BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian"

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi didalam suatu populasi tertentu (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi tentang pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh staf apotek di wilayah kota Medan terhadap pasien sakit gigi. Penelitian ini menggunakan metode simulasi pasien dimana seseorang dilatih untuk mengunjungi apotek dan memerankan skenario yang telah dibuat (Warson,2006). 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh apotek yang berada di wilayah kota Medan Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan data Menkes RI (2014), diketahui jumlah apotek di wilayah

2 kotamedan adalah 613 apotek. Selanjutnya dilakukan perhitungan besar sampel dengan rumus Slovin (Umar, 2004) sebagai berikut: N n = 1+ N e Keterangan : 613 n = n = n = 1+ 6, n = 7,13 n = 85,97 ( ) 2 n = jumlah sampel N = besarnya populasi e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil nilai e=10% (0,1) ( 0,1) 2 ( 0,01) Berdasarkan perhitungan diatas, didapatkan jumlah sampel sebanyak 85,97 apotek atau dibulatkan menjadi 86 apotek Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi dalam sampel penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di wilayah kota Medan, sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di dalam lokasi klinikdan rumah sakit. 3.3 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengannovember 2016 di 86 apotek sampel yang berada di wilayah kota Medan.

3 3.4 Metode Pengambilan Sampel Teknik Sampling Teknik sampling dalam penentuan sampel adalah kombinasi antara area sampling dan simple random sampling. Teknik area sampling yaitu teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengelompokkan wakil sampel dari setiap wilayah yang diteliti (Sugiyono, 2012) (lihat Tabel 3.1). Tab el 3.1 Distribusi Apotek di Wilayah Kota Medan No Nama Kecamatan Populasi Sampel 1 Medan Tembung Medan Denai Medan Amplas Medan Johor Medan Tuntungan Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Marelan Medan Belawan Medan Labuhan Medan Deli Medan Timur Medan Perjuangan Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Petisah Medan Barat 42 6 Jumlah Pemilihan penggunaan teknik ini adalah karena perbedaan jumlah populasi pada 21 kecamatan di wilayah kota medan. Agar semua kecamatan dapat terwakili, maka distribusi pengambilan sampel dilakukan pada setiap kecamatan secara proporsional.

4 Pengambilan sampel pada setiap kecamatan dilakukan secara simple random sampling. Teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secaraacak tanpa memperhatikan adanya strata (Notoatmodjo, 2010).Dasar memilih teknik ini karena sampel dianggap sama/homogen yaitu tidak ada kriteria-kriteria tertentu pada apotek yang digunakan sebagai sampel dan apotek-apotek yang dijadikan sebagai sampel dipilih tanpa mempertimbangkan apotek itu besar atau kecil, terkenal atau tidak, tempatnya di mana dan yang memberi informasi apoteker atau tenaga teknis farmasi. Dalam pemilihan sampel peneliti memilih apotek yang pertama kali dilihat dari tiap kecamatan yang diteliti, kemudian apotek terdekat sebagai sampel selanjutnya Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang maupun objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Variabel pengamatan pada penelitian ini meliputi patient assessment, rekomendasi, dan informasi obat serta informasi non farmakologi (Tabel 3.2). Tabel 3.2 Variabel Penelitian Objek Pengamatan Patient assessment Rekomendasi Variabel Pengamatan Ada/ tidaknya diajukan pertanyaan: 1. Siapa yang sakit gigi? 2. Berapa usia yang sakit gigi? 3. Apa gejala yang dialami pasien? 4. Berapa lama pasien mengalami sakit? 5. Apa tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami gejala? 6. Pengobatan lain yang sedang digunakan? Ada/ tidaknya rekomendasi dan berupa apa: 7. Rujukan ke dokter? 8. Rekomendasi obat?

5 Informasi obat Informasi non farmakologi Ada/ tidaknya informasi obat meliputi: 9. Indikasi 10. Kontraindikasi 11. Efek samping 12. Cara pemakaian 13. Dosis 14. Waktu pemakaian 15. Lama pemakaian 16. Perhatian 17. Terlupa minum obat 18. Cara penyimpanan 19. Cara perlakuan sisa obat 20. Identifikasi obat yang rusak Ada/ tidaknya Informasi non farmakologi: 21. Pola makan 22. Pola hidup Instrumen penelitian Instrumen penelitian merupakan suatu alat ukur dalam penelitian, yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2012). Instrumen dalam penelitian ini adalah skenario dan checklist. Sebelum melakukan simulasi pasien di apotek, peneliti harus sudah menyiapkan dahulu skenario yang digunakan dan lembar checklist yang berisi poin-poin yang ingin didapatkan sebagai data pengamatan Skenario Skenario yang digunakan berisi informasi mengenai pasien dan hal-hal yang harus dilakukan pada saat simulasi pasien untuk memperlancar jalannya pengamatan. Skenario disiapkan untuk menghindari kecurigaan dari petugas apotek terhadap simulasi pasien yang dijalankan sehingga pengamatan yang dilakukan dapat optimal. Skenario kasus sakit gigi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat sakit gigi.

6 2. Jika petugas apotek melakukan patient assessment, maka skenario yang digunakan peneliti adalah : Pasien : Syakban Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 38 tahun Hubungan dengan peneliti : Abang Gejala yang dikeluhkan : Nyeri pada gigi Lama gejala yang dialami sampai sekarang : 1 hari Tindakan yang sudah dilakukan : tidak ada Obat lain yang sedang digunakan : tidak ada 3. Jika tidak ada informasi obat yang diberikan maka peneliti bertanya : Berapa banyak obat yang diminum? 4. Pencatatan dilakukan di luar apotek tanpa sepengetahuan petugas apotek Checklist Checklist adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, pengumpulan data menggunakan observasi dalam bentuk checklist. Dalam observasi, bentuk checklist data yang digunakan yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Dalam hal ini peneliti hanya akan memberikan tanda check ( ) jika kriteria yang dimaksud dalam format observasi ditunjukkan oleh petugas apotek. Lembar checklist yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari beberapa penelitian terdahulu(khadijah, 2011; Ega, 2009). Isi lembar checklist adalah patient assessment, rekomendasi, dan informasi terkait obat maupun non

7 farmakologi sebagai pelayanan yang diberikan apotek kepada klien sakit gigi. Lembar checklist dilengkapi oleh peneliti di luar apotek setelah mengunjungi apotek sampel. 3.5 Definisi Operasional Pelayanan Swamedikasi Pelayanan swamedikasi adalah pelayanan yang diberikan apoteker kepada masyarakat dalam upaya mengobati penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat - bebas dan terbatas yang dijual bebas di pasaran yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). Dalam melakukan pelayanan swamedikasi terdapat beberapa profil pelayanan yang dilakukan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang terdiri dari patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi Patient Assessment Patient assessment merupakan proses komunikasi dua arah yang sistematisantara apoteker dengan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (Chua, 2006). Pada pelayanan obat tanpa resep diperlukan kegiatan patient assessment agar dapat ditetapkan rekomendasi terapi yang rasional (Chua, 2006). Patient assessment dalam penelitian ini merujuk pada metode WWHAM (Who the patient?, What are the symptoms?, How long have the symptoms been presents?, Action taken?, Medication being taken?)(blenkinsopp dan Paxton, 2002).

8 Rekomendasi Rekomendasi merupakan saran menganjurkan yang diberikan petugas apotek kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rujukan ke dokter ataupun rekomendasi obat (Blenkinsopp dan Paxton, 2002). Rekomendasi yang tepat dapat diberikan sesuai dengan patient assessment yang telah ditanyakan oleh petugas apotek Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2016). Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain khasiat obat, kontraindikasi, efek samping, cara pemakaian, dosis, waktu pemakaian, lama penggunaan obat, hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat yang masih tersisa, dan cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Depkes RI, 2006) Informasi Non Farmakologi Informasi nonfarmakologi merupakan informasi yang diberikan sebagai terapi tambahan tanpa menggunakan obat guna meningkatkan keberhasilan suatu efek terapi. Informasi non farmakologi dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu pola makan dan pola hidup.

9 3.5.2 Sakit Gigi Sakit gigi adalah kondisi ketika muncul rasa nyeri di dalam atau sekitar gigi dan rahang. Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi dan kejang otot (Depkes RI, 2006) Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016). 3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Uji validitas isi (content validity) digunakan untuk menilai validitas dari skenario dan lembar checklist. Kedua instrumen tersebut dapat dikatakan valid karena isi dari kedua instrumen tersebut mewakili variabel yang akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu. Dalam penelitian ini digunakan validitas rupa yang didasarkan pada penilaian format tampilan dari alat ukur yang ada (Nisfiannoor, 2009). Validitas ini dianggap terpenuhi apabila penampilan alat ukur atau tes telah meyakinkan dan memberi kesan mampu mengungkapkan apa yang hendak diukur (Nisfiannoor, 2009). Metode simulasi pasien memiliki validitas rupa bila penyedia layanan kesehatan tidak mengetahui adanya simulasi pasien (Watson, et al., 2004). Untuk dapat melakukan validitas rupa (face validity) dan validitas isi (content validity) terhadap peneliti yang berperan sebagai pasien atau keluarga pasien dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot visit), kunjungan

10 ini dilakukan sebanyak lima kali. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Agar data yang diperoleh reliabel maka dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot visit). Dikatakan reliabel ketika peneliti mampu menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit. Kemampuan tersebut dapat dilihat pada saat peneliti melakukan pilot visit ke apotek sebanyak lima kali. Skenario dan lembar checklist telah memenuhi uji validitas isi (content validity) karena isi dari kedua instrumen tersebut telah mewakili variabel yang akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu (Khadijah, 2011). Metode simulasi pasien yang digunakan telah memenuhi uji validitas rupa karena setelah dilakukan pilot visit sebanyak lima kali menunjukkan bahwa petugas apotek tidak mengetahui adanya simulasi pasien. Data yang dikumpulkan dinyatakan reliabel karena peneliti mampu menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit. 3.7 Teknik Analisis Data Pada penelitian ini digunakan statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum/generalisasi

11 (Sugiyono, 2012). Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dengan penyajian data melalui tabel, dan persentase. 3.8 Alur Penelitian Studi Pustaka Penyusunan Instrumen Pengujian Instrumen Pengumpulan Data Pencatatan Data Pengolahan Data Gambar 3.1 Alur Penelitian Laporan Hasil Penelitian

