Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sawah Tahan Penyakit Tungro di Kabupaten Manokwari Subiadi, Surianto Sipi, Hiasinta F.J. Motulo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, Jl. Base Camp Arfai Gunung Kompleks Perkantoran Pemda provinsi Papua Barat Email : subiadisaide@gmail.com Abstrak Salah satu teknik pengendalian penyakit tungro adalah dengan penggunaan varietas tahan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan 1 atau lebih varietas unggul baru padi sawah tahan penyakit tungro yang sesuai untuk ditanam di Kabupaten Manokwari. Penelitian dilaksanakan di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari Papua Barat pada bulan Februari - Juni 2015. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 ul angan. Perlakuan terdiri dari 5 varietas unggul padi sawah yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, dan Ciherang (pembanding). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, dan Inpari 9 sesuai untuk ditanam di lokasi Sidey Kabupaten Manokwari dengan nilai indek tungro < 200 sedangkan varietas Ciherang tidak sesuai ditanam di daerah yang terserang penyakit tungro (nilai indek tungro > 200). Kata kunci : Padi, tungro, varietas. Pendahuluan Penyakit tungro dilaporkan merupakan salah satu penyakit yang sangat merusak dan menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi pada tanaman padi. Infeksi pada stadia tanaman yang muda dapat menyebabkan kehilangan hasil yang sangat tinggi bahkan puso (Suparyono et al., 2008). Penyakit tungro menyebabkan gagal panen dan kerugian mencapai 25 milliar rupiah terjadi pada tahun 1994-1995 di Provinsi Jawa Timur dan Jawa tengah (Hasanuddin et al., 1999), di India kehilangan hasil mencapai 23-53% (Muralidharan et al., 2003). Penyebaran penyakit tungro tidak hanya di Indonesia tetapi juga di beberapa negara Asia lainnya seperti India, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand (Ling, 1972 ; Suranto, 2004). Kata tungro diartikan sebagai pertumbuhan yang terhambat dan dikenal sebagai Penyakit Merah di Malaysia, yellow-orange leaf di Thailand, Mentek atau Habang di Indonesia, Accepna pula di Filipina (Bunawan et al., 2014). Ledakan penyakit tungro dilaporkan telah terjadi di beberapa negara seperti India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Cina, Thailand, dan Bangladesh. Sebagai salah satu penyakit yang paling merusak, penyakit tungro menyebabkan kehilangan hasil setiap tahunnya sekitar 5% - 10% di Asia Selatan dan Asia Tenggara (Dai & Beachy, 2009). Penyebaran tungro di Indonesia awalnya terbatas di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara, namun kemudian meluas ke Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta (Satomi, 1972). Penyakit tungro ini di Irian Jaya mulai menyerang pada tahun 1985 (Bagian Proyek Informasi Pertanian Irian Jaya, 1986) dan sebuah program inspeksi dan karantina dari Australia (the Australian Quarantine and Inspection Service (AQIS) bekerja sama dengan pemerintah Indonesia mengkonfirmasi tentang keberadaan Rice tungro bacilliform virus (RTBV) di irian Jaya pada April 1999 (Davis et al., 2000). Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda, yaitu virus bentuk batang Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice tungro spherical virus (RTSV). RTBV berdiameter 35 x 150-350 nm dengan panjang 100.300 nm dan RTSV berdiameter 30 nm (Hibino et al., 1978 ; Omura et al., 1983). Kedua jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan 152 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
serologi dan dapat menginfeksi satu sel tanaman secara bersama-sama tanpa mengakibatkan proteksi silang antara keduanya (Mukhopadhyay, 1995). Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau secara semi persisten, tidak terjadi multiplikasi virus di dalam tubuh vektor, dan tidak terbawa pada keturunannya (Hibino & Cabunagan, 1986; Muhsin & Widiarta, 2009). Terdapat lima spesies wereng hijau yang dapat menularkan virus tungro yaitu Nephotettix virescens, N. nigropictus, N. malayanus, N. parvus, dan Recilia dorsalis (Rivera et al., 1968; Dahal et al., 1990). Wereng hijau menularkan virus tungro dengan efisiensi yang berbeda-beda dan N. virescens merupakan vektor terpenting karena efisiensi penularannya paling tinggi (Sogawa, 1976; Siwi & Suzuki, 1991), termasuk di beberapa provinsi di Indonesia yang endemik penyakit tungro (Widiarta et al., 2014). Keberadaan penyakit tungro yang tinggi dapat disebabkan karena pola tanaman yang tidak serempak, sehingga tersedia makanan bagi vektor secara terus menerus, keadaan curah hujan yang cukup tinggi, suhu optimum (20 C - 30 C) selama pertanaman. Ketersediaan inang, curah hujan dan suhu tersebut merupakan keadaan ideal untuk memberi peluang berkembangnya vektor N. Virescens (Pakki, 2011). Tanam serempak membatasi waktu ketersediaan tanaman sakit dan kesempatan perkembangan wereng hijau (Widiarta, 2014). Keberhasilan dalam sistim monitoring tergantung pada kemampuan menetapkan deteksi awal keberadaan vektor sebelum terjadi ledakan (Othman et al., 1999). Penggunaan insektisida untuk mengendalikan vektor tidak efektif (Villareal, 1999). Pengendalian penyakit tungro secara preventif dapat dilakukan dengan pengaturan waktu tanam atau penggunaan tanaman resisten (Holt et al., 1996). Di Kabupaten Manokwari terdapat dua kecamatan (distrik) yaitu Distrik Masni dan Sidey yang endemik penyakit tungro. Pengamatan dan observasi di lapangan terlihat bahwa kondisi pertanaman padi di kabupaten Manokwari khususnya Distrik Sidey banyak terserang penyakit tungro disebabkan oleh sistem tanam yang tidak serempak, dan varietas yang ditanam rentan terhadap serangan penyakit tungro. Produktivitas GKG padi sawah di Sidey tahun 2013 dan 2014 hanya 1,5 2,5 ton/ha (komunikasi pribadi). Salah satu penyebabnya adalah karena serangan penyakit tungro. Penanaman varietas tahan merupakan salah satu teknik pengendalian penyakit tungro yang sangat efisien, murah, ramah lingkungan, dan paling mudah diadopsi petani selama wereng hijau atau virus tungro belum beradaptasi (Sama et al., 1991; Praptana & Muliadi, 2013). Penggunaan varietas tahan virus tungro dianjurkan untuk menggantikan varietas tahan wereng hijau (Burhanuddin et al., 2006), penanaman varietas tahan wereng hijau tidak dapat bertahan lama karena wereng hijau cepat beradaptasi pada varietas tersebut (Hasanuddin, 2008). Khusus untuk varietas padi tahan penyakit tungro sudah tersedia di Indonesia, Philipina, India, dan Banglades (Suparyono et al., 2008; Manzila et al., 2013). Varietas unggul baru tahan virus tungro meliputi Tukad Unda, Tukad Balian, Tukad Petanu, Kalimas, Bondoyudo, Inpari 7 Lanrang, Inpari 8, dan Inpari 9 Elo untuk padi inbrida, sedangkan untuk padi hibrida adalah Hipa 3 dan Hipa 4 (Ladja & Widiarta, 2012). Penelitian bertujuan untuk mendapatkan 1 atau lebih varietas unggul baru padi sawah tahan penyakit tungro yang sesuai untuk ditanam di Kabupaten Manokwari dan keluaran yang diharapkan yaitu diperolehnya 1 atau lebih varietas unggul padi sawah tahan penyakit tungro yang sesuai untuk ditanam di lokasi yang endemik penyakit tungro di Kabupaten Manokwari. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 153
Metodologi Penelitian dilaksanakan pada Februari Juni tahun 2015 di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari. Setiap varietas ditanam dilahan petani sebagai ulangan sebanyak 3 petani (3 ulangan) dengan luas lahan 0,75 hektar per petani. Parameter pengamatan untuk melihat tingkat ketahanan varietas terhadap penyakit tungro meliputi; a. Kerapatan populasi wereng hijau dengan 10 kali ayunan ganda pada 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST). b. Infeksi penyakit tungro (%) diamati pada 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST) dengan 15 tanaman sampel yang diambil secara acak sistematik pada setiap perlakuan per ulangan dan ditentukan dengan rumus menurut Azzam et al. (2000) sebagai berikut : Rentang kejadian (infeksi) penyakit tungro menurut Azzam et al. (2000) adalah; tahan (I = 0-30%), moderat (I = 31-60%), dan peka (I = 61-100%). c. Indeks penyakit tungro diamati pada umur tanaman 8 minggu setelah tanam (MST) dan dinilai dengan skor menurut Azzam et al. (2000) sebagai berikut : Skor 1 = 0% tidak ada gejala serangan 3 = 1-10% terserang, kerdil dan belum menguning 5 = 11-30% terserang, kerdil dan agak menguning 7 = 31-50% terserang, kerdil dan menguning 9 = > 50% terserang, kerdil dan oranye Berdasarkan skala keparahan gejala penyakit tersebut kemudian dihitung indeks penyakit tungro dengan rumus sebagai berikut : dimana, Di = Indeks penyakit tungro n = jumlah rumpun yang terserang tungro dengan skala tertentu tn = total rumpun yang diskala (diamati) Sedangkan rentang indeks penyakit tungro (Di) menurut Azzam et al. (2000) adalah ; tahan (Di = 0-3), moderat (Di = 4-6), dan peka (Di = 7-9). Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian uji adaptasi beberapa varietas unggul baru padi inbrida tahan penyakit tungro di wilayah endemis yang dilaksanakan selama 1 musim tanam menunjukkan bahwa di wilayah sekitar pertanaman penelitian pada area persawahan petani ditemukan intensitas penyakit tungro yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumber inokulum penyakit tungro cukup ideal sebagai sumber infeksi tungro di lapangan. 154 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Tabel 1. Rata-rata kepadatan populasi wereng hijau dan infeksi penyakit tungro pada beberapa varietas padi sawah di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari. Varietas 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST WH WH WH WH I (%) I (%) I (%) I (%) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) Ciherang 1 a 0 6 a 53,3 15 a 77,78 17 a 79,63 Inpari 4 1 a 0 7 a 20,74 24 a 37,41 35 a 37,41 Inpari 7 1 a 0 4 a 11,11 23 a 31,11 11 a 31,11 Inpari 8 0 a 0 3 a 6,67 9 a 25,19 11 a 31,85 Inpari 9 1 a 0 2 a 14,81 9 a 19,26 10 a 35,56 Populasi wereng hijau ditemukan pada semua varietas yang ditanam. Ini menunjukkan bahwa ada potensi terjadinya serangan penyakit tungro pada semua varietas jika sumber penyakit (inokulum) tersedia di lapangan tergantung tingkat ketahanan varietas terhadap penyakit tungro. Populasi wereng hijau mulai ditemukan pada 2 minggu setelah tanam (MST) dengan rata-rata 1 ekor per 10 kali ayunan ganda jaring serangga kecuali pada varietas Inpari 8 tidak ada wereng hijau yang tertangkap dengan jaring serangga. Populasi mulai meningkat pada 4 MST dan populasi tertinggi ditemukan pada varietas Inpari 4 (7 ekor) dan terendah pada Inpari 9 (2 ekor). Begitu pula dengan gejala infeksi penyakit tungro yang mulai teramati pada 4 MST. Kepadatan populasi tertinggi wereng hijau ditemukan pada 8 MST yaitu 35 ekor dengan tingkat infeksi penyakit tungro 37,41% pada Inpari 4 dan 17 ekor dengan tingkat infeksi penyakit tungro 79,63% pada varietas pembanding (Ciherang). Secara keseluruhan, infeksi penyakit tungro tertinggi ditemukan pada varietas Ciherang mulai dari 4 MST sampai dengan 8 MST. Hasil ini menunjukkan bahwa kepadatan populasi tidak berbanding lurus dengan tingkat infeksi penyakit tungro di lapangan. Sehingga seberapa besar tingkat infeksi penyakit tungro tergantung pada tingkat ketahanan varietas yang ditanam. Karena menurut Widiarta et al. (2001), bahwa kepadatan populasi wereng hijau yang rendah tetap efektif menyebarkan virus tungro. Tabel 2. Varietas Keberadaan (infeksi) penyakit tungro (%) dan indeks penyakit tungro pada beberapa varietas padi sawah di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari. Infeksi Penyakit tungro % Sifat Ketahanan Indeks Penyakit Tungro Indeks Penyakit Sifat Ketahanan Kesesuian Ciherang 79,63 b Peka 4,98 b moderat - Inpari 4 37,41 a Moderat 2,59 a tahan + Inpari 7 31,11 a Moderat 2,24 a tahan + Inpari 8 31,85 a Moderat 2,32 a tahan + Inpari 9 35,56 a Moderat 2,42 a tahan + Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa semua varietas yang ditanam terserang penyakit tungro dengan tingkat keberadaan (infeksi) dan indeks keparahan yang berbeda tergantung varietas. Tanaman yang terserang penyakit tungro menunjukkan gejala perubahan warna daun menjadi kuning hingga kuning-orange. Timbulnya penyakit tungro ditentukan oleh adanya vektor (wereng hijau) yang menularkan dan sumber inokulum. Infeksi penyakit tungro tertinggi terjadi pada varietas Ciherang Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 155
yang merupakan varietas yang selalu terdapat di lapangan pada setiap musim tanam pada 5 tahun terkahir di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari. Berdasarkan nilai insiden penyakit tungro, semua varietas memiliki ketahanan moderat terhadap penyakit tungro kecuali varietas Ciherang yang bersifat peka. Namun berdasarkan nilai indeks penyakit tungro, semua varietas yang ditanam bersifat tahan terhadap penyakit tungro kecuali varietas Ciherang yang ketahanannya bersifat moderat. Menurut Praptana & Yasin (2008), bahwa epidemi penyakit tungro dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; 1) tanaman yaitu tingkat ketahanan varietas, keseragaman genetik varietas pada suatu wilayah, tipe dan stadia tanaman, 2) virus tungro yaitu ketersediaan sumber inokulum, variasi dan virulensi strain virus tungro), 3) wereng hijau sebagai vektor yaitu fluktuasi populasi wereng hijau, kepadatan populasi vektor infektif, variasi biotipe, dan efisiensi penularan virus tungro oleh wereng hijau), 4) kondisi lingkungan yaitu iklim, suhu dan kelembaban, dan 5) praktek budi daya. Suatu varietas dikategorikan tidak sesuai untuk ditanam di suatu daerah yang terserang penyakit tungro bila indek tungro 200 yaitu perkalian antara keberadaan atau infeksi penyakit tungro dengan rata-rata nilai skala gejala/indeks penyakit (Widiarta, 2006). Berdasarkan tabel 2, varietas Ciherang mengalami infeksi (keberadaan) penyakit tungro 79,63% dengan skala gejala (indeks) penyakit 4,98 sehingga indek tungro = 396,5 dan >200. Hal ini berarti bahwa varietas Ciherang tidak sesuai untuk ditanam di daerah Sidey yang keberadaan penyakit tungro selalu ada pada setiap musim tanam. Sedangkan keempat varietas lainnya yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, dan Inpari 9 dengan nilai indek tungro masing-masing 96,89; 69,68; 73,89; 86,05 (indek tungro < 200) dan sesuai untuk ditanam di daerah yang terserang penyakit tungro. Skala keparahan penyakit tungro tertinggi terdapat pada varietas Ciherang dengan nilai skala rata-rata 4,98 dengan ciri gejala kerdil dan agak menguning. Hal ini menunjukkan bahwa RTBV dan RTSV menginfeksi secara bersama-sama. Menurut Azzam & Chancellor (2002), Tanaman padi yang terinfeksi oleh RTBV dan RTSV secara bersama-sama akan menyebabkan tanaman kerdil dan perubahan warna daun menjadi kuning-orange. Tanaman padi yang hanya terinfeksi RTBV menyebabkan tanaman agak kerdil dan beberapa daun menguning. Tanaman yang hanya terinfeksi RTSV tidak menunjukkan gejala khas tungro dan kelihatan seperti tanaman sehat. Serangga vektor dapat menularkan hanya RTSV, tetapi tidak dapat menularkan RTBV tanpa kehadiran RTSV. Demikian juga dengan Zenna et al. (2006), bahwa RTBV berkorelasi positif dengan nilai indeks penyakit, dan Chong et al. (2015), bahwa RTBV yang menginfeksi tanaman pada musim sebelumnya juga tidak bertahan lama apabila tanaman padi atau tanaman inang lainnya tidak secara kontinyu ada di lapangan. Kesimpulan Varietas Ciherang yang selalu ada di lapangan pada setiap musim tanam di Distrik Sidey Provinsi Papua Barat telah menunjukkan kepekaan terhadap penyakit tungro dan perlu introduksi varietas yang memiliki ketahanan terhadap penyakit tungro. Varietas unggul baru padi sawah yang diuji adaptasikan yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, dan Inpari 9 sesuai untuk ditanam di lokasi Sidey Kabupaten Manokwari karena terbukti memiliki ketahanan terhadap penyakit tungro di daerah tersebut. 156 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Daftar Pustaka Azzam, O., Cabunagan, RC., & Chancellor, T. 2000. Methods for evaluating resistance to rice tungro disease. IRRI Discussion Paper Series No. 38. Makati City (Philippines): International Rice Research Institute. 40p. Azzam, O., & Chancellor, T.C.B. 2002. The Biology, Epidemiology,and Management of Rice Tungro Disease in Asia. Plant Disease 86 (2): 88 100. Bagian Proyek Informasi Pertanian Irian Jaya. 1986. Tungro dan Pengendaliannya. Jayapura, Irian Jaya. 21 hal. Bunawan, H., Dusik, L., Bunawan, SR., & Amin, NM. 2014. Rice Tungro Disease: From Identification to Disease Control. World Applied Sciences Journal 31 (6): 1221 1226. Burhanuddin, Widiarta, I.N., dan Hasanuddin, A. 2006. Penyempurnaan pengendalian terpadu penyakit tungro dengan strategi menghindari infeksi dan pergiliran varietas tahan. Jurnal HPT Tropika 6(2) : 92-99. Chong, J., Yee, SF., & Eng L. 2015. Rice Tungro Disease in Sarawak: Past and Present Status. Pakistan Journal of Biological Science 18 (6): 285 289. Dahal, G., H. Hibino, and R.C. Saxena. 1990.Association of leafhopper feeding behavior with transmission of rice tungro to susceptible and resistant rice cultivar. Phytopathology 80:371-377. Davis R.I., J.N. Parry, A.D.W. Ceerlng, J.E. Thomas, & S. Rahamma, 2000. Confirmation of the presence of Rice tungro bacilliform virus in Papua (formerly Irian Jaya), Indonesia. Australasian Plant Pathology (2000) 29: 223. Dai, S. and R.N. Beachy, 2009. Genetic engineering of rice to resist rice tungro disease. In Vitro Cellular Dev. Biol.-Plant, 45: 517-524. Hasanuddin, A., Widiarta, I.N., and Yulianto. 1999. Improving IPM Technology for Rice Tungro Disease in Indonesia, in Rice Tungro Disease Management, T. C. B. Chancellor, O. Azzam and K. Heong, Ed. International Rice Research Institute, Manila, Philippines, 1999, pp. 129-137. Hasanuddin, A. 2008. Perbaikan ketahanan varietas padi terhadap penyakit tungro. Iptek Tanaman Pangan 3(2) : 215-228. Hibino H, Roechan M, Sudarisman S. 1978. Association of two types of virus particles with penyakit habang (tungro disease) of rice in Indonesia. Phytopathology. 68: 1412 1416. Hibino, H. and R.C. Cabunagan. 1986. Rice tungro associated viruses and their relation to host plants and vector leafhopper. Trop.Agr. Res. Ser. 19:173-182. Holt, J., T.C.B., Chancellor, D. R. Reynolds, and E.R. Tiongco, 1996. Risk assessment for rice planthopper and tungro disease outbreaks. Crop Protection 15(4) :359-368. Ladja, F.T. dan Widiarta, I.N. 2012. Varietas unggul baru padi untuk mengantisipasi ledakan penyakit tungro. Iptek Tanaman Pangan 7(1) : 18-24. Ling, K.C. 1972. Rice viruse disease. IRRI, Los Banos, Philippines. 142p. Muhsin, M. dan Widiarta, I.N. 2009. Patosistem, Strategi, dan Komponen Teknologi Pengendalian Tungro pada Tanaman Padi. Iptek Tanaman Pangan 4(2) : 202-221. Manzila, I., Priyatno, T.P., dan Hanarida. 2013. Ketahanan Galur Padi Hibrida Potensi Hasil Tinggi Terhadap Penyakit Tungro. Jurnal Fitopatologi Indonesia 9(3): 77 83. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 157
Muralidharan, K., Krishnaveni, D., Rajarajeswari, N.V.L., and Prasad, A.S.R. 2003. Tungro Epidemics and Yield Losses in Paddy Fields in India. Current Science 85 (8): 1143 1147. Mukhopadhyay, A.N. 1995. Rice tungro. In: U.S. Sing, A.N. Mukhopadhyay, J.Kumar, H.S.Chaube ( eds.). Plant Disease of International Importance. Vol. 1. Disease of cereals and pulse. Prentice May. New Jersey. Omura, T., Y. Saito, T. Usugi, and H. Hibino. 1983. Purification and serology of rice tungro spherical and rice tungro bacilliform viruses. Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 49:73-76. Othman, A.B., M. J. Azizah, and A. T. Jatil. 1999. Surveillance scheme for tungro forecasting in Malaysia, in : T.C.B.Chancellor, O. Azzam and K.Heon. Rice Tungro Disease Management. International Rice Research Institute, Manila, Philippines. pp. 84-92. Pakki S., 2011. Variabilitas Penyakit Tungro Pada Beberapa Varietas Unggul Padi Inbrida Di Wilayah Endemis. Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar. Praptana R.H. & Yasin M, 2008. Epidemiologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Tungro. Iptek Tanaman Pangan 3(2) : 184-204. Praptana, R.H. dan Muliadi, A. 2013. Durabilitas ketahanan varietas padi terhadap penyakit tungro. Iptek Tanaman Pangan 8(1) : 15-21. Rivera, C.T., S.H. Ou, and D.M. Tantera. 1968. Tungro disease of rice in Indonesia. Plant Disease 52:122-124. Sama, S., A. Hasanuddin, I. Manwan, R.C. Cabunagan and H. Hibino. 1991. Integrated rice tungro disease management in South Sulawesi, Indonesia. Crop Prot. 10:34-40. Satomi, H. 1972. Yellow dwarf disease of rice in Indonesia. Paper presented at SEAR Symposium on Plant Disease in the Tropics. Yogyakarta, 11-15 September, 1972. Siwi, S.S. and Y. Zusuki. 1991. The green leafhopper ( Nephotettix spp.): vector of rice tungro virus disease in SoutheastAsia, particularly in Indonesia and itsmanagement. IndonesianAgriculturalResearch &Development. Journal 13(1 & 2)8-15. Sogawa, K. 1976. Rice tungro virus and its vectors in tropicalasia. Rev. Plant Protec. (9):25-46. Suparyono, Catindiq JLA, Cabautan PQ, & Troung HX, 2008. Tungro. http://www.knowledgebank.irri.org/training/fact-sheets/pestmanagement/diseases/item/tungro. Diakses tanggal 9 Januari 2014. Suranto. 2004. Pengelolaan virus tungro melalui pendekatan bioteknologi. Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar, 7-8 September 2004. Villareal, S. 1999. Leafhopper control by insecticides is not the solution to the tungro problem in : T.C.B.Chancellor, O. Azzam and K.Heon. Rice Tungro Disease Management. International Rice Research Institute, Manila, Philippines. pp. 139-142. Widiarta, I.N., Kusdiaman, D., dan Hasanuddin, A. 2001. Analisis dinamika populasi wereng hijau Nephotettix virescens pada padi sawah dimusim kemarau dan musim hujan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20(3):11-16. Widiarta, I. N. 2006. Variasi efisiensi koloni wereng hijau dan virulensi inokulum tungro. hlm. 89-106. Dalam A. Widjono, S. Bachrein, Hermanto, dan Sunihardi (Ed.). Risalah Seminar 158 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Widiarta, I.N. 2014. Strategi pengendalian terpadu penyakit tungro berdasarkan dinamika populasi vektor, patologi, dan epidemiologi virus. Jurnal Litbang Pertanian 33(2) : 61-68. Widiarta, I.N., Bastian, A., & Pakki, S. 2014. Variation in Rice Tungro Virus Transmission Ability by Green Leafhopper, Nephotettix virescens Distant (Homoptera : Cicadellidae) on Rice Resistant Varieties. Indonesian J. Agric. Sci 15: 65 70. Zenna, N., Sta Cruz, F., Javier, E., Duka, I., Barrion, A., & Azzam, O. 2006. Genetic Analysis of Tolerance to Rice Tungro Bacilliform Virus in Rice (Or yza sativa L.) Through Agroinoculation. Journal of Phytopathology, 154(4), pp. 197-203. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 159