunakan, yaitu wayang kulit purwa dan wayang kulit madya.

BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan)

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

PADEPOKAN DAN GEDUNG PERTUNJUKAN WAYANG ORANG DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO VERNAKULER

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan. Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan.zip

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

menganggap bahwa bahasa tutur dalang masih diperlukan untuk membantu mendapatkan cerita gerak yang lebih jelas.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

RINGKASAN DISERTASI MARGINALISASI WAYANG KULIT PARWA DI KABUPATEN GIANYAR PADA ERA GLOBALISASI

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation.

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peneliti mengenal penari-penari wayang topeng di Malang, Jawa Timur sejak

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Seorang pembaca teks drama tanpa menyaksikan pementasan drama tersebut, maka mau tidak mau sang pembaca harus membayangkan peristiwa yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

MATA PELAJARAN : SENI PEDALANGAN JENJANG PENDIDIKAN : SMK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Kehadiran dan kepiawaian Zulkaidah Harahap dalam. memainkan instrumen musik tradisional Batak Toba, secara tidak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TONTONAN, TATANAN, DAN TUNTUNAN ASPEK PENTING DALAM AKSIOLOGI WAYANG

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

LUDRUK LENONG Ludruk adalah pertunjukan seni theater tradisional yang berasal dari Jawa timur. Ludruk ini biasanya dipentaskan oleh satu grup kesenian

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Nugaraha,2013

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

ARTIKEL KARYA SENI PROSES PEMBELAJARAN BERMAIN DRAMA GONG BAGI SISWA KELAS XII AP 1 SMK PGRI PAYANANG

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Peranan Panakawan dan Denawa (Buta) pada pertunjukan seni tradisi Wayang

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun

BAB I PENDAHULUAN. negara yang kaya dalam berbagai hal, termasuk dalam segi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan. Terbentuknya sistem pendidikan yang baik diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

Kata kunci: Wayang Topeng, pelatihan gerak, pelatihan musik, eksistensi.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SENI KETOPRAK DI ERA MODERNISASI

BAB I PENDAHULUAN. drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

BAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia mempunyai kebudayaan dan adat istiadatnya sendiri. Dari

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman kesenian tradidisional adalah salah satu potensi budaya yang

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras

BAB I PENDAHULUAN. dan gaya penulisan. Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

berbicara dan membawa diri harus sesuai dengan tata karma. Selain itu dalam menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, pembawaan diri dan cara

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesenian pada dasarnya adalah salah satu cara seseorang memasyarakat.

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

Transkripsi:

Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/41304 holds various files of this Leiden University dissertation Author: Emerson, Kathryn Title: Transforming wayang for contemporary audiences : dramatic expression in Purbo Asmoro's style, 1989 2015 Issue Date: 2016-06-28

Intisari (Summary in Indonesian) Pembaharuan Wayang Untuk Penonton Terkini Sajian Dramatik dalam Pakeliran Garap Semalam Ki Purbo Asmoro, 1989 2015 Kathryn Emerson (translated into Indonesian by Wikan Satriati and Amrih Widodo) Disertasi ini akan membeberkan pedalangan gaya baru di daerah Solo dan sekitarnya di Jawa Tengah, yang dikenal di kalangan para akademisi sebagai pakeliran garap semalam. Gaya pakeliran yang berlangsung selama tujuh jam dengan struktur penuturan cerita yang inovatif ini, dan yang juga memakai kemasan dan teknik pakeliran tradisi dalam banyak hal, diciptakan dan pertama kali dipergelarkan pada tahun 1989 oleh dalang Ki Purbo Asmoro, lahir 1961 di Pacitan, Jawa Timur. Selanjutnya gaya pakeliran garap semalam dikembangkan selama satu dekade berikutnya oleh Purbo Asmoro, dan masih berlanjut dikembangkan hingga sekarang. Pada tahun 2000, pakeliran garap semalam menjadi satu gaya paling menonjol yang mempengaruhi dalang- dalang lain yang seangkatan Purbo Asmoro dan yang lebih muda, baik hanya dipergunakan sebagian maupun secara sistem baru keseluruhannya. Disertasi ini akan mendefinisikan gaya garapan semalam dan menganalisis masing- masing unsurnya. Dengan menyelami secara mendalam proses kreatif Ki Purbo Asmoro, akan diungkap manfaat dan tantangan dari gaya garapan baru ini. Akan dibeberkan secara rinci bagaimana rumitnya latar belakang sejarah dan konteks budaya dari munculnya gaya garapan baru ini, serta bagaimana sistim ekpresi dramatik baru ini juga dipakai oleh dalang lain di kalangan dalang wayang gagrak Solo. Sebagai penerjemah pertunjukan wayang, pelajar dan peneliti, serta penggemar berat yang tekun mengikuti perkembangan pakeliran wayang kulit di Jawa sejak 2004, sekaligus sebagai pangrawit (pemain gamelan) di Solo sejak 1991, penulis memperhatikan bahwa penelitian langsung terhadap pakeliran garap semalam benar- benar belum ada, baik dalam penelitian formal maupun wacana informal di 435

kalangan seniman wayang. Kurangnya rasa ingin tahu terhadap hal tersebut, bahkan meski sekadar pengenalan dan pengertian tentang sebuah perkembangan penting gaya pewayangan dalam waktu setengah abad inilah yang mendorong penelitian ini dilakukan. Hanya dengan menyelidiki sejarah, perkembangan, landasan kreatif dan dasar- dasarnya gaya pakeliran garap semalam Ki Purbo Asmoro, praktik pementasan wayang Solo di kalangan dalang muda sekarang ini dapat dihargai dan dimengerti sepenuhnya. Bab I: Pendahuluan mengulas begitu banyaknya tulisan- tulisan yang sudah ada mengenai pertunjukan wayang di daerah Solo dan sekitarnya. Mengenai pakeliran klasik sudah banyak didokumentasikan oleh penulis- penulis Jawa, mulai dari buku tuntunan pedalangan terbitan tahun 1870an sampai buku panduan pakeliran keluaran ISI Solo tahun 2000an; dari naskah- naskah pilihan yang ditulis oleh para empu dalang pada tahun 1930an sampai naskah- naskah karya empu dalang dan penulis naskah Ki Tristuti Rahmadi Suryasaputra yang diproduksi dan disebarluaskan dikalangan para dalang pada tahun 1990an. Peneliti barat seperti Brandon, Feinstein, Keeler, dan Clara van Groenendael telah memberikan wawasan yang mendalam mengenai tradisi wayang klasik. Sudarko, Suwarno, dan Murtiyoso banyak menulis mengenai gerakan wayang padat di ASKI pada tahun 1970an, sementara peneliti barat seperti Arps, Sears, dan Brinner telah mendokumentasikan gerakan ini. Tulisan Kayam, Kuwato, Supanggah, Sumarsam, Suratno, dan Mrázek mengupas tren yang secara drastis mengubah wayang pada tahun 1980an dan 1990an, yang dikenal sebagai era wayang hura- hura, dengan perhatian utama pada bagaimana unsur selingan hiburan tersebut tumbuh berkembang. Curtis, Sugeng Nugroho, Soemanto, and Poerwono telah memberikan pemahaman mendalam mengenai proses kreatif beberapa dalang terkenal dengan membeberkan secara rinci profil artistik dalang- dalang tersebut. Maraknya lakon banjaran, yaitu lakon yang menuturkan biografi tokoh wayang, juga sudah ditulis oleh Sugeng Nugroho. Tetapi, sebelum buku The Wayang Educational Package karya Purbo Asmoro dan Emerson tahun 2013, belum ada sama sekali karya yang membahas secara mendalam gaya pakeliran wayang paska- klasik, paska- padat, dan paska- hura- hura ini, yaitu, gaya garap semalam Ki Purbo Asmoro beserta pengembangan dan perubahan selanjutnya yang dilakukan oleh dalang lain. Disertasi ini merupakan kelanjutan dari karya produksi Lontar tahun 2013 tersebut. Bab 1 juga menjelaskan latar belakang, perspektif dan metodologi yang dipakai dalam penulisan disertasi ini. 436

Tiga bab berikutnya, Bab 2 4, menelusuri sejarah penciptaan gaya pakeliran garap semalam. Pada Bab 2: Gaya Klasik, menjelaskan tolok ukur istilah klasik dan tradisional, juga mengkaji tentang gaya klasik Kraton, gaya klasik dhusun, dan gaya Ki Nartosabdo. Pada Bab 3: Gaya Padat, pakeliran padat dikembangkan di ASKI tahun 1970- an dan dieksplorasi pada 1980- an, termasuk ulasan tentang para pendirinya, seperti Bambang Suwarno, Bambang Murtiyoso, Sumanto, Sukardi, dan kemudian Blacius Subono. Satu naskah lakon padat karya Sukardi, Kunthi Pilih, dikaji secara rinci. Bab 4: Lahirnya Sebuah Gagasan memperkenalkan Purbo Asmoro, pendidikan yang ditempuhnya, pendidikan SMKI, pengaruh ASKI terhadap karyanya, dan akhirnya upaya pribadi yang menginspirasinya hingga menciptakan gaya garapan semalam pada 1989. Bab ini juga mengulas karir awal Purbo Asmoro saat terlibat dalam garap wayang hura- hura, wayang PANTAP, dan kekecewaannya pada kecenderungan artistik gaya tersebut. Bab 5 7 berisi kajian mendalam dan analisa tentang gaya pakeliran garap semalam, menggunakan contoh utama dua rekaman: pementasan langsung oleh Purbo Asmoro, lakon Makutharama pada October 2007 di Halaman Kantor Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dan lakon Sesaji Raja Suya pada November 2007 di Alun- alun Pacitan, Jawa Timur. Kedua rekaman tersebut diterbitkan tahun 2013 sebagai bagian dari Paket Pendidikan Wayang (Wayang Educational Package). Bab 5: Vokabuler Baru: Iringan Garap memaparkan tentang vokabuler baru untuk iringan wayang kulit yang digunakan dalam pakeliran garap semalam. Ini meliputi sejumlah teknik: 1) menggunakan gending dari luar perbendaharaan gending wayang tradisional, misalnya dari repertoar ritual dari Kraton Solo, repertoar klenèngan, repertoar tari; 2) menggunakan gending tradisional tetapi dimainkan dengan cara baru; 3) menggunakan perbendaharaan garap gending dan sulukan yang diciptakan di ASKI pada tahun 1970- an untuk padat, sandosa, atau sendratari; atau 4) menciptakan fragmen- fragmen baru, instrumental atau vokal, begitu spontan di latihan. Terdapat juga berbagai transisi baru dan swara juga instrumentasi baru. Bab 6: The Prologue mengkaji tentang prolog, salah satu unsur cirikhas terpenting dalam gaya pakeliran garap semalam, dan satu hal yang digunakan beberapa dalang bahkan jika mereka kemudian melanjutkan dengan pementasan 437

klasik sepenuhnya. Di sini akan dikaji struktur dan tujuan prolog karya Purbo Asmoro, termasuk proses kreatifnya dan kategori dramatik yang bisa dipergunakan untuk menjabarkan elemen- elemen dalam prolognya. Bab 7: Menciptakan Hirarki di Unsur Drama Antara Yang Penuh Intensitas dan Yang Biasa menjelaskan bagaimana Purbo Asmoro menciptakan pakeliran garap semalam setelah prolog. Dengan tema dan gagasan pokok yang sangat dipertimbangkan, sajian debat, konflik atau perjuangan sebagai pusat perhatian utamanya secara keseluruhan, Purbo menerapkan teknik pakeliran padat kepada moment atau bagian khusus dalam cerita. Penggarapan ulang di unsur catur dan dialog, rangkaian garap sabet, garap iringan, garap tokoh, dan garapan sanggit menggunakan teknik padat untuk memperkuatkan titik- titik penting dalam urutan dramatik dan sajian gagasan pokok. Teknik- tiknik dari pakeliran padat juga dipakai Purbo Asmoro untuk memperkuatkan fokus dalam interaksi nges antara tokoh- tokoh penting, dan dalam momen kecil yang mempunyai potensi drajat dramatis yang tinggi. Di antara bagian- bagian yang digarap dengan teknik padat ini, Purbo Asmoro menyediakan atraksi visual seperti adegan perang tradisional, keberangkatan pasukan, dan sidang istana. Hasilnya ada perasaan dinamis, yang menghindari kesan data atau monotone, di mana intensitas bagian padat diseling dengan sajian relatif tradisional dengan secara selektif selama pertunjukan tujuh jam durasinya. Bab 8: Lakon Multi- Episode menilik bagaimana Ki Purbo Asmoro menerapkan gaya pakeliran garap semalam untuk struktur yang lebih kompleks yang melibatkan episode- episode berganda dalam satu pertunjukan. Walaupun terkenal sebagai dalang lakon banjaran, lakon yang menggambarkan perjalanan hidup tokoh dari lahir sampai mati, khazanah lakon multi- episode garapan Ki Purbo Asmoro juga memasukkan sketsa- sketsa potongan biografi, yakni lakon yang menggabungkan beberapa episode yang secara kronologis bersinggungan, dan lakon yang menelusuri asal- usul senjata, pusaka, maupun ajaran filsafat. Bab 9: Di Tangan Dalang Lain memaparkan cuplikan ceritera beberapa dalang yang dewasa ini aktif di komunitas wayang gagrak Solo dengan fokus bagaimana mereka memandang gaya pakeliran garap semalam khas Ki Purbo Asmoro, unsur- 438

unsur apa yang mereka pakai, dan sejauh mana memakainya. Bab ini secara singkat juga menceriterakan beberapa dalang yang sama sekali menolak gaya Purbo Asmoro, dan juga tanggapan beberapa dalang senior terhadap perkembangan wayang masa kini. Bab 10: Kesimpulan dimaksudkan untuk menyarikan proses kreatif Ki Purbo Asmoro dengan memberikan ringkasan perjalanannya membangun pakeliran garap semalam dan unsur- unsur apa saja yang dirangkul atau ditolak dari wayang hura- hura jaman 1990an maupun inovasi terkini. Akhirnya, disertasi ini mengajukan pendapatnya sebagai berikut: 1. Gaya khas pakeliran garap semalam dari Ki Purbo Asmoro telah mendorong pakeliran gagrak Solo keluar dari era dikotomi klasik vs hura- hura/pantap tahun 1990an, klasifikasi yang dipegang oleh penonton wayang di dasawarsa tersebut. Mulai tahun 2000, pertunjukan semalam suntuk di Solo tak lagi bisa diklasifikasikan ke dalam dua kategori, antara klasik (mencakup gaya istana, gaya desa dan gaya Nartosabdo), dan hura- hura; melainkan sudah berubah menjadi lima kategori: klasik, hura- hura, garapan semalam, setengah garapan atau yang memakai beberapa unsur, tetapi tak diterapkan sebagai sistim menyeluruh, atau pementasan yang secara jelas di luar kerangka kerja tradisional. 2. Gaya pakeliran garap semalam diciptakan oleh Purbo Asmoro dan pertama kali dipentaskan oleh Purbo Asmoro Maret 1989. Gaya ini berdasarkan konsep pakeliran padat ASKI. 3. Garapan semalam, seperti yang dilakukan Ki Purbo Asmoro, menerapkan teknik- teknik pakeliran padat hanya untuk bagian- bagian terpilih tertentu, akibatnya menciptakan hierarki dramatik dan ketajaman sentuhan perasaan. 4. Garapan semalam telah menjadi satu- satunya pengaruh yang paling penting bagi dalang- dalang yang lebih muda dari pada Ki Purbo Asmoro, bahkan ketika mereka menerapkan sistim tersebut dengan cara yang berbeda. Walaupun inovasi wayang sudah terjadi dan berlangsung tanpa henti jauh sejak para peneliti mulai mencatatnya, perubahan yang mendasar dalam pertunjukan wayang baru terlihat nyata pada tahun 1975-2015, terutama dalam 439

dua dasa warsa terakhir ini. Kajian sarjana barat mengenai perubahan dalam pertunjukan wayang yang terjadi dewasa ini kebanyakan terbatas membedah gerakan pakeliran padat di ASKI, bentuk dan ciri selingan hiburan, atau pemakaian teknologi modern dan inovasi garap sabet dalam adegan perang yang terjadi sejak tahun sembilanpuluhan. Beberapa peneliti diantaranya mengupas panjang lebar mengenai pakeliran gaya baru yang jauh menyimpang dari pakem pakeliran Solo, misalnya pemakaian tokoh- tokoh dari kehidupan sehari- hari, atau perubahan radikal tata panggung dan perangkat peralatan pakeliran. Sementara itu, wacana di kalangan peneliti Jawa cenderung mengabaikan persoalan- persoalan tentang gaya, dan langsung memperdebatkan garapan Ki Purbo Asmoro tanpa menaruhnya dalam keseluruhan struktur pakeliran baru yang dibangunnya. Disertasi ini berusaha untuk mengisi kekosongan ini. Ia mengundang para peneliti agar mengalihkan pembahasan dari unsur- unsur sensasional dalam selingan hiburan dan adegan perang, serta mengarahkan perhatian mereka pada perubahan besar sekaligus halus dalam penciptaan unsur ekspresi dramatik dan alur penceritaan kusus pada bagian lakon bukan bagian interlude atau perang, dalam gaya pakeliran garap semalam oleh Ki Purbo Asmoro. 440