STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING DI KALIMANTAN SELATAN

STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI, PERAN DAN PERMASALAHAN BETERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

DAYA DUKUNG LAHAN RAWA SEBAGAI KAWASAN SENTRA PENGEMBANGAN KERBAU KALANG DI KALIMANTAN SELATAN

STUDI PERMINTAAN PASAR KERBAU RAWA DALAM MENUNJANG PENGEMBANGAN LAHAN RAWA DAN PROGRAM KECUKUPAN DAGING DI KALIMANTAN SELATAN

KERAGAAN USAHA TERNAK KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

KARAKTERISTIK SISTEM PEMELIHARAAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

KARAKTERISTIK KERBAU RAWA KALIMANTAN SELATAN

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN

KARAKTERISTIK KERBAU KALANG (RAWA) SEBAGAI PLASMA NUTFAH DI KALIMANTAN SELATAN. (Characteristics of Swamp Buffalo as Germ Plasm in South Kalimantan)

PROFIL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Lilkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak apu), Ipomou aquatica (kangkung), Paspalidium punctatum (kumpai bab

PROFIL USAHA PETERNAKAN ITIK ALABIO (Anas platyrhynchos Borneo) DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

POTENSI HIJAUAN SEBAGAI PAKAN UTAMA TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS POTENSI WILAYAH UNTUK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

KACANG TANAH DILAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN ABSTRAK

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT ABSTRAK

PENDAHULUAN Latar Belakang

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

RESPON KERBAU JANTAN PADA PENGGEMUKAN DENGAN PAKAN DEDAK PADI DI SENTRA KERBAU KALIMANTAN SELATAN

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Responden Data yang dikumpulkan meliputi:

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

POTENSI DAN PROSPEK PENGGUNAAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU RAWA (Bubalus bubalis carabanensis) DI KECAMATAN DANAU PANGGANG, KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

PEMASARAN KERBAU RAWA DI WILAYAH BANUA ENAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB IV TUGAS PEMBANTUAN

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

PENDAHULUAN Latar Belakang

KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH DI DESA KALIBENING KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI

VII. FORMULASI STRATEGI

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Peternakan sapi potong merupakan salah satu sektor penyedia bahan

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL PELAKSANAAN MINAPADI DI DESA PAYAMAN NGANJUK

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru

PENGKAJIAN SISTEM BUDIDAYA SAPI POTONG PADA EKOREGIONAL PADANG PENGEMBALAAN PENDAHULUAN

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PENDAHULUAN Latar belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK KERBAU MELALUI PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK (PMUK) DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat

Transkripsi:

STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI, A. HAMDAN, R. QOMARIAH dan A. SUBHAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Phone (0511) 4772346, Fax (0511) 4781810 ABSTRAK Kerbau rawa merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak diusahakan oleh petani ternak khususnya di daerah lahan rawa Kalimantan Selatan. Kerbau rawa mempunyai potensi dan peluang yang baik untuk dikembangkan, hal ini didukung dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan dan kesadaran akan pangan bergizi dari masyarakat, sehingga permintaan konsumen akan daging meningkat. Kontribusi produksi daging kerbau yang dihasilkan di Kalimantan Selatan sekitar 12,22% dari total produksi ternak ruminansia. Makalah ini merupakan review dan bertujuan untuk memaparkan pemikiran-pemikiran tentang strategi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan khususnya di daerah rawa di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Batola dengan pertimbangan populasi kerbau rawa cukup tinggi. Pengembangan kerbau rawa dapat dilakukan di daerah rawa baik lebak maupun pasang surut dengan memperhatikan daya dukung lahan terhadap penyediaan hijauan pakan ternak. Masalah yang dihadapi petani ternak kerbau yaitu areal padang penggembalaan yang terbatas dan berkurang akibat bertambahnya jumlah penduduk, pergeseran penggunaan lahan menjadi lahan usahatani; ketersediaan hijauan sangat tergantung musim, dan adanya hama (ulat dan keong mas); rendahnya produktivitas akibat rendahnya kualitas pakan, penurunan mutu bibit, inbreeding dan manajemen pemeliharaan yang kurang optimal; lokasi pemeliharaan ternak kerbau yang cukup jauh menyebabkan sulitnya akses untuk mendapatkan penyuluhan dan pencegahan/pengobatan penyakit. Berdasarkan analisis SWOT terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk pengembangan kerbau rawa dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal. Dan untuk mendukung strategi pengembangan disarankan agar program pengembangan kerbau mendapat prioritas baik dari pemerintah pusat atau daerah; pengembangan ternak kerbau harus sesuai dengan potensi daerah yang didukung dengan perbaikan teknologi (bibit, manajemen dan pakan) dan dapat diarahkan sebagai obyek wisata; serta perlunya pembinaan dan penyuluhan yang lebih intensif. Kata kunci : Kerbau rawa, strategi, SWOT, Kalimantan Selatan PENDAHULUAN Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang berkembang di Propinsi Kalimantan Selatan yang patut dijaga kelestarian untuk ditingkatkan produktivitasnya. Populasi kerbau pada tahun 2004 sekitar 38.488 ekor yang tersebar hampir di semua kabupaten dengan tingkat populasi yang berbeda (DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN, 2005). Ternak ini berpotensi sebagai penghasil daging dan sumber pendapatan bagi peternak yang mengusahakannya. Populasi kerbau rawa tertinggi terdapat di Kabupaten HSU dengan kontribusi produksi berupa daging sebesar 18,08% menyusul kabupaten lainnya (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2003). Penurunan populasi kerbau rawa sekitar 10,61% dalam kurun 7 tahun dari tahun 1996 sampai tahun 2003 semula dari 38.179 ekor menjadi 37.311 ekor (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2003). Turunnya populasi ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya tingkat produktivitas yang rendah, pemotongan yang tinggi, mortalitas yang tinggi dan daya dukung lahan (pakan) yang terbatas. Pemotongan mencapai 10-11% per tahun sedangkan pertambahan populasinya hanya 0,64% per tahun. Perkembangan populasi tergantung beberapa faktor yaitu kelahiran, kematian, pemotongan, pemasukan dan pengeluaran. Khusus untuk kerbau rawa, saat 192 199

