1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh (Camellia sinensis) menghasilkan minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Menurut salah satu lembaga riset (AC Nielsen) tahun 2005 menyatakan tahun 1999 hingga tahun 2003 tingkat penetrasi pasar untuk teh mencapai lebih dari 95%, yang berarti minuman teh nyaris telah atau pernah dikonsumsi oleh setiap anggota masyarakat. Menurut Kaison Chang, dalam laporannya di World tea production and trade current and future development tahun 2015, menyebutkkan bahwa konsumsi teh di dunia terus mengalami peningkatan di tahun 2013. Total konsumsi teh keseluruhan meningkat 5% di 2013. Seiring perkembangan teknologi, saat ini banyak industri pengolahan teh yang menghasilkan berbagai bentuk produk akhir seperti teh kering, teh celup, teh bubuk, dan teh dalam kemasan siap minum. Teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peran strategis dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Menurut data BPS tahun 2014, komoditi teh turut menyumbang devisa negara sebesar US$ 131.345.500. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-7 sebagai negara penghasil teh terbesar di dunia. Menurut Suprihartini (2016), pada tahun 2006 sekitar 62% dari total produk teh Indonesia diekspor ke luar negeri. Kendati begitu, eskpor teh cenderung bergantung pada produk primer dengan wujud daun kering (hulu). Volume ekspor teh Indonesia sebesar 94% masih dalam berbentuk daun kering (Indarti, 2015). Hal ini dikarenakan industri hilir teh dalam negeri kurang berkembang. Seandainya 1
2 pengembangan industri teh ke arah hilir mampu ditingkatkan, maka akan meningkatkan nilai tambah, memperkuat daya saing produk teh, dan meningkatkan devisa negara. Salah satu perusahaan teh di Yogyakarta adalah PT Pagilaran. PT Pagilaran merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, perindustrian, perdagangan, dan konsultasi untuk komoditas teh dan kopi. PT Pagilaran menurut Direktorat Jenderal Perkebunan merupakan Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBNS) yang dikelola oleh Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. PT Pagilaran memiliki 5 unit produksi dengan 2 unit utamanya, yakni unit produksi Pagilaran dan unit produksi Segayung. Unit produksi Pagilaran memiliki area seluas 1113,25 hektar. PT Pagilaran berperan sebagai pengelola komoditas teh dan kopi, kebun inti dalam proyek pemerintahan melalui Perkebunan Inti Rakyat (PIR), sarana konsultasi bagi perusahaan di bidang sejenis, sarana penelitian bagi instansi dan perguruan tinggi, dan agrowisata. PT Pagilaran menyumbang 75% produknya untuk pasar ekspor dan 25% untuk pasar domestik. Pada komoditas teh, target penjualan perusahaan sebesar ±7000 ton (75% merupakan teh hitam dan 25% teh hijau). Apabila dilakukan perhitungan, 25% dari 7000 ton sebesar 437,5 ton teh hijau dijual ke bisnis lain, bukan dijual langsung ke konsumen akhir. Saat ini perusahaan menjual produk ke pihak bisnis lain baik luar negeri maupun dalam negeri (business to business), bukan kepada konsumen langsung. Produk yang dihasilkan berupa bulk tea yang dikemas dalam sak ataupun karung lalu dijual ke perusahaan-perusahaan. Sebenarnya PT Pagilaran memiliki produk jadi berupa teh hitam dalam kemasan tea bag (merk Pagilaran, Kepodang, dan
3 Sigma Rasa ) dan teh hijau dalam kemasan tea bag (merk Pagilaran ). Namun, produk jadi tersebut tidak dijual maupun dipasarkan. Kementerian Perindustrian mendorong industri nasional mengembangkan hilirisasi produk pertanian dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Hal itu sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahap pertama (2015-2019), yaitu meningkatkan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro. Strategi Kementerian Perindustrian untuk peningkatan daya saing melalui inovasi dan penciptaan nilai tambah berupa hilirisasi produk-produk pertanian menjadi produk agroindustri. Sejalan dengan strategi Kementerian Perindustrian sekaligus mengamati situasi penjualan minuman teh yang terus meningkat (dapat dilihat pada Gambar 1.1.), PT Pagilaran mulai berinovasi dengan melakukan program hilirisasi produk teh, khususnya produk teh hijau untuk dipasarkan dan dijual ke konsumen akhir. Dari beberapa pilihan jenis teh (teh hitam, teh hijau, dan teh putih), PT Pagilaran menilai bahwa teh hijau memiliki banyak nilai (value) yang dapat dikembangkan, seperti isu kesehatan dan kecantikan. Terlebih, menurutnya, pertumbuhan pendapatan kelas menengah menyebabkan sebagian konsumen mulai mempertimbangkan aspek kesehatan dan kepraktisan dalam memilih produk teh. Pada Gambar 1.1. terlihat nilai penjualan minuman teh (selain teh siap minum) dalam satuan Billion Rupiah (Rp bn) dari tahun 2010 hingga tahun 2015 dan tahun 2016F (2016 dalam forecast/peramalan) hingga tahun 2020 (2020 dalam forecast/peramalan). Nilai penjualan minuman teh (selain teh siap minum/rtd) diestimasikan meningkat sebesar 11,3% pada tahun 2015 menuju 2020. Pada grafik
