BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk mengupayakan kesembuhan antara lain adalah dengan berobat ke dokter atau melakukan swamedikasi. Salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, 2012). Sebagai penyedia pelayanan kesehatan apoteker dituntut meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien, antara lain adalah pemberian pelayanan swamedikasi kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014). Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2014). Menurut PP No. 51 (2009), dalam menjalankan pelayanan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/ atau tenaga teknis kefarmasian. Salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan di apotek adalah swamedikasi. Swamedikasi adalah upaya pengobatan yang dilakukan sendiri dalam mengurangi dan mengobati penyakitpenyakit ringan dengan menggunakan obat-obat golongan bebas dan bebas terbatas (Hadiyani, dkk., 2014). Swamedikasi yang dilakukan menggunakan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas dengan benar dapat mendukung upaya penggunaan obat yang rasional yaitu pengobatan yang tepat indikasi, tepat dosis, tidak kontraindikasi, tidak menimbulkan efek samping, dan tidak ada interaksi antar obat (Cipolle, et al., 1998). 1
Berdasarkan data World Self-Medication Industry (WSMI, 2009), sebanyak 92% orang di dunia pernah menggunakan satu jenis obat bebas dan 55% orang pernah menggunakan lebih dari satu jenis obat bebas. Data Susenas pada tahun 2009 juga mencatat bahwa 66% orang sakit di Indonesia pernah melakukan swamedikasi untuk mengobati penyakitnya (Kartajaya, et al., 2011). Sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan swamedikasi secara tepat, aman dan rasional, Menteri Kesehatan RI menerbitkan Surat Keputusan tentang pedoman penggunaan obat bebas dan bebas terbatas di apotek (Menkes RI, 2006). Swamedikasi dapat dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan seperti maag (Menkes RI, 2006). Gastritis atau maag adalah peradangan yang terjadi pada mukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan yang banyak di alami masyarakat dan dapat didiagnosa hanya berdasarkan gejala klinis (Price, 2006). Maag memiliki gejala khas berupa rasa nyeri atau pedih pada ulu hati, mual dan kadang disertai muntah serta rasa kembung pada perut (Menkes RI, 1997). Menurut Selviana (2015), insiden terjadinya gastritis di dunia sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk pada setiap tahunnya. Di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya mengalami insiden gastritis. Persentase angka kejadian gastritis di Indonesia mencapai 40,8%. Angka kejadian gastritis di Indonesia ini cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk pada setiap tahunnya (Selviana, 2015). Sebagai upaya menjamin kualitas pelayanan swamedikasi di apotek, tenaga kefarmasian perlu melakukan tahapan - tahapan pelayanan swamedikasi 2
yang meliputi patient assessment, rekomendasi, penyerahan obat disertai informasi terkait terapi pada pasien (Hasanah, 2013). Menurut Menkes RI (2008), masyarakat membutuhkan informasi obat yang benar, jelas dan dapat dipercaya agar penentuan kebutuhan, jenis, dan jumlah obat dapat diberikan berdasarkan kerasionalan. Pemberian informasi obat memiliki peranan penting untuk menghindari masalah yang berkaitan dengan terapi obat (Drug Therapy Problem) yang dapat mempengaruhi terapi obat dan dapat mengganggu hasil terapi yang diharapkan oleh pasien (Cipolle, et al., 1998). Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi (drug informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi (Menkes RI, 2006). Oleh karena itu peran tenaga kefarmasian di apotek dalam penyerahan obat yang tepat disertai pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri (swamedikasi). Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui profil tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien penderita gastritis di apotek di wilayah kota Medan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : a. apakah pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien penderita gastritis di apotek di wilayah kota Medan sudah sesuai standar? 3
b. apakah terdapat perbedaan tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap letak wilayah di pusat dan pinggiran kota Medan? 1.3 Hipotesis Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah: a. pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh staf apotek kepada pasien penderita gastritis di apotek di wilayah kota Medan sudah sesuai standar. b. Tidak terdapat perbedaan tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap letak wilayah di pusat dan pinggiran kota Medan. 1.4 Tujuan Penelitian a. untuk mengetahui profil tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh staf apotek kepada pasien penderita gastritis di apotek di wilayah kota Medan. b. untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap letak wilayah di pusat dan pinggiran kota Medan. 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan tersendiri untuk para ahli profesi farmasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian, 4
khususnya swamedikasi. b. Data dan informasi dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian Pada penelitian ini objek yang digunakan adalah apotek-apotek yang berada di wilayah kota Medan. Sebagai objek pengamatan adalah pelayanan swamedikasi kepada pasien penderita gastritis dan sebagai variabel pengamatan adalah profil patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi. 5
Objek Pengamatan Variabel Pengamatan Patient Assessment 1. Apakah patient assessment dilakukan langsung oleh apoteker? 2. Siapa yang menderita gastritis? 3. Berapa usia yang menderita gastritis? 4. Apa gejala yang dialami pasien? 5. Apa faktor penyebab terjadinya penyakit gastritis? 6. Berapa lama pasien menderita gastritis? 7. Apa tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami gejala gastritis? 8. Apa obat-obat lain yang sedang digunakan? 9. Apa dilakukan patient medication record dalam pelayanan yang diberikan? Profil Pelayanan Swamedikasi Rekomendasi Informasi Obat 1. Rujukan ke dokter 2. Rekomendasi obat 1. Indikasi 2. Kontraindikasi 3. Efek samping 4. Cara pemakaian 5. Dosis 6. Waktu pemakaian 7. Lama pemakaian 8. Perhatian 9. Terlupa minum obat 10. Cara penyimpanan 11. Cara perlakuan sisa obat 12. Identifikasi obat yang rusak Informasi Non Farmakologi 1. Pola makan 2 Pola hidup Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian 6