VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

PENDAHULUAN Latar Belakang

KLASIFIKASI PENGGEMUKAN KOMODITAS TERNAK SAPI Oleh, Suhardi, S.Pt.,MP

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Penutup Sekapur Sirih Mukhlis SE,MM

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan umum wilayah

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Proposal Masa Depan CONTOH PROPOSAL USAHA. Tanpa Usaha Keras, Ide itu HAMPA «Inspirasi Oh Inspirasi Dialog Terbuka Tersimpan Tanda Tanya»

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

: PENGGEMUKAN SAPI DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Tabel 1 Komposisi konsentrat komersial (GT 03) Nutrisi Kandungan (%) Bahan Protein 16 Jagung kuning, dedak gandum, Lemak 4 dedak padi, bungkil kacang

4.1. Letak dan Luas Wilayah

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN AGAM

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai

Transkripsi:

93 VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN 6.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Agam merupakan salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Barat. Secara geografis Kabupaten Agam terletak antara 00 o 01'34''-00 o 28'43'' Lintang Selatan dan 99 o 46'39''-100 o 32'50'' Bujur Timur. Ketinggian dari permukaan laut yaitu antara 0-2 891 m. Luas daerah Kabupaten Agam mencapai 2232.30 Km 2, yaitu sekitar 5.29 persen dari luas Propinsi Sumatera Barat yang mencapai 42 229.04 Km 2. Kabupaten Agam memiliki 16 (enam belas) Kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Tanjung Mutiara, Kecamatan Lubuk Basung, Kecamatan Ampek Nagari, Kecamatan Tanjung Raya, Kecamatan Matur, Kecamatan IV Koto, Kecamatan Malalak, Kecamatan Banuhampu, Kecamatan Sungai Pua, Kecamatan Ampek Angkek, Kecamatan Canduang, Kecamatan Baso, Kecamatan Tilatang Kamang, Kecamatan Kamang Magek, Kecamatan Palembayan dan Kecamatan Palupuh (BPS Kabupaten Agam, 2008). Kecamatan Sungai Puar merupakan salah satu kecamatan yang berada di kaki gunung Merapi, sementara Kecamatan Tilatang Kamang bertetangga dengan kecamatan Ampek Angkek dan Baso tetapi tidak terletak di kaki gunung Merapi. Kabupaten Agam sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat, sebelah selatan dengan Kabupaten Padang Pariaman dan Tanah Datar, sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan sebelah Timur dengan Kabupaten Lima Puluh Kota. Topografi wilayah kabupaten cukup bervariasi dan terdiri dari daerah datar dengan kemiringan 0-8 persen seluas 815.16 Km 2, wilayah bergelombang dengan kemiringan 8-15 persen seluas 801.08

94 km 2 dan wilayah berbukit dengan kemiringan lebih dari 15 persen seluas 616.02 km 2, yakni dengan ketinggian 2 sampai 1 031 meter di atas permukaan laut. Secara fisiografi, sebagian besar wilayah Kabupaten Agam berupa pegunungan, dimana memiliki dua buah gunung berapi yaitu Merapi dan Singgalang serta satu danau yakni Maninjau seluas 9 950 Ha. Wilayah Kabupaten Agam memiliki empat kelas curah hujan, yaitu : daerah dengan curah hujan > 4 500 mm/tahun berada di sekitar lereng gunung Merapi dan Singgalang meliputi sebagian wilayah Kecamatan IV Koto dan Banuhampu Sungai Puar, daerah dengan curah hujan 3500-4500 mm/tahun mencakup sebagian wilayah Tilatang Kamang, Baso dan IV Angkat Candung, daerah dengan curah hujan 3500-4000 mm/tahun meliputi Kecamatan Palembayan, Palupuh dan IV Koto, dan daerah dengan curah hujan 2 500-3500 mm/tahun meliputi sebagian wilayah Kecamatan Lubuk Basung dan Tanjung Raya. Curah hujan terbanyak pada umumnya terjadi pada bulan Februari hingga April yakni sebesar 2000 mm/tahun, sedangkan di daerah pegunungan > 3000 mm/tahun. Berdasarkan kebutuhan sosial ekonomi dan pertimbangan keadaan fisik dan iklim, maka dari luas lahan sebesar 223 230 Ha yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan untuk pengembangan perekonomian masyarakat di Kabupaten Agam adalah seluas 148 542 Ha atau setara dengan 66.54 persen dari keseluruhan lahan yang ada. Lahan dengan luasan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, perikanan, dan peternakan. Sesuai dengan potensi sumberdaya alamnya dimana didukung oleh fisiografi wilayah yang memiliki dua buah gunung dengan suhu udara yang sejuk dan kultur budaya masyarakat Minangkabau yang agraris, maka sebagian besar usaha perekonomian masyarakat

