BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Murabahah secara bahasa merupakan mashdar dari kalimat ribhun yang berarti ziyadah (tambahan). (Rozalinda 2016, 524) Pengertian dari Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahibul maal dengan pihak yang membutuhkan, melalui transaksi jual beli bahwa harga pengadaan barang dan harga jual, terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahibul maal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur. Jual beli murabahah adalah pembelian oleh satu pihak untuk kemudian dijual kepada pihak lain, yang telah mengajukan permohonan pembelian terhadap suatu barang dengan keuntungan atau tambahan harga yang transparan.(mardani 2012, 136) Pembiayaan murabahah yaitu pembiayaan dalam bentuk jual beli barang dengan modal pokok ditambah keuntungan (margin), yang disepakati antara nasabah dan bank. Pada pembiayaan murabahah ini, nasabah dan bank syariah melakukan kesepakatan untuk melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, dimana bank bersedia membiayai pengadaan barang yang dibutuhkan nasabah dengan membeli kepada suplier dan menjual kembali nasabah ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati, kemudian nasabah membayar sesuai jangka waktu yang disepakati.(rozalinda 2005, 87) Rukun dan syarat murabahah pada dasarnya sama dengan jual beli biasa, namun ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar jual beli murabahah sah yaitu : 1. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki (hak kepemilikan telah berada ditangan si penjual), artinya 1
2 keuntungan dari resiko barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah. 2. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal dan biayabiaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli pada suatu komoditas, semuanya harus diketahui oleh pembeli saat transaksi. Ini merupakan syarat sah murabahah. 3. Adanya informasi yang jelas tentang kentungan, baik nominal maupun persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah. 4. Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat pada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat itu tidak ditetapkan, karena pengawasan barang merupakan kewajiban penjual disamping bentuk menjaga kepercayaan yang sebaik-baiknya.(mardani 2012,137) Terdapat beberapa ketentuan umum murabahah yang telah disepakati oleh Fatwa Dewan Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 yang menetapkan sebagai berikut : 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjual belikan tidak haram oleh syariat Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sesuai dengan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya; pembelian dilakukan secara utang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai dengan harga beli plus keuntungannya.
3 Dalam kaitan ini, bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga yang telah disepakati tersebut terdapat pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murbahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank (Ifham Sholihin 2010, 141-142). Pengertian dari wakaalah adalah perjanjian antara seseorang dengan orang lain (pemberi kuasa kepada orang yang menerima kuasa), berupa pendelegasian/penyerahan tugas untuk melakukan tindakan tertentu atas nama pemberi kuasa. Perwakilan dalam akad yang dapat digantikan orang lain untuk melakukannya adalah dibolehkan selama dipenuhi rukun-rukunnya.(ad-dimasyqi 2013, 253) Hal ini dijelaskan dalam firman Allah dalam surat Al-Anfal(8): 27 Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.(departemen Agma RI 2010, 181) Salah satu lembaga yang menggunakan pembiayaan murabahah ialah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Sebagai sebuah sistem intermediasi keuangan BMT dalam melaksanakan konsepnya, membutuhkan lembaga yang berlaku dan diakui sebagai badan hukum
4 di Indonesia, dan lembaga atau badan hukum yang cocok untuk BMT adalah koperasi. Sebagai sebuah koperasi maka segala ketentuan dan peraturan yang mengatur koperasi berlaku juga pada BMT, sehingga dikenal dengan istilah KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil syariah (elc.stainpekalongan.ac.id tanggal 19 April 2017). Baitul maal berfungsi sebagai pengumpul dana dan mentasharrufkan untuk kepentingan sosial, sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif keuntungan (laba). Jadi baitul maal wa tamwil adalah lembaga yang bergerak dibidang sosial, sekaligus bisnis yang mencari keuntungan.(manan 2012, 353) Baitul maal dilihat dari segi istilah fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolahan maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain.(k.lubis 2012, 114) Adapun tujuan didirikan BMT adalah meningkatkan kualitas usaha ekonomi, untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat, diharapkan dengan menjadi anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui usahanya dengan modal yang diharapkan para peminjam dapat mendirikan ekonomi yang dikelolanya. BMT bersifat usaha bisnis, tumbuh dan berkembang secara swadiya dan dikelola secara profesional. Baitul maal dikembangkan untuk kesejahteraan anggota terutama dengan penggalangan dana dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Manan 2012, 354). Model BMT yang ada di Nagari Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam, diberi nama KJKS/BMT Al-Ihsan (Koperasi Jasa
