Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

I. TINJAUAN PUSTAKA. Mengkaji mengenai masalah kekerasan bukanlah suatu hal mudah, sebab kekerasan pada

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. komunitas sosial. Seringkali tindakan kekerasan ini disebut hidden crime (kejahatan

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

Majalah Hukum Forum Akademika

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 23 TAHUN 2004 (23/2004) TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB 2 DATA DAN ANALISA

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN :

k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, kapasitas perempuan, dan perlindungan anak.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Menurut Pasal 1 dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang

Tindak Pidana KEKERASAN Dalam RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan. tahun 2012 tercatat kasus, 4 tahun 2011 tercatat 119.

BAB I PENDAHULUAN. satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB XX KETENTUAN PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB III KEBERAGAMAN KASUS DAN SEBAB AKIBAT PERNIKAHAN SIRI YANG MENGALAMI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI INDONESIA DAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II ATURAN HUKUM YANG MENGATUR MENGENAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. A. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

Transkripsi:

ASPEK HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UU NO.23 TAHUN 2004 1 Oleh : Ollij A. Kereh 2 ; Friend H. Anis 3 Abstrak Perkembangan kehidupan sosial dewasa ini menunjukkan menurunnya nilai-nilai etika dalam hubungan sosial termasuk di dalamnya dalam kehidupan berumah tangga. Tidak jarang terjadi tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri ataupun juga terhadap anak. Kekerasan dapat meliputi kekerasan fisik maupun kekerasan psikis. Mengingat semakin banyaknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, maka pemerintah telah memberlakukan Undang- Undang No. 23 Tahun 2004 yang mengatur tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kata kunci: Kekerasan, rumah tangga I. PENDAHULUAN Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh nilai-nilai yang baik sesuai ajaran agamanya. Hal ini perlu terus ditumbuh kembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut, Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi sebagai akibat dari pengendalian diri tidak dapat dikontrol dan kualitas hubungan dalam rumah tangga yang tidak baik. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena yang terjadi dalam sebuah komunitas sosial. Seringkali tindakan kekerasan 1 Artikel Penelitian. 2 Dosen Fakultas Hukum Unsrat, Strata 2, NIDN. 0025046507 3 Dosen Fakultas Hukum Unsrat, Strata 3, NIDN. 0016096405 ini disebut hidden crime (kejahatan yang tersembunyi). Disebut demikian, karena baik pelaku maupun korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut dari pandangan publik (Soeroso, 2006:1). Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi pada semua level status ekonomi keluarga, apakah keluarga dengan status ekonomi rendah, menengah ataupun atas. Adapun penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dapat digolongkan menjadi 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal menyangkut kepribadian dari pelaku kekerasan yang menyebabkan pelaku mudah sekali melakukan tindak kekerasan bila menghadapi situasi yang menimbulkan kemarahan atau frustasi. Kepribadian yang agresif biasanya dibentuk melalui interaksi dalam keluarga atau dengan lingkungan sosial di masa kanak-kanak. Apabila tindak kekerasan mewarnai kehidupan sebuah keluarga, kemungkinan besar anak-anak mereka akan mengalami hal yang sama setelah mereka menikah nanti. Hal ini disebabkan mereka menganggap bahwa kekerasan merupakan hal yang wajar atau mereka dianggap gagal jika tidak mengulang pola kekerasan tersebut. Perasaan kesal dan marah terhadap orang tua yang selama ini berusaha ditahan, akhirnya akan muncul menjadi tindak kekerasan kepada istri, suami atau anak-anak. Faktor eksternal adalah faktor-faktor diluar diri si pelaku kekerasan. Mereka yang tidak tergolong memiliki tingkah laku agresif dapat melakukan tindak kekerasan bila berhadapan dengan situasi yang menimbulkan frustasi misalnya kesulitan ekonomi yang berkepanjangan, penyelewengan suami atau istri, keterlibatan anak dalam kenakalan remaja atau penyalahgunaan obat terlarang dan sebagainya (Soeroso,2006:76) Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat menimpa siapa saja, ibu, bapak, suami, istri, anak, bahkan pembantu rumah tangga, akan tetapi korban kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar adalah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini terjadi karena hubungan antara korban dan pelaku tidak setara. Pelaku kekerasan biasanya memiliki status kekuasaan yang lebih besar, baik dari segi ekonomi, kekuasaan fisik, maupun status sosial dalam keluarga. 106

II. PENGERTIAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Menurut Pasal 1 dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berkaitan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan keluarga dalam rumah. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu perlakuan yang dialami oleh sebuah keluarga sehingga menimbulkan potensi korban tidak berkembang. Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Adapun lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang RI No. 23 tahun 2004 meliputi: 1. Suami, istri, dan anak, 2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud, karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga, 3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Dimana orang yang bekerja sebagaimana dimaksud dalam kalimat sebelumnya adalah dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan. III. BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat terjadi dalam 4 bentuk yaitu: 1. Kekerasan Fisik Menurut Pasal 6 dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), kekerasan fisik adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Adapun klasifikasi lain dari kekerasan fisik yaitu: A. Kekerasan fisik berat 1. Cedera berat 2. Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari. 3. Pingsan 4. Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati. 5. Kehilangan salah satu panca indera. 6. Mendapat cacat. 7. Menderita sakit lumpuh. 8. Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih. 9. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan. 10. Kematian korban. B. Kekerasan fisik ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan: 1. Cedera ringan 2. Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat. 3. Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat. 2. Kekerasan Psikis Menurut Pasal 7 dari Undang- Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), kekerasan psikis adalah sebagaiperbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Adapun klasifikasi lain dari kekerasan Psikis yaitu; A. Kekerasan psikis berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan 107

atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masingmasingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut: 1. Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun. 2. Gangguan stres 3. Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis) pasca trauma. 4. Depresi 5. Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya berat atau destruksi diri. 6. Bunuh diri B. Kekerasan psikis ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, penguntitan, ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis, yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal berikut ini: 1. Ketakutan dan perasaan terteror 2. Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak. 3. Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual. 4. Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis). 5. Fobia atau depresi temporer. 3. Kekerasan Seksual Kekerasan seksual dalam rumah tangga (marital rape) seringkali terjadi tetapi dianggap tidak mungkin sehingga selalu diabaikan. Menurut Pasal 8 dari Undang Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), kekerasan seksual yaitu: a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumahtangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Adapun klasifikasi lain dari Kekerasan Seksual yaitu; A. Kekerasan seksual berat, berupa: 1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan. 2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki. 3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan. 4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu. 5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi. 6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera. B. Kekerasan seksual ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. 108

C. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat. 4. Kekerasan Ekonomi Kekerasan ekonomi mencakup penelantaran dalam rumah tangga dan juga mengakomodasi pelarangan bekerja yang menyebabkan ketergantungan ekonomi.menurut Pasal 9 dari Undang- Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), kekerasan ekonomi meliputi: a. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. b. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Adapun klasifikasi lain dari Kekerasan Ekonomi yaitu; A. Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa: 1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran. 2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya. 3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban. B. Kekerasan ekonomi ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya (Shinta & Bramanti, 2007: 12-16). IV. PERBUATAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA SEBAGAI PERBUATAN PIDANA Kepada pelaku Kekerasan dalam Rumah Tangga berlaku ketentuan Pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 44 (1) yang menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Selanjutnya dalam ayat (2) diatur Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Kemudian dalam ayat (3) menentukan Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). Dalam ayat (4) mengatur Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Pelaku yang melakukan kekerasan psikis terancam dengan ketentuan Pasal 45 (1) yang menentukan Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah. Selanjutnya terhadap pelaku yang melakukan kekerasan seksual terancam dengan ketentuan Pasal 46 yang menyatakan Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah. Ketentuan lainnya yang berhubungan dengan kekerasan seksual diatur dalam Pasal 47 yang menyatakan Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b4 109

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Jika korban kekerasan seksual mengalami luka maka kepada pelaku dikenakan ketentuan dalam Pasal 48 yang mengatur Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Tentang Penelantaran, ketetnuan pidananya diatur dalam Pasal 49 yang menyatakan Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang: a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)5 ; b. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). Menurut ketentuan Pasal 50 Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa : a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hakhak tertentu dari pelaku; b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu. Yang dimaksud dengan lembaga tertentu adalah lembaga yang sudah terakreditasi menyediakan konseling layanan bagi pelaku. Misalnya rumah sakit, klinik, kelompok konselor, atau yang mempunyai keahlian memberikan konseling bagi pelaku selama jangka waktu tertentu. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada hakim menjatuhkan pidana percobaan dengan maksud untuk melakukan pembinaan terhadap pelaku dan menjaga keutuhan rumah tangga. Ketentuan tentang penelantaran diatur dalam Pasal 9 (1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. (2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) merupakan delik aduan (Pasal 51) demikian pula dalam Pasal 52 menentukan Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan. Pasal 53 Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik aduan. V. PENUTUP A. Kesimpulan Kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi dalam lingkup keluarga dimana terjadinya disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal menyangkut kepribadian dari pelaku kekerasan yang menyebabkan pelaku mudah sekali melakukan tindak kekerasan bila menghadapi situasi yang menimbulkan kemarahan atau frustasi. Faktor eksternal adalah faktor-faktor diluar diri si pelaku kekerasan. Mereka yang tidak tergolong memiliki tingkah laku agresif dapat melakukan tindak kekerasan bila berhadapan dengan situasi yang menimbulkan frustasi, misalnya kesulitan ekonomi yang berkepanjangan, penyelewengan suami atau istri, keterlibatan anak dalam kenakalan remaja atau penyalahgunaan obat terlarang. B. Saran Diperlukan adanya upaya yang sungguhsungguh oleh semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat dalam meminimalisir 110

terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga melalui pelaksanaan sosialisasi UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumag Tangga. Upaya lainnya melalui penegakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif YuridisViktimologis, Sinar Grafika, Jakarta, 2014 Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi, Edisi I Cetakan ke-2, PT Alumni, Bandung, 2009. UU RI No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 111