1051 Gempa Terjadi Di Wilayah Pusat Gempa Regional IV Oleh : Imanuela Indah Pertiwi, S.Si,M.Si, R. Jamroni, ST,MT dan Ikhsan,ST Pusat Gempa Regional BBMKG Wilayah IV Makassar Pusat Gempa Regional IV yang ada di Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah IV Makassar merupakan salah satu pusat gempa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang bertugas untuk menganalisa kejadiankejadian gempa yang terjadi di wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, sebagian wilayah Sulawesi Tengah, Teluk Tomini, Selat Makassar, Kalimantan Timur, dan Laut Flores. Adapun batas wilayah analisa yaitu 7,5 o LS - 0 o LU dan 113,5 o BT - 124 o BT. Sepanjang tahun 2017 tercatat sebanyak 1052 gempa yang terjadi di wilayah tersebut, dimana ada sebanyak 74 gempa dirasakan dan 1 gempa yang menyebabkan kerusakan. Dibandingkan dengan tahun 2016, jumlah kejadian gempa meningkat 15.31%. Peningkatan jumlah kejadian gempabumi disebabkan oleh banyaknya gempa yang terjadi di wilayah Sulawesi Tengah, yaitu Poso.
Gempabumi yang terjadi di wilayah PGR IV didominasi oleh gempa yang berkekuatan (magnitude) di bawah 5 SR, yaitu magnitude 3 3.9 SR (Skala Richter). Sedangkan gempa signifikan dengan kekuatan 5 5.9 SR terjadi sebanyak 23 kali, dan gempa dengan kekuatan 6-6.9 SR terjadi sebanyak 2 kali. Gempa dengan magnitude 6.6 SR terjadi pada tanggal 24 Oktober 2017 yang berpusat di laut, 195 kilometer Tenggara Bau-Bau, Sulawesi Tenggara dan gempa dengan magnitude 6.6 SR terjadi pada tanggal 29 Mei 2017 yang berpusat di darat, 22.14 kilometer Timur Laut Wuasa, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Ditinjau berdasarkan pada kedalaman gempa, gempabumi yang terjadi di wilayah PGR IV didominasi oleh gempabumi dangkal, yaitu gempabumi dengan kedalaman kurang dari 60 km, sebanyak 871 kejadian. Sedangkan gempabumi dengan kedalaman menengah, yaitu kedalaman gempabumi antara 60 300 kilometer, terjadi sebanyak 164 kejadian. Diantara 3 jenis gempabumi berdasarkan kedalaman, gempabumi dengan kedalaman dalam, yaitu kedalaman gempabumidi atas 300 kilometer, terjadi sebanyak 16 kejadian. Gempabumi dengan kedalaman dangkal banyak terjadi di beberapa wilayah diantaranya : Sulawesi Tengah yaitu Palu, Poso, Luwuk banggai, Morowali dan Teluk Tomini; Sulawesi Tenggara yaitu Kendari, Bombana, Bau-Bau, Kolaka, dan Konawe; Sulawesi Selatan yaitu Luwu Timur, Pangkep, Pare-Pare, Masamba, Toraja, Selat Makassar, Laut Flores; Sulawesi Barat yaitu Mamuju, Pasangkayu, Mamuju Tengah, Mamasa, dan Majene. Gempabumi dengan kedalaman menengah sebagian besar terjadi di Teluk Tomini, sedangkan gempabumi dengan kedalaman dalam sebagian besar terjadi di Laut Flores akibat aktivitas Back Arc Thrust Flores (sesar naik belakang busur). Secara umum, gempabumi yang terjadi di wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan disebabkan oleh aktivitas pergerakan sesar-sesar yang melalui wilayah-wilayah tersebut. Adapun gempabumi yang terjadi di Selat Makassar disebabkan oleh aktivitas pergerakan pemekaran South Makassar Basin. Lebih lanjut, gempa-gempa yang terjadi di Sulawesi Tengah, yaitu di Palu disebabkan oleh aktivitas pergerakan sesar Palu-Koro, di Poso disebabkan oleh adanya zona Palolo Graben yang menyebabkan munculnya sesarsesar lokal baru, serta gempa yang terjadi di Luwuk Banggai disebabkan oleh aktivitas sesar Batui. Selain itu, pada wilayah perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, yaitu Sorowako, Malili, dan Morowali, gempa-gempa yang
terjadi disebabkan oleh aktivitas sesar Matano. Di Sulawesi Selatan, gempabumi yang terjadi disebabkan oleh aktivitas sesar Walanae, sedangkan gempabumi yang terjadi di Sulawesi Tenggara, lebih banyak terjadi pada daerah-daerah yang dilalui oleh sesar Lawanopo dan sesar Kolaka. Gempa Merusak Gempa merusak di wilayah PGR IV selama tahun 2017, terjadi pada tanggal 29 Mei 2017 dengan kekuatan M 6.6 SR, dan pusat gempa terletak pada koordinat 1.33 LS dan 120.41BT, tepatnya di daratan Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada jarak 38 km arah Barat Laut Poso, dengan kedalaman hiposenter 10 kilometer. Guncangan gempa dirasakan dalam skala intensitas yang berbeda di beberapa tempat, yaitu dirasakan VI-VII MMI di Wuasa; V MMI di Poso dan Torue; III IV MMI di Palu dan Sigi; III MMI di Toli-Toli, Pasangkayu, Tana Toraja, Gorontalo, Boalemo, Pohuwatu dan Bone Bolango; II MMI di Palopo, Masamba, dan Balikpapan. Adapun parameter gempabumi Poso hasil pemutakhiran adalah magnitudo M 6.6 SR, lokasi 1.28 LS 120.48 BT (33 km Barat Laut Poso Sulawesi Tengah), dengan kedalaman 11 kilometer. Mekanisme gempabumi tersebut berdasarkan perhitungan seiscomp3 BMKG merupakan sesar turun atau normal-fault. Gempa ini menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Sampai dengan tanggal 1 Juni 2017, Kecamatan Lore Utara merupakan wilayah paling banyak dijumpai kerusakan, total terdapat 209 bangunan rusak berat (RB) dan 153 bangunan rusak ringan (RR). Di Lore Timur 7 RB 39 RR, Poso Pesisir 2 RB 19 RR, Poso Pesisir Utara 4 RB 26 RR, Lore Peore 2 RB 6 RR, Poso Kota 0 RB 1 RR, Poso Kota Utara 4 RB 4 RR, Lage 0 RB 2 RR. Adapun distribusi kerusakkan di enam desa di Kecamatan Lore Utara yaitu Desa Alitupu 40 RB 60 RR, Wuasa 93 RB 0 RR, Watumaeta 43 RB 67 RR, Sedoa 29 RB 16 RR, Kaduwa a 2 RB 5 RR, Dodolo 2 RB 5 RR. Korban luka-luka terdapat di Lore Utara 4 orang luka berat dan 17 orang luka ringan, Poso Pesisir dan Lore Peore masing-masing 1 luka ringan, dan Poso Pesisir Utara 2 orang luka ringan. Di wilayah Sulawesi Selatan tidak tercatat adanya gempabumi merusak, tetapi tercatat beberapa gempabumi dirasakan. Pada periode tahun 2017 tercatat sebanyak 5 gempa dirasakan di Luwu Timur, 1 gempa dirasakan di Sinjai, dan 1 gempa dirasakan di Masamba. Lima gempabumi dirasakan yang terjadi di Sorowako diantaranya yaitu : (1) gempabumi tanggal 28 Februari 2017 pukul 14:44:34 Wita dengan pusat gempa pada koordinat 2.35 LS dan 121.33 BT yang berjarak 31
kilometer arah Timur Laut Luwu Timur pada kedalaman hiposenter 10 kilometer, memiliki kekuatan M 3.7 SR dirasakan di Sorowako pada skala intensitas I-II MMI; (2) gempabumi tanggal 29 Juli 2017 pukul 14:00:28 Wita dengan pusat gempa pada koordinat 2.37 LS dan 121.22 BT yang berjarak 24 kilometer arah Timur Laut Luwu Timur pada kedalaman hiposenter 10 kilometer, memiliki kekuatan M 3.4 SR dirasakan di Sorowako pada skala intensitas II-III MMI; (3) gempabumi tanggal 24 Oktober 2017 pukul 12:08:31 Wita dengan pusat gempa pada koordinat 2.39 LS dan 121.34 BT yang berjarak 28 kilometer arah Timur Laut Luwu Timur pada kedalaman hiposenter 10 kilometer, memiliki kekuatan M 4 SR dirasakan di Sorowako pada skala intensitas II MMI; (4) gempabumi tanggal 25 Oktober 2017 pukul 19:38:09 Wita dengan pusat gempa pada koordinat 2.53 LS dan 121.57 BT yang berjarak 24 kilometer arah Timur Luwu Timur pada kedalaman hiposenter 10 kilometer, memiliki kekuatan M 3.3 SR dirasakan di Sorowako pada skala intensitas II MMI; (5) gempabumi tanggal 22 Desember 2017 pukul 06:14:58 Wita dengan pusat gempa pada koordinat 2.5 LS dan 121.16 BT yang berjarak 9 kilometer arah Barat Laut Luwu Timur pada kedalaman hiposenter 10 kilometer, memiliki kekuatan M 4.1 SR dirasakan di Malili pada skala intensitas I-II MMI. Gempa-gempa yang terjadi di Luwu Timur secara umum dirasakan lemah hingga kuat oleh masyarakat. Gempabumi Masamba terjadi pada tanggal 25 Agustus 2017 pukul 23:30:44 Wita dengan pusat gempa pada koordinat 2.16 LS dan 120.55 BT yang berjarak 65 kilometer arah Timur Laut Luwu Utara pada kedalaman hiposenter 14 kilometer, serta memiliki kekuatan M 4.3 SR dan dirasakan di Masamba dan Wotu pada skala intensitas III MMI, sedangkan gempabumi di Sinjai terjadi pada tanggal 12 Desember 2017 pukul 01:04:25 Wita dengan pusat gempa pada koordinat 5.24 LS dan 120.21 BT yang berjarak 12 kilometer arah Tenggara Sinjai pada kedalaman hiposenter 12 kilometer, serta memiliki kekuatan M 3.8 SR dan dirasakan di Sinjai pada skala intensitas II MMI. Gempabumi dirasakan yang terjadi di Sulawesi Selatan tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan kerusakan, sehingga sangat diperlukan kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana gempabumi. Hal tersebut ditunjukkan dengan belum adanya teknologi yang dapat memprediksi kejadian gempabumi sampai saat ini. Kerusakan bangunan merupakan dampak akibat dari bencana gempabumi yang sering terjadi yang dapat menimbulkan korban jiwa. Sebagai bentuk antisipasi untuk mengurangi kerusakan bangunan yang berat, sebaiknya
dibangun dengan beton bertulang yang saling mengikat. Rumah atau bangunan yang sebagian materialnya adalah kayu relatif lebih aman. Mengetahui, Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wiayah IV Makassar