5 Keuangan Syariah/Baitul Maal wa Tamwil Al-Ihsan). KJKS ini mulanya adalah Lembaga Ekonomi Baso (LESBA), kemudian bermigrasi menjadi KJKS/BMT dan sesuai dengan surat dari Dinas Koperindang Kabupaten Agam No. 2243/ Koperindag/ K.2/ X/ 2015, dalam pelaksanaann prinsip syariahnya menggunakan dua bentuk produk yaitu produk simpanan dan produk pembiayaan. Beberapa contoh produk simpanan yang digunakan oleh BMT antara lain : simpanan tamara (tabungan masyarakat sukarela), simpanan tadika (tabungan pendidikan anak), simpanan taduri (tabungan idul fitri), simpanan takurba (tabungan kurban). Sedangkan produk pembiayaan meliputi : pembiayaan mudharabah, pembiayaan BBA (Ba i Bitsamanill Ajil), pembiayaan qardh, dan pembiayaan murabahah. Dari sekian banyak produk yang dijalankan BMT baik yang berbentuk simpanan maupun yang berbentuk pembiayaan, produk murabahah merupakan produk yang cukup diminati oleh masyarakat karena produk murabahah merupakan produk yang pelaksanaanya tidak sulit, ini ditunjukkan oleh grafik pertumbuhan nasabah BMT. Pada tahun 2016 dari bulan januari sampai desember terdapat 125 nasabah murabahah (Wahyuni, 2017). Hal ini disampaikan oleh pihak BMT bahwasannya KJKS/BMT dilakukan dengan cara nasabah terlebih dahulu mencantumkan jumlah anggaran yang dibutuhkan serta jenis barang yang akan dibeli dengan anggaran tersebut. Beberapa hari kemudian, nasabah melakukan akad murabahah yang berisi penentuan jangka waktu pengembalian pembiayaan dari nasabah, biaya administrasi, barang serta bea materai dan pemberian uang serta adanya jaminan yang ditinggalkan nasabah (Hamidi, 2017). Adapun mekanisme pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh pihak BMT bukanlah dalam bentuk jual beli barang, akan tetapi dalam bentuk pencairan dana pembiayaan, untuk membeli barang yang
6 dibutuhkan berdasarkan akad wakaalah. Calon mitra membuka rekening tabungan di KJKS/BMT Al-Ihsan Nagari Tabek Panjang dan mengisi surat permohonan pembiayaan yang telah disiapkan oleh pihak BMT yang diketahui oleh ahli waris dan dipertanggung jawabkan oleh penjamin, lamanya proses pembiayaan antara 2 sampai dengan 7 hari dilaksanakan pencairan dana setiap hari rabu dan jumat serta membawa BPKB, sertifikat tanah, dan SK bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).(Prosedur Pembiayaan KJKS Al-Ihsan). Observasi awal yang telah dilakukan, terdapat beberapa nasabah yang melakukan pembiayaan tidak sesuainya akad yang telah dicantumkan dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh nasabah, meskipun sebagian dari pembiayaan tersebut tetap dilakukan akan tetapi sebagian pembiayaan digunakan untuk kebutuhan yang lain. Dari 125 nasabah BMT terdapat 100 nasabah yang melaksanakannya sesuai dengan akad yang disepakati dan 25 nasabah tidak melaksanakannya sesuai dengan akad yang disepakati, dimana nasabah menggunakan untuk kebutuhan yang berbeda dengan kebutuhan barang yang dicantumkan dalam akad pembiayaan murabahah dengan pihak BMT (Purnama Sari, 2017). Umpamanya penyampaian nasabah BMT Al-Ihsan saya melakukan pembiayaan murabahah untuk modal usaha kue dengan jumlah anggaran Rp. 3.000.000 dalam jangka waktu pelunasan setahun, tapi sebagian pembiayaan murabahah saya gunakan untuk keperluan sekolah anak (Susilawati, 2017) saya melakukan pembiayaan murabahah untuk usaha P&D dengan jumlah anggaran Rp. 50.000.000 dalam jangka waktu pelunasan 2 tahun, akan tetapi tidak seberapa pembiayaan murabahah saya gunakan untuk pembayaran upah orang yang bekerja ditoko saya (Bahri, 2017)
7 saya melakukan pembiayaan murabahah dalam bentuk barang yang dibutuhkan untuk bertani sebesar Rp. 5.000.000 seperti pembelian benih dan pupuk dan lain-lain, namun dana pembiayaan murabahah tersebut saya gunakan Rp. 500.000 untuk pembayaran angsuran kredit motor (Jumardi, 2017) Berdasarkan persoalan ini layak untuk diteliti, dengan judul Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Di Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Al-Ihsan Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam 1.2. Rumusan dan Batasan Masalah 1.2.1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan penulis bahas adalah bagaimana pandangan fikih muamalah terhadap pelaksanaan pembiayaan murabahah yang terjadi di BMT Al-Ihsan Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam? 1.2.2. Batasan Masalah Agar lebih terarahnya penulisan ini, karena KJKS/BMT Al- Ihsan Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam berdiri dari tahun 2006 maka penulis membatasi masalah untuk mengambil pembiayaan murabahah pada tahun 2016. 1.3. Pertanyaan Penelitian Bagaimana analisis fikih muamalah terhadap pelaksanaan pembiayaan murabahah di BMT Al-Ihsan Tabek Panjang Kecamtan Baso Kabupaten Agam? 1.4. Signifikansi Penelitian Penelitian ini penting dilakukan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan di bidang mu amalah khususnya. Selain itu penelitian ini juga berguna
8 untuk memberikan informasi kepada pihak KJKS/BMT Al-Ihsan serta nasabah KJKS/BMT Al-Ihsan Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam mengenai jual beli murabahah dan akad wakaalah yang sesuai dengan fikih muamalah. Serta memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) dalam jurusan Hukum Ekonomi Syariah. 1.5. Studi Literatur Studi tentang pembiayaan murabahah di KJKS BMT ini sudah ada dilakukan, yaitu: 1.5.1. Dewi Kurniati (301.058) Judul skripsi ini adalah Operasional Pembiayaan Murabahah di BMT Taqwa Muhammadiyah Padang ditinjau dari Fikih Muamalah. Rumusan masalah dari skripsi ini adalah Bagaimana cara operasional pembiayaan murabahah di BMT Taqwa Muhammadiyah? Apakah sesuai dengan fikih muamalah?. Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa operasional pembiayaan murabahah di BMT Taqwa Muhammadiyah tidak sesuai dengan fikih muamalah. 1.5.2. Ulva Yasirli (1303050297) Judul skripsi ini adalah Penanganan Pembiayaan Bermasalah pada KJKS BMT Kubu Dalam Parak Karakah. Rumusan masalah dari skripsi ini adalah Bagaimanakah penanganan pembiayaan bermasalah pada KJKS BMT Kubu Dalam Parak Karakah?. Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah penanganan terhadap nasabah yang pembiayaannya bermasalah, KJKS BMT Kubu Dalam Parak Karakah lebih mengutamakan cara-cara yang bersifat kekeluargaan terlebih dahulu, seperti : silahturrahim, reschedulling, memberi peringatan, kemudian memberi peringatan, dan terakhir sita jaminan.
9 1.5.3. Zul Asni (301.154) Judul skripsi ini adalah Aplikasi Prinsip Muamalah (BMT Serambi Mekah Padang Panjang). Rumusan masalah dari skripsi ini adalah Bagaimana pengelolaan BMT Serambi Mekah dan sejauh manakah prinsip-prinsip muamalah teraplikasi pada pengelolaan BMT tersebut?. Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah aplikasi prinsip muamalah dalam prakteknya di BMT Serambi Mekah belum terlaksana secara totalitas yaitu dilihat pada operasional tabungan mudharabah. Proses pelaksanaannya sesuai dengan prinsip muamalah. 1.5.4. Muslimah (305.108) Judul skripsi ini adalah Penerapan prinsip-prinsip syariah pada produk BMT Muamalat Pekanbaru. Rumusan masalah dari skripsi ini adalah Bagaimana penerapan prinsip-prinsip syariah di BMT Muamalat Pekanbaru? Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah BMT Muamalat sudah menerapkan prinsip syariah dalam bermuamalat, baik dalam produknya menghimpun dana dari masyarakat maupun dalam menyalurkan dana kepada masyarakat. 1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengamati langsung kelapangan. Dalam penelitian field research ini dikumpulkan data yang berhubungan dengan permasalahan berasal dari responden dengan menggunakan metode wawancara (interview). Penelitian ini dilaksanakan di KJKS/BMT Al-Ihsan Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam.
10 1.6.2. Objek Penelitian Yang menjadi objek penelitian adalah pihak KJKS/BMT dan nasabah pembiayaan murabahah di KJKS/BMT Al-Ihsan Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam. 1.6.3. Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah : 1.6.3.1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari subjek yang akan diteliti tentang permasalahan yang akan dibahas.(teguh, 112) Data itu diperoleh dari pegawai dan nasabah KJKS/BMT Al-Ihsan Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam yang melakukan pembiayaan murabahah. 1.6.3.2. Data Sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan ini. (Hadeli, 63) 1.6.4. Teknik Pengumpulan Data 1.6.4.1. Observasi, yaitu dengan cara mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang akan penulis butuhkan dalam penelitian kepada pihak BMT dan nasabah yang melaksanakan pembiayaan murabahah. 1.6.4.2. Wawancara, yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh kedua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan. (Adi 2004, 70). Wawancara dengan 4 orang pegawai dan 8 orang nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah di KJKS/BMT Al-Ihsan Tabek Panjang Kecamatan Baso Kabupaten Agam.
11 1.6.4.3. Dokumentasi, data yang diperlukan sudah tertulis atau diolah oleh orang lain. Data tersebut diperoleh dari studi kepustakaan seperti; buku, artikel, dan sebagiannya yang dapat membantu penelitian ini. 1.6.5. Teknik Analisis Data Data yang penulis peroleh dari lapangan berupa data primer dan data sekunder, dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu menganalisa dan menggambarkan permasalahan apa saja yang terjadi dilapangan. (Muhajir 1998, 31) Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dan observasi yang telah penulis lakukan. Setelah itu penulis mengambil kesimpulan kemudian data tersebut disusun menurut subjek pembahasan.