PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

Pembebanan Jaminan Fidusia

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapi.

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukm normatife-terapan, karena didalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II LANDASAN TEORI

sebagaimana tunduk kepada Pasal 1131 KUHPer. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia karena akta fidusia tidak didaftarkan maka jaminan tersebut

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha untuk melaksanakan pembangunan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.

FIDUCIARE EIGENDOMS OVERDRACHTS SEBAGAI. PENJAMINAN KREDIT UmKM

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

Transkripsi:

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Agustina Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik ABSTRAK Fidusia adalah lembaga jaminan bentuk baru atas benda bergerak disamping gadai dimana dasar hukumnya yurisprudensi. Walaupun lembaga Fiducia ini sudah melembaga dalam praktek perfifan khususnya FIFAstra, tidak terlepas dari cacat. Dimana menjadi persoalan adalah ketentuan mana yang akan diterapkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, penelitian kepustakaan yaitu meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberi jaminan fidusia ini merupakan perjanjian yang bersifat accessoir dari suatu perjanjian pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 dan harus dibuat dengan suatu akta notaris yang disebut sebagai Akta jaminan fidusia. Kesimpulannya adalah dalam Fiducia benda jaminan tidak diserahkan secara nyata oleh debitur kepada kreditur, yang diserahkan hanyalah hak milik secara kepercayaan. Benda jaminan masih tetap dikuasai oleh debitur dan debitur masih tetap bisa mempergunakan untuk keperluan sehari-hari. Kata Kunci : Fidusia, Pengaturan Fidusia, FIFAstra, Debitur, Kreditur a. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan perekonomian pada dasarnya, pinjam-meminjam uang atau pemberian kredit oleh FIF atau non FIF diberikan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk membayar kembali dengan syarat melalui perjanjian utang piutang di antara kreditur dan debitur. Perjanjian kredit yang dibuat oleh FIF ataupun non FIF kepada debitur merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara kreditur dan debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak sehubungan dengan pemberian kredit. Salah satu lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum jaminan di Indonesia adalah lembaga jaminan fidusia. Fidusia yang berarti penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan memberikan kedudukan kepada debitur untuk tetap menguasai barang jaminan. Lembaga jaminan fidusia telah diakui eksistensinya dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, yang telah diundangkan pada tanggal 30 September 1999. Sebagaimana diketahui bahwa jaminan fidusia adalah hak agunan/jaminan atas benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud, atau yang tidak dapat dibebani hak tanggungan menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang dimiliki oleh penerima fidusia yang terdaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu dan yang mempunyai hak untuk didahulukan dari pada kreditur lainnya. Suatu perjanjian penjaminan, biasanya memang antara kreditur dan debitur disepakati janji tertentu, yang pada umumnya dimaksudkan memberikan suatu posisi yang kuat bagi kreditur dan nantinya sudah didaftarkan dengan maksud juga untuk mengikat pihak ketiga. Dengan demikian, ikatan jaminan dan janji-janji fidusia menjadi terdaftar dan yang demikian bisa menjadi milik penerima fidusia sedangkan terhadap penerima fidusia perlindungan hukum yang diberikan lewat perjanjian jaminan fidusia sesuai mengikat pihak ketiga. Bentuk kelemahan diperburuk dengan tindakan praktek penerapan perjanjian fidusia dilapangan, berupa tidak dilakukannya pendaftaran benda jaminan fidusia (hanya berhenti pada pembuatan akta otentik), dilakukannya negosiasi yang memberikan biaya tambahan bagi penerima fidusia pada saat mengeksekusi benda jaminan fidusia, sehingga sertifikat fidusia tidak memberikan pendidikan hukum dalam masyarakat. Sehingga tidak mengherankan akibat praktek dilakukan secara damai dalam kasus-kasus lamban dan susahnya eksekusi jaminan fidusia menjadi persoalan, dalam pra survey yang peneliti lakukan, misalnya pada karyawan FIFAstra 46

perjanjian fidusia tidak efektif karena susahnya pelaksanaan eksekusi. 1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas, peneliti dapat menarik perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan perjanjian kredit jaminan fidusia berdasarkan Undang- Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia? 2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit jaminan fidusia di FIFAstra? b. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perjanjian Kredit 2.1.1. Pengertian Perjanjian Menurut pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa : suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Defenisi dalam pasal tersebut diatas sebenarnya belum memuaskan, sehingga banyak para sarjana yang menjelaskan defenisi perjanjian secara terperinci antara lain adalah R. Subekti yang memberikan defenisi bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sehingga tiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. 2.1.2. Pengertian Kredit Sedangkan arti kredit dalam dunia perfifan di Indonesia dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) (11) Undang -Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang PerFIFan yaitu : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara FIF dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah suatu jangka waktu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 2.1.3. Pengertian Fidusia Fiducia yang lengkapnya disebut Fiduciaire Eigendom Overdracht (FEO) adalah lembaga jaminan bentuk baru atas benda bergerak disamping gadai dimana dasar hukumnya yurisprudensi. Lembaga ini banyak disebut dengan bermacam-macam nama. Menurut Subekti pengertian "Fiducia" adalah penyerahan secara kepercayaan. Selanjutnya Subekti menyatakan bahwa perkataan "fiduciaire" yang berarti secara kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh satu pihak kepada pihak lain bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai pemindahan milik, sebenarnya (ke dalam) hanya suatu jaminan saja untuk suatu hutang. 2.1.4. Sifat dan Bentuk Perjanjian Fidusia Pendapat pertama mengemukakan bahwa perjanjian Fiducia itu bersifat zakelijk (kebendaan). Pendapat kedua mengatakan, bahwa perjanjian Fiducia merupakan perjanjian yang bersifat persoonlijk (perorangan). Bentuk perjanjian Fiducia dalam praktek disyaratkan tertulis, namun tidak perlu adanya penyerahan nyata. 2.1.5. Obyek Jaminan Fidusia Menurut sejarah pada mulanya yang menjadi obyek Fiducia adalah benda-benda bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya tidak sedikit pula benda yang tidak bergerakpun juga menjadi obyek Fiducia. Obyek fidusia diantaranya adalah benda-benda bergerak/berwujud, benda bergerak tidak berwujud, benda tetap. Dalam hal ini para sarjana banyak yang sepakat bahwa obyek jaminan Fiducia tidak hanya terbatas pada benda bergerak saja, tetapi juga benda tidak bergerak bisa dijadikan obyek jaminan Fiducia (didasarkan Undang -Undang Nomor 16 pasal 1 angka 8 Tahun 1985). c. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian Menggunakan metodologi berikut : 1. Type Penelitian Dalam metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, penelitian kepustakaan yaitu meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. 2. Pendekatan Masalah Untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini, digunakan pendekatanpendekatan sebagai berikut : - Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) - Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach) - Pendekatan kasus (Case Approach) 3.2. Metode Pengumpulan Data Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara membaca, mempelajari dan mengidentifikasi seluruh data baik peraturan 47

perundang-undangan, kepustakaan dan putusan pengadilan yang berkaitan dengan kasus-kasus yang ada, data bersifat umum kemudian ditarik atau disimpulkan menjadi khusus, sehingga data yang diperoleh berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 3.3. Metode Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian langkah pengumpulan data adalah melalui studi kepustakaan, yaitu semua data yang terkait dengan pokok permasalahan, data tersebut disusun secara sistematis untuk lebih mudah membaca dan mempelajarinya. d. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Agar perusahaan makin berkembang maju dan kredit yang diberikan dipergunakan dengan semestinya oleh debitur, maka FIFAstra harus memberikan pembinaan dan pengarahan kepada debitur tersebut. Selama diadakan pengawasan dan pembinaan ini, FIFAstra tetap memantau terhadap penggunaan kredit yang dikelola oleh debitur. Apabila selama jangka panjang waktu meminjam kredit tersebut debitur tidak pernah lalai akan kewajibannya untuk membayar angsuran beserta bunganya, maka untuk periode berikutnya FIFAstra dapat memberikan tambahan kredit dan lebih banyak dari nilai kredit yang sebelumnya. Dalam pengajuan permohonan kredit pada FIFAstra ini pada prinsipnya, mengandung asasasas umum hukum perdata yaitu adanya asas kesepakatan di antara para pihak, yakni antara pihak debitur dan pihak FIFAstra sendiri. Apabila seseorang hendak mengajukan permohonan kredit pada FIFAstra maka terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pihak FIFAstra. Ada 5 (lima) tahapan yang berkenaan dengan permohonan kredit yaitu : 1. Pengajuan Kredit di FIFAstra Calon peminjam/nasabah kredit datang ke FIFAstrauntuk mengutarakan maksudnya meminta kredit dengan mengajukan permohonan ke FIFAstra. Formulir permohonan tersebut telah disediakan oleh pihak FIFAstra. Formulir tersebut dicantumkan antara lain: - Nama nasabah - Alamat nasabah/tempat nasabah tersebut menjalankan usahanya. - Besarnya kredit yang diminta, jangka waktu kredit dan keterangan untuk apa kredit tersebut digunakan. - Bentuk jaminan yang akan diserahkan. Setelah itu formulir permohonan kredit akan diteruskan ke bagian kredit untuk diperiksa. 2. Penilaian Kredit di FIFAstra Penilaian kredit akan dilakukan oleh pihak FIFAstra. Dalam tahap ini FIFAstratetap memeriksa apa yang disebut dengan the five C's of credit analisys, seperti yang telah dilakukan oleh FIF-FIF pada umumnya, yakni 1 : a. Character b. Capacity c. Capital d. Condition of economics e. Collecteral 3. Pengambilan Keputusan di FIFAstra Dalam tahapan ini pimpinan FIFAstra mempertimbangkan hasil pemeriksaan oleh petugas FIFAstra pada tahap penilaian yang telah maju. Apabila pimpinan menyetujui, permohonan kreditnya dapat diterima. 4. Realisasi Tahap realisasi merupakan tahap akhir antara debitur mengajukan permohonan kreditnya. Dalam tahap ini pihak FIFAstra dan debitur telah menyetujui perjanjian membuka kredit yang tertuang di dalam akta perjanjian membuka kredit. Proses pendaftaran jaminan Fidusia dimulai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh Notaris, yang kemudian dilakukan pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) sesuai dengan ketentuan pasal 13 ayat (1) Undang Undang Fidusia. Selanjutnya untuk melaksanakan secara teknis ketentuan pasal-pasal Peraturan Pemerintah nomor 86 tahun 2000, maka ditetapkanlah Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Nomor M.01.UM.01.06 tahun 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan Fidusia diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM; 1. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 2. Melalui Kantor Pendaftaran Fidusia; 3. Oleh penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya; 4. dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan Fidusia sesuai formulir yang bentuk dan isinya sudah ditetapkan M.01.UM.01.06 tahun 2000; 5. dilengkapi dengan: a) salinan akta notaris tentang pembebanan jaminan Fidusia, yaitu salinan akta yang menguraikan obyek jaminan Fidusia, termasuk salinan lampiran jika akta tersebut disertai lampiran; b) surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan 1 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hal.71 48

pendaftaran jaminan Fidusia ; bukti pembayaran beaya pendaftaran jaminan Fidusia. Hambatan bagi debitur/nasabah dalam pengembalian, banyak dipengaruhi faktor-faktor yang terdapat di dalam dan di luar pribadi debitur. Faktor yang terdapat dalam diri debitur tersebut disebabkan dari faktor yang bersifat internal, sedangkan yang terjadi di luar diri debitur disebut faktor eksternal. berdasarkan titel eksekutorial ini penerima Fiducia dapat lansung melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum atas objek jaminan Fiducia tanpa melalui pengadilan. Undang-Undang jaminan Fiducia juga memberi kemudahan dalam melaksanakan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi. Kemudahan dalam pelaksanaan eksekusi ini tidak semata-mata monopoli jaminan Fiducia, karena dalam hal gadai juga dikenal lembaga serupa. Pasal 29 Undang- Undang Jaminan Fiducia menyatakan bahwa apabila debitur atau pemberi Fiducia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia dapat dilakukan. Jadi prinsipnya adalah bahwa penjualan benda yang menjadi objek jaminan Fiducia harus melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi. Namun demikian dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik pemberi fiducia dan penerima fiducia, maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi fiducia dan penerima fiducia dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi. Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fiducia mewajibkan pemberi fiducia untuk menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fiducia. Dalam hal pemberi fiducia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fiducia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fiducia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fiducia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang. Khusus dalam benda yang menjadi objek jaminan fiducia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau bursa, penjualannya dapat dilakukan ditempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang pasar modal akan otomatis berlaku. Pengaturan serupa dapat kita lihat juga dalam hal pranata gadai, sebagaimana diatur dalam pasal 1155 ayat (2) Kitab Undang-Undang Perdata. Ketentuan yang diatur dalam pasal 29 dan 31 Undang-Undang Jaminan Fiducia sifatnya mengikat dan tidak dapat dikesampingkan atas kemauan para pihak. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fiducia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dan pasal 31, adalah batal demi hukum (pasal 32 Undang -Undang Jaminan Fiducia). Untuk Hak Tanggungan dapat dilihat pada pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang berbunyi: "Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum". Berdasarkan keterangan di atas didalam praktek sering ditemukan perjanjian fidusia dimana didalamnya dicantumkan ketentuan, bahwa apabila debitor atau pemberi fidusia lalai atau tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan untuk itu, kepada kreditor atau pemberi fidusia diberi kuasa/kewenangan mutlak. dalam arti tidak bisa ditarik kembali dan tidak akan berakhir atas dasar sebab-sebab yang ditentukan dalam Pasal 1813 KUH Perdata. Jaminan fidusia merupakan suatu perjanjian ikutan (accessoir) yang selalu mengikuti perjanjian pokoknya yang baru timbul setelah adanya perjanjian pokok yang mensyaratkan obyek jaminan fidusia sebagai jaminan pelunasan kreditnya. Yang dimaksud dengan perjanjian pokok (obligatoir) adalah perjanjian kredit antara pihak pemberi kredit, yaitu FIF dengan calon penerima kredit atau debitomya, yang merupakan perjanjian dasar. Bentuk dari perjanjian kredit ini bebas, artinya tidak disyaratkan dipergunakan bentukbentuk tertentu, baik dalam bentuk akta Notaris Waupun akta di bawah tangan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1338 ayat (I) KUH Perdata. Jika debitor tidak dapat memenuhi prestasi secara sukarela, maka kreditor mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya terhadap harta kekayaan debitor yang dipakai sebagai jaminan. Hak pemenuhan dari kreditor itu dilakukan dengan cara penjualan dimuka umum karena adanya janji terlebih dahulu dengan cara eksekusi atau bisa juga dengan penyitaan terhadap benda-benda tersebut untuk pelunasan piutang kreditor. Sebagaimana ditentukan oleh Pasal 5 ayat (1) Undang -undang Jaminan Fidusia, bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan fidusia. Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwasanya setiap pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris. Apabila suatu pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta dibawah tangan. Dengan nilai penjaminan yang besar maka, secara otomatis terhadap pembebanan tersebut tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang berakibat tidak menjamin kepentingan pihak penerima fidusia. Sebelum lahirnya Undangundang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jarninan Fidusia, tidak ada kewajiban pendaftaran 49

pembebanan jaminan fidusia, dan ketentuan yang menyangkut pembebanan jaminan fidusia tersebut. Sehingga tidak dapat terbit Sertifikat Jaminan Fidusia yang memiliki titel eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Lahimya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 maka pembebanan jaminan fidusia wajib didaftarkan sesuai dengan kriteria dan nilai penjaminan. FIFAstra selaku penerima fidusia hendaknya diberi hak atas dasar suatu kuasa yang tercantum pada akta jaminan fidusia, untuk setiap saat memasuki tempat dimana jaminan berada/disimpan, untuk memeriksa keadaannya dan melakukan atau menyuruh segala perbuatan yang seharusnya dilakukan untuk mempertahankan agar jaminan dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Hal ini dimaksudkan agar terdapat kontrol terhadap obyek jaminan, sehingga setiap saat FIF dapat mengetahui keadaan dan keberadaan obyek jaminan, jangan sampai obyek jaminan fidusia hilang, mengalami kerusakan, atau hal-hal lain yang berakibat turunnya nilai jaminan. Untuk menjamin kepentingan semua pihak, baik kreditor maupun debitor maka hendaknya dalam akta pemberian jaminan fidusia dicantumkan klausulaklausula yang mengandung janji-janji sehingga mengikat para pihak yaitu debitor sebagai pemberi fidusia dan kreditor sebagai penerima fidusia. Klausula-Klausula yang mungkin dapat dicantumkan dalam akta pemberian jaminan fidusia. Dari hasil penelitian yang penulis temui, dalam praktek terdapat beberapa macam kendalakendala sehubungan dengan pembebanan jaminan fldusia, adalah sebagai berikut: 1. Pembebanan fidusia secara di bawah tangan. Sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia praktek pembebanan jaminan fidusia dapat dilakukan dengan di bawah tangan, namun sejak diberlakukan Undang-undang tersebut maka hal yang demikian tidak diperkenankan lagi. Hal ini terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, menentukan bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam babasa Indonesia dan merupakan akta fidusia. 2. Obyek fidusia tidak diasuransikan. Dengan alasan mengurangi biaya atau beban yang harus ditanggung oleh debitor maka terhadap obyek jaminan fidusia tidak diasuransikan. Hal demikian ini sebenarnya memperlemah posisi kreditor (FIF), dimana setiap saat suatu obyek jaminan fidusia dapat mengalami masuk atau musnah, misalnya: kendaraan bermotor mengalami kecelakaan. Dengan tidak diasuransikan obyek jaminan fidusia maka tidak ada penggantian apabila nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap obyek jaminan fidusia, 3. Akta jaminan fndusia tidak didaftarkan. Sebelum lahimya Undang Nomor 42 Tahun 1999, banyak terjadi di dalam praktek, bahwa akta jaminan fidusia tidak didattarkan. Namun sejak keluarnya Undang-undang Jaminan Fidusia ini, sesuai dengan Pasal 11. maka benda yang dibebani dengan jaminan fidusia ini wajib didaftarkan. Dari permasalahan-permasalahan tersebut, akan penulis bahas alternative-alternatif penyelesaianya dari kendala-kendala di atas sebagai berikut ini : 1. Pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris. Sebagaimana ditentukan oleh Pasal 5 ayat (1) Undang -undang Jaminan Fidusia, bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan fidusia. Apabila suatu pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta dibawah tangan. Dengan nilai penjaminan yang besar, secara otomatis terhadap pembebanan tersebut tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang berakibat tidak menjamin kepentingan pihak penerima fidusia. 2. Setiap pembebanan jaminan fidusia wajib didaftarkan.sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jarninan Fidusia, tidak ada kewajiban pendaftaran pembebanan jaminan fidusia, dan ketentuanketcntuan yang menyangkut pembebanan jaminan fidusia tersebut. Sehingga tidak dapat terbit Sertifikat Jaminan Fidusia yang memiliki titel eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan lahimya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tersebut maka pembebanan jaminan fidusia maka wajib didaftarkan. 3. Pemeriksaan terhadap obyek fidusia oleh Penerima fidusia. Hal ini dimaksudkan agar terdapat kontrol atau pengawasan terhadap obyek jaminan, sehingga setiap saat FIF dapat mengetahui keadaan dan keberadaan obyek jaminan, jangan sampai obyek jaminan fidusia hilang, mengalami kerusakan, atau hal-hal lain yang berakibat turunnya nilai jaminan. 4. Pencantuman klausula-klausula (janji -janji) yang mengatur kepentingan para pihak dalam akta pemberian jaminan fidusia. Untuk menjamin kepentingan semua pihak, baik kreditor maupun debitor maka dalam akta pemberian jaminan fidusia dicantumkan klausula yang mengandung janji sehingga mengikat para pihak yaitu debitor sebagai pemberi fidusia dan kreditor sebagai penerima fidusia. Klausula-Klausula yang mungkin dapat dicantumkan dalam akta pemberian jaminan fidusia 50

5. Mengansuransikan obyek jaminan fidusia. Musnahnya atau rusaknya benda yang menjadi jaminan fidusia tentu menyebabkan hapusnya/berakhimya jaminan fidusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka terhadap benda yang difudisiakan tersebut harus diasuransikan. e. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian sebagai berikut: a. Pengaturan perjanjian kredit fidusia berdasarkan undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas kepercayaan berdasarkan perjanjian kredit dengan ketentuan bahwa benda tetap berada dalam kekuasaan pemilik benda atau debitur. b. Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada umumnya dilakukan dengan menempuh prosedur pengajuan kredit oleh debitur kepada pihak kreditur FIFAstra yaitu : 1. Pengajuan kredit 2. Penilaian terhadap kredit 3. Pengambilan keputusan oleh FIFAstra terhadap pemohon kredit 4. Realisasi kredit 5. Pengawasan-pengawasan terhadap penggunaan kredit dan terhadap barang jaminan. Sesuai dengan sifat ikutan atau accesoir dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia tergantung pada piutang yang dijamin pelunasannya dan apabila piutang tersebut hapus karena lunasnya utang maka jaminan fidusia menjadi hapus. DAFTAR PUSTAKA Badrulzaman, Mariam Darus, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya (Kumpulan Karangan), Penerbit Alumni, Bandung 1981. Hartono, Sunaryati, Mencari Bentuk dan Sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita. Penerbit Alumni, Bandung, 1974. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1980. Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata tentangpersetujuan-persetujuan Tertentu. Penerbit Sumur, Bandung, 1985. Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Penerbit CV. Rajawalai, Jakarta, 1980. Subekti, R., Hukum Perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, Cetakan ke-10, 1985. Syahroni, Ridwan, Masalah Tertumpuknya Beriburibu Perkara di Mahkamah Agung, Penerbit Alumni, Bandung, 1980. Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Kepadatan, Sinar Grafika Cetakan I Tahun 2008. 5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyumbangkan saran demi kemajuan FIFAstra dan pihak lainnya yang membutuhkan. Berikut ini masukan dari peneliti: a. Dalam pemberian kredit dengan jaminan Fiducia, hendaknya pihak FIFAstra sebagai kreditur perlu mengadakan pengawasan/pemeriksaan secara rutin, guna mencegah timbulnya penyalahgunaan terhadap kredit yang diberikan. b. Untuk mencegah dan mengatur kemacetan pengambilan kredit, sudah selayaknya pemerintah menghidupkan kembali lembaga penyanderaan terhadap debitur. 51