95 bergerak di sektor pertanian, baik pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan. Jumlah penduduk Kabupaten Agam pada tahun 2008 berjumlah 445 387 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 199.52 jiwa/km 2. Penduduk dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu penduduk yang masuk kelompok angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja sebanyak 203 799 jiwa. Penduduk angkatan kerja yang bekerja adalah 192 364 jiwa dan penduduk angkatan kerja yang tidak bekerja sebanyak 11 435 jiwa ( 29 381 jiwa yang sedang bersekolah dan 69 769 jiwa mengurus rumah tangga, cacat, pensiunan dan lainnya.) Usaha perekonomian masyarakat, untuk sektor pertanian komoditi yang dapat dikembangkan adalah tanaman pangan, hortikultura dan sayur-sayuran. Sedangkan pada sektor peternakan pengembangan yang lebih dominan adalah pada ternak sapi. Sapi potong merupakan salah satu komoditi yang dikembangkan dalam rangka pemberdayaan usaha ekonomi rakyat yang berbasis komoditi unggulan. Usaha penggemukan sapi potong yang telah dilakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan sapi potong baik di Kabupaten Agam sendiri mapun kabupaten lainnya seperti : Bukittinggi, Padang Panjang, Pasaman, dan Padang. Hal ini mengingat daging merupakan salah satu sumber kebutuhan pangan yang banyak digemari masyarakat Sumatera Barat. Faktor penting yang menentukan adalah sumberdaya alam dan kondisi wilayah yang juga mendukung untuk pengembangan usaha ternak sapi, sehingga sudah diusahakan secara turuntemurun.

96 Tabel 10. Populasi Ternak Sapi di Kabupaten Agam Tahun 2005-2009 Tahun Sapi Jantan Sapi Betina Total 2005 12 216 15 267 27 843 2006 12 750 16 013 28 763 2007 12 847 15 542 28 389 2008 15 160 16 857 32 017 2009 14 292 18 431 32 723 Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Agam, 2009 Tabel 10 menunjukkan bahwa populasi sapi potong di Kabupaten Agam mengalami peningkatan tiap tahunnya, akan tetapi populasi sapi jantan pada tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini karena adanya kecenderungan masyarakat untuk mengusahakan usaha pembibitan ternak sapi potong. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten Agam saat ini mengusahakan agar peternakan sapi potong, dalam hal ini usaha pembibitan dan penggemukan dapat berjalan secara bersamasama. 6.2. Keadaan Usaha Penggemukan Sapi Potong 6.2.1. Status Usaha Penggemukan Sapi Potong Status usaha dikategorikan menjadi dua yaitu usaha ternak sapi sebagai pekerjaan utama dan sebagai usaha sampingan. Klasifikasi ini berdasarkan curahan waktu yang dilakukan peternak dalam melakukan pekerjaannya, dimana curahan waktu yang lebih banyak dikategorikan sebagai pekerjaan utama. Status usaha ternak sapi potong di wilayah penelitian dapat dilihat di Tabel 11. Tabel 11. Status Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam Status Usaha Kec. Sungai Puar Kec. Tilatang Kamang Ternak Jumlah (%) Jumlah (%) Utama 6 20.00 16 53.33 Sampingan 24 80.00 14 46.67 Jumlah 30 100.00 30 100.00

97 Tabel 11 menunjukkan bahwa di Kedua Kecamatan wilayah penelitian ini, usaha penggemukan sapi potong secara umum masih sebagai usaha sampingan, yaitu rata-rata 63.33 persen dari keseluruhan peternak responden. Dibandingkan antara Kedua Kecamatan tersebut, maka peternak di Kecamatan Tilatang Kamang lebih banyak yang menjadikan usaha ini sebagai usaha utama yaitu 53.33 persen, sedangkan di Kecamatan Sungai Puar hanya sebanyak 20 persen. Dilihat dari kondisi status usaha penggemukan sapi potong di daerah penelitian, terlihat bahwa peternak memiliki pekerjaan utama diluar usaha ternak sapi, dimana sebagian besar peternak menjadikan usahatani khususnya tanaman sayuran dan hortikultura sebagai usaha utama. Usahatani yang banyak diusahakan peternak di Kecamatan Tilatang Kamang adalah padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan cabe. Sedangkan di Kecamatan Sungai Puar diantara tanaman hortikultura dan sayuran yang banyak diusahakan peternak adalah tanaman kentang, kubis, sawi, wortel, cabe, tomat, dan sayuran lainnya. Hal ini didukung oleh kondisi wilayah dimana memiliki tanah yang subur, udara sejuk karena berada di wilayah pegunungan. Kondisi ini dapat dijadikan peluang untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong, dimana hasil limbah pertanian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk ternak sapi potong. Hal ini juga dapat dijadikan kesempatan untuk pengembangan usahatani ternak. 6.2.2. Pemilikan Ternak Sapi Potong Usaha penggemukan sapi potong yang masih diusahakan sebagai usaha sampingan dapat juga dilihat dari jumlah kepemilikan sapi yang masih rendah yaitu secara keseluruhan rata-rata 2.4 ekor. Rata-rata kepemilikan sapi di Tilatang

98 Kamang lebih tinggi yaitu 3.3 ekor, sedangkan Kecamatan Sungai Puar rata-rata 1.5 ekor. Karakteristik peternak sapi berdasarkan jumlah kepemilikan sapi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi oleh Peternak Responden di Kabupaten Agam Jumlah Kepemilikan Sapi Kec. Sungai Puar Kec. Tilatang Kamang Jumlah (%) Jumlah (%) 1 3 30 100.00 20 66.67 4 6 0 0.00 7 23.33 > 6 0 0.00 3 10.00 Jumlah 30 100.00 30 100.00 Tabel 12 menunjukkan bahwa kepemilikan sapi di Kecamatan Tilatang Kamang sebagian besar adalah 1-3 ekor (66.67 persen), diikuti oleh kepemilikan 4-6 ekor (23.33 persen), dan kepemilikan > 6 ekor hanya 10 persen. Sedangkan kepemilikan ternak sapi oleh peternak di Kecamatan Sungai Puar lebih sedikit yaitu hanya berada pada kisaran 1-3 ekor (100 persen). Kepemilikan ternak sapi yang masih dalam skala kecil ini pada masingmasing peternak juga disebabkan karena ternak sapi sebagian besar hanya dijadikan sebagai tabungan keluarga. Disamping itu juga karena keterbatasan modal yang dimiliki peternak, yang terlihat dari pola penguasaan ternak masih banyak dengan sistem bagi hasil (sistem gaduh). 6.2.3. Pola Penguasaan Ternak Sapi Potong Karakteristik usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam juga dicirikan oleh pola penguasaan ternak, dimana secara keseluruhan terdiri dari milik sendiri (51.67 persen) dan sistem bagi hasil atau gaduh (48.33 persen). Peternak di Kecamatan Sungai Puar lebih banyak yang mengelola usaha

99 ternaknya dengan sistem bagi hasil (66.67 persen), dan yang milik sendiri lebih sedikit (33.33 persen). Sedangkan peternak di Kecamatan Tilatang kamang lebih dominan dengan pengelolaan milik sendiri (70 persen), dan sisanya (30 persen) adalah sistem bagi hasil atau gaduh. Sistem bagi hasil disamping mengandung unsur kerjasama bagi hasil, juga merupakan salah satu upaya dalam mengatasi kekurangan modal bagi peternak. Tabel 13. Pola Penguasaan Ternak sapi Potong oleh Peternak responden di Kabupaten Agam Pola Penguasaan Ternak Sapi Kec. Sungai Puar Kec. Tilatang Kamang Potong Jumlah (%) Jumlah (%) Milik Sendiri 10 33.33 21 70.00 Sistem Bagi Hasil (gaduh) 20 66.67 9 30.00 Jumlah 30 100.00 30 100.00 Sistem bagi hasil ini ada dua variasi yaitu sistem bagi hasil berdasarkan hasil penjualan sapi dengan pembagian 50-50 persen, dan sistem bagi hasil dengan 60-40 persen, dimana 60 persen hasil untuk peternak, dan 40 persen untuk pemilik modal, dalam hal ini yang menyediakan sapi bakalan. Simatupang et al. (1994) menyatakan bahwa faktor pendorong timbulnya sistim gaduhan adalah : (1) belum berkembangnya lembaga keuangan desa, (2) bentuk usaha ternak masih bersifat usaha keluarga, (3) masih banyaknya keluarga yang berpenghasilan rendah, dan (4) wilayah bersangkutan punya potensi produksi. 6.2.4. Pemeliharaan Ternak Sapi Potong Sistem pemeliharaan pada usaha penggemukan sapi potong di wilayah penelitian dilakukan dengan cara kereman, dimana sapi dikandangkan secara terus-menerus. Pemberian pakan diberikan oleh peternak langsung di dalam kandang. Semua aktivitas sapi dilakukan di dalam kandang, mulai dari pemberian

100 makan, minum, istirahat, pembersihan kandang dan pengendalian penyakit. Periode pemeliharaan sapi bervariasi diantara peternak. Perbedaan periode pemeliharaan diantara peternak disebabkan oleh perbedaan umur bakalan yang digunakan serta terkait dengan tujuan utama peternak memelihara sapi potong yaitu sebagai sumber pendapatan utama atau hanya sebagai tabungan, dimana peternak yang orientasi pemeliharaan sebagai tabungan melakukan pemeliharaan relatif lebih lama. Tabel 14. Sebaran Periode Pemeliharaan Sapi Potong oleh Peternak Responden di Kabupaten Agam Periode Pemeliharaan Kec. S. Puar Kec. T. Kamang (bulan) Jumlah (%) Jumlah (%) < 6 1 3.33 4 13.33 6 12 9 30.00 16 53.33 13 18 12 40.00 6 20.00 19 24 8 26.67 4 13.33 Tabel 14 menunjukkan bahwa periode pemeliharaan oleh peternak di Kecamatan Sungai Puar relatif lebih lama dibanding peternak di Tilatang kamang. Sebagian besar peternak (66.67 persen) di Kecamatan Sungai Puar menggemukkan sapi diatas 12 bulan, sementara di Kecamatan Tilatang Kamang sebanyak 66.67 persen peternak menggemukkan sapi hanya selama 12 bulan. Menurut Sugeng (2006), berdasarkan umur sapi yang akan digemukkan, lama penggemukan dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) untuk sapi bakalan dengan umur kurang dari 1 tahun, lama penggemukan berkisar antara 8-9 bulan, (2) untuk sapi bakalan umur 1-2 tahun, lama penggemukan 6-7 bulan, dan (3) untuk sapi bakalan umur 2-2.5 tahun, lama penggemukan 4-6 bulan. Keberhasilan usaha penggemukan sapi potong tergantung dari beberapa faktor yaitu bibit (breeding), pakan (feeding), dan pengelolaan (management).

101 Menurut Siregar (2008), sistem penggemukan ada tiga, yakni sistem kereman, sistem pasture fattening, dan sistem dry lot fattening. Penggemukan sistem kereman dilakukan dengan cara menempatkan sapi-sapi dalam kandang secara terus-menerus selama beberapa bulan. Sistem ini masih sangat sederhana, dimana pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan perbandingan tergantung ketersediaan pakan hijauan dan konsentrat, dan bahkan ada juga yang hanya memberikan pakan berupa hijauan saja. Penggemukan memerlukan waktu berkisar antara 3-6 bulan. Sapi bakalan yang digunakan dalam kereman umumnya sapi sapi jantan yang berumur sekitar 1-2 tahun dalam kondisi kurus dan sehat. Sistem pasture fattening merupakan sistem penggemukan sapi yang dilakukan dengan cara menggembalakan sapi di padang penggembalaan, dimana memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 8-10 bulan. Sapi bakalan yang digunakan pada pasture fattening adalah sapi jantan atau betina dengan umur minimal sekitar 2.5 tahun. Sapi jantan mempunyai pertumbuhan relatif cepat dibandingkan sapi betina sehingga waktu penggemukannya relatif lebih singkat. Sistem dry lot fattening adalah sistem penggemukan dimana sapi berada terusmenerus dalam kandang dengan pemberian ransum atau pakan yang mengutamakan biji-bijian, dan bahkan sudah diformulasi dari berbagai jenis bahan pakan konsentrat. Sedangkan pemberian hijauan dengan proporsi yang lebih sedikit. Sapi bakalan yang dipergunakan pada dry lot fattening umumnya sapi sapi jantan yang telah berumur lebih dari 1 tahun dengan lama penggemukan sekitar 2-6 bulan. Usaha ternak sapi potong di daerah penelitian, dalam hal ini adalah usaha penggemukan sapi, bakalan yang digunakan diperoleh dari bakalan yang dibeli,

102 bukan bakalan hasil pembibitan sendiri. Pada umumnya sapi bakalan yang digemukkan berasal hasil perkawinan alam dan sistem Inseminasi Buatan (IB). Jenis ternak sapi yang dipelihara adalah sapi peranakan Simental. Jenis sapi sudah menjadi perhatian bagi peternak, dimana peternak cenderung menggunakan sapi hasil persilangan dibanding sapi lokal. Hal ini karena sapi hasil persilangan menunjukkan produksi yang lebih baik, terlihat dari pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibanding sapi lokal. Ditinjau dari umur sapi bakalan yang digunakan, maka dapat dibagi menjadi dua, yaitu sapi bakalan yang berumur 1.0-2.5 tahun, dan sapi bakalan yang masih berumur < 1 tahun. Tabel 15. Umur Sapi Bakalan pada Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam Kec. Tilatang Kec. Sungai Puar Umur Sapi Balakan Kamang Jumlah (%) Jumlah (%) < 1 tahun (belum cukup umur) 21 70.00 11 36.67 1 2.5 tahun (cukup umur) 9 30.00 19 63.33 Jumlah 30 100.00 30 100.00 Tabel 15 menunjukkan bahwa peternak di Kecamatan Sungai Puar sebagian besar (70 persen) menggunakan sapi bakalan yang masih berumur di bawah satu tahun, sementara peternak di Kecamatan Tilatang kamang lebih banyak (63.33 persen) menggunakan sapi bakalan yang berumur 1-2.5 tahun. Pertimbangan peternak dalam memilih umur sapi bakalan yang akan dipelihara didasarkan pada berbagai pertimbangan. Pada umumnya peternak yang membeli bakalan dengan umur dibawah 1 tahun adalah karena faktor terbatasnya modal yang dimiliki, dimana sapi dengan umur yang lebih kecil lebih murah. Disamping itu juga dengan alasan bahwa usaha ternak sapi yang dilakukan bertujuan sebagai tabungan. Konsekuensi dari ternak dengan umur bakalan yang masih muda adalah

103 pemeliharaan umumnya lebih lama hingga sapi tersebut layak dijual yaitu berkisar antara 1.5-2.5 tahun pemeliharaan. Kecenderungan berbeda pada usaha penggemukan sapi yang menggunakan bakalan umur 1.0-2.5 tahun, umumnya melakukan pemeliharaan dengan jangka waktu yang lebih pendek yaitu berkisar 4-12 bulan. Hal ini selain karena pertumbuhan ternak mencapai tingkat optimum, efisiensi penggunaan pakannya pun cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugeng (2006) bahwa penggemukan sebaiknya dilakukan pada ternak sapi usia 12-18 bulan atau paling tua umur 2.5 tahun. Pembatasan usia ini dilakukan atas dasar bahwa pada usia tersebut ternak tengah mengalami fase pertumbuhan dalam pembentukan kerangka maupun jaringan daging, sehingga bila pakan yang diberikan itu jumlah kandungan protein, mineral dan vitaminnya mencukupi, sapi dapat cepat menjadi gemuk. 6.2.5. Pertambahan Bobot Badan Sapi Penggemukan adalah suatu usaha pemeliharaan sapi yang bertujuan untuk mendapatkan produksi daging dengan peningkatan bobot badan yang tinggi melalui pemberian makanan yang berkualitas dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Sebaran pertambahan bobot badan sapi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Pertambahan Bobot Badan Sapi pada Usaha Penggemukan Sapi Potong si Kabupaten Agam Pertambahan Bobot Kec. S. Puar Kec. T. Kamang Badan Sapi (kg/hari) Jumlah (%) Jumlah (%) < 0.50 9 30.00 2 6.67 0.50 0.75 16 53.33 12 40.00 > 0.75 5 16.67 16 53.33 Jumlah 30 100.00 30 100.00

104 Tabel 16 menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan sapi di Kecamatan Sungai Puar sebagian besar (53.33 persen) berada pada selang 0.50-0.75 kg per hari. Sedangkan untuk Kecamatan Tilatang Kamang, ternak sapi lebih banyak (53.33 persen) berada pada selang pertambahan bobot badan yang lebih tinggi yaitu di atas 0.75 kg per hari. Empiris lapangan juga menunjukkan jika dibandingkan antara Kedua Kecamatan, rata-rata pertambahan bobot badan sapi di Kecamatan Tilatang Kamang lebih tinggi yaitu 0.75 kg per hari, sementara di Kecamatang Sungai Puar hanya 0.56 kg per hari. 6.2.6. Pakan Ternak Sapi Potong Keberhasilan usaha penggemukan sapi selain tergantung pada bibit, juga ditentukan oleh pakan. Secara garis besar pakan ternak sapi terbagi atas pakan utama yaitu hijauan dan pakan penguat (konsentrat) dan pakan tambahan (Feed Suplement). Pakan yang diberikan pada ternak sapi di daerah penelitian umumnya berupa pakan hijauan. Hijauan yang diberikan pada ternak sapi umumnya berasal dari rumput lapangan dan rumput unggul (rumput gajah) yang ditanam diareal kebun rumput milik peternak dan dilahan marginal seperti pematang sawah. Sekali-kali peternak juga memberikan sisa hasil pertanian berupa jerami padi dan batang jagung (pada musim panen). Pemberian pakan untuk ternak sapi bila ternak dikandangkan adalah berupa hijauan (70 persen) dan konsentrat (30 persen). Kenyataan pada wilayah penelitian peternak sebagian besar hanya memberikan hijauan, dan sebagian kecil saja yang sudah memberikan pakan penguat dengan variasi yang berbeda-beda

105 seperti dedak, kulit ubi, ampas tahu. Campuran dari berbagai jenis pakan penguat tersebut disebut konsentrat. Peternak Kecamatan Tilatang Kamang sudah lebih bervariasi dalam memberikan pakan ternak. Jumlah peternak yang hanya memberikan pakan berupa hijauan sebesar 26.67 persen, sedangkan sisanya sudah mengkombinasikan dengan dedak, kombinasi dengan dedak dan kulit ubi, dan ada juga yang menambahkan mineral. Sedangkan peternak di Kecamatan Sungai Puar sebesar 66.67 persen hanya memberikan pakan berupa hijauan. Hal ini menyebabkan ratarata pertambahan bobot badan sapi di Tilatang Kamang lebih besar yaitu 22.04 kg per bulan atau 0.75 kg per hari. Sedangkan di Sungai Puar pertambahan bobot badan sapi hanya sebesar 16.68 kg per bulan atau 0.56 kg per hari. Pertambahan bobot badan yang dicapai untuk kedua lokasi sebenarnya masih belum optimal, dimana menurut Subiharta et al. (2000) bahwa sapi peranakan simental dapat mencapai ADG (Average Daily Gain) jauh lebih besar yaitu berkisar antara 0.80-1.6 kg. Pemberian pakan berupa hijauan diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB dan sore hari sekitar pukul 17.00 WIB. Untuk peternak yang juga menyertakan konsentrat sebagai pakan ternak biasanya memberikan konsentrat sebelum pemberian hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (2008) yaitu pemberian konsentrat yang dilakukan 2 jam sebelum pemberian hijauan akan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik karena konsentrat yang relatif banyak mengandung pati sebagian besar sudah dicerna oleh mikroorganisme rumen pada saat hijauan mulai masuk ke dalam rumen.

106 Jenis hijauan yang diberikan berupa rumput gajah, batang jagung, dan atau rumput liar. Rumput untuk pakan ternak biasanya diperoleh dari rumput hasil budidaya sendiri, maupun dicari disekitar hutan. Sedangkan untuk dedak dibeli di daerah sekitar dengan harga rata-rata Rp. 1002.77 per kilogram, ampas tahu Rp. 320.14 per kilogram, kulit ubi Rp. 121.69 per kilogram, dan mineral Rp. 6 555.56 per kilogram. Pemberian pakan rata-rata di Kecamatan Tilatang Kamang untuk satu ekor sapi per hari adalah hijauan sebanyak 65.83 kg, dedak 1.55 kg, kulit ubi 4.98 kg, dan mineral 42.03 g. Sedangkan di Kecamatan Sungai Puar pemberian hijauan rata-rata 66.33 kg, dedak 0.4 kg dan mineral 23.14 g. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994), sebagai perkiraan kebutuhan pakan sapi adalah 15-20 persen bobot tubuhnya. Pakan yang diberikan setiap hari dalam penggemukan sapi berupa hijauan sebanyak 10 persen dari bobot badan dan konsentrat sebanyak 2 persen dari bobot badan atau rata-rata 5 kg/ekor/hari. 6.2.7. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan peternak di Kedua Kecamatan terdiri dari tenaga kerja keluarga, tenaga kerja sewa atau tenaga kerja luar keluarga. Input tenaga kerja keluarga yang dimaksud adalah curahan tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga sendiri dalam usaha penggemukan sapi potong. Tenaga kerja sewa atau luar keluarga adalah penggunaan tenaga kerja diluar anggota keluarga yang digunakan dalam usaha penggemukan sapi potong. Tenaga kerja luar keluarga pada usaha penggemukan sapi di Sungai Puar biasanya digunakan dalam pengolahan tanah untuk menanam hijauan, sedangkan untuk pemeliharaan ternak sapi hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Begitupula untuk usaha penggemukan sapi di Tilatang Kamang sebagian besar menggunakan tenaga

107 kerja keluarga dalam pemeliharaan ternak, sedangkan tenaga kerja luar keluarga digunakan untuk pengolahan dalam proses penanaman hijauan. Proporsi penggunaan Tenaga kerja dalam keluarga di Kecamatan Tilatang Kamang dan Sungai Puar berturut-turut adalah adalah 96.88 persen dan 98.9 persen dari keseluruhan jam kerja. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang lebih besar disebabkan karena usaha penggemukan sapi potong di wilayah penelitian masih sebagai usaha sampingan dengan skala usaha yang masih kecil. Proporsi penggunaan tenaga kerja dalam usaha penggemukan sapi potong di Kedua Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usaha Penggemukan Sapi potong di Kabupaten Agam Kec. Sungai Puar Kec. Tilatang Kamang Penggunaan Tenaga Kerja (Jam Kerja Pria /periode) (Jam Kerja Pria /periode) Total (%) Total (%) Tenaga Kerja Keluarga 1 365.00 98.90 1 545.13 96.88 Tenaga Kerja Luar / sewa 14.57 1.10 49.60 3.12 Jumlah 1 379.57 100.00 1 594.73 100.00 Tabel 17 menggambarkan bahwa proporsi tenaga kerja yang lebih banyak digunakan pada pengelolaan usaha penggemukan sapi potong di wilayah penelitian adalah berasal dari tenaga kerja keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga di Tilatang Kamang lebih besar dibanding Sungai Puar. Curahan kerja yang dilakukan dalam pengelolaan usaha penggemukan sapi potong adalah mencari hijauan, memberi makan dan membersihkan kandang, pemupukan hijauan dan penyiangan. Sedangkan untuk pengolahan lahan hijauan sebagian kecil peternak menggunakan tenaga kerja luar keluarga.

108 6.2.8. Obat-obatan Ternak Sapi Potong Pengobatan yang dilakukan peternak pada ternak sapi yang dipelihara meliputi pemberian vitamin, obat cacing, antibiotik, dan pemberian obat lainnya. Obat-obatan berupa vitamin biasanya diberikan saat awal sapi sampai di kandang atau awal masa pemeliharaan, dan selanjutnya enam bulan berikutnya, namun belum semua peternak yang memberikan secara teratur. Sedangkan untuk obat cacing umumnya diberikan secara teratur satu kali tiga bulan. Antibiotik diberikan jika ternak mengalami luka, atau penyakit kulit. Pemberian vitamin dan antibiotik dengan injeksi biasanya menggunakan jasa petugas kesehatan hewan yang ada di daerah penelitian. Upaya pencegahan penyakit juga merupakan hal yang penting dalam usaha penggemukan sapi potong. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan melalui kegiatan sanitasi kandang secara teratur. Agar ternak sapi yang digemukan dalam keadaan sehat dan mampu memproduksi dengan baik dan maksimal maka diperlukan adanya sanitasi. Kegiatan sanitasi kandang yang dilakukan meliputi pembersihan lantai kandang, selokan, tempat pakan, tempat air minum, dan peralatan. 6.2.9. Penjualan Ternak Sapi Potong Pasar merupakan salah satu aspek penting dalam proses produksi. Pemasaran ternak sapi potong membentuk jaringan tataniaga komplek mulai dari tingkat peternak sampai ke konsumen. Dalam hal ini keberadaan toke ternak sangat berperan. Toke ternak adalah pedagang perantara yang wilayah kerjanya

109 meliputi tingkat desa (peternak) sampai lintas kabupaten. Penguasaan pasar hewan didomonasi oleh keberadaan toke ternak yang biasanya mempunyai posisi tawar yang lebih kuat. Peternak dalam melakukan penjualan ternak biasanya dilakukan di kandang masing-masing. Toke ternak didatangkan untuk melakukan penawaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Mekanisme penentuan harga dilakukan dengan sistem taksiran. Sebagian peternak ada yang sudah memiliki target penjualan pada waktu tertentu, yaitu pada hari Raya Idul Fitri dan hari liburan sekolah sebelum memasuki tahun ajaran baru. Peternak sendiri pada umumnya lebih respek kepada pedagang (toke) yang sanggup membeli dengan cara tunai. Pemilihan pedagang (toke) ternak tertentu oleh peternak didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu sistem pembayaran dan harga yang ditawarkan serta sistim kepercayaan yang sudah dibangun antara peternak dan pedagang (toke). Transaksi penjualan ternak sapi yang terjadi yaitu dari petani peternak disalurkan ke pedagang (toke) ternak dengan harga rata-rata ditingkat peternak Rp. 23 500 per kilogram bobot hidup. Toke ternak membawa sapi tersebut ke pasar hewan yang ada di daerah sekitar, kemudian melakukan transaksi dengan pedagang pengumpul, dimana harga yang berlaku ditingkat pedagang adalah rata - rata Rp. 25 000 per kilogram berat hidup. Selanjutnya dari pedagang pengumpul dibawa ke rumah potong hewan untuk dipotong. Dari RPH tersebut daging masuk kepada pengecer daging dengan harga rata-rata Rp. 27 000, dan selanjutnya dibeli oleh konsumen, seperti rumah makan, pedagang bakso, ataupun rumahtangga. Sedangkan yang dijual ke pedagang antar daerah seperti

110 Bukittinggi, Payakumbuh, Batusangkar, Pariaman, Pasaman dan keluar provinsi yaitu Pekan Baru. Selanjutnya ternak sapi juga diperdagangkan sebelum sampai ke konsumen akhir di daerah yang bersangkutan. Rumahtangga Peternak RPH Pedagang Pengumpul Toke (Pedagang Ternak) Pedagang besar antar daerah Pengecer daging Pasar Hewan Konsumen Gambar 9. Saluran Pemasaran sapi Potong di Kabupaten Agam Berdasarkan saluran pemasaran tersebut terlihat bahwa peternak dalam memasarkan ternaknya masih sangat tergantung pada jasa pedagang, yaitu toke, pedagang pengumpul atau juga pedagang pengumpul antar daerah. Kondisi demikian mengakibatkan lemahnya posisi peternak, baik dalam hal memperoleh keuntungan maupun posisi tawar. Jika peternak yang mengusahakan penggemukan sapi potong bisa berhubungan langsung dengan pedagang daging, konsumen akan memperoleh harga daging yang lebih murah dan peternak memperoleh keuntungan yang lebih besar. 6.3. Karakteristik Responden Penelitian

111 Karakteristik rumahtangga sangat penting dipelajari karena dapat mempengaruhi rumahtangga dalam keputusan produksi, dalam hal ini keputusan dalam mengusahakan penggemukan sapi. Karakteristik rumahtangga responden meliputi umur peternak, pendidikan peternak, pengalaman, dan jumlah anggota keluarga. 6.3.1. Umur Peternak Responden Umur merupakan salah satu komponen yang menggambarkan karakteristik peternak. Rata-rata umur peternak sapi di Tilatang Kamang adalah sebesar 45.5 tahun atau berkisar antara 25-60 tahun. Rata-rata umur ini lebih besar dari umur peternak sapi di Sungai Puar yaitu rata-rata 40.23 tahun atau berkisar antara 16-74 tahun. Tabel 18. Sebaran Umur Peternak Responden di Kabupaten Agam Selang Umur Kec. S. Puar Kec. T. Kamang (tahun) Jumlah (%) Jumlah (%) 16-22 1 3.33 0 0.00 23 29 5 16.67 3 10.00 30 36 9 30.00 3 10.00 37 43 2 6.67 5 16.67 44 50 8 26.67 9 30.00 51 57 3 10.00 6 20.00 58 64 0 0.00 4 13.33 65 71 0 0.00 0 0.00 72-78 2 6.67 0 0.00 Jumlah 30 100.00 30 100.00 Tabel 18 menjelaskan bahwa rata-rata umur peternak sapi di Tilatang Kamang adalah sebesar 45.5 tahun atau berkisar antara 25-60 tahun. Rata-rata umur ini lebih besar dari umur peternak sapi di Sungai Puar yaitu rata-rata 40.23 tahun atau berkisar antara 16-74 tahun. Mayoritas peternak responden berada pada kisaran umur dibawah 50 tahun. Mayoritas (30 persen) peternak di Kecamatan

112 Sungai Puar berada pada kisaran 30-36 tahun, sedangkan di Kecamatan Tilatang Kamang sebagian besar ( 30 persen) berada pada selang umur 44-50 tahun. Secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa sebagian besar peternak sapi di daerah penelitian masih dikategorikan sebagai usia produktif. 6.3.2. Tingkat Pendidikan Peternak Responden Tingkat pendidikan peternak responden merupakan faktor cukup penting dalam usaha ternak, karena usaha penggemukan sapi potong membutuhkan kecakapan, pengalaman serta wawasan tertentu terutama dalam hal mengadopsi teknologi dan keterampilan. Oleh karena itu tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha. Tabel 19. Sebaran Tingkat Pendidikan Peternak Responden di Kabupaten Agam Tingkat Pendidikan Kec. S. Puar Kec. T.Kamang Jumlah (%) Jumlah (%) SD 15 50.00 15 50.00 SLTP 10 33.33 9 30.00 SLTA 5 16.67 5 16.67 Diploma 0 0.00 1 3.33 Jumlah 30 100.00 30 100.00 Tabel 19 memperlihatkan tingkat pendidikan peternak penggemukan sapi di Kabupaten Agam relatif sama antara Kecamatan Sungai Puar dan Tilatang Kamang. Level pendidikan peternak untuk Kecamatan Sungai Puar dan Tilatang Kamang sebagian besar adalah Level Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 50 persen untuk masing-masing Kecamatan. Selanjutnya adalah level SLTP yaitu 33.33 persen di Kecamatan Sungai Puar dan 30 persen di Kecamatan Tilatang Kamang. Tingkat pendidikan tertinggi di Kecamatan Sungai Puar adalah SLTA,

113 sedangkan untuk Kecamatan Tilatang Kamang adalah Diploma, tetapi hanya satu orang atau 3.33 persen. 6.3.3. Pengalaman Peternak Responden Tingkat pengalaman responden menunjukkan lamanya peternak melaksanakan usahanya. Pengalaman dapat mempengaruhi hasil produksi ternak. Empiris lapangan menunjukkan terdapat variasi pengalaman peternak dalam mengusahakan penggemukan sapi potong (Tabel 20). Tabel 20. Pengalaman Peternak Responden di Kabupaten Agam Lama Beternak Kec. S.Puar Kec. T.Kamang (Tahun) Jumlah (%) Jumlah (%) 5 2 6.67 10 33.33 6 10 10 33.33 5 16.67 11-15 6 20.00 3 10.00 > 15 12 40.00 12 40.00 Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar peternak sapi di kabupaten Agam telah berpengalaman dalam memelihara sapi. Rata-rata pengalaman beternak sapi untuk peternak sapi di Sungai Puar yaitu sebesar 16.4 tahun dan peternak sapi di Tilatang Kamang sebesar 12.4 tahun. Mayoritas pengalaman peternak di Kecamatan Sungai Puar dan Tilatang Kamang adalah pada selang diatas 15 tahun yaitu masing-masing sebanyak 40 persen. Rata-rata jumlah anggota keluarga di Sungai Puar sebanyak 3.6 orang, hampir sama dengan Tilatang Kamang yaitu rata-rata 3.8 orang. Jumlah tanggungan keluarga yaitu berturut-turut Sungai Puar 1.90 dan Tilatang Kamang 1.87. Jumlah anggota keluarga dan tanggungan keluarga juga dapat mempengaruhi keputusan produksi.