4 terlihat bahwa teh hijau mendominasi sebesar 61% pasar teh, sementara teh hitam sebesar 35%. Gambar 1.1 Value sales of Tea Drinks in Indonesia Selain itu, konsumsi teh hijau dunia pun terus meningkat secara pesat menjadi 30%. Sementara itu konsumsi teh hitam saat ini menurun menjadi 70% (Anonim3, 2015). Hal itu terjadi karena pola hidup masyarakat semakin bergeser ke arah gaya hidup sehat. Kesadaran masyarakat akan kesehatan semakin tinggi, terbukti dengan banyaknya produk olahan makanan dan minuman yang semakin menonjolkan kandungan gizinya, seperti makanan rendah lemak, minuman rendah gula, dan sebagainya. Teh hijau saat ini menjadi varian produk teh yang digemari penikmat teh, dari segi rasa, aroma, maupun khasiatnya. Teh hijau mampu memberi sederet manfaat bagi kesehatan mulai dari mencegah penyakit jantung, melindungi hati, hingga membuat awet muda. Tingginya nilai fungsional teh hijau tersebut merupakan peluang bagi PT Pagilaran dalam melakukan pengembangan produk teh hijau untuk dijual ke konsumen akhir.
5 Teh hijau dijual dalam berbagai bentuk kemasan. Variasi ini muncul disebabkan adanya perbedaan preferensi konsumen terhadap produk teh. Menurut Rossi (2010), teh celup sangat populer karena praktis untuk membuat, tapi pecinta teh kelas berat tidak menyukai rasa teh celup karena cita rasa teh kurang kuat. Pecinta teh kelas berat cenderung lebih menyukai teh seduh. Selain itu berdasarkan penelitian Subarna dan Awalina (2002) menyatakan bahwa persepsi konsumen dalam mengonsumsi teh tercermin dari variasi anggapan konsumen bahwa produk teh merupakan minuman yang memberi manfaat, enak, menyegarkan, pelepas dahaga, minuman murah dan mudah didapat. Oleh karena adanya variasi preferensi konsumen terhadap produk teh, dalam mengembangkan produk teh hijau perlu diawali dengan survei karakteristik konsumen teh hijau. Variasi ini perlu diidentifikasi dan dikelompokkan sehingga pengembangan produk lebih fokus pada pasar yang menjadi target dan alokasi sumber daya perusahaan lebih efisien. Pengidentifikasian dan pengelompokkan konsumen teh hijau dilakukan dengan melakukan segmentation, targeting, dan positioning (STP). Preferensi konsumen teh hijau yang telah diperoleh menjadi dasar bagi PT Pagilaran untuk mengetahui atribut produk teh hijau yang diinginkan. Kombinasi atribut kebutuhan konsumen terhadap produk teh hijau dapat diperoleh dengan analisis konjoin. Pembuatan House of Quality dalam metode Quality Function Deployment membantu PT Pagilaran untuk menerjemahkan kebutuhan konsumen terhadap produk teh hijau ke dalam bahasa teknis perusahaan.
6 1.2. Perumusan Masalah Dengan mempertimbangkan latar belakang di atas, diperoleh pokok permasalahan yaitu: 1. Bagaimana preferensi konsumen pada klaster terpilih dalam mengonsumsi produk teh hijau? 2. Bagaimana kebutuhan teknis perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang mengacu pada konsep produk teh hijau yang dikembangkan? 1.3. Batasan Masalah 1. Penelitian dilakukan pada konsumen teh hijau di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Responden penelitian berumur 12-64 tahun. 3. Kompetitor yang dipilih merupakan produk teh hijau sejenis yang paling banyak dikonsumsi berdasarkan hasil kuesioner positioning. 4. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini hanya sampai tahapan pengembangan konsep produk teh hijau yang diinginkan konsumen. 5. Pengembangan konsep produk dilakukan hingga tahap seleksi konsep produk teh hijau. 1.4. Tujuan Penelitian 1. Melakukan segmentation, targeting, dan positioning produk teh hijau untuk konsumen di Daerah Istimewa Yogyakarta.
7 2. Mengetahui preferensi konsumen pada klaster terpilih dalam mengkonsumsi produk teh hijau. 3. Memperoleh konsep produk teh hijau yang sesuai dengan kebutuhan konsumen Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Memperoleh kebutuhan teknis PT Pagilaran dalam memenuhi konsep produk teh hijau yang terpilih. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Produsen teh hijau, sebagai acuan untuk mengembangkan produk teh hijau sehingga dapat meningkatkan profit perusahaan. 2. Pihak akademis, sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 3. PT Pagilaran, sebagai masukan untuk mengembangkan produk baru teh hijau yang tepat sasaran dan mampu bersaing dengan perusahaan sejenis.