12 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan penelitian dilakukan pada 86 apotek yag berada di 21 kecamatan kota medan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bagaimana profil patient assessment, profil rekomendasi obat sakit gigi dan profil informasi obat sakit gigi dan non obat yang diberikan oleh petugas apotek di kota medan. 4.1 Profil Patient Assessment Patient assessment merupakan proses komunikasi dua arah yang sistemik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (Depkes RI, 2006). Komponen patient assessment sudah cukup menjadi acuan petugas apotek terhadap pasien sakit gigi untuk melakukan tindakan selanjutnya, yaitu rekomendasi serta informasi obat dan non obat. Data lengkap profil patient assessment yang ditanyakan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi Data Profil Patient Assessment oleh Petugas Apotek Patient assessment yang ditanyakan Tidak Diakses (%) oleh petugas apotek diakses(%) Siapa yang sakit/mengalami sakit gigi? 14 (16,28) 72 (83,72) Berapa usia yang menderita sakit gigi? 8 (9,30) 78 (90,7) Apa gejala yang dialami oleh pasien? 47 (54,65) 39 (45,35) Berapa lama pasien mengalami sakit gigi? 7 (8,14) 79 (91,86) Apa tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami sakit gigi? 1 (1,16) 85 (98,84) Apa obat-obat lain yang sedang digunakan pasien? 0 (0,00) 86 (100)

13 Berdasarkan hasil penelitian dari 86 apotek yang dikunjungi, diperoleh hasil sebanyak 14 apotek (16,28%) yang melakukan penggalian informasi mengenai siapa yang sakit atau mengalami sakit gigi. Informasi mengenai siapa yang mendapatkan pengobatan sangat penting untuk diketahui petugas apotek karena belum tentu yang datang ke apotek adalah pasien itu sendiri, sehingga perlu dipastikan untuk siapa pengobatan diminta. Penyerahan obat sesuai standar yang ada harus memperhatikan kesesuaian data pasien dengan obat yang diserahkan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan. Penyerahan obat harus disertai dengan pemberian informasi yang tepat dan mudah dipahami (Menkes RI, 2016). Berdasarkan penelitian Hasanah (2013) yang dilakukan di Surabaya, penggalian informasi terbanyak yang dilakukan petugas apotek adalah berapa usia pasien yaitu 36 apotek, sedangkan dalam penelitian ini hanya diperoleh data sebanyak 8 (9,30%) petugas apotek yang melakukan penggalian informasi mengenai usia pasien. Usia pasien sangat penting diketahui oleh petugas apotek karena usia adalah salah satu faktor yang dapat dilihat dalam pemberian dosis dan jenis sediaan obat. Komponen patient assessment berupa apa gejala yang dialami pasien diperoleh data sebanyak 47 apotek (54,65%). Informasi mengenai apa gejala yang ditanyakan oleh petugas apotek adalah 20 petugas apotek yang hanya menanyakan nyeri, dan 17 petugas apotek menanyakan gigi berlubang dan bengkak. Komponenpatient assessmentmengenai gejala yang tidak ditanyakan petugas apotek adalah demam, berdarah, dan bernanah. Gejala merupakan pengindikasian keberadaan suatu penyakit atau gangguan kesehatan yang tidak diinginkan, berbentuk tanda-tanda atau ciri-ciri penyakit yang dapat dirasakan.

14 Pengenalan gejala perlu dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat keparahan suatu penyakit apakah perlu dirujuk ke dokter atau tidak (Khadijah, 2015). Komponen patient assesment mengenai apa gejala yang dialami pasien merupakan persentase terbesar pada hasil penelitian ini. Komponen lain dari kegiatan patient assessment yang pernah dilakukan oleh petugas apotek adalah berapa lama pasien mengalami sakit gigi sebanyak 7(8,14%) apotek, dan apa tindakan yang sudah dilakukan oleh pasien hanya 1(1,16%) apotek. Kedua komponen ini penting untuk diketahui oleh petugas apotek karena untuk mengetahui jenis penyakit gigi yang dialami pasien, sehingga dapat diketahui penyakit gigi yang dialami dapat diobati dengan swamedikasi atau harus dirujuk ke dokter. Informasi yang sama sekali tidak ditanyakan oleh petugas apotek adalah obat lain apa yang sedang digunakan oleh pasien. Penggalian informasi ini penting untuk diketahui petugas apotek karena ada beberapa obat yang berinteraksi ketika diminum bersamaan. Informasi obat lain yang sedang digunakan pasien juga dapat digunakan sebagai informasi mengenai riwayat obat dan penyakit dari pasien tersebut, sehingga dapat diberikan obat yang rasional dan tidak memberikan reaksi yang merugikan kepada pasien. Tabel 4.2Jumlah Profil Patient Assessment oleh Petugas Apotek Jumlah pertanyaan yang ditanyakan Pertanyaan Patient Assessment Jumlah apotik yang melakukan patient assesment 1 Siapa yang sakit? 1(1,16%) Apa gejala yang dialami? 31(36,04%) 2 Siapa yang sakit? Apa gejala yang dialami pasien? 4(4,65%)

15 3 4 Berapa usia yang sakit gigi? Apa gejala yang dialami pasien? Apa gejala yang dialami pasien? Berapa lama pasien mengalami sakit gigi? Apa gejala yang dialami pasien? Apa tindakan yang sudah dilakukan selama mengalami sakit gigi? Siapa yang sakit? Berapa usia yang sakit Apa gejala yang dialami pasien? Siapa yang sakit? Apa gejala yang dialami pasien? Berapa lama pasien mengalami sakit gigi? Siapa yang sakit? Berapa usia yang sakit? Apa gejala yang dialami? Berapa lama pasien mengalami sakit gigi? 1(1,16) 1(1,16) 1(1,16) 6(6,97%) 2(2,32%) 2(2,32%) Total 49 (56,97%) Pada tabel diatas terdapat 49 (56,97%) petugas apotek yang melakukan patientassessment,diantaranya 32 (37,2%) petugas apotekmenanyakan 1 pertanyaan dari patient assessment, 7 (8,13%) petugas apotek menanyakan 2 pertanyaan, 6 (6,97%) petugas apotek menanyakan 3 pertanyaan dan 2(2,32) petugas apotek menanyakan 4 pertanyaan dari patient assessment. Sedangkan yang tidak melakukan patient assessment terdapat 37 apotek. Dalam hasil penelitian ini tidak ada satupun petugas apotek yang melakukan patient assesment secara lengkap.