ini perkembangannya hanya ditekankan dari 3 faktor yaitu kelahiran, kematian dan pemotongan (PERHIMPUNAN PETERNAK SAPI DAN KERBAU INDONESIA, 1994). Pemeliharaan kerbau di Kalimantan Selatan ditinjau dari segi lahan ada dua (2) macam yaitu yang dibudidayakan di lahan rawa dan lahan kering. Pemeliharaan kerbau di daerah lahan rawa banyak dilakukan di daerah yang relatif terpencil dengan cara tradisional yaitu digembalakan di rawa-rawa secara berkelompok. Ternak ini berkembang biak tanpa campur tangan atau sentuhan pemilik yang kecil. Pemeliharaan kerbau pada musim hujan/air dalam dengan cara digembalakan di rawa, dan sore hari dikandangkan dalam kalang. Oleh karena itu kerbau rawa ini disebut juga kerbau kalang. Pada musim kemarau kerbau digembalakan di padang gembala (SADERI et al., 2004 ; ROHAENI et al., 2005). Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata khususnya di HSU menjadikan kerbau rawa sebagai salah satu obyek dan daya tarik wisata, yaitu pacuan kerbau disamping habitatnya berupa kawasan rawa-rawa menjadi daya tarik tersendiri (DINAS PARIWISATA KALIMANTAN SELATAN, 1996). Pacuan kerbau menjadi agenda tetap Pemerintah Daerah terutama dalam menyambut HUT kemerdekaan. Pemeliharaan kerbau di daerah lahan kering seperti Tanah Laut dan sebagian Kabupaten Banjar dilakukan di gunung-gunung atau padang penggembalaan seperti halnya memelihara ternak sapi. Keperluan untuk berendam/berkubang dilakukan di sungaisungai atau di tempat kubangan buatan. Makalah ini merupakan review dan bertujuan untuk memaparkan pemikiranpemikiran tentang strategi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan khususnya di daerah rawa khusus di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Batola dengan pertimbangan populasi kerbau rawa cukup tinggi. Gambaran umum wilayah Kalimantan Selatan merupakan salah satu propinsi yang ada di Pulau Kalimantan dengan luas 37.377 km 2, terdiri atas 11 kabupaten dan 2 kota. Luas Kabupaten HSU 2.771 km 2, HST 1.472 km 2, HSS 1.703 km 2, dan Barito Kuala 2.997 km 2. Berdasarkan luas wilayah ini terlihat bahwa Kabupaten Batola mempunyai wilayah terluas dan yang tersempit diantara empat kabupaten adalah HST. Wilayah pemeliharaan kerbau rawa merupakan daerah