FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU TUKANG OJEK DI PELABUHAN SUKA BANGUN KABUPATEN KETAPANG 1 2 3 Dian Wijayarsi, Elly Trisnawati, Marlenywati 1. 2. 3. Peminatan Kesling Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak. Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak. Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak. ABSTRACT Background: The environment is very risky to the health of motorcycle taxi drivers because it can affect the health of motorcycle taxi drivers which will cause bad effects especially on the respiratory system. Respiratory system disorders will reduce the ability of lung function, where the disorders of lung function decline can be found from the air volume. Based on the preliminary survey were conducted on 10 motorcycle taxi drivers, obtained information that 60% of vital capacity motorcycle taxi drivers had abnormal lung. The purpose of this research is to know related factors to lung vital capacity of motorcycle taxi drivers at the Port of Suka Bangun Ketapang. Methods: research observational analytic cross-sectional approach. with 54 motorcycle taxi drivers who worked at the Port of Suka Bangun Ketapang. The test used is the Chi-square test. Result: The research results showed that there was no significant correlation between age (p value = 0.718), duration of work / day (p value = 1.000), and nutritional status (p value = 0.355) to the lung vital capacity of motorcycle taxi drivers at the Port of Suka Bangun Ketapang and there was a significant association between smoking habits (p value = 0.003 ; PR = 2.514), the use of masks (p value = 0.034 ; PR = 1.948), and work times (p value = 0.014 ; PR = 2.632) to the lung vital capacity of motorcycle taxi drivers at the Port of Suka Bangun Ketapang. Suggestions : The Unity of Motorcycle Taxi Drivers Suka Bangun - is able to provide personal protective equipment standards as masks to protect the respiratory systems from harmful gases and for the motorcycle taxi drivers to be routinely checked on health cares. Keywords : Vital Lung Capacity, Age, Smoking, Masks, Motorcycle Taxi Drivers PENDAHULUAN Ojek atau ojeg adalah transportasi umum informal di Indonesia yang berupa sepeda motor. Disebut informal karena keberadaannya tidak diakui pemerintah dan tidak ada izin untuk pengoperasiannya. Penumpang biasanya satu orang namun kadang bisa berdua. Dengan harga yang ditentukan dengan tawar menawar dengan supirnya dahulu setelah itu sang supir akan mengantar ke tujuan yang diinginkan penumpangnya. Semakin banyak jumlah kendaraan bermotor yang digunakan per satuan waktu pada wilayah tertentu, semakin tinggi pencemaran udara. Pada tahun 2009 diperkirakan jumlah kendaraan bermotor di Kalimantan Barat sekitar 1.038.644 unit kendaraan bermotor. Khusus untuk Kabupaten Ketapang data tahun 2009 berjumlah sekitar 94.660 unit dengan jumlah sepeda motor 94.660 unit bahkan jumlah tersebut tahun 2012 diperkirakan bertambah pesat. [1] Berbagai pencemaran udara akan 126 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik
memberikan efek yang sangat buruk terutama terhadap sistem pernapasan, karena pencemaran udara oleh partikulat debu dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan kronis seperti broncitis kronis, emfisema paru, asma broncial dan bahkan kanker paru. Gangguan sistem pernapasan ini akan menurunkan kemampuan fungsi paru, dimana gangguan terhadap penurunan fungsi paru ini dapat diketahui dari volume udara. Volume udara itu sendiri digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kondisi faal paru apakah masih dalam kondisi yang prima ataukah tidak.[2] Pelabuhan ketapang merupakan daerah transit dimana banyak terjadi aktivitas transportasi melalui laut dengan menggunakan kapal express. Kapal express yang hanya mengangkut penumpang dan barang tanpa membawa kendaraan bermotor, dimanfaatkan para tukang ojek untuk mencari penghasilan. Tukang ojek menjadi pilihan utama karena kelebihannya dengan angkutan lain yaitu harganya yang terjangkau, lebih cepat dan dapat menjangkau daerah-daerah dengan ganggang yang sempit dan sulit dilalui oleh mobil. Berdasarkan kondisi inilah, tukang ojek bisa bekerja seharian dengan waktu yang tidak menentu, bisa dimulai dari pagi hari, siang hari, bahkan sampai malam hari. Hal ini tentu saja dapat berisiko tinggi terhadap gangguan saluran pernapasan tukang ojek, karena menghirup udara yang kualitasnya buruk bagi kesehatan dari emisi gas buang dari berbagai kendaraan bermotor lain yang ada di jalan raya. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada 10 orang tukang ojek tanggal 8 Juli 2012 di tiga pangkalan ojek di Kabupaten Ketapang, diperoleh informasi bahwa 60% tukang ojek memiliki Kapasitas Vital Paru yang tidak normal. Prevalensi permasalahan dengan pernapasan tertinggi (50%) terdapat pada penyakit batuk, 33,3% untuk masing-masing penyakit batuk dan nyeri dada, batuk dan sesak dada, TBC dan asma, 16,7% menderita penyakit lainnya. Penurunan kapasitas vital paru juga dapat dipengaruhi oleh faktor umur. Ratarata umur tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang di atas 40 tahun. Sembilan puluh persen diantaranya memanfaatkan waktu senggangnya sambil menunggu penumpang dengan menghisap rokok. Kebiasaan merokok tersebut didukung pula dengan kebiasaan tukang ojek yang bekerja tidak menggunakan masker sebagai alat pelindung pernapasan sehingga berdampak pada penurunan kapasitas vital paru tukang ojek. Lamanya tukang ojek bekerja juga mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Rata-rata tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang sudah bekerja cukup lama, sekitar 70% bekerja lebih dari tahun 10 tahun dan 30% bekerja kurang dari 10 tahun. Tukang ojek bekerja dalam sehari tergantung jarak tempuh mengantar penumpang, akan tetapi jika mengantar penumpang yang jaraknya km bisa saja tukang ojek bekerja lebih dari 12 jam/hari. Selain itu, status gizi juga dapat memicu penurunan kapasitas vital paru. Dari hasil observasi menunjukkan sebagian besar status gizi tukang ojek normal yaitu sebesar 60%. Namun, perilaku-perilaku tukang ojek yang tidak baik akan membuat status gizi Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 127
yang tidak normal bertambah dan memicu penurunan kapasitas vital paru. Para tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang memiliki kesadaran yang kurang terhadap pelayanan kesahatan. Apabila menderita sakit, kurang lebih 66,7% responden memilih membeli obat sendiri di Apotek atau toko obat, sedangkan selebihnya berobat ke sarana pelayanan kesehatan ataupun memilih untuk tidak berobat dan menganggap keluhan batuk yang diderita biasa saja hanya karena pengaruh merokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Kabupaten Ketapang. METODE PENELITIAN crosssectional. Sampel dalam penelitian ini merupakan tukang ojek yang tidak menderita penyakit pernapasan dan bekerja rutin setiap hari yang berjumlah 54 orang. Uji yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji ChiSquare. Variabelvariabel yang digunakan adalah variabel umur, kebiasaan merokok, pemakaian masker, masa kerja, lama kerja/hari, status gizi, dan kapasitas vital paru.hasil dan Pembahasan1. Analisa univariatanalisis dilakukan untuk memberikan diskripsi atau gambaran terhadap variabel umur, kebiasaan merokok, pemakaian masker, masa kerja, lama kerja/hari, status gizi dan kapasitas vital paru di Pelabuhan Suka Bangun Kabupaten Ketapang. Analisis univariat dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: Penelitian ini menggunakan penelitian Observasional analitik dengan pendekatan Tabel 1. Analisis univariat umur, kebiasaan merokok, pemakaian masker, masa kerja, lama kerja/hari, status gizi dan kapasitas vital paru di Pelabuhan Suka Bangun Kabupaten Ketapang. Umur Berisiko Tidak Berisiko Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok Pemakaian Masker Tidak Memakai Memakai Masa Kerja Berisiko Tidak Berisiko Lama Kerja/hari Berisiko Tidak Berisiko Variabel f % 25 46,3 29 53,7 30 55,6 24 44,4 31 57,4 23 42,6 38 16 17 37 70,4 29,6 31,5 68,5 128 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik
Status Gizi Gemuk Normal Kurus Kapasitas Vital Paru Tidak Normal Normal 2 49 3 29 25 3,7 90,7 5,6 53,7 46,3 Berdasarkan analisis univariat variabel independen, diperoleh sebagian besar tukang ojek memiliki umur yang tidak berisiko (53,7%), memiliki kebiasaan merokok (55,6%), tidak memakai ma kerja berisiko (70,4%), lama kerja/hari (68,5%), status gizi normal (90,7%), dan kapasitas vital paru tidak normal (53,7%). 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sebagaimana terlihat pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Analisis bivariat hubungan antara umur, kebiasaan merokok, pemakaian masker, masa kerja, lama kerja/hari, dan status gizi dengan kapasitas vital paru di Pelabuhan Suka Bangun Kabupaten Ketapang. Kapasitas Vital Paru Total p PR Tidak Normal Normal m n % n % n % Umur Berisiko 15 60 10 40 25 Tidak 0,557 1,607 Berisiko 14 48 3 15 51,7 29 Kebiasaan Merokok Merokok 22 73,3 8 26,7 30 Tidak Merokok 7 29,2 17 70,8 24 Pemakaian Masker Tidak memakai Memakai Masa Kerja Berisiko Tidak Berisiko Lama Kerja/hari Berisiko Tidak Berisiko Status Gizi Kurus Normal Gemuk 21 8 25 4 9 20 2 25 2 67,7 34,8 65,8 25,0 52,9 54,1 66,7 51,0 10 15 13 12 8 17 1 24 0 32,3 65,2 34,2 75,0 47,1 45,9 33,3 49,0 0 31 23 38 16 17 37 3 49 2 0,003 2,514 0,034 1,948 0,014 2,632 1,000 0,979 0,355 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 129
Berdasarkan analisis bivariat pada tabel 2 di atas diketahui bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok (p = 0,003 ; PR=2,514), pemakaian masker (p = 0,034 ; PR=1,948), masa kerja (p = 0,014 ; PR=2,632), sedangkan untuk variabel umur, lama kerja, status gizi tidak terdapat hubungan dengan umur (p= 0,557), lama kerja (p = 1,000), dan status gizi (p = 0,355). PEMBAHASAN 1. Hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang Hasil analisis dari tabel bivariat menunjukkan bahwa proporsi responden yang memiliki umur yang berisiko (> 38,37 Tahun) cenderung kapasitas vital parunya tidak normal sebesar 60% lebih besar daripada responden yang memiliki umur yang tidak berisiko (= 38,37 Tahun) sebesar 48,3%. Hasil uji Chi-Square (Continuity correction) diperoleh nilai p = 0,557 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak ± 5 liter. Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal ± 3 liter udara. Pada waktu bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2600 cc (2,5 liter) jumlah pernapasan. Dalam keadaan normal: Orang Dewasa : 16-18 kali per menit Anak-anak : 24 kali per menit Bayi kira-kira : 30 kali per menit. Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa pada orang dewasa jumlah pernapasannya antara 16-18 kali per menit, pada anak-anak sekitar 24 kali per menit sedangkan pada bayi kira-kira 30 kali per menit. Walaupun pada pernapasan pada orang dewasa lebih sedikit daripada anakanak dan bayi, akan tetapi kapasitas vital paru orang dewasa lebih besar dibandingkan dengan anak-anak dan bayi. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya. [2] Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Widodo (2007) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja pembuatan genteng di Malindo Sakka Kebumen. Dari hasil ukur yang dilakukan tidak terdapat hubungan antara umur dengan gangguan kapasitas vital paru pekerja pembuatan genteng (pvalue =0,37). [3] Penelitian ini menunjukkan bahwa 10 dari 25 tukang ojek yang berumur > 38,37 tahun hampir setengahnya (40%) tidak mengalami penurunan kapasitas vital paru. Artinya usia yang beresiko terjadi penurunan kapasitas vital paru (= 38,37 tahun) masih banyak yang kapasitas vital parunya berada pada batas normal. Dan walaupun umur tukang ojek rata-rata = 38,37 tahun tetapi tukang ojek tidak merokok sehingga kapasitas vital paru normal. Ini salah satu sebagai sebab tidak ada hubungan antara variabel umur dengan kapasitas vital paru ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Meskipun tidak ada hubungan akan tetapi ada kecenderungan dimana proporsi umur tukang ojek yang berisiko (> 38,37 Tahun) cenderung kapasitas vital parunya tidak normal sebesar 60% lebih besar daripada responden yang memiliki umur 130 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik
yang tidak berisiko (= 38,37 Tahun) sebesar 48,3%. Menurut Widodo (2007) usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur [3]. Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru. Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik (Suyono, 2001). [4] Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dalam penelitian Mila (2006), yang bahwa semakin bertambah usia maka akan dapat menurunkan kapasitas vital paru seseorang. Penurunan kapasitas vital paru dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi penurunan kapasitas vital paru akan cepat setelah umur 40 tahun. [5] Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka perlu adanya pembatasan umur bagi masyarakat yang akan bekerja sebagai tukang ojek atau proses rekrutmen yang lebih mengutamakan umur yang lebih muda agar dapat mengurangi risiko terjadinya penurunan kapasitas vital paru yang dapat menghambat produktivitas kerja dan penghasilan para tukang ojek. 2. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang Hasil analisis dari tabel bivariat menunjukkan bahwa proporsi responden yang mempunyai kebiasaan merokok cenderung kapasitas vital parunya tidak normal sebesar 73,3% lebih besar daripada responden yang tidak merokok sebesar 29,2. Hasil uji Chi-Square (Continuity Correction) diperoleh nilai p = 0,003, jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai PR = 2,514 artinya prevalensi kapasitas vital paru responden yang merokok 2,514 kali lebih besar dibandingkan dengan prevalensi kapasitas vital paru responden yang tidak merokok. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak. Pada saluran pernapasan kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruktif paru menahun [6]. Kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan paru berupa bronchitis dan emfisema. Padaz kedua keadaan ini terjadi penurunan fungsi paru dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit tersebut. Selain itu pecandu rokok sering menderita penyakit batuk kronis, kepala pusing, perut mual, sukar tidur dan lain-lain. Kalau gejalagejala di atas tidak segera diatasi maka gejala yang lebih buruk lagi akan terjadi, seperti semakin sulit untuk bernapas, kecepatan pernapasan bertambah, kapasitas vital berkurang, dan lain-lain. Menurut Suyono (2001) Inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 131
penyakit saluran pernapasan pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja.[4] Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2005) tentang analisis faktor resiko paparan debu kayu terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja industri pengolahan kayu PT. Surya Sindoro Sumbing Wonosodo, dimana penelitian tersebut menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan kapasitas fungsi paru pekerja (p= 0,021).[7] Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Widodo (2007) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja pembuatan genteng di Malindo Sakka Kebumen [3]. Dari hasil ukur yang dilakukan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan gangguan kapasitas vital paru pekerja pembuatan genteng (p value = 0,22) [3]. Dari hasil penelitian dan beberapa teori yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa kebiasaan merokok berhubungan erat dengan terjadinya penurunan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Kabupaten Ketapang. Ancaman penurunan kapasitas vital paru tukang ojek semakin meningkat seiring denganpeningkatan populasi masyarakat yang menjadi perokok. Upaya yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dengan melakukan penyuluhan kepada tukang ojek untuk mengurangi kebiasaan merokok agar kesehatannya lebih terjaga, misalnya mengganti rokok dengan permen yang beraroma cengkeh. 3. Hubungan antara pemakaian masker dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Hasil analisis dari tabel bivariat menunjukkan bahwa proporsi responden yang tidak memakai masker cenderung kapasitas vital parunya tidak normal sebesar 67,7%lebih besar daripada responden yang memakai masker (34,8%). Hasil uji Chi- S q u a r e ( C o n t i n u i t y C o r r e c t i o n ) diperolehnilai p = 0,034 lebih kecil dari á = 0,05 yang artinya Ho ditolak (Ha diterima), jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemakaian masker dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Berdasarkan hasil analisis diperoleh pula nilai PR = 1,948 artinya prevalensi kapasitas vital paru responden yang tidak memakai masker 1,948 kali lebih besar dibandingkan dengan prevalensi kapasitas vital paru responden yang menggunakan masker. Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan kerja. APD tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuh tenaga kerja, tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi [8].Alat pelindung pernapasan dapat berupa masker untuk melindungi debu atau partikelpertikel yang lebih besar yang masuk ke 132 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik
dalam pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu [8]. Hasil penelitian yang dilakukan Nerentina dan Suswardany (2008) menunjukkan ada hubungan antara kedisplinan pemakaian masker dengan penurunan fungsi paru pada tenaga kerja bagian weaving PT. Kusumahadi Santosa Jaten Karanganyar [9]. Selain itu, penelitian yang dilakukan Nugroho (2012) juga mendapatkan adanya hubungan yang signifikan antara pemakaian APD dengan kejadian kelainan fungsi paru. Hal ini ditunjukkan dengan adanya nilai p= 0,003 (p<0,05) dan OR = 3.39 menunjukkan pekerja yang kadang-kadang atau tidak memakai APD beresiko mendapatkan gangguan fungsi paru sebanyak 3.39 kali dibanding dengan pekerja yang memakai APD [10]. Berdasarkan penjelasan di atasdapat disimpulkan bahwa pemakaian APD (masker) berhubungan dengan terjadinya penurunan kapasitas fungsi paru tukang ojek. Ancaman penurunan kapasitas vital paru tukang ojek semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi tukang ojek yang tidak menggunakan masker pada saat bekerja. Berdasarkan hasil dari penelitian ini disarankan agar diadakannya sosialisasi dari dinas pekerjaan umum dan dinas kesehatan setempat tentang pentingnya pemakaian alat pelindung diri khususnya masker kepada tukang ojek agar pada saat bekerja untuk dapat mengurangi tingkat keparahan dari penurunan kapasitas vital paru yang mungkin terjadi 4. Hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang Hasil analisis dari tabel bivariat menunjukkan bahwa proporsi responden yang memiliki masa kerja yang berisiko (= 10 Tahun) cenderung kapasitas vital parunya tidak normal sebesar 65,8%lebih besar daripada responden yang memiliki masa kerja yang tidak berisiko (< 10 Tahun) sebesar 25,0%. Hasil uji Chi-Square (Continuity Correction) diperoleh nilai p = 0,014, jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai PR = 2,632 artinya prevalensi kapasitas vital paru responden yang masa kerja = 10 tahun 2,632 kali lebih besar dibandingkan dengan prevalensi kapasitas vital paru responden yang masa kerja < 10 tahun. Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan dan sebagainya) [11].Menurut Mila (2006) masa kerja adalah lamanya tenaga kerja bekerja dalam (Tahun) dalam satu lingkungan perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian berlangsung. Teori yang dinyatakan oleh Suyono (2001) yang menyatakan bahwa hubungan paparan efek bergantung pada lamanya paparan [4]. Selain itu teori yang dinyatakan Suma'mur (1994) bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 133
kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja maka akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja [12]. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Latif (2006) bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pekerja [13]. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2005) juga menyatakan bahwa masa kerja merupakan faktor resiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja [8].Namun, hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Trisnawati (2007), dari hasil ukur yang dilakukan tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru tukang ojek di alun-alun Unggaran Kabupaten Semarang [14]. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama responden bekerja sebagai tukang ojek maka semakin besar resiko mengalami gangguan kapasitas vital paru yang ditandai oleh menurunnya kapasitas vital paru. Berdasarkan hasil dari penelitian ini disarankan agar tukang ojek senantiasa memeriksakan kesehatan ke puskesmas atau pelayanan kesehatan agar dapat mendeteksi dini kemungkinan gangguan kesehatan yang dialami sehingga dapat melakukan pencegahan dan pengobatan dini dan menggunakan alat pelindung pernapasan untuk mengurangi resiko terpapas secara langsung. Dan bagi tukang ojek yang sudah lama bekerja hendaknya dapat menyisihkan uang untuk persiapan membuka usaha sendiri sehingga tidak selamanya bergantung pada pekerjaan sebagai tukang ojek. 5. Hubungan antara lama kerja/hari dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Hasil analisis dari tabel bivariat menunjukkan bahwa proporsi responden yang memiliki lama kerja/hari yang tidak berisiko (= 8 jam/hari) cenderung kapasitas vital parunya tidak normal sebesar 54,1%lebih besar daripada responden yang memiliki lama kerja/hari yang berisiko (> 8 jam/hari) sebesar 52,9%. Hasil uji Chi- Square (Continuity Correction) diperoleh nilai p = 1,000, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja/hari dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Lamanya seseorang bekerja dalam sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Jika bekerja lebih dari jam tersebut maka dapat mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas serta kecenderungan timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan [15]. Namun, tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang lebih banyak yang bekerja = 8 jam per hari dari pada yang > 8 jam per hari. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan 37 (68,5%) tukang ojek memiliki lama kerja = 8 jam/hari (tidak berisiko), ini dapat menjadi salah satu penyebab tidak berhubungannya variabel lama bekerja dengan kapasitas vital paru. Selain itu, tidak berhubungannya lama bekerja dengan kapasitas vital paru karena proporsi responden yang memiliki lama kerja/hari yang tidak berisiko (= 8 jam/hari)cenderung kapasitasvital parunya tidak normal sebesar54,1%lebih besar 134 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik
daripada responden yang memiliki lama kerja/hari yang berisiko (> 8 jam/hari) sebesar 52,9%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Trisnawati (2007) pada tukang ojek di Alun-Alun Ungaran Kabupaten Semarang [16] dengan nilai p = 0,689 dan Widodo (2007) [3] padapekerja pembuatan genteng di MalindoSokka Kebumen dengan nilai p = 0,43 yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara lama kerja dengan kapasitas vital paru. Berdasarkan dari hasil penelitian ini, maka disarankan kepada tukang ojek tetap bekerja dalam kurun waktu 6-8 jam per hari agar tidak terkena resiko penurunan kapasitas vital paru dan menggunakan APD selama bekerja agar berapa lama pun bekerja risiko penurunan kapasitas vital paru dapat berkurang. 6. Hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang Hasil analisis dari tabel bivariat menunjukkan bahwa proporsi responden yang memiliki status gizi gemuk (IMT>25,0) cenderung kapasitas vital parunya tidak normal sebesar %lebih besar daripada responden yang memiliki status gizi kurus (IMT <18,5) sebesar 66,7% maupun responden yang memiliki status gizi normal (IMT 18,5-25,0) sebesar 51,0%. Hasil uji Chi-Square (Pearson Chi-Square) diperoleh nilai p = 0,355 lebih besar dari á = 0,05 yang artinya Ho diterima (Ha ditolak), jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Indeks massa tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang dapat dilihat dari proporsi responden yang memiliki status gizi gemuk (IMT>25,0)cenderung kapasitasvital parunya tidak normal sebesar%lebih besar daripada responden yang memiliki status gizi kurus (IMT <18,5) sebesar 66,7% maupun responden yang memiliki status gizi normal (IMT 18,5-25,0) sebesar 51,0%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Trisnawati (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru Tukang Ojek di Alun-Alun Ungaran Kabupaten Semarang bulan Maret tahun 2007 yang menyatakan bahwa Tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kapasitas vital paru (p= 0,272) [15]. Namun, hasil ini tidak sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital patu orang kurus panjang biasanya kapasitasnya lebih dari orang gemuk pendek. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) merupakan masalah penting karena selain mempunyai Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 135
resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja [16]. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Orang kurus panjang biasanya kapasitasnya lebih dari orang gemuk pendek. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja [16]. Faktor yang diduga menjadi penyebab status gizi tidak berhubungan dengan kapasitas vital paru adalah jumlah responden yang sedikit dan sebagian besar responden telah terpapar oleh faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan menurunnya kapasitas vital paru, sehingga banyak responden yang status gizinya normal(90,7%), satus gizi kurus (5,6%)dan status gizi gemuk (3,7%), namun kapasitas vital paru responden tidak normal dan tidak ada variasi data. Oleh karena itu untuk peneliti selanjutnya agar dapat menggunakan sampel lebih banyak lagi agar memiliki variasi data. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Tidak ada hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. 2. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. 3. Ada hubungan antara pemakaian masker dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. 4. Ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. 5. Tidak ada hubungan antara lama kerja/hari dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. 6. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Ketapang. Saran 1. Bagi Tukang Ojek disarankan untuk mengurangi kebiasaan merokok dengan mengganti rokok dengan permen yang beraroma cengkeh. Tukang ojek yang sudah lama bekerja lebih dari 10 tahun untuk senantiasa memakai masker pada saat bekerja 2. Bagi Pengelola POS (Persatuan Ojek Suka Bangun) Disarankan agar diadakannya sosialisasi dari dinas pekerjaan umum dan dinas kesehatan setempat tentang pentingnya pemakaian alat pelindung diri khususnya masker kepada tukang ojek. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian tentang kebiasaan olahraga, riwayat penyakit paru dan paparan debu tukang ojek dengan kapasitas vital paru. 136 Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2010. Kalimantan Barat Dalam A n g k a. h t t p : / / k a l b a r p r o v. go.id/statistik/2010/file/kda201.pd f (Diakses 8 September 2012). B.A.C, Syaifudin. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Siswa Perawat. EGC. Jakarta. Widodo, Tri Adi. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan kapasitas Vital paru pada pekerja pembuatan genteng. Skripsi. UNNES. Semarang. (tidak dipublikasikan). Suyono, Joko. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. EGC. Jakarta. Mila, Siti M. 2006. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan M a s k e r P a d a Te n a g a K e r j a Pengamplasan Dengan Kapasitas Fungsi Paru PT Ascent House Pecangaan Jepara. Skripsi. UNNES. Semarang.(tidak dipublikasikan). Depkes RI, 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta. 2005. Analisis Faktor Risiko Paparan Debu Kayu Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu PT. Surya Sindoro Sumbing Wonosodo. Skripsi. UNNES. Semarang. (tidak dipublikasikan). Budiono, A.M. Sugeng, dkk. 2002. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit UNDIP. Semarang. Nerentina dan Suswardany. 2008. Pengaruh kedisiplinan pemakaian masker terhadap penurunan fungsi paru pada tenaga kerja bagian weaving PT. K u s u m a h a d i S a n t o s a J a t e n Karanganyar. Jurnal Kesehatan. 11-18. Nugroho.2012. Hubungan konsentrasi debu total dengan gangguan fungsi paru pada pekerja di PT.KS. Thesis. Universitas Indonesia.Depok (tidak publikasikan). Depdikbud.2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. P.K. Suma'mur. 1994. Kesehatan Kerja. Widya Medika. Jakarta. Latif, Rr. Vita Nur. 2006. Hubungan lama bekerja dengan kapasitas vital paru o p e r a t o r S P B U S a m p a n g a n S e m a r a n g. S k r i p s i. U N N E S. Semarang. (tidak dipublikasikan). Trisnawati, Hanida. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Tukang Ojek di Alun-Alun Unggaran Kabupaten Semarang. Skripsi. UNNES. Semarang. (tidak dipublikasikan). P.K. Suma'mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Gunung Agung. Jakarta. Supariasa, Nyoman I Dewa. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta Jurnal Mahasiswa dan Penelitian Kesehatan - JuManTik 137