16 Penggalian profil patient assessment yang dilakukan oleh petugas apotek terhadap kasus sakit gigi di kota Medan masih dinilai kurang maksimal karena hanya sebagian kecil apotek yang melakukan patient assessment dan masih terdapat komponen patient assessment yang sama sekali tidak ditanyakan oleh petugas apotek. Komponen patient assessment yang tidak ditanyakan oleh petugas apotek adalah apa obat lain yang sedang digunakan pasien. 4.2 Profil Rekomendasi Rekomendasi obat diperoleh setelah petugas apotek melakukan kegiatan patient assessmentkepada pasien. Hasil dari kegiatan patient assessmentdapat dijadikan pertimbangan oleh petugas apotek dalam memberikan rekomendasi. Rekomendasi yang tepat dan benar dapat diberikan sesuai dengan patient assessment yang telah dilakukan oleh petugas apotek. Profil rekomendasi pada penelitian ini memiliki dua variabel yaitu rekomendasi obat danrekomendasi rujukan ke dokter. Hasil rekomendasi yang diperoleh dari 86 apotek yang di kunjungi menunjukkan sebanyak 86 (100%) petugas apotek memberikan rekomendasi obat. Data lengkap profil rekomendasi yang dilakukan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Distribusi Data Profil Rekomendasi yang Diberikan oleh Petugas Apotek Variabel Ya, n (%) Tidak, n (%) Berupa rujukan ke dokter 0 (0,00) 86 (100) Berupa rekomendasi obat 86 (100) 0 (0,00)

17 Berdasarkan rekomendasi yang diperoleh, hasil ini dinilai sudah tepat karena berdasarkan skenario penelitian, pasien sedang mengalami sakit gigi ringan yang dapat di atasi secara swamedikasi dan belum perlu melakukan kunjungan ke dokter. Dalam melakukan swamedikasi, tenaga kefarmasian memiliki peran dan tanggung jawab untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi (Menkes RI, 2006) Jenis Obat yang Direkomendasikan Berdasarkan hasil penelitian dari 86 apotek obat yang direkomendasikan oleh petugas apotek ada obat tunggal dan obat kombinasi Obat Tunggal Jenis obat tunggal yang diberikan adalah golongan NSAID dan Kortikosteroid. Adapun jumlah apotek yang merekomendasikan obat tunggal terdapat dalam tabel berikut. Tabel 4.4Jenis Obat tunggal yang direkomendasikan Jenis obat Kandungan Bahan Aktif n (%) NSAID Asam Mefenamat 500 mg 41 (47,67%) Kalium Diklofenak 50 mg 24 (27,90) Natrium Diklofenak 50 mg 1 (1.16%) Methampyron 500 mg 1 (1,16%) Ketofprofen 50 mg 1(1,16%) Dexketoprofen 1 (1,16%) Kortikosteroid Methylprednisolon 8 mg 1 (1,16%) Total 70(81,39%) Berdasarkan hasil penelitian dari 86 apotek diperoleh data sebanyak 71 (81,39%) petugas apotek yang memberikan obat tunggal diantaranya 69petugas

18 apotek merekomendasikan jenis obat NSAID dan1 (1,16%)jenis obat kortikosteroid.jenisobat NSAID yang paling banyak direkomendasikan adalah asam mefenamat sebanyak 41 (47,67%). Asam mefenamat merupakan obat analgetik yang berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri pada gigi, namun tidak memiliki efek yang signifikan dalam mengobati inflamasi.asam mefenamat merupakan obat yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi (Pangalila,dkk., 2016). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/Menkes/SK/VII/1990, asam mefenamat merupakan golongan obat wajib apotek no 1 dan hanya diberikan oleh apoteker dengan pemberian maksimal sebanyak 20 tablet. Berdasarkan skenario peneliti yaitu pasien mengalami gejala nyeri gigi pemberian asam mefenamat sudah tepat, namun syarat pemberian obat wajib apotek harus diberikan oleh apoteker. Dalam penelitian ini pemberian obat asam mefenamat hanya diberikan oleh petugas apotek saja. Obat kalium diklofenak yang direkomendasikan oleh petugas apotek sebanyak 24 (27,90%) apotek. Kalium diklofenak memiliki efek analgesik yang dapat meredakan rasa nyeri dan mengurangi inflamasi pada gigi. Penggunaan obat ini harus diperhatikan pada kondisi kesehatan pasien karena memiliki efek samping yang lebih merugikan pasien (Pangalila dkk, 2016). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1176/Menkes/SK/X/1999, kalium diklofenak merupakan golongan obat wajib apotek no 3. Pemberian obat ini kurang tepat karena pemberian obat hanya atas dasar pengulangan pengobatan dari dokter, artinya pasien sudah ke dokter terlebih dahulu dan sudah pernah menggunakan obat tersebut, sedangkan dalam skenario peneliti pasien baru mengalami sakit gigi selama 1 hari dan belum pergi ke dokter.

19 Secara umum penggunaan obat-obat NSAID memliki beberapa efek samping antara lain gangguan lambung dan usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi pada kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu, penggunaan NSAID secara berkelanjutan tidak dianjurkan (Tjay dan Rahardja, 2002). Darihasilpenelitiandiperoleh1(1,16%)petugasapotekyang merekomendasikan jenis obat kortikosteroid yaitu methylprednisolon. Pemberian obat ini kurang tepat karena methylprednisolon merupakan obat golongan keras yang harus diberikan dengan resep dokter. Dalam penelitian ini pemberian obat kortikosteroid tidak tepat, karena obat kortikosteroid merupakan antiinflamasi sedangkan pada skenario peneliti pasien hanya mengalami nyeri saja. Penggunaan obat kortikosteroid yang tidak tepat akan menimbulkan efek samping antara lain insufisiensi adrenokortikal, efek pada muskuloskeletal, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan penglihatan, endokrin, sistem saraf dan kulit. Perforasi gastrointestinal, perdarahan dan lambatnya proses penyembuhan tukak peptik (Ping, dkk., 2014) Obat Kombinasi Darihasilpenelitiandiperolehtigajenisobatkombinasiyang direkomendasikankepadapasiensakitgigi,diantaranyakombinasiobat NSAID dengan NSAID, NSAIDdenganantibiotik, NSAID dengan antibiotik dan kortikosteroid dan NSAID dengan antibiotik dan multivitamin. Jumlah apotek yang merekomendasi obat kombinasi dapat dilihat dalam tabel berikut.

20 Tabel 4.5 Jenis Obat Kombinasi yang Direkomendasikan Jenis Obat Kandungan Bahan Aktif n (%) NSAID + NSAID Asam mefenamat 500 mg 3 (3,48%) + kalium diklofenak 50 mg NSAID + Antibiotik Asam Mefenamat (2,32%) Clindamycin 300 mg Asam Mefenamat 500 mg 4 (4,65%) + amoxicillin 500 mg Asam Mefenamat 500 mg 2(2,32%) + Kalium diklofenak 50 mg + Amoxicillin 500 mg Asam Mefenamat 500 mg 1 (1,16%) + Kalium Diklofenak 50 mg + Clindamycin 300 mg NSAID + Antibiotik + kortikosteroid Kalium diklofenak 50 mg + methylprednisolon 4 mg 1 (1.16%) NSAID + Antibiotik + Multivitamin Minyak Burung Kakak Tua + clindamycin 300 mg Asam Mefenamat 500 mg + kalium diklofenak 50 mg + amoxicillin 500 mg + Vitamin B Complex Komposisi: Glycerin 0,65 ml Ethanol 0,97 ml Creosote 0,17 ml Oleum caryophylli 0,03 ml Aquadest 2 ml 2 (2,32%) 1(1,16%) Total 16 (18,60%) Selain obat tunggal, pemberian obat kombinasioleh petugas apotek terdapat 16 (18,60%) apotek. Diantaranya obat NSAID dikombinasikan NSAID sebanyak 3 (3,84%) petugas apotek yang merekomendasikan, NSAID dengan antibiotik sebanyak 9 (10,46%) petugas apotek yang merekomendasikan, 1 (1,16%) petugas apotek yang memberikan obat kombinasi NSAID, antibiotik dan kortikosteroid,2 (2,32%) petugasapotekyang merekomendasikainasi antara jenis obat NSAID, antibiotik dan multivitamin dan 1 petugas apotek merekomendasikan obat minyak burung kakak tua. Antibiotik dan kortikosteroid merupakan obat yang termasuk dalam golonganobat keras yang hanya boleh

21 diberikan dengan resep dokter sedangkan obat-obat yang aman digunakan untuk swamedikasi adalah obat bebas dan obat bebas terbatas (Depkes RI, 2006). Petugas apotek merekomendasikan sediaan obat yang berbentuk minyak sebanyak 1 apotek (1,16%). Kandungan obat yang digunakan adalah glyserin, ethanol, creosote oleum caryophylli dan aquadest.creosote dapat mengurangi rasa nyeri pada gigi dan membunuh mikroorganisme pada gigi, dapat membunuh sel hospes dengan cara berikatan dengan protein atau lemak dari membran sel (Dewi, dkk., 2006). Pemberianobatkombinasiini sebaiknya diperhatikan dari kondisi kesehatan pasien. Informasi kesehatan pasien dapat diperoleh dari patient assessment.obat-obat yang dikombinasikan ini dapat meningkatkan efek samping dan juga interaksi obat. Contohnya obat NSAID dikombinasikan dengan NSAID memiliki potensi efek samping yang lebih besar salah satunya adalah iritasi lambung. Oleh karena itu sebaiknya pemberian obat kombinasi dapat dihindari (Sukandar, dkk., 2009) Golongan Obat yang Direkomendasikan Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 86 apotek yang dikunjungi, data golongan obat yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Golongan Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas Apotek. Golongan Obat n (%) Obat Bebas 1 (1,16) Obat Bebas Terbatas 0 (0,00) Obat Keras 13 (15,11) Obat Wajib Apotek 72 (83,73) Obat Herbal 0 (0,00)

22 Berdasarkan hasil penelitian dari 8 apotek diperoleh data sebanyak 72(83,73%) petugas apotek yang memberikan obat wajib apotek, 13(15,11%) petugas apotek yang memberikan obat keras, dan 1 (1,16%) petugas apotek yang memberikan obat bebas. Dalam penelitian ini jumlah pemberian obat bebas hanya 1 (1,16%) apotek dan tidak satupun petugas apotek memberikan obat bebas terbatas, sedangkan menurut Depkes RI 2006, obat obat yang aman digunakan untuk swamedikasi adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat wajib apotek adalah jenis obat keras yang bisa diserahkan tanpa menggunakan resep dari dokter. Tujuan OWA adalah meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri, mengatasi ragam bentuk permasalahan yang berhubungan erat dengan kesehatan. Meskipun bisa menyerahkan obat keras dalam jenis OWA tanpa menggunakan resep dari dokter, apoteker pengelola apotek harus memenuhi persyaratan pemberian obat sebelum menyerahkan obat wajib apotek kepada pasien. Adapun daftar obat wajib apotek terdiri dari daftar obat wajib apotek no 1, 2 dan 3 (Menkes RI, 1990; Menkes RI; 1993; Menkes RI, 1999). 4.3 Profil Informasi Obat Pemberian informasi adalah untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring pengggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Tujuan pemberian informasi kepada masyarakat maupun pasien adalah bagian dari edukasi, supaya masyarakat atau pasien benar-benar memahami secara cermat

23 dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar (Muharni, dkk., 2015). Informasi-informasi yang harus diberikan oleh tenaga kefarmasian yang ada di apotek meliputi khasiat obat, efek samping obat, cara pemakaian obat, dosis obat, waktu pemakaian obat, lama pemakaian obat, kontra indikasi obat, hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat, hal yang harus dilakukan jika lupa meminum obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat yang masih tersisa dan cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah rusak (Depkes RI, 2006). Berdasarkan hasil penelitian tentang pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh petugas apotek, informasi obat yang paling banyak diberikan adalah informasi dosis obat yaitu sebanyak 28 ( 32,55%) apotek. Meskipun demikian hasil ini masih tergolong kurang optimal karena hanya 5 (5,81%) petugas apotek yang memberikan informasi dosis obat secara langsung kepada pasien tanpa ditanyakan terlebih dahulu, sedangkan 23 (26,94%) petugas apotek memberikan informasi dosis obat setelah peneliti memberikan pertanyaan pancingan mengenai dosisobat. Hasil lengkap profil informasi obat yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Distribusi Data Profil Informasi Obat yang Diberikan oleh Petugas Apotek No Variabel Ya (% ) Tidak (%) 1 2 Indikasi Obat Kontraindikasi Obat 5 (5,81) 0 (0,00) 81 (94,19) 86 (100) 3 Efek Samping Obat 0 (0,00) 86 (100) 4 Cara Pemakaian Obat 18 (20,93) 68 (79,07) 5 Dosis Obat 5 (5,81) 58 (67,45) 23* (26,74)

24 6 Waktu Pemakaian Obat 13 (15,11) 73 (84,89) 7 Lama Pemakaian Obat 3 (3,48) 83 (96,55) 8 Perhatian mengenai Obat 0 (0,00) 86 (100) 9 Terlupa Minum Obat 0 (0,00) 86 (100) 10 Cara Penyimpanan Obat 0 (0,00) 86 (100) 11 Cara Perlakuan Sisa Obat 0 (0,00) 86 (100) 12 Identifikasi Obat Rusak 0 (0,00) 86 (100) Keterangan: *ada pancingan Dosis obat merupakan bagian dariinformasi yang penting untuk disampaikan guna mencapai keberhasilan terapi dan menghindari penggunaan obat yang salah (drug misuse). Informasi lain tentang pelayanan informasi obat yang pernah diberikan oleh petugas apotek adalah informasi indikasi obat sebanyak 5 (5,81%) apotek, informasi cara pemakaian obat sebanyak 18 (20,93%) apotek, informasi waktu pemakaian sebanyak 13 (15,11%) apotek dan memberikan informasi lama pemakaian obat sebanyak 3 (3,48%) apotek. Hasil ini menunjukkan apotek belum mengoptimalkan standar pelayanan kefarmasian dalam pengobatan swamedikasi. Pemberian informasi obat kepada pasien merupakan bagian yang harus dilakukan oleh petugas apotek dalam melakukan pelayanan swamedikasi supaya pasien benar-benar memahami secara cermat dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar demi meningkatkan kualitas hidup pasien.. Informasi lain tentang pelayanan informasi obat yang sama sekali tidak pernah disampaikan oleh petugas apotek saat melakukan pelayanan swamedikasi adalah pemberian informasi mengenai kontraindikasi obat, efek samping obat, perhatian tentang obat, hal yang harus dilakukan jika terlupa mengkonsumsi obat,

25 cara penyimpanan obat, cara perlakuan sisa obat dan cara identifikasi obat yang rusak. Pemberian informasi tentang kontraindikasi obat perlu disampaikan dengan jelas kepada pasien, agar pasien tidak menggunakannya jika memiliki kontraindikasi yang ada pada obat yang akan digunakan. Berdasarkan penelitian Muharni (2015), kurangnya pemberian informasi tentang kontraindikasi obat ini kemungkinan dikarenakan keterbatasan pengetahuan tenaga kefarmasian terkait kontraindikasi obat yang akan dikonsumsi oleh pasien atau pelaksana swamedikasi sehingga tenaga kefarmasian masih ragu dan masih menebak-nebak kontraindikasi obat yang akan dikonsumsi pasien atau pelaksana swamedikasi tersebut. Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan penting sebagai pemberi informasi (drug informer) dalam pelayanaan swamedikasi (Depkes RI, 2006).Menurut PP No.51 (2009) bahwa salah satu pekerjaan kefarmasian yang harus dilakukan apoteker adalah pelayanan informasi obat. Seharusnya apoteker yang merupakan profesi berkapasitas ilmu tentang obat, bertanggung jawab atas terciptanya kualitas hidup pasien yang lebih baik. Apabila pemberian informasi obat pada pelayanan swamedikasi tidak dilakukan dengan baik dan benar, maka ada kemungkinan hasil terapi yang diinginkan tidak akan tercapai dan tidak sesuai dengan harapan pasien.

26 4.4 Profil Informasi Non Farmakologi Informasi non farmakologi merupakan informasi yang diberikan sebagai terapi tambahan tanpa menggunakan obat guna meningkatkan keberhasilan suatu efek pengobatan farmakologis (obat sakit) yang lebih baik. Dari 86 apotek yang dikunjungi, data lengkap profil informasi nonfarmakologi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8Distribusi Profil Informasi Non Farmakologi yang Diberikan olehpetugas Apotek. Variabel Ya (n%) Tidak (n%) Pola Makan 1 (1,16) 85 (98,84) Pola Hidup 0 (0,00) 86 (100) Hasil penelitian diperoleh informasi non farmakologi terdapat dua variabel yaitu pola makan dan pola hidup disajikan pada tabel 4.8. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, hanya 1(1.16%) petugas apotek yang memberikan informasi non farmakologi mengenai pola makan dan tidak ada satu pun petugas apotek yang memberikan informasi mengenai pola hidup. Hasil ini menunjukkan bahwa petugas apotek kurang optimal dalam melakukan pelayanan kefarmasian khususnya swamedikasi. Pola makan yang diinformasikan oleh petugas apotek yaitu berupa anjuran untuk tidak memakan yang manis selama sakit gigi berlangsung. Pola hidup pada pasien sakit gigi adalah dengan menyikat gigi dengan baik setiap hari. Sebelum terkena sakit gigi, perawatan dan pencegahan adalah cara terbaik untuk menghindari gigi rusak yang menyebabkan sakit gigi: a. Nasihat/motivasi usaha untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut yakni menyikat gigi dengan benar minimal 2 kali sehari, dapat disempurnakan dengan mouthwash setelah menyikat gigi.

27 b. Untuk sementara hindarilah makanan atau minuman yang mengandung gula dan pemanis buatan. Sebagai gantinya, kita bisa mengonsumsi rasa manis alami, seperti buah semangka atau mangga c. Jangan minum minuman yang panas. Jika Anda minum minuman panas, jangan sekali-kali disertai dengan minum air dingin atau es secara beruntun, atau sebaliknya. d. Hindari konsumsi es secara berlebihan. e. Hindari makanan atau minuman yang terlalu asam. f. Dapat mengkonsumsi suplemen/vitamin C (Kurniawan, 2012).

28 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: a. Petugas apotek melakukan patient assessment terhadap pasien swamedikasi dengan keluhan sakit gigi. Adapun jumlah apotek yang melakukan patient assessmentadalah 49 (56,9%) apotek dan 37 (43,02%) apotek tidak melakukan patient asessment.berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa masih banyak petugas apotek yang tidak melakukan patient assessment kepada pasien swamedikasi sehingga pelayanan kefarmasian yang dilakukan petugas apotek di wilayah Medan terhadap pasien swamedikasi sakit gigi masih perlu ditingkatkan. b.semua petugas apotekmerekomendasikan pemberian obat sakit gigi. Jenis obat yang direkomendasikan adalah obat golongan NSAID, kortikosteroid, herbal, antibiotik dan multivitamin. Obat yang paling banyak direkomendasikan adalah obat golongan NSAID, yaitu asam mefenamat. c. Petugas apotek memberikan informasi terkait obat dan non obat. Pemberian informasi obat yang paling banyak diberikan adalah dosis obat yang diberikan sebanyak 28 (32,55%) apotek. Pemberian informasi non farmakologi berupa makanan sebanyak 1 (1,16%) apotek, dan tidak ada satupun petugas yang memberikan informasi mengenai pola hidup. Pemberian informasi oleh tenaga kefarmasian yang berada di apotek masih bersifat pasif atau hanya akan memberikan informasi jika ditanya.

29 5.2 Saran Kepada Pemerintah disarankan untuk: a. Mendorong implementasi standar pelayanan kefarmasian di apoteksehingga didapatkan hasil terapi yang optimal. b. Melakukan pengawasan kepada tenaga teknis kefarmasian terkait standar pelayanan kefarmasian di apotek sehingga standar pelayanan kefarmasian dapat ditegakkan di apotek.

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Faridlatul Hasanahdkk (2013), tentang profil penggalian informasi dan rekomendasi pelayanan swamedikasi oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016). Apotek merupakan salah satu. mencegah dan menyembuhkan penyakit pada masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016). Apotek merupakan salah satu. mencegah dan menyembuhkan penyakit pada masyarakat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016). Apotek merupakan salah satu sarana penunjang kesehatan,

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Swamedikasi Pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

INTISARI. Yopi Yanur 1 ; Yugo Susanto 2 ; Riza Alfian 3

INTISARI. Yopi Yanur 1 ; Yugo Susanto 2 ; Riza Alfian 3 INTISARI PROFIL PENGGALIAN INFORMASI PASIEN DAN REKOMENDASI OBAT PADA PELAYANAN SWAMEDIKASI KASUS DIARE ANAK OLEH TENAGA KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA BANJARMASIN Yopi Yanur 1 ; Yugo Susanto 2 ; Riza

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat selama ± 2 minggu dari tanggal 12-25 Juni tahun 2013. Dengan jumlah sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaanya self medication dapat menjadi sumber

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Totok Hardiyanto, Sutaryono, Muchson Arrosyid INTISARI Reumatik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit maupun gangguan ringan kesehatannya. Mereka sudah tidak lagi segan minum obat pilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan keluhan yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, sedangkan penyakit berkaitan dengan

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan serta didukung dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi memunculkan tantangan dan harapan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu pengukuran untuk menentukan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas bertujuan untuk melihat sejauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberian Obat 1. Definisi Obat Obat yaitu zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan biologi pada organ tubuh manusia (Batubara, 2008). Definisi lain menjelaskan obat merupakan

Lebih terperinci

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN Trias Apriliani, Anita Agustina, Rahmi Nurhaini INTISARI Swamedikasi adalah mengobati segala keluhan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survey. Pengambilan data dilakukan menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI PENYAKIT LAMBUNGDI APOTEK PADA LIMA KECAMATAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: DWI EGA ASTRIA NIM

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI PENYAKIT LAMBUNGDI APOTEK PADA LIMA KECAMATAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: DWI EGA ASTRIA NIM PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI PENYAKIT LAMBUNGDI APOTEK PADA LIMA KECAMATAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: DWI EGA ASTRIA NIM 131524136 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya penyakit mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan

Lebih terperinci

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 Dewi Rashati 1, Avia Indriaweni 1 1. Akademi Farmasi Jember Korespondensi :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan penting dari setiap manusia. Hidup sehat bukan hanya tujuan dari setiap individu melainkan juga tanggung jawab dan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut : BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden dijabarkan berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan. Dari hasil penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemakaian obat banyak sekali yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Pengertian obat itu sendiri merupakan bahan yang hanya dengan takaran tertentu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Sewon 2 Bantul telah ditemukan sebanyak 36 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi maupun eksklusi. Peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obatobatan yang dijual bebas

Lebih terperinci

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANGGA ALIT ANANTA YOGA K.100.040.182 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik observasional yaitu penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi bagaimana dan mengapa

Lebih terperinci

Gambaran Tenaga Kefarmasian dalam Memberikan Informasi Kepada Pelaku Swamedikasi di Apotek-apotek Kecamatan Tampan, Pekanbaru

Gambaran Tenaga Kefarmasian dalam Memberikan Informasi Kepada Pelaku Swamedikasi di Apotek-apotek Kecamatan Tampan, Pekanbaru Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2(1), 47-53 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (p- ISSN: 2407-7062 e-issn: 2442-5435) diterbitkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia - Sumatera Barat homepage: http://jsfkonline.org

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi komunitas merupakan salah satu bagian penting karena sebagian besar apoteker melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi Muh, Saud *), Taufiq **), Ishak Abdul Jalil ***) *) Poltekes Kemenkes Makassar **) Akademi Farmasi Yamasi Makassar ***)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker (PP 51, 2009 ; Permenkes RI, 2014). Apoteker sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis,

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur kesehatan, apotek termasuk salah satu pilar penunjang yang sering menjadi korban ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan apotek yang menganggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 Roy Yani Dewi Hapsari, Sunyoto, Farida Rahmawati INTISARI Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Lebih terperinci

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk mengupayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit. Ketersediaan obat yang mudah diakses

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan LAMPIRAN 57 Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan 58 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Tengah 59 Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian RSUD Depati Hamzah 60 Lampiran 4. Surat Ijin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetik merupakan inhibitor spesifik jalur nyeri dengan mengaktifkan reseptor yang berada pada neuron sensorik dan susunan syaraf pusat(ssp). Obat analgetikyang dapat

Lebih terperinci

Isilah daftar berikut pada tempat yang telah disediakan. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan *) Lama memiliki sarana : Tahun

Isilah daftar berikut pada tempat yang telah disediakan. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan *) Lama memiliki sarana : Tahun Lampiran 1. Kuesioner Berbicara masalah perapotekan tidak mungkin lepas dari peran Pemilik Modal Apotek (PMA), oleh karena memang mereka yang dengan susah payah mencari modal bagi pengadaan sarana sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang

Lebih terperinci

PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI

PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI Helni Bagian Farmasi, Program Studi Ilmu Kedokteran FKIK Universitas Jambi,

Lebih terperinci

INTISARI. Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati 3

INTISARI. Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati 3 INTISARI PROFIL PENGGALIAN INFORMASI PASIEN DAN REKOMENDASI OBAT TERHADAP KASUS BATUK BERDAHAK OLEH TENAGA KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA BANJARMASIN Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati

Lebih terperinci

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Asam Mefenamat, Pasien Poli Gigi

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Asam Mefenamat, Pasien Poli Gigi ABSTRAK GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN POLI GIGI TENTANG PENGGUNAAN TABLET ASAM MEFENAMAT 500 Mg DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN Nurlailiani 1 ;Muhammad Arsyad 2 ;Maria Ulfah 3 Penyakit gigi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel sebanyak 67 orang. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel sebanyak 67 orang. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Cara pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan cara teknik Purposive Sampling (non probability sampling) yaitu teknik penetapan sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia penyakit infeksi menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, sebab penyakit ini mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi menyerang masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Penelitian ini mengidentifikasi penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang mencari ada tidaknya hubungan dua variabel penelitian. Pendekatan yang digunakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan sebagai swamedikasi. Tindakan swamedikasi telah menjadi pilihan alternatif masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi meningkat dari tahun ke tahun tidak hanya di Indonesia bahkan didunia. Sebanyak kurang lebih 1 milyar orang didunia menderita penyakit ini dan

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Realibilitas Pada penelitian kali ini dilakukan uji validasi dengan dilanjutkan uji realibilitas pada instrumen penelitian. Instrumen penelitian

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk

Lebih terperinci