BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penggunaan obat yang tidak rasional adalah salah satu masalah utama di bidang kesehatan. Salah satu obat yang tidak rasional biasanya yang sering terjadi pada antibiotik, baik dengan menggunakan resep maupun tanpa resep. Permasalahan antibiotik yang tidak rasional ini tidak lepas dari kontribusi tenaga kesehatan terkait. Sebuah penelitian di kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa informasi mengenai antibiotik dan nya termasuk serta adanya saran untuk menggunakan antibiotik tanpa resep dokter untuk pengobatan mandiri diperoleh terutama dari tenaga kesehatan dan orangorang yang mempunyai latar belakang pendidikan kesehatan (Widayati dkk., 2012). Pemberian antibiotik merupakan tindakan utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi bakterial. Penggunaan antibiotik di masyarakat yang semakin meningkat berhubungan dengan kemungkinan peningkatan resistensi (Ajeng, 2012). Peresepan antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak, akan meningkatkan kejadian resistensi (Kementerian Kesehatan, 2011 a ). Khusus untuk kawasan Asia Tenggara, antibiotik sangat tinggi bahkan lebih dari 80% di banyak provinsi di Indonesia. Beberapa fakta di negara berkembang menunjukkan 40 % anak anak yang terkena diare akut, selain mendapatkan oralit juga mendapatakan antibiotik yang tidak seharusnya 1
2 diberikan. Pada penyakit pneumoniae sekitar 50-70 % yang secara tepat diterapi dengan antibiotik dan 60 % penderita ISPA mengkonsumsi antibiotik dengan tidak tepat (Kementerian Kesehatan, 2011 b ). Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Widayati dkk (2011) pada 559 responden di Kota Yogyakarta, sebesar 7,3 % responden menggunakan antibiotik untuk pengobatan sendiri dalam kurun waktu 1 bulan. Alasan responden menggunakan antibiotik dalam pengobatan sendiri antara lain adalah karena antibiotik sebelumnya yang sudah terbukti berkhasiat menyembuhkan, menghemat waktu dan uang untuk pergi ke dokter, maupun karena adanya kecendrungan dari dokter untuk selalu meresepkan antibiotik yang sama. Data tersebut semakin meyakinkan bahwa perilaku antibiotik tanpa resep atau swamedikasi dengan antibiotik pada masyarakat menjadi salah satu permasalahan penting di bidang kesehatan, mengingat potensi dampak negatif yang akan ditimbulkan (Widayati dkk., 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sa di Al-Haddad (2012) ditemukan masih banyak masyarakat Penang (Malaysia) yang menggunakan antibiotik untuk pengobatan sendiri tanpa resep dari dokter (swamedikasi), merekomendasikan antibiotik kepada teman-temanya dan keluarga, mengubah dosis antibiotik tanpa saran dari tenaga kesehatan dan menghentikan antibiotik jika sudah merasa sembuh (Sa di Al-Haddad, 2012). Pelayanan untuk pembelian antibiotik secara bebas oleh penyedia obat mendorong perilaku swamedikasi antibiotik pada masyarakat. Penyalahgunaan antibiotik oleh masyarakat, meliputi penghentian pengobatan secara tiba-tiba,
3 dosis berlebihan, sisa antibiotik, dan antibiotik dengan jangka waktu yang tidak tepat (Olubukola dkk., 2010). Berdasarkan data sensus tahun 2009 diketahui sekitar 66 % penduduk di Indonesia memilih mengobati sendiri penyakitnya dan sisanya berobat ke dokter. Tingginya antibiotik secara tidak tepat dikalangan masyarakat saat ini menyebabkan terjadinya masalah resistensi antibiotik. Permasalahan resistensi ini bukan hanya menjadi masalah di Indonesia, namun telah menjadi masalah global. Permasalahan resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Penyebab utama resistensi antibiotika adalah antibiotik yang tidak tepat (Utami, 2012). Pengetahuan yang benar tentang obat dan cara nya, akan mempengaruhi ketepatan obat. Dengan pengetahuan yang benar, masyarakat akan dapat memperoleh manfaat maksimal dari obat. Agar masyarakat dapat memiliki pengetahuan yang benar tentang obat, tentunya menjadi tanggung jawab semua pihak tenaga kesehatan khususnya apoteker (Pandean dkk., 2013). Pemilihan Kabupaten Sambas pada kecamatan Jawai dan kecamatan Pemangkat sebagai tempat penelitian karena di Pemangkat merupakan wilayah perkotaan yang memiliki fasilitas kesehatan yang cukup serta terdapat apotek sedangkan di Jawai yang merupakan pedesaan tergolong wilayah pedalaman yang sangat minim fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga dokter, bahkan tidak terdapat apotek dan toko obat di Jawai. Penelitian ini di lakukan di Kecamatan
4 Pemangkat dan Kecamatan Jawai karena belum pernah ada dilakukan penelitian tentang pengetahuan, sikap dan praktek antibiotik, sehingga melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian untuk melihat tingkat pengetahuan, sikap dan praktek antibiotik pada masyarakat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan praktek antibiotik pada masyarakat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat? 2. Apakah ada hubungan antara karakteristik demografi dengan pengetahuan dan sikap tentang antibiotik pada masyarakat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat? 3. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap antibiotik pada masyarakat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengetahuan, sikap, dan praktek antibiotik pada masyarakat pernah ada dilakukan. Namun penelitian tentang penilaian tingkat pengetahuan, sikap, dan praktek antibiotik pada masyarakat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat belum pernah dilakukan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat di lihat pada tabel 1 (perbedaan terletak pada karakteristik subjek, lokasi penelitian, metode pengambilan sampel, variabel-variabel yang diamati) :
5 No 1. 2. 3. 4. Nama peneliti dan Tempat Penelitian Widayati dkk (2012) Yogyakarta Al-Haddad (2012) Malaysia Laily dkk (2015) Padang Kim dkk (2008) Korea Selatan 5. Fitri dkk (2016) Tabel 1. Penelitian Sebelumnya Metode yang Tujuan digunakan Cross Sectional study Cluster random sampling Cross Sectional study Convenient sampling Cross Sectional study Cross Sectional Study Face to face survey Cross Sectional Study Cluster random sampling Mengetahui gambaran pengetahuan dan keyakinan terkait antibiotik pada masyarakat Untuk menilai pengetahuan, sikap, dan praktek antibiotik pada masyarakat Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dengan antibiotik untuk menilai pengetahuan dan sikap tentang antibiotik di Hong Kong Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan praktek antibiotik di Sambas, Kalimantan Barat Hasil Masyarakat Jogja masih banyak yang tidak tepat dalam antibiotik Sikap tenaga kesehatan yang negatif terhadap antibiotik Adanya hubungan antara pengetahuan dengan sikap Masyarakat korea selatan masih memiliki pengetahuan yang minim dan sikap yang negative terhadap antibiotik Tingkat pengetahuan rendah,sikap negatif dan praktek antibiotik yang masih tidak rasional.
6 D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi kepada masyarakat tentang antibiotik yang rasional 2. Bagi apoteker yang mengelola apotek adalah sebagai dasar untuk memperketat penjualan antibiotik tanpa resep dokter 3. Bagi instansi kesehatan pemerintah dapat sebagai masukan dalam peningkatan promosi kesehatan tentang antibiotik yang tepat. E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan praktek antibiotik pada masyarakat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat? 2. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografi dengan pengetahuan dan sikap tentang antibiotik pada masyarakat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat? 3. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap antibiotik pada masyarakat Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat.