Bab IV. Analisa. pemberian dari nenek moyang atau leluhur dari suku tersebut.

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I PENDAHULUAN. dihuni oleh roh-roh leluhur dan terdapat benda-benda peninggalan dari leluhur, serta nilai-nilai

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Seperti yang telah dipaparkan dalam Bab I, maka dalam Bab IV ini akan dipaparkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA. IV.1 Sakralnya Pusat Pulau Dalam Pemahaman Orang Abubu

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Workshop Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kab. Sumba Barat Daya Prov. Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Tionghoa terdiri dari 56 suku bangsa. Suku Hokkian yang berasal dari provinsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan topeng sebagai ciri khasnya. Tari topeng Betawi awalnya dipentaskan

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB V PENYAJIAN DATA. 5.1 Strategi Komunikasi Tokoh Rekonsiliasi dalam menjaga stabilitas keamanan di Halmahera Utara

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

Jenis Pertanyaan 1 Untuk Mengetahui makna Bendera Merah Putih dalam upacara perkawinan:

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

Transkripsi:

Bab IV Analisa Rumah Adat Suku Astalin Sebagai Axis Mundi Pada Bab ini penulis akan melakukan analisa secara mendalam tentang Rumah adat dari suku Astalin, dengan menggunakan teori-teori yang telah dijabarkan pada bab II. Pembahasan dan analisa ini meliputi Rumah Adat sebagai Axis Mundi yang kemudian terbagi dalam poinpoinnya tentang hakikat dari sebuah rumah adat, Rumah Adat sebagai pusat Ritual dan Sakralitas, dan Rumah adat sebagai Simbol dan Mitos. Rumah adat Suku Astalin Sebagai Axis Mundi Konsep Axis Mundi berakar dari pemahaman kuno yang digambarkan oleh Eliade bahwa kuil ataupun istana secara situasi berada di pusat kosmos, sehingga kuil maupun kota suci atau istana senantiasa merupakan titik pertemuan antara tiga wilayah kosmik: surga, bumi, dan neraka. 1 Bagi suku Astalin Rumah adat merupakan sebuah tempat yang suci, karena merupakan pemberian dari nenek moyang atau leluhur dari suku tersebut. Rumah adat suku Astalin merupakan pusat dunia bagi suku tersebut. Kenyataan ini ditunjukan melalui praktek hidup mereka, dengan praktek hidup suku tersebut dapat dikatakan bahwa rumah tersebut telah menjadi axis mundi, yang menandakan rumah adat tersebut menjadi titik pertemuan tiga dunia yaitu surga, bumi dan neraka. Pertemuan ketiga dunia ini bukan sebuah pemaksaan konsep, namun dinyatakan langsung melalui praktek hidup yang dilakukan 1 Mircea Eliade. Mitos gerakan kembali yang abadi Kosmos dan sejarah.terjemahan.cuk Ananta (Yogyakarta: Ikon Terakitera,2002), 15. 36

oleh suku Astalin yang meliputi ritus atau ritual, simbol, dan mitos yang dipercayai oleh suku tersebut. Keberadaan rumah adat yang menjadi sebuah pusat dunia menjadi penggambaran langsung dari sebuah pemahaman kuno yang masih terus dipelihara sampai saat ini. Alasannya karena rumah adat adalah sebuah bangunan yang suci dan selalu mempunyai makna yang sakral. Pusat dunia dari kehidupan suku Astalin menunjukkan bahwa eksistensi atau keberadaan dari rumah adat memainkan peran sentral dalam kehidupan suku tersebut. Tanpa rumah adat maka suku tersebut menjadi sebuah suku yang telah kehilangan identitas diri dan sumber kebudayaan mereka yang mana dikembangkan dan dihidupi nilai-nilai budaya setempat melalui rumah adat sebagai pusatnya. Rumah adat suku Astalin secara tidak langsung menghadirkan nilai-nilai suci dan positif bagi anggota suku. Nilai-nilai yang dihadirkan oleh rumah adat yaitu: Pertama, nilai kekeluargaan atau kekerabatan. Misalnya ketika bertemu dalam rumah adat setiap anggota diwajibkan untuk saling menghormati dan saling mengenal antara seluruh anggota suku baik yang seketurunan maupun yang telah menjadi bagian dari uma tersebut seperti Fetosawa dan Umamane. Hal ini secara konkrit dapat dilihat ketika seluruh anggota suku dari Uma Astalin diwajibkan harus hadir dan berpartisipasi mendapatkan tanggungan serta bergotong-royong dalam membangun rumah adat atau merenovasi rumah adat tersebut. Kedua, nilai keharmonisan. Rumah adat selalu berfungsi sebagai penengah ketika terjadi perselisihan atau pertengkaran antara sesama anggota suku Astalin. ketika terjadi pertengkaran, atau perselisihan antara sesama anggota suku maka rumah adat akan menjadi tempat pendamaian. Bahkan anggota suku yang bertengkar harus masuk ke dalam rumah tersebut untuk 37

melakukan ritual dan saling berdamai dan tidak boleh ada lagi perasaan untuk mendendam karena itu akan menghadirkan celaka bagi orang tersebut. Artinya bahwa rumah adat dapat menjadi sebuah tempat mediasi yang baik untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, nilai musyawarah, pembahasan nilai ketiga ini bersifat suci karena nilai musyawarah ini tidak memiliki arti yang sama dengan musyawarah pada umumnya, namun dalam hal ini rumah adat menjadi sebuah tempat yang menghadirkan nilai musyawarah adat. Pertimbangannya karena ketika membicarakan tentang adat dalam rumah adat, tempat ini kemudian berubah menjadi sebuah seni dan menjadi ruang yang tepat untuk dilaksanakan musyawarah bagi suku Astalin. Musyawarah dalam rumah adat biasanya berlangsung lama dan cukup panjang prosesnya. Contohnya percakapan mengenai belis atau mas kawin pernikahan maka membutuhkan waktu yang cukup panjang dan dapat dilakukan berkali-kali jika tidak menemukan kata sepakat. Waktu yang ditentukan untuk berbicara adat biasanya pada malam hari dan itu akan berlangsung hingga subuh. Kehadiran rumah adat suku Astalin dengan membawa nilai-nilai tersebut memberikan bukti bahwa rumah adat akan selalu menjadi pusat kehidupan, pusat dunia, dan pusat nilai-nilai suci bagi suku Astalin. Sehingga dapat dipahami bahwa rumah adat suku Astalin merupakan sebuah bangunan kuno yang bersejarah, bernilai sakral, menjadi simbol kehidupan dan sejarah dari suku Astalin. Ide tentang axis mundi dari Eliade menunjukkan bahwa rumah merupakan pusat yang menyimbolkan tiga zona bumi, langit dan neraka. Artinya bahwa Rumah dalam konteks masyarakat Belu di jadikan secara fungsional sebagai tempat kepercayaan atau ritus, tempat tinggal atau untuk melindungi mereka dari bahaya seperti fungsi rumah pada umumnya, dan sebagai identitas dan pusat pengembangan dan pewarisan keberadaan generasi-generasi terdahulu dalam konteks sebagai pusat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah adat 38

pada dasarnya menjadi tempat yang menghasilkan nilai-nilai serta perilaku suku Astalin untuk mempertahankan identitas mereka. Rumah adat suku Astalin merupakan sebuah fenomena. Kehadiran rumah adat yang menjadi pusat dunia suku Astalin. Secara tidak langsung Rumah adat tersebut menunjukkan fungsinya tersendiri. Rumah adat membuat semua anggota suku Astalin hidup lebih teratur, sehingga menjadikan rumah adat suku Astalin sebagai pengatur kekacauan yang ada didalam kehidupan suku Astalin. Semua kehidupan suku astalin yang kacau karena berbagai aturan dan perkembangan teknologi diatur dan ditata secara teratur melalui kehadiran rumah adat suku Astalin. Axis Mundi dalam konteks kehidupan suku Astalin terwujud nyata melalui rumah adat. Sebuah konsep kritis berkembang dalam analisa ini bahwa rumah adat sebagai axis mundinya orang belu dalam hal ini suku Astalin hadir melalui pengaturan kehidupan anggota suku Astalin berdasarkan aturan-aturan yang terkandung dalam rumah adat. Jika Axis mundi Eliade menempatkan sebuah kuil atau kota pada pusat dunia dengan hubungan yang mendalam dengan sebuah konsep wilayah suci dan bentuk yang dijelaskan bahwa mempunyai prototipe aslinya di surga. Maka rumah adat suku astalin digambarkan sebagai pusat dunia bukan hanya melalui wilayah dan bentuk namun memiliki ciri khasnya tersendiri melalui konsep kehidupan bersama yang lebih kuat melalui nilai-nilai yang diwariskan. Hakikat Rumah Adat Rumah adalah gambaran kecil dari dunia yang luas. Yang dipahami dalam wilayahwilayah kediamannya atau tempat tinggal suatu masyarakat. Artinya, ekspresi kehidupan umat manusia dalam kondisi emosional seperti perasaan gembira, sakit, atau sedih bahkan yang 39

tergabung dalam pembentukan suatu identitas yang menjadi makna terdapat dalam dunia yang disebut rumah. Oleh karena itu rumah menjadi salah satu pusat produksi kebudayaan suatu masyarkat yang kemudian disakralkan lewat simbol-simbol parang alat perang lainnya yang menunjukkan eksistensi dan anggapan tentang relevannya suatu aturan hidup yang membudaya. Hakikatnya rumah merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Rumah memiliki berbagai macam makna menurut setiap manusia, yang dikategorikan dalam dua jenis rumah. Rumah sebagai tempat tinggal maknanya diperhatikan melalui letak, wilayah, dan manfaatnya. Kondisi ini berlaku juga bagi masyarakat di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Timor terdapat sebuah kebiasaan tak tertulis namun selalu menjadi sebuah nilai kekeluargaan. Kebiasaan atau budaya tersebut adalah rumah tinggal tua dari sebuah keluarga yang telah ditempati oleh sebuah keluarga secara turun-temurun selalu menjadi hak milik dari anak lakilaki yang terakhir dari urutan keluarga tersebut. Rumah tersebut harus di rawat dan di jaga olehnya sebagai harta yang suci, jika rumah beserta wilayah sekitar rumah tersebut di jual maka dapat berdampak negatif atau buruk bagi anak tersebut. Rumah tinggal tua ini memiliki makna ganda yaitu dimaknai sebagai tempat menjaga kenangan manis dan pahit dari semua anggota keluarga yang menjadi bagian dari rumah tersebut, sehingga disebut Rumah Tua penuh kenangan. Disatu sisi rumah ini selalu dimaknai sebagai sebuah tempat tinggal biasa dimana anggota keluarga selalu berkumpul bersama disana ketika memiliki waktu luang. Rumah Tinggal atau Dwelling house yaitu sebuah rumah yang menjadi tempat peristirahatan. Selain menjadi tempat peristirahatan, rumah tinggal juga merupakan tempat bagi seorang atau sebuah keluarga berlindung dari hujan dan panasnya terik matahari, serta juga bermanfaat sebagai tempat sosialisasi antara anggota keluarga dalam memahami nilai-nilai masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa rumah tinggal bermakna profan, karena rumah 40

tinggal bagi seseorang atau sebuah keluarga hanya dimanfaatkan sebagai tempat tinggal biasa dan hanya bangunan semata tanpa makna tertentu. Makna sebuah rumah secara umum selalu dilihat dari sejarah. Bangunan dan wilayah sebuah rumah selalu mempunyai sejarah tersendiri. Hal ini mengindikasikan sebuah makna khusus bahwa rumah memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Rumah bukan hanya sekedar menjadi tempat tinggal biasa namun rumah dapat menjadi sebuah tempat sebagai pusat ritus dan doa. Namun pada masa kini rumah tinggal hanya difungsikan sebagai tempat berlindung biasa. Padahal satu-satunya alasan kuat yang menjadikan rumah tinggal menjadi sebuah tempat yang bernilai sakral yaitu ketika rumah tinggal itu dijadikan sebagai sebuah tempat persekutuan umat sehingga rumah tersebut diberi identitas baru oleh masyarakat dengan mengatakan rumah tersebut adalah rumah doa. Rumah panjang atau rumah keturunan/klan merupakan rumah atau tempat berkumpulnya sebuah klan atau orang-orang yang masih satu keturunan. Bahkan terdapat aturan-aturan dan pantangan-pantangan yang berlaku untuk klan tersebut yang diberlakukan secara langsung. Rumah panjang atau keturunan ini merupakan bagian dari kehidupan orang Flores, yang juga menunjukan bahwa rumah tersebut mengandung nilai yang sakral karena di dalamnya rumah tersebut terdapat aturan-aturan yang masih di yakini dan diberlakukan bagi kehidupan orangorang Flores. 41

Rumah adat Astalin sebagai Pusat Ritual Menurut Clark E Cunningham, rumah adalah pusat pelaksana ritus doa, korban, dan pesta. 2 Dengan kata lain rumah dapat dikatakan sebagai wujud yang tak terlihat dari aktivitas sejarah, masa kini maupun masa depan yang merefleksikan siklus hidup keberadaan budaya, kepercayaan atau agama dan manusia dalam menjalankan proses hidupnya secara dinamis dan lintas generasi. Hal ini berdasarkan aturan-aturan hidup yang diikuti sebagai tata cara hidup masyarakat. Oleh karena itu dalam prosesnya terjadi interaksi dan relasi kekerabatan yang berlangsung sebagai suatu siklus hidup. Pandangan ini didasari atas pemahaman bahwa rumah merupakan mikrokosmos yang menghimpun semua jenis kekerabatan dengan dunia metafisik maupun fisik. Wilayah kosmik, letak, model sebuah bangunan, dan cara melaksanakan pembangunan menunjukan makna yang sakral. Rumah merupakan simbol tata dunia dan tata sosial, menarik untuk dipahami bahwa penataan rumah bagi orang Timor tidak ditentukan oleh pertimbangan seni atau fungsi tetapi oleh satu makna yang hendak diungkapkan. Dalam hal ini ketentuan bentuk, letak, arah, jumlah dan lain-lain semuanya mengungkap makna tertentu yang diyakini memiliki unsur yang sakral. Sakralitas rumah adat dari suku Astalin juga ditunjukkan melalui wilayah kosmik, letak, model, arah, dan tahap-tahap pembangunan. Wilayah menjadi acuan pertama yang menentukan rumah tersebut dikatakan sakral. Mengapa demikian? Hal ini dapat dipahami demikian karena sebuah wilayah merupakan ketentuan penting dalam menentukan di mana seharusnya rumah adat suku Astalin berada. Wilayah desa Maneikun merupakan satu-satunya wilayah atau daerah yang 2 Clark E Cunningham dikutip oleh Eben Nuban Timo.Pemberita Firman Pencinta Budaya: Mendengar dan Melihat Karya Allah dalam Tradisi (Jakarta: Gunung Mulia,2006) 56. 42

harus menjadi tempat rumah adat tersebut berdiri. Pemahamannya didasarkan pada cerita-cerita yang berkembang bahwa ketika selesai perang antara suku Astalin dan Leowes untuk memperebutkan gelar bangsawan sebagai panglima dari kerajaan Fialaran, nenek moyang/leluhur dari suku Astalin mendapatkan wilayah ini sebagai sumber penghasilan dan mata air kehidupan ketika mereka pada waktu itu dalam proses perjalanan untuk menjauhkan diri dari suku Leowes atau yang sering disebut orang Melus di daerah Fataran. Alasan selanjutnya yang menunjukan bahwa wilayah desa Maneikun merupakan wilayah yang sakral untuk mendirikan rumah adat yang sakral karena daerah ini merupakan pemberian dan sudah ditentukan oleh nenek moyang/leluhur suku Astalin sebagai tempat berdirinya Rumah adat bagi Suku Astalin. Lebih lanjut, pada saat Rumah adat suku Astalin akan dibangun hal kedua yang harus diperhatikan adalah letak arah rumah adat dan modelnya. Hal-hal ini tidak dapat dilupakan karena dapat menghilangkan nilai-nilai sakral dari sebuah Rumah Adat. Letak dan arah yang ditentukan yaitu menghadap ke utara, lebih tepatnya menghadap langsung ke Gunung Laka an, karena orang-orang Belu mempunyai kepercayaan bahwa kekuatan magis, atau pusat mitos dan sakralitas serta asal-usul orang Belu semuanya berasal dari gunung tersebut. Diceritakan bahwa pada zaman dahulu sebelum memiliki rumah adat di setiap wilayah tertentu, nenek moyang/leluhur orang Belu hidup dan tinggal di kaki gunung Laka an serta membangun rumah adat di sana. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, identitas, masyarakat Belu mulai terbentuk dari penentuan wilayah yang di dasarkan pada letak Gunung dalam membangun Rumah adat berdasarkan perintah dan nilai-nilai yang didapatkan oleh leluhur mereka di masa lalu. 43

Model rumah adat awalnya berbentuk seperti rumah panggung. Namun memiliki kakikaki rumah yang pendek. Bahan-bahan untuk pembangunan rumah adat juga terbilang sakral, pada zaman dulu terbuat dari kayu-kayu yang diambil dari hutan, serta beratapkan alang-alang. Terdapat dua tiang agung yang terbuat dari kayu bulat besar yang tingginya kurang lebih 10 meter. Di antara semua bahan-bahan di atas yang tetap dipakai hingga masa kini dalam pembangunan rumah adat yaitu kedua tiang agung. Perubahan dalam menggunakan bahan pembuatan rumah lebih bersifat kondisional dikarenakan bahan-bahan seperti alang-alang dan kayu-kayu mudah rusak dan tidak bertahan lama, serta makin sulitnya mencari bahan-bahan tersebut menjadi salah satu pertimbangan terjadinya perubahan terkait bahan-bahan pembangunan rumah saat ini. Walaupun demikian, pergantian bahan-bahan ini tidak menghilangkan kesakralan yang di miliki Rumah adat. Karena masih dilakukan terlebih dahulu pembicaraan adat dan ritual oleh semua anggota suku, terutama matas/ kepala suku yang mana bertugas menanyakan terlebih dahulu rencana tersebut kepada nenek moyang atau leluhur. Agar mendapatkan persetujuan dari nenek moyang/leluhur yang merupakan pemilik Rumah adat menurut kepercayaan mereka. Khusus untuk kedua tiang agung yang melambangkan leluhur laki-laki (kakuluk bei mane) leluhur perempuan (kakuluk bei feto) harus diambil dari hutan adat dan harus diarak oleh semua anggota suku, dan ketika di tanam maka harus memulainya dengan memukul gendang serta kedua tiang agung tersebut harus dihias atau didandani seperti manusia dengan memakai pakaian adat. Sakralitas Rumah adat semacam ini menunjukan bahwa rumah adat suku Astalin telah menjadi sebuah simbolisasi pusat yang mengungkap Fakta bahwa kota, kuil dan rumah menjadi nyata karena diasimilasikan dengan pusat dunia, yang ditemukan adanya penggambaran serta pemaknaan yang sakral dalam menunjukkan proses terjadinya kota, kuil, dan rumah. 44

Selanjutnya, sebelum memahami ketiga unsur tersebut harus dipahami terlebih dahulu bahwa bangunan tersebut menjadi sakral bukan hanya karena makna yang diberikan oleh manusia kuno serta proses terjadinya, tapi faktor lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah wilayah. Berdasarkan pandangan teori tersebut di atas maka, dapat dipahami bahwa kesakralan yang melekat pada Rumah Adat merupakan sebuah pengantar pada proses memahami tempat tersebut sebagai sebuah tempat yang suci dan sakral sebagai pusat dunia dari suku Astalin. Dibuktikan melalui cara anggota suku menjaga dan merawat rumah adat sehingga menjadi saling ketergantungan antara anggota suku dengan rumah adat begitu juga sebaliknya. Rumah adat tanpa anggota suku dan ritusnya menjadi sebuah bangunan biasa, begitu pula ketika anggota suku tanpa rumah adat mereka seakan kehilangan jati diri dan pusat aktivitas mereka yang bersifat sakral. Sebuah catatan penting dari analisa ini bahwa kesakralan Rumah adat mengantar anggota suku untuk mampu sadar secara individu maupun berkelompok bahwa rumah adat merupakan tempat suci dan pusat dunia mereka melalui aktivitas ritus dan kepercayaan yang bersifat supranatural. Oleh karena itu, rumah adat yang mengandung nilai sakral selalu berkaitan erat dengan ritual. Ritual selalu menjadi sebuah unsur penting dalam kehidupan sebuah suku. Rumah adat sebagai pusat ritual sudah tentu mengindikasikan bahwa terdapat banyak ritus yang dilakukan dan berpusat di rumah adat. Ritus kemudian menjadi sebuah sarana yang tepat bagi anggota suku untuk memahami serta mempelajari sejarah suku mereka. Ritual yang dilakukan selain merupakan proses untuk memahami sejarah, ritual juga berguna sebagai sebuah ikatan sakralitas untuk mempererat hubungan kekerabatan antara sesama anggota suku yang seketurunan maupun tidak, serta mempererat sebuah hubungan suci antar anggota suku dengan para leluhur yang mana dipandang sebagai satu kesatuan. 45

Rumah adat sebagai Simbol dan Mitos Rumah adat sebagai pusat kehidupan suatu komunitas atau seketerunan/ satu garis keturunan yang sama dianggap sebagai simbol pemersatu dan penyelesaian segala perkara. Serta sebagai tempat di simpannya segala peninggalan leluhur, seperti tempat siri, uang logam zaman dahulu, serta benda-benda pemali parang/kelewang, keris, tombak, dll. Sebelum melakukan penelitian ini banyak cerita yang penulis dengar bahwa kalau ingin masalah selesai dengan cepat pergi ke Rumah adat Belu, apapun masalahnya. Ada pula yang bercerita bahwa di rumah adat orang Belu kita bisa mengambil kakaluk untuk jaga diri. Awalnya penulis berpikir bahwa semua itu adalah cerita rakyat biasa atau dongeng, namun ternyata itu adalah sebuah kebenaran yang menjadi mitos. Mengapa disebut sebagai kebenaran yang menjadi mitos? Karena hal tersebut betul-betul terjadi dan dapat dilakukan ketika seseorang masuk ke dalam rumah adat. Walaupun demikian apa yang dikatakan ini harus dibuktikan secara pribadi karena cerita tersebut dipahami menurut perkataan orang-orang suku setempat, oleh sebab itu penulis menyebutnya sebagai kebenaran yang menjadi mitos. Dengan kata lain temuan ini memahami bahwa Rumah adat dalam pengertian tersebut dapat dipandang sebagai Mitos bahwa kakaluk dan penyelesaian masalah pada masyarakat adat Belu dipandang menjadi sebuah kebenaran. Mitos tersebut biasanya dilakukan oleh anggota suku Astalin dengan mengambil berkat Ritual yang dilakukan ketika anggota suku yang mau melakukan hal-hal di atas. Proses yang dilakukan biasanya datang haleka anakmatan (memberikan seserahan siri pinang, uang logam zaman belanda, dan uang kertas untuk bei atau nenek moyang) kalau sekolah membawa ayam merah atau putih dengan lilin satu pak, setelah semuanya di simpan maka penjaga rumah adat berbicara dalam bahasa tetun kepada leluhur ayam tidak boleh langsung mati sehingga darahnya dicampur dengan siri untuk dipakai 46

memberkati, kamudian potong bagian pantatnya untuk mengeluarkan usus untuk melihat apakah uratnya lurus atau tidur, melihat petanda kebaikan atau pertanda kematian. Siri harus utuh tidak boleh terdapat lubang pada daunnya, buah pinang juga harus bulat bagus dan mengambil bagian tengahnya dan atasnya saja. Harus ganjil karena setelah naik ke atas satunya untuk Tuhan. Bahasa tetunnya nai as nai leten iha fulan fohon fitun fohon lololiman latoo bi I ain ladai artinya nai itu Tuhan diatas langit bulan dan bintang menengadah tangan tidak sampai. Berdasarkan penjelasan tata cara di atas dapat dikatakan bahwa mitos yang dimiliki oleh rumah adat kini menjadi bagian dari proses bertemunya tiga dunia yaitu surga, neraka dan bumi. Oleh sebab itu Rumah Adat disebut sebagai Axis Mundinya orang Belu khususnya Suku Astalin. Mengapa demikian? Karen rumat adat telah menampilkan dirinya sebagaimana makna yang diberikan oleh anggota suku Astalin. Rumah adat sebagai pusat kehidupan orang Belu menjadi simbol suci yang dapat dilihat oleh masyarakat sekitar selain suku Astalin atau orang Belu, simbol itu dinyatakan dengan peranan rumah adat sebagai sebuah tempat untuk berkumpulnya para anggota suku yang akan melakukan berbagai prosesi adat, baik yang bersifat pribadi maupun bersifat umum untuk kepentingan Suku. Rumah adat menjadi simbol pusat yang selalu dipenuhi dengan mitos-mitos dibalik sebuah Rumah adat pada umumnya yang telah terkonsep dalam masyarakat dan menjadi kepercayaan yang di kenal oleh masyarakat sekitar. Simbol kekuatan adat dan penyelesaian masalah adat, serta permohonan adat untuk berbagai macam keadaan atau situasi hidup anggota suku merupakan sebuah mitos yang tergambar jelas bagi orang di luar suku tersebut namun menjadi kebenaran mutlak bagi anggota suku. Rumah adat sebagai pusat dunianya suku astalin menunjukan eksistensinya dengan memberikan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh anggota sukunya tanpa magis atau kekuatan rumah adat. 47

