BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

kemunduran fungsi-fungsi fisik, psikologis, serta sosial ekonomi (Syamsuddin, 2008, Mencapai Optimum Aging pada Lansia, para.1).

BAB I PENDAHULUAN. periode terakhir dalam hidup manusia. Lansia dibagi menjadi dua bagian

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2013 tentang perubahan keempat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seseorang perlu melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hasil yang dituju. Salah satu cara untuk memenuhi semua itu adalah dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BAB I PENDAHULUAN. bekerja merupakan suatu kesempatan dimana seseorang dapat. mengembangkan dirinya, mencapai prestise, memperoleh suatu jabatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern, bekerja merupakan suatu tuntutan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan (usia lanjut). Pada masa lansia

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun, dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. dibedakan menjadi 3 yakni young old (70-75 tahun), old ( laporan PBB, populasi lansia meningkat sebesar dua kali lipat hanya

RISET TAHUN Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. bagi hewan peliharaan di setiap daerah, seperti pet shop atau klinik hewan,

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah self-esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan. harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu

`BAB I PENDAHULUAN. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah topik yang hangat dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan tersendiri, karena bisa memperoleh uang dan fasilitas-fasilitas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut atau biasa disebut dengan lanjut usia (lansia) merupakan tahap

Eni Yulianingsih F

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

Mewujudkan Kebahagiaan di Masa Lansia dengan Citra Diri Positif *

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BABI PENDAHULUAN. menjelang saat-saat kematian, rasa cemas kerap kali singgah dalam diri manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

\BAB I PENDAHULUAN. Bekerja tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seseorang, dengan bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penelitian Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut (Hurlock, 1996). Individu yang mengalami masa tua atau proses penuaan disebut juga lanjut usia atau disingkat lansia. Upaya untuk mempelajari proses penuaan ini telah dimulai sejak lama, mulai dari daftar manusia tertua, mekanisme penuaan, sampai pada penelitian medis serta psikologis modern untuk memperbaiki kesehatan manusia. Dari berbagai studi didapat bahwa proses penuaan tidak hanya dipengaruhi oleh satu mekanisme saja, namun dipengaruhi oleh berbagai penyebab yang saling mempengaruhi, seperti genetik, kepribadian serta lingkungan (Hardywinoto & Setiabudhi, 1999). Santrock (1998) juga menambahkan bahwa proses penuaan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor kehidupan bersama (lingkungan dan keluarga) serta faktor pribadi orang itu sendiri, yaitu regulasi diri sendiri. Selain itu, Tomae (dalam Santrock, 1998) menyatakan bahwa proses penuaan dipengaruhi berbagai dimensi, yakni biokemis dan fisiologis, perubahan fungsional-psikologis, perubahan kepribadian, sosial, serta penyesuaian diri menuju masa tua. Oleh karena itu, perubahan lansia sangat berbeda dari satu individu usia lanjut dengan individu usia lanjut lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2004). Hal ini menyebabkan ada lansia yang merasa tidak dapat mengerjakan berbagai aktivitas sebaik pada saat muda dulu dan ada juga lansia yang merasa masih mampu melakukan berbagai

aktifitas fisik, untuk itulah penyesuian diri menjadi tuntutan bagi lansia (Harlock, 1996). Menurut Martin dan Poland (1980), penyesuaian diri merupakan proses mengatasi permasalahan lingkungan yang berkesinambungan. Santrock (1998) juga menyatakan bahwa untuk mencapai penyesuaian diri yang baik bagi lansia adalah dengan berusaha mencapai psychological well-being (PWB). Bradburn (dalam Santrock, 1998) mendefinisikan psychological well-being sebagai kebahagiaan dan penerimaan diri sendiri sehingga mendapatkan suatu kepuasan diri dengan apa yang dimiliki yang dapat diketahui melalui beberapa dimensi antara lain lingkungan, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, serta penerimaan diri. Hardywinoto dan Setiabudhi (1999) menambahkan bahwa psychological well-being merupakan salah satu faktor kepribadian yang berpengaruh dalam proses penuaan. Hurlock (1996) menyatakan bahwa lansia berusaha menyesuaikan diri dengan penurunan kondisi fisik seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini mengakibatkan aktivitas fisik akan menurun yang dapat berakibat pada pekerjaannya, sehingga sampai pada tahap pensiun. Pensiun merupakan pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari. Noesyirwan (dalam Rosyid, 2003) mengemukakan bahwa secara teknis pensiun berarti berakhirnya suatu masa kerja, tetapi secara psikologis dan sosiologis pensiun mempunyai makna dan dampak yang tidak sama pada semua orang. Francis (2001) mengemukakan bahwa pensiun dapat diartikan sebagai masa tenang karena lepasnya aktivitas yang rutin dan masa menikmati masa tua dengan keluarga, namun ada juga lansia yang memandang pensiun sebagai masa kritis, dikarenakan persepsi orang lain terhadap dirinya yang sudah tidak berguna dan tidak kompeten lagi.

Masa pensiun dapat memberikan efek positif dan efek negatif bagi lansia. Efek positif masa pensiun muncul karena lansia melakukan penyesuaian diri yang baik, sehingga lansia mengalami tahap integrity atau wisdom (Santrock, 1998; Meier & Holm, 2004; Rosyid, 2003). Efek negatif masa pensiun muncul karena penyesuaian diri yang buruk, sehingga lansia mengalami despair (Santrock, 1998; Meier & Holm, 2004; Rosyid, 2003). Despair pada masa pensiun dapat menambah distress dan kecemasan pada lansia. Solinge (2007) dalam penelitiannya menambahkan bahwa ketika individu mengalami pensiun, kesehatan lansia cenderung menurun akibat dari pensiun. Tanpa adanya stimulus kondisi pensiun, kebanyakan lansia sendiri telah mengalami distress dan kecemasan akan tugas perkembangannya. Pernyataan ini diperkuat anggapan bahwa pekerjaan dianggap penting karena bisa mendatangkan kepuasan (uang, status, dan harga diri), sehingga melepaskan pekerjaan yang telah dilakukan sehari-hari akan menumbulkan kecemasan dan penyesuaian diri yang sulit pada masa lansia (Agustina, 2008). Hal ini mengakibatkan perasaan-perasaan depresi seperti loneliness, isolasi sosial dan distres menjadi efek utama dalam menghadapi pensiun yang tidak ada persiapan pada masa muda (Papalia, 2001). Solinge dan Henkens (2005) menambahkan bahwa depresi, kepuasan hidup, dan makna hidup juga dipengaruhi oleh keadaan ataupun situasi individu dalam menghadapi pensiun. Bahkan penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa keputusan pensiun mempengaruhi kepuasan perkawinan, konflik keluarga serta self-efficacy (Raymo & Sweeney, 2005). Menurut Solinge dan Henkens (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kemampuan individu dalam menyesuaikan diri terhadap pensiun akan mempengaruhi psychological well-being seseorang. Lebih lanjut dalam penelitian

Charles (1999) dan Seitsamo (2006) menyatakan bahwa penyesuaian diri pensiun berkorelasi positif dengan psychological well-being seseorang, ini dikarenakan kesadaran diri dan penyesuaian diri yang baik akan kondisi pensiun. Keadaan pensiunan di Indonesia berbeda dengan kondisi pensiun di luar negeri terutama di Jepang. Kebanyakan pensiunan di luar negeri terutama di Jepang, memiliki aktivitas lain setelah mereka pensiun, seperti berkebun, berdagang, atau menjadi kepala kuil. Berbeda dengan di Indonesia yang hanya kebanyakan pasrah dan sedikit sekali yang memiliki aktivitas atau pekerjaan setelah pensiun. Hal ini dikarenakan adanya faktor budaya di Indonesia, dimana anak tertualah yang membiayai ayahnya setelah pensiun (Elizabeth, 2004). Solinge (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kesehatan yang buruk, self-efficacy yang rendah, kognitif yang menurun dan konsep diri yang buruk disebabkan karena mayoritas lansia dalam penelitian tidak lagi melakukan aktivitas ataupun bekerja. Keadaan pensiun menyebabkan lansia dipandang tidak mampu lagi oleh orang lain, walaupun menurutnya masih bisa memberi kontribuasi bagi perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan seseorang dilanda post-power syndrome, yakni gejala individu membayangkan kebesaran dan kemampuan di masa lalu. Charles (1999) juga menambahkan bahwa individu pensiun yang mengalami postpower syndrome akan mengalami masa-masa depresi yang berat ketika tidak mampu menerima kenyataan yang ada atau despair, tuntutan hidup yang mendesak dan kurang mampu menyesuaikan diri dengan baik. Solinge dan Henkens (2005) menyatakan bahwa individu berbeda dalam menghadapi kondisi pensiun, ada yang melakukan penyesuaian diri yang baik dan ada yang melakukan penyesuaian diri yang buruk. Hal ini dipengaruhi oleh empat faktor, yakni pertama self-efficacy dan konsep diri, yaitu persepsi diri akan

kemampuan mengatasi sesuatu perubahan atau masalah. Kedua, faktor keluarga, yaitu dukungan sosial, jumlah anak, dan peran dalam keluarga. Ketiga, tuntutan lingkungan, yaitu persepsi lingkungan akan dirinya yang sudah tidak mampu lagi. Keempat, kecemasan pensiun, yaitu kesehatan yang buruk, keuangan, status sosial dan ada tidaknya konflik keluarga. Menurut Solinge (2007), penyesuaian diri yang baik lebih ditekankan pada self-efficacy. Hal ini dikarenakan individu itu sendirilah yang menentukan bagaimana menyesuaikan diri, walaupun ada dukungan sosial, keluarga, ekonomi dan sebagainya. Self-efficacy menurut Helm (2000) dipengaruhi bagaimana individu itu memandang diri sendiri. Self-efficacy dan konsep diri merupakan bagian dari self-esteem, atau harga diri. Menurut Christia (2007) self-esteem merupakan proses evaluasi diri seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya dan terjadi terus menerus dalam diri manusia. Coopersmith (dalam Handayani dkk, 1998) menambahkan bahwa selfesteem merupakan proses evaluasi diri seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya dan terjadi terus menerus dalam diri manusia. Self-esteem berkembang sesuai dengan kualitas interaksi individu dengan lingkungannya, baik itu yang meningkatkan harga diri maupun yang menurunkan harga diri (Handayani dkk, 1998). Self-esteem yang tinggi ditandai dengan kepercayaan diri yang tinggi, rasa puas, memiliki tujuan yang jelas, dan selalu berpikir positif, sedangkan self-esteem yang rendah ditandai dengan rasa takut, cemas, depresi, dan tidak percaya diri (Robson, 1988). Self-esteem memiliki pandangan yang berbeda antara laki-laki dan wanita mengenai penilaian diri. Crain (dalam Respati dkk, 2006) mengemukakan bahwa laki-laki akan memiliki self-esteem lebih tinggi bila memiliki fisik yang diinginkan,

sedangkan wanita lebih kearah tingkah laku ataupun bersosialisasi akan meningkatkan nilai harga diri. Adapun aspek-aspek yang berhubungan dengan self-esteem, menurut Brown (dalam Christia, 2007) terdapat 3 aspek, yakni global self-esteem, self-evaluation dan emotion. global self-esteem merupakan variabel keseluruhan dalam diri individu secara keseluruhan dan relatif menetap. Self-evaluation merupakan bagaimana cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka. Sedangkan emotion adalah keadaan emosi sesaat terutama seseuatu yang muncul sebagai konsekuensi positif dan negatif. I.B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti ingin meneliti bagaimana pengaruh self-esteem terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun pada lansia. I. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-esteem terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun pada lansia. I. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu : manfaat secara teoritis dan secara praktis. 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitan ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk pengembangan ilmu psikologis, khususnya di bidang Psikologi Klinis dalam rangka

perluasan teori, terutama yang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap pensiun serta self-esteem pada lansia. 2. Manfaat praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang penelitian lebih lanjut mengenai lanjut usia dan dapat memberikan manfaat bagi individu atau kelompok yang berkecimpung dalam Gerontologi. Selain itu, juga dapat memberikan manfaat bagi lansia untuk tindakan preventif ataupun pencegahan terhadap gejala-gejala post-power syndrome. I.E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : PENDAHULUAN Berisikan latar belakang masalah diadakannya penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : LANDASAN TEORI Berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan, landasan teori yang mendasari tiap-tiap variabel, hubungan antar variabel dan pembentukan hipotesa (hipotesis penelitian). Bab III : METODE PENELITIAN Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional variabel,

populasi dan sampel penelitian, alat ukur yang digunakan, metode pengambilan data dan metode analisis data. Bab IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Bab akan memapaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesa utama dan pembahasan mengenai hasil penelitian. Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data. Saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.