LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KEDOKTERAN BLOK RESPIRATORY SYSTEM PRAKTIKUM SPIROMETRI. Asisten : Novia Mantara G1A Kelompok :

dokumen-dokumen yang mirip
Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

Cara Mengukur Kapasitas dan Volume Paru-Paru

Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara. Anatomi Sistem Respirasi

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

Sistem Pernapasan - 2

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan dasar pembuatan batik adalah lilin batik. Lilin batik ini akan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

ALAT DAN BAHAN 1. Satu set spirometer 2. Manometer tabung U 3. Respivol 4. Corong 5. Zat Cair 6. Mistar

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

SPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND

Indikasi Pemeriksaan

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

PEMERIKSAAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI. Hj. Efy Afifah, SKp, M.Kes. Pengukuran obyektif paru menggunakan alat spirometer.

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

Sistem Pernafasan Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

Keterampilan Klinis UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)

HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

Task Reading: ASBES TOSIS

KISI KISI SOAL PRETEST DAN POST TEST. Ranah Kognitif Deskripsi Soal Jawaban

Analisis Kapasitas Paru dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan Merokok dan Tidak Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paru-paru terdiri dari bagian kanan dan kiri. Paru-paru kanan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada :

SISTEM PERNAFASAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan. Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak langsung, memiliki andil besar dalam mempengaruhi berbagai aspek dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB II LANDASAN TEORI

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m 2 untuk

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

PEMERIKSAAN FAAL PARU

Transkripsi:

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KEDOKTERAN BLOK RESPIRATORY SYSTEM PRAKTIKUM SPIROMETRI Asisten : Novia Mantara G1A212102 Kelompok : Mirzania M F Reza Amorga Paramita Deniswara Rian Ainunnahqi Arrosy Syarifah Athifa Muthmainnah Prasthiti Dewi H Pratiwi Ariefianti N Aldera Asa Dinantara G1A011022 G1A011023 G1A011024 G1A011025 G1A011059 G1A011063 G1A011067 G1A011096 G1A011103 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER PURWOKERTO 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Pratikum Pratikum Spirometri B. Waktu dan Tanggal Pratikum Senin, 11 Maret 2013 C. Tujuan Pratikum Menjelaskan tentang pemeriksaan spirometri Melakukan pemeriksaan spirometri Menganalisa hasil pemeriksaan spirometri D. Dasar Teori Fisiologi Respirasi Pernapasan merupakan hal yang sangat penting bagi tubuh manusia. Pernapasan dalam disebut juga dengan respirasi. Respirasi dalam Dorland (2011) adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara atmosfer dan sel tubuh, meliputi ventilasi, difusi oksigen dari alveolus ke darah dan karbon dioksida dari darah ke alveolus serta transport oksigen ke sel tubuh dan karbon dioksida dari sel tubuh. Dalam referensi lain disebutkan bahwa respirasi merupakan keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O 2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus menerus CO 2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer (Sherwood, 2011). Respirasi memiliki tujuan berupa penyediaan oksigen dan pembuangan karbon dioksida. Untuk menjalankan tujuan tersebut, maka respirasi memiliki beberapa fungsi utama. Fungsi utama respirasi ialah sebagai berikut (Guyton, 2007) : 1. Ventilasi paru. 2. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah. 3. Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh. 4. Pengaturan mekanisme ventilasi.

Selain fungsi-fungsi yang bersifat respiratorik tersebut, pernapasan (respirasi) juga memiliki fungsi yang bersifat non-respiratorik yang bermanfaat pula bagi tubuh. Fungsi-fungsi tersebut ialah sebagai berikut (Sherwood, 2011) : 1. Rute pengeluaran air dan panas. 2. Meningkatkan aliran balik vena. 3. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa. 4. Fonasi (pembentukan suara) seperti pada saat berbicara, bernyanyi, dan sebagainya. 5. Indera penghidu. Respirasi terdiri dari dua proses yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua proses tersebut adalah respirasi eksternal dan respirasi internal. 1. Respirasi Eksternal Respirasi eksternal merupakan suatu proses respirasi berupa pertukaran O 2 dan CO 2 antara lingkungan (atmosfer) dan sel tubuh (Sherwood, 2011). 2. Respirasi Internal Respirasi internal disebut juga dengan respirasi seluler. Respirasi internal merupakan suatu proses metabolik intrasel dalam mitokondria. Proses metabolism tersebut menggunakan O 2 dalam proses penghasilan energi dan menghasilkan CO 2 sebagai hasil metabolit (Sherwood, 2011). Mekanika pernapasan dibagi ke dalam dua proses, yaitu inspirasi sebagai suatu proses masuknya udara ke dalam saluran pernapasan dan ekspirasi sebagai suatu proses keluarnya udara ke atmosfer dari saluran pernapasan. Inspirasi dan ekspirasi secara normal terjadi karena kontraksi dan relaksasi dari otot-otot utama pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot intercostales. Sehingga, masing-masing inspirasi dan ekspirasi dibagi menjadi abdominal dan thoracal sesuai dengan otot pernapasan yang bekerja. Inspirasi dan ekspirasi tersebut dijelaskan sebagai berikut (Sherwood, 2011).

1. Inspirasi Abdominal Semua bermula dari N.Phrenikus yang mempersarafi diafragma akan menyebabkan diafragma berkontraksi. Diafragma akan turun dan mengakibatkan rongga dada mengalami peningkatan volume. Hal tersebut berakibat pada penurunan tekanan paru. Tekanan atmosfer menjadi lebih tinggi dari tekanan paru. Perbedaan tekanan tersebut akan menyebabkan udara masuk dari luar ke dalam paru, sehingga terjadilah inspirasi. 2. Inspirasi Thoracal Otot intercostalis eksterna terdapat di antara iga. Saat otot tersebut berkontraksi, maka costae akan terelevasi dan rongga dada akan meningkat volumenya. Volumenya yang meningkat menyebabkan penurunan tekanan. Karena tekanan atmosfer lebih tinggi dari tekanan rongga dada, maka udara akan mengalir masuk ke dalam paru, sehingga terjadilah inspirasi. 3. Ekspirasi Abdominal Secara pasif, diafragma akan berelaksasi sehingga rongga dada mengecil volumenya. Tekanan paru menjadi lebih besar daripada tekanan atmosfer, sehingga udara mengalir keluar dari paru menuju atmosfer. 4. Ekspirasi Thoracal Sama halnya seperti diafragma, otot intercostalis juga akan mengalami relaksasi sehingga costae terdepresi dan rongga dada mengecil. Tekanan paru akan menjadi lebih besar daripada tekanan atmosfer, sehingga udara akan mengalir keluar. Volume dan kapasitas paru dapat menjadi suatu ukuran adanya gangguan fungsi paru. Volume dan kapasitas paru pun terbagi menjadi beberapa macam yang akan dijelaskan sebagai berikut (Guyton, 2007): 1. Volume Tidal Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas normal. Besarnya kira-kira 500 ml. 2. Volume Cadangan Inspirasi

Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat. Secara umum, besarnya mencapai 3000 ml. 3. Volume Cadangan Ekspirasi Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal. Besarnya mencapai 1100 ml. 4. Volume Residu Volume residu adalah volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat. Besarnya kira-kira 1200 ml. 5. Kapasitas Inspirasi Merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum. Kapasitas inspirasi dirumuskan sebagai penjumlahan dari volume tidal tambah volume cadangan inspirasi. 6. Kapasitas Residu Fungsional Merupakan jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal. Dirumuskan sebagai penjumlahan volume tidal ditambah volume residu. 7. Kapasitas Vital Merupakan jumlah udara maksimum yang dapat diekspirasi setelah inspirasi maksimal dan kemudian diekspirasi semaksimal mungkin. Dirumuskan sebagai penjumlahan antara volume tidal, volume cadangan inspirasi, dan volume cadangan ekspirasi. 8. Kapasitas Paru Total Merupakan jumlah udara maksimum yang dapat mengembangkan paru semaksimal mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin. Dirumuskan sebagai penjumlahan kapasitas vital dengan volume residu. Sistem pernapasan kita memiliki tiga aspek yang penting, yaitu aliran udara (flow), resistensi, dan gradient tekanan. Aliran (flow) selalu berbanding terbalik dengan resistensi jalan nafas dan berbanding lurus dengan perubahan

gradient tekanan (Rab, 2010). Flow (Bulk Flow) merupakan perpindahan gas atau cairan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Flow sangat memengaruhi ventilasi pernafasan (Corwin, 2009). Ketiga aspek tersebut dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut (Rab, 2010). R = P F Keterangan R : Resistensi F : Flow P : Gradient Tekanan Paru memiliki dua sifat yaitu compliance dan elastic recoil. Compliance (komplians) merupakan luasnya pengembangan paru untuk setiap unit peningkatan tekanan transpulmonal (Guyton, 2007). Dalam arti lain, komplians merupakan seberapa banyak upaya yang dibutuhkan untuk meregangkan (mengembangkan) paru (Sherwood, 2011). Komplians didukung dengan surfaktan yang dihasilkan oleh sel pneumosit tipe-2 pada permukaan alveoli sebagai faktor antiatelektasis. Surfaktan ini tersusun atas protein lesitin (Rab, 2010). Elastic recoil (recoil elastik) disebut juga dengan daya elastis paru. Merupakan suatu indikator seberapa mudah paru kembali ke bentuknya semula setelah mengalami peregangan (Sherwood, 2011). Daya ini dipengaruhi oleh dua hal yaitu daya elastis paru itu sendiri dan tegangan permukaan cairan di dinding dalam alveoli. Daya elastis paru ditentukan oleh jaringan elastin dan serabut kolagen pada parenkim paru (Guyton, 2007). Spirometri Spirometri merupakan teknik pengukuran untuk fungsi paru. Alat untuk mengukurnya disebut spirometer. Fungsinya adalah untuk menegakkan

diagnosis penyakit, menilai progresivitas penyakit, dan melihat efektivitas pengobatan yang sudah diberikan (Wijaya et al., 2012). Hasil pemeriksaan spirometri dapat diterima jika memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: a. Acceptability yang terdiri dari: 1) Awalan yang baik 2) Tidak ragu-ragu dan cepat mencapai puncak 3) Ekspirasi minimal dilakukan dalam 6 detik 4) Pemeriksaan harus selesai 5) Minimal diulang 3 kali. b. Reproducibility, yaitu selisih data tertinggi pertama dan kedua tidak boleh melebihi 5% atau 1 cc (White, 2012). Setelah dilakukan spirometri, akan keluar hasil pengukurannya yang disebut spirogram. Spirogram hambatan jalan napas dapat dilihat dari hasil volume dinamis, yaitu volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) dan kapasitas vital paksa (FVC). FEV1 merupakan volume udara yang dapat dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan VC. Biasanya FEV1 adalah sekitar 80% dari VC (Sherwood, 2012). Perbandingan FEV1 dan FVC kurang dari 70% merupakan tanda dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) (Wijaya et al., 2012). Tabel 1. Nilai Normal RESTRIKSI OBSTRUKSI (FVC% atau FVC/pred. (FEV1/FVC)% %) FEV1% (FEV1/pred.) Normal >80 % >75% Ringan 60 79 % 60 74% Sedang 30 59 % 30 59% Berat <30 % <30%

Gambar1. Kapasitas dan Volume statis paru Parameter: FVC, FEV1 menentukan fungsi paru Tabel 2. Parameter FVC, FEV1 FVC : Forced Vital Capacity Volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa kapasitas vital paksa Umumnya dicapai dalam 3 detik Normalnya: 4 liter FEV1 : Forced Expired Volume in one second Volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama Normalnya 3,2 liter Orang sehat dapat menghembuskan 75-80% atau lebih FVC-nya dalam satu detik rasio FEV1/FVC = 75-80%. Gambar 2. Spirogram normal yang menunjukkan FVC, FEV1, dan FEF25-75%

Basic of Pulmonary Function Test i. Obstructive Lung Disease = tidak dapat menghembuskan udara (unable to get air out) FEV1/FVC < 75% Semakin rendah rasionya, semakin parah obstruksinya FEV1: 60-75% = mild FEV1: 40-59% = moderate FEV1: <40% = severe ii. Restrictive Lung Disease = tidak dapat menarik napas (unable to get air in) a. FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat. b. TLC berkurang sebagai Gold Standard E. Alat Bahan 1. Spirometri 2. Tissue 3. Tinda spirometri 4. Mouth piece dispposible 5. Penjepit hidung F. Cara Kerja 1. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru a. Siapkan alat spirometri b. Jelaskan prosedur cara kerja dan posisi pemeriksaan kepada pasien ( probandus menghadap alat ). c. Nyalakan alat masukan data pasien berupa umur,jenis kelamin probandus. d. Hubungkan probandus dengan alat melalui mouth piece dan tutup hidung probandus dengan penjepit hidung. e. Intruksikan untuk bernafas normal sampai ada sinyal dari alat selajutnya. f. Tekan start untuk memulai. g. Mulai dengan nafas normal sampai ada sinyal dari alat untuk nafas maksimal tak terputus.

h. Bila dilakukan dengan benar akan muncul gambar kurva pada spirometri. i. Bila perlu ulangi pemeriksaan tanpa melepas mouth piece. j. Bila perlu ulangi pemeriksaan tanpa melepas mouth piece. 2. Pemeriksaan kapasitas vital paru a. Siapkan spirometri. b. Jelaskan prosedur cara kerja dan posisi pemeriksaan kepada pasien ( probandus menghadap alat ). c. Nyalakan alat masukan data pasien berupa umur,jenis kelamin probandus. d. Instruksikan pada probandus untuk inspirasi diluar mouth piece. e. Segera setelah itu tekan tombol start dan ekspirasi kuat di dalam mouth piece. f. Bila perlu ulangi pemeriksaan tanpa melepas mouth piece. g. Setelah selesai lepas mouth piece,print data dan kurva hasil pemeriksaan\

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pratikum 1. Pemeriksaan Kapasitas Vital a. Identitas Probandus 1) Nama : Rian Ainunnahqi 2) Tanggal pemeriksaan : 13 Maret 2011 3) Umur : 18 tahun 4) Jenis kelamin : Laki-laki 5) Tinggi : 170 cm 6) Berat : 60 kg b. Hasil pemeriksaan Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kapasitas Vital Prediksi Aktual % VC 5.22 3.52 67 TV 0.31 IRV 0.62 ERV 2.59 IC 0.93 Keterangan: VC : Kapasitas Vital TV : Volume Tidal IRV : Volume Cadangan Inspirasi ERV : Volume Cadangan Ekspirasi IC : Kapasitas Inspirasi 2. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa a. Identitas Probandus 1) Nama : Athifa Muthmainnah 2) Tanggal pemeriksaan : 13 Maret 2011

3) Umum : 18 tahun 4) Jenis kelamin : Perempuan 5) Tinggi : 152 cm 6) Berat : 41 kg b. Hasil pemeriksaan Tabel 4. Hasil pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa Prediksi Aktual % FVC 3.38 2.30 68 FEV 1.0 2.95 2.20 75 FEV 1.0% 95.7 FEV 1.0%t 85.7 PEF 6.71 6.65 99 FEF25-75 4.21 4.25 101 MEF75 6.04 6.63 110 MEF50 4.43 4.38 99 MEF25 2.26 2.79 124 Keterangan: FCV : Forced Vital Capacity FEV : Forced Expiration Volume PEF : Peak Expiratory Flow FEF : Forced Expiratory Flow MEF : Mild Expiratory Flow B. Pembahasan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan kemarin, didapatkan bahwa didapatkan dua kurva pemeriksaan yaitu kurva kapasitas vital paru dan kapasitas vital paksa paru. Kurva tersebut didapatkan dari probandus yang berbeda. Pada pemeriksaan kapasitas vital paru dilakukan oleh probandus lakilaki dengan umur 18 tahun, tinggi 170 cm dan berat badan 60 kg. sedangkan pada pemeriksaan kapasitas vital paksa paru dilakukan oleh probandus perempuan dengan umur 18 tahun, tinggi 152 cm dan berat badan 41 kg.

Pada hasil pemeriksaan pada probanduns laki-laki dengan umur 18 tahun, tinggi 170cm dan berat badan 60 kg kapasitas vital paru didapatkan nilai sebesar 67%. Volume tidal 0.31, volume cadangan inspirasi 0.62, volume cadangan ekspirasi 2.59, kapasitas inspirasi 0.93. Kapasitas vital didapat setelah pertambahan dari volume tidal+volume cadangan inspirasi+volume cadangan ekspirasi. Normal untuk kapasitas vital paru adalah 4800 cc dan 80% dari kapasitas total paru. Dari hasil yang didapat bahwa kapasitas vital paru sebesar 67% dari kapasitas total paru sehingga dapat di interpretasikan bahwa nilai tersebut dibawah normal. Selanjutnya hasil pemeriksaan kapasitas vital paksa paru dengan probandus berbeda, yaitu probandus perempuan dengan tinggi 152 cm dan berat badan 41 kg didapat angka FEV1/FVC= 95,7 %. Untuk pemeriksaan Peak Flow Meter, diperoleh nilai normal untuk wanita adalah 400 L/menit, sedangkan pada probandus, diperoleh nilai 420 L/menit, sehingga probandus memiliki kasus asma baik / terkontrol karena masih dalam lingkup 80 100 % nilai normal. Pada obstructive lung disease indikasinya adalah apabila FEV1/FVC < 75%. Semakin rendah rasionya semakin parah osbtruksinya. Kemudian apabila restrictive lung disease indikasinya FEV1/FVC normal atau meningkat dari standarnya adalah 80% (Sherwood, 2011). Dari hasil percobaan didapatkan nilai kapasitas vital paru sebesar 67% dari kapasitas total paru dan nilai kapasitas vital paksa paru sebesar 95,7% sehingga masih dalam kondisi normal. Namun data diatas merupakan data hasil pengamatan pada praktikum yang mana didapat status fungsional probandus yang diperbandingkan dengan parameter yang sesuai dengan menggunakan data hasil rata-rata pengamatan pada populasi Eropa. Syarat pada praktikum untuk bias dianggap acceptable juga belum terpenuhi karena probandus tidak melakukan ekspirasi hingga selesai dan tidak mencapai puncak. Ketidak sesuaian dalam penggunaan pembanding (pembanding tidak sesuai karena tidak menggambarkan karakteristik populasi rata-rata yang diamati, hal ini dapat sangat berbeda dalam beberapa faktor seperti faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal meliputi : Genetik, umur, jenis kelamin, ras, tinggi badan dan berat badan. Faktor eksternal meliputi : Lingkungan (iklim, pekerjaan) dan gaya hidup (pola hidup, olahraga). Diketahui bahwa faktor internal maupun faktor eksternal dari populasi Eropa dan Asia sangat berbeda, sehingga nilai standarnya pun akan berbeda, sehingga secara tidak langsung standar dari hasil pengukuran itu kurang tepat digunakan pada populasi Asia. Maka akan lebih baik digunakan pembanding yang sesuai. Nilai perbandingan nampak normal namun semu karena spirogram tidak mencapai puncak, hal ini dapat disebabkan karena (Sherwood, 2011): 1. Terjadi reaksi patologi pada saluran pernapasan probandus. 2. Kesalahan teknik pada saat melakukan pengukuran. 3. Probandus belum selesai melakukan ekspirasi Namun hasil spirogram ini dapat saja salah karena grafik tersebut seharusnya tidak layak dibaca dan nilai atau hasilnya tidak dapat diterima karena tidak memenuhi kriteria penilaian, seperti (Sherwood, 2011): 1. Waktu ekspirasi minimal 6 detik. Sedangkan probandus hanya melakukan ekspirasi kurang dari 6 detik. 2. Awal uji harus cukup baik. Prosedur awal melakukan pemeriksaan sudah tidak tepat,seperti posisi probandus yang duduk, tinggi badan dan berat badan yang dimasukkan dala spirometer kurang valid, dan lain sebagainya,sehingga tidak memenuhi criteria penilaian pada point ini. 3. Ekspirasi tidak ragu-ragu dan cepat mencapai puncak tajam. Sedangkan probandus tidak memenuhi syarat tersebut karena ketika sedang inspirasi probandus mendadak tertawa dan melakukan ekspirasi secara spontan dan terputus-putus atau ragu-ragu. Hasil spirogram yang menunjukkan adanya kesalahan hasil yang diperoleh sehingga tidak layak untuk dinilai disebabkan karena kesalahan pada saat melakukan prosedur pemeriksaan. 4. Ukur tinggi dan berat badan hanya mengira-ngira tanpa mengukurnya secara langsung. Hal ini dapat menyebabkan perbadaan hasil spirogram karena tinggi badan dan berat badan mempengaruhi asupan o2 yang dibutuhkan oleh tubuh dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kapasitas vital paru maupun kapasitas total paru.

5. Posisi probandus duduk pada saat pemeriksaan dapat menekan pengembangan paru dan kontraksi otot-otot diafragma dan dinding dada sehingga volume yang dapat masuk kedalam paru akan berkurang sehingga akan menurunkan kapasitas vital paru dan kapasitas vital paksa paru. 6. Bibir pasien tidak melingkupi seluruh mouth piecekarena pasien sempat tertawa saat pemeriksaan sedang berlangsung. Hal ini mempengaruhi volume udara yang dapat terukur oleh spirometer pada saat pasien melakukan inspirasi dan ekspirasi.adanya celah yang terbuka (mulut tidak melungkupi mouth piece) akan mengurangi volume udara yang terukur oleh spirometer karena masih ada udara yang dapat masuk dan keluar lewat celah mulut tersebut. 7. Probandus terlambat menarik nafas (terlambat memulai) 8. Udara yang dikeluarkan melalui mouth piece tidak menggunakan tenaga maksimal karena probandus tertawa ketika inspirasi dan hendak ekspirasi sehingga volume yang dihirup dan di keluarkan tidak maksimal. C. Aplikasi Klinis 1. Obstruktif a. Fibrostik kistik Fibrosis kistik adalah kelainan genetik yang resesif heterogen dengan gambaran patobiologik yang mencermikan mutasi pada gen regulator transmembrana fibrosis kistik atau penyakit herediter yang ditandai perubahan fungsi kelenjar eksokrin di seluruh tubuh. Penyakit ini ditandai dengan infeksi saluran napas kronik yang akhirnya menimbulkan bronkiektaksis serta bronkiolektasis, insufisiensi kelenjar eksokrin pankreas, disfungsi intestinal serta disfungsi urogenital. Fibrosis kistik ini merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi gen yang terletak pada kromosom 7. Gen ini menghasilkan protein yang disebut protein regulator transmembran fibrosis kistik (Cystic fibrosis transmembran conductance regulator = CFTR) (Alwinsyah, 2010).

Gen CFTR juga dapat merusak epitel yang memperlihatkan fungsi berbeda, misalnya bersifat volume absorbsi (epitel saluran napas dan usus distal), bersifat volume sekretori (pankreas) dan bersifat garam absorbsi tetapi tidak volume absorbsi contohnya saluran keringat dimana pada kelenjar keringat konsentrasi Na + dan Cl - disekresikan ke lumen kelenjar normal, tetapi epitel yang melapisi duktus kelenjar tidak permeabel terhadap Cl -. Keringat bergerak menuju ke permukaan, reabsorbsi normal Cl - melalui CFTR yang diikuti kation Na + terjadi kegagalan. Sehingga inilah penyebab konsentrasi NaCl tinggi di keringat pasien fibrosis kistik (Alwinsyah, 2010). Fibrosis kistik juga menimbulkan efek pada beberapa organ di dalam tubuh kita contohnya efek fibrosis kistik pada paru yang menghasilkan mukus yang kental. Mukus tersebut menyumbat ventilasi alveolus sehingga terjadi atelektasis (pengempisan paru). Selain itu, reaksi inflamasi yang masif terhadap patogen ditandai dengan inflamasi jalan napas yang didominasi neutrofil sehingga terjadi edema di pertemuan antara kapiler dan alveolus yang dapat merusak bronkus. Daya regang paru menurun dan ventilasi terganggu. Fibrosis kistik juga berefek pada saluran cerna dimana terjadi akumulasi mukus kental sehingga pencernaan dan penyerapan zat gizi terhambat. Berikut ini beberapa gambaran klinis orang yang terkena fibrosis kistik (Corwin, 2009) : 1) Abdomen menonjol yang tampak segera setelah lahir, akibat tidak bisa mengeluarkan mekonium pada defekasi pertama kali. 2) Asin saat sewaktu dicium akibat penumpukan garam di kulit 3) Serangan infeksi saluran napas yang berulang selama bayi dan masa kanak-kanak 4) Rhinitis kronis dan batuk kronis serta produksi sputum 5) Gagal tumbuh karena buruknya penyerapan gizi

b. Asma Asma merupakan penyakit pernapasan obstruktif yang mempunyai tanda inflamasi di saluran napas dan spasme akut otot polos bronkiolus (Corwin, 2009). Sumbatan saluran napas pada asma disebabkan oleh menebalnya dinding saluran napas yang ditimbulkan oleh peradangan dan edema yang dipicu oleh histamin. Selain itu, tersumbatnya saluran napas disebabkan oleh sekresi berlebihan mukus kental dan hiperesponsivitas saluran napas yang ditandai dengan terjadinya konstriksi di saluran napas kecil akibat spasme otot polos di dinding saluran napas. Semua ini dapat terjadi karena terdapat pemicu yang menyebabkan peradangan dan respons bronkokonstriksi yang berlebihan ini mencakup pajanan berulang ke alergen misalnya kutu debu rumah atau serbuk sari, lalu iritan misalnya pada asap rokok dan infeksi (Sherwood, 2011). Stimulasi psikologis juga dapat memperburuk serangan asmatik karena rangsangan parasimpatis menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Sistem parasimpatis diaktifkan oleh emosi rasa cemas dan kadang rasa takut. Berikut merupakan gambaran klinis orang yang terkena asma (Corwin, 2009) : 1) Dispnea 2) Batuk terutama malam hari 3) Pernapasan yang dangkal dan cepat 4) Suara wheezing yang terdengar saat ekspirasi 5) Peningkatan usaha nafas ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi dan napas cuping hidung. Asma dapat dideteksi menggunakan spirometri, teknik pemeriksaan yang mengukur dan mengidentifikasi penurunan kapasitas vital dan penurunan aliran ekspirasi puncak. Pada pasien yang mengalami asma, volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) menurun, karena udara yang masuk dalam paru ketika akan dikeluarkan harus melalui sumbatan di saluran napas sehingga proses ekspirasi menjadi terganggu. Selain menggunakan spirometri, untuk

mengevaluasi gejala asma di rumah bisa menggunakan alat peak flowmeter (Corwin, 2009). c. Bronkitis Kronis Bronkitis kronis adalah suatu penyakit peradangan saluran napas bawah jangka panjang, umumnya dipicu oleh pajanan yang berulang seperti asap rokok, polutan udara, atau alergen. Tubuh akan merespon terhadap iritasi kronik terebut dengan penyempitan saluran napas karena penebalan edematosa kronik lapisan dalamnya disertai oleh pembentukan berlebihan mukus kental. Infeksi paru oleh bakteri sering terjadi, karena penumpukan mukus merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Sherwood, 2011). Gejala klinis yang terjadi pada pasien bronkitis kronis biasanya batu yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk dengan inhalasi iritan, udara dingin, atau infeksi. Selain itu, produksi mukus yang berlebihan serta sesak napas dan dispnea. Penyakit ini dapat didiagnosis menggunakan spirometri, dimana hasil pemeriksaan menunjukkan terjadi penurunan FEV1 dan kapasitas vital. Hal ini hampir mirip dengan asma, dinding saluran napas menebal karena edema serta hipersekresi mukus sehingga membuat saluran napas jadi tersumbat. Ketika akan melakukan ekspirasi maksimal tidak langsung dapat mencapai puncak pada grafiknya. Berikut ini beberapa komplikasi penyakit bronkitis kronis (Corwin, 2009) : 1) Hipertensi paru, terjadi akibat vasokonstriksi hipoksik paru yang kronis. 2) Dapat terjadi jari tabuh di segmen ujung jari, indikasi stres hipoksik yang kronis 3) Polisitemia, terjadi akibat hipoksia kronis dan stimulasi sekresi eritropoietin disertai sianosis 4) Kanker paru.

2. Restruktif a. Parenkimal 1) Sarkoidosis Paru Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa sistemik yang bisa mengenai semua organ, terutama sarkoidosis paru dan kelenjar limfe intratoraks. Faktor genetik sering menjadi penyebab terjadinya penyakit ini karena sarkoidosis sering ditemukan pada kelompok keluarga. Faktor gangguan pengaturan sistem imun tampaknya berperan karena Antinuclear antibody (ANA), rheumatoid factor (RF), dan berbagai kompleks imun bisa ditemukan pada sarkoidosis. Faktor lingkungan juga diduga sebagai pencetus penyakit ini karena terdapat kecenderungan pengelompokan kejadian pada waktu atau musim yang sama. Ada uji kulit untuk penderita sarcoidosis yaitu Kveim-Stilzbach. Pada uji ini disuntikkan suspensi jaringan sarkoid secara intradermal. Setelah 1-14 minggu, bila positif akan terbentuk papul keras yang bila dibiopsi akan menunjukkan adanya granuloma (Pitoyo, 2010). Dua per tiga pasien sarcoidosis tidak bergejalan dan ditemukan secara tidak sengaja ketika foto rontgen toraks. Gejala tersering adalah batuk dan sesak napas. Batuk umumnya tidak produktif dan bisa berat sedangkan untuk sesak napas biasanya progresif perlahan-lahan. Sarkoidosis juga bisa terjadi keadaan akut dimana terjadi eritema nodosum, dan adenopati hilus yang disebut dengan sindrom Sjorgen. Sindrom Sjorgen ini disertai demam, poliartritis, dan uveitis. Terapi sarkoidosis masih mengandalkan kortikosteroid sampai sekarang. Pada sarkoidosis paru prednisone dapat diberikan 40 mg/hari selama 2 minggu lalu diturunkan 5 mg/hari setiap 2 minggu hingga mencapai 15 mg/hari. Dosis 15 mg/hari dipertahankan hingga 6-8 bulan, lalu diturunkan lagi 2,5 mg/hari tiap 2-4 minggu sampai obat dapat dihentikan. Selama dosis obat diturunkan bertahap, evaluasi

terhadap kemungkinan kekambuhan (Pitoyo, 2010). harus selalu dilakukan 2) Pneumoconiosis Pneumoconiosis adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh inhalasi debu anorganik dan organik tertentu. Beberapa jenis debu jika terinhalasi dalam kadar yang cukup banyak ke dalam paru bisa menimbulkan reaksi jaringan fibrosis, sedangkan debu yang lain tidak mempengaruhi. Untuk menentukan apakah apakah suatu partikel debu dapat menimbulkan penyakit atau tidak bergantung pada (Price, 2005) : i. Ukuran partikel Ukuran partikel yang paling berbahaya adalah yang berukuran 1-5 µm, karena partikel yang lebih besar tidak dapat mencapai alveolus. ii. Kadar dan lamanya terpajan Kadar tinggi biasanya diperlukan untuk mengalahkan kerja eskalator silia dan juga waktu terpajan yang lama, misalnya pneumoconiosis pekerja tambang atau penyakit paru hitam biasanya membutuhkan 20 tahun masa terpajan sebelum terjadi fibrosis paru yang luas. iii. Sifat dari debu Bahan-bahan tertentu terutama debu organik seperti serat kapas yang menimbulkan bisinosis; tebu (bagasosis), dan jerami yang berjamur (farmer s lung) mempunyai efek antigenik yang tak lazim dan menyebabkan alveolitis alergika. Sifat kimia debu orgnaik juga berpengaruh dalam kapasitasnya menimbulkan penyakit. Secara teori, partikel-partikel debu diduga secara teratur merusak makrofag yang memfagositosis debu-debu tersebut, mengakibatkan pembentukan nodula fibrotik. Fibrosis yang luas timbul akibat penyatuan nodula-nodula fibrotik (Price, 2005).

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elisabeth J. Patofisiologi : Buku Saku Ed.3 (Alih Bahasa : Nike Budhi Subekti). Jakarta : EGC Dorland, W.A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28 (Alih Bahasa : Albertus Agung Mahode). Jakarta : EGC Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11 (Alih Bahasa : Irawati). Jakarta : EGC Ras, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Ed.6 (Alih Bahasa : Brahm U Pendit). Jakarta : EGC White, G.C. 2012. Basic Clinical Lab Competencies for Respiratory Care Fifth Edition. USA: Delmar. Wijaya, O., T.R. Sartono, S. Djajalaksana, dan A. Maharani. 2012. Peningkatan Persentase Makrofag dan Neutrofil pada Sputum Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berhubungan dengan Tingginya Skor COPD Assessment Test (CAT). Jurnal Respirasi Indonesia, Vol. 32(4): 240-247.