Kata adat yang digunakan di atas menunjukan sesuatu yang melebihi akal sehat manusia namun terjadi dalam kehidupan manusia, kekuatan adat didapatkan melalui ritual menaikkan kakaluk yaitu proses penerimaan kakaluk oleh anggota suku sebagai penjaga pelindung yang memiliki daya tempur melebihi manusia, ini merupakan simbol kekuatan magis. Penyelesaian masalah adat dijelaskan secara detail bahwa bagi anggota suku yang memiliki masalah berat dapat melakukan acara adat/upacara adat atau ritual adat untuk memohon bantuan dari leluhur untuk membantu penyelesaian masalah dengan orang lain, hal ini biasa dikatakan kasih dingin orang dalam bahasa sehari-hari. Permohonan adat yang lainnya bersifat kondisional seperti anggota suku yang akan merantau untuk sekolah di jawa, pergi bekerja di daerah lain, ataupun memohon kenaikan jabatan dalam pekerjaan. Prosesi adat yang dilakukan sama dengan yang dilakukan oleh orang yang akan meminta kekuatan maupun yang memohon bantuan untuk menyelesaikan masalah. Rumah adat suku Astalin merupakan sebuah bangunan yang penuh dengan sejarah suci. Sejarah suci tersebut dinyatakan melalui simbol-simbol kebendaan yang terdapat di dalam rumah adat. Setiap benda/barang yang terdapat di dalam rumah adat memiliki makna dan sejarah yang berkaitan langsung dengan kehidupan suku tersebut berserta peristiwa-perstiwa yang terjadi. Selain benda/barang yang terdapat di dalam rumah adat, rumah tersebut secara tidak langsung telah menjadi simbol yang menunjukkan keberadaan suku tersebut, rumah sebagai simbol nyata yang harus di maknai terlebih dahulu sebagai sebuah tempat yang menjadi pusat simbolik keberadan sebuah suku. Keberadaan sebuah rumah menyatakan bahwa suku tersebut tetap hidup dengan nilai-nilai kebudayaan yang telah diwarisi oleh para leluhur. 48

Mitos, simbol, dan sakralitas yang dimiliki oleh rumah adat suku Astalin merupakan sebuah gambaran kenyataan kehidupan sebuah masyrakat. Hakikatnya mitos, simbol dan sakralitas dari rumah adat ini menunjukan bahwa telah terjadi pertemuan tiga dunia surga, neraka, dan bumi. Rumah adat telah menjadi pusat kehidupan yang simbolik dari suku Astalin, kehidupan yang terarah pada sebuah rumah yang menjadi simbol sejarah kehadiran suku Astalin yang telah hadir sejak didirikan oleh nenek moyang/leluhur mereka. Sebuah rumah adat yang menjadi buktinya kehadiran roh-roh nenek moyang sehingga menjadi sebuah bangunan yang memiliki nilai sakral dan daya magis tersendiri. Rumah adat suku Astalin hadir dengan sebuah harapan bahwa bangunan tersebut menjadi simbol pemersatu seluruh anggota suku, dan simbol kehadiran nilai-nilai sakral yang menuntut semua anggota untuk bertingkah laku sesuai nilainilai tersebut. Rumah adat dan Konsep Kekristenan Rumah adat dalam konteks teologis digambarkan dalam sebuah bangunan suci kekristenan yang bernama Gereja. Gereja dalam pemahaman kekristenan dimaknai sebagai bangunan suci dan pusat spiritual orang Kristen, orang Kristen yang pergi ke gereja selalu menjaga tata krama yang sudah diajarkan, terdapat simbol-simbol suci yang berada di dalam gereja. Secara nyata kehadiran sebuah rumah adat selalu memiliki nilai negatif bagi orang-orang di luar suku Astalin, namun tanpa disadari rumah menjadi pusat pengembangan teologis tergantung pada, kesepakatan musyawarah dan terlebih lagi keyakinan yang diikatkan pada gedung dan arsitekturnya, secara simbolis sehingga melahirkan pemaknaan bahwa bangunan rumah memiliki kekuatan tertentu dalam konteks kebutuhan kepada mereka yang membutuhkan perawatan, ataupun pengenalan terkait asal usul dan kepentingan yang ingin dicapai lewat 49

upacara-upacaranya. Baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Yang tidak kelihatan seperti memori terkait leluhur, lewat benda-benda peninggalan yang berada dalam rumah, maupun gedung peninggalan tersebut lewat nilai-nilai yang diikatkan pada dirinya atau pada rumah serta isinya menurut pembagian dan fungsinya dalam budaya setempat khususnya pada masyarakat Belu dan pemaknaannya oleh karena itu terdapat makna rumah sebagai gunung suci, rumah sebagai bumi dan sebagainya. Fungsinya untuk memperkuat kekuatan mitos atau kepercayaan masyarakat setempat. Dan selanjutnya dipandang sebagai Konsep Axis Mundi berakar dari pemahaman kuno yang digambarkan oleh Eliade bahwa kuil ataupun istana secara situasi berada di pusat kosmos, sehingga kuil maupun kota suci atau istana senantiasa merupakan titik pertemuan antara tiga wilayah kosmik: surga, bumi, dan neraka. Jika sampai pada ruang makna yang terkait dengan Tuhan, maka rumah yang pandang sebagai pusat berbeda dengan rumah tempat tinggal. Hal terjadi karena terdapat pemisahan dan pengkhususan berdasarkan pembagian fungsi bangunannya yang diberi makna religius atau nilainilai ketuhanan. Atau yang hanya sebatas profan atau rumah biasa untuk tinggal dan berteduh dalam menjalani aktivitas siklus kebutuhan sehari-hari. Rumah adat dalam konsep teologis menghadirkan perdebatan ilmiah yang lebih mendalam sehingga mempertajam analisa tentan Rumah adat suku Astalin. Harus dipahami bahwa rumah adat dengan kesakralannya menjadi sebuah objek suci yang sering menjadi tujuan ziarah (kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia: makam dan lainnya) sebuah masyarakat. Dengan latar belakang anggota suku Astalin yang merupakan pemeluk agama Khatolik, menjadi sebuah kebiasaan yang memiliki nilai teologis tersendiri. Tradisi ziarah bagi orang beragama Khatolik merupakan sebuah ritual yang sakral, karena tradisi ini menghadirkan makna yang sangat berguna dalam kehidupan antara yang sudah meninggal dengan yang masih 50

hidup di dunia ini. Berbeda halnya dengan kepercayaan Kristen Protestan yang masih menganggap sebuah ziarah merupakan kegiatan yang biasa saja. Kekristenan menganggap sebuah ziarah merupakan hal yang biasa dan tidak sakral karena tidak meghadirkan nilai teologis dalam kehidupan orang Kristen bahkan ziarah dapat dianggap sebagai sesuatu yang tabu atau dilarang oleh agama (mengindikasikan ziarah merupakan sesuatu yang tabu bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ajaran, kesalahan penafsiran, dll). Ziarah ke rumah adat sebagai sebuah tempat suci yang merupakan pusat dunianya orang belu merupakan sebuah tradisi suci, dikarenakan rumah adat merupakan simbol kehadiran ketiga dunia yang menghadirkan dimensi kehidupan berbeda di dalamnya. Pertemuan bumi, surga dan neraka ini juga dapat dilihat dan dianalisa melalui makna rumah adat dalam relasi antara sesama, Tuhan dan leluhur. Ziarah suci ini menghadirkan sebuah konsep yang baik bagi relasi antara sesama anggota suku Astalin karena ketika proses ziarah atau kunjungan ini merupakan waktu yang tepat dalam mempererat hubungan antara sesama anggota suku maupun suku yang terkait sehingga saling kenal, saling menghormati dan saling memikul tanggung jawab. Relasi antara anggota suku yang baik dan mengandung nilai positif ini menular pada relasi dengan Tuhan dan Leluhur karena dalam setiap upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Relasi ini dibangun melalui sebuah tata krama dalam sebuah ritual yang dilakukan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan kekristenan yang selalu melihat relasi hanya terjadi antara sesama manusia, dan relasi antara manusia dan Tuhan, kepercayaan seperti ini selalu menghadirkan nilai teologis yang menjadi sebuah ajaran yang dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Kekristenan mengajarkan bahwa leluhur patut dihormati dan dipercayai kehadirannya namun bukan untuk disembah melalui pemberian-pemberian barang tertentu karena hal tersebut dianggap tabu. Hal inilah yang 51

membedakan cara pandang orang beragama Khatolik (khususnya orang Belu dan suku Astalin) dan Kristen Protestan dalam memaknai sebuah Rumah Adat. Jika orang Belu atau suku Astalin selalu mensakralkan rumah adat, roh-roh leluhur, ritual, simbol, dan mitos maka orang diluar suku Astalin atau orang belu hanya menganggap rumah adat sebagai sebuah mitos yang tidak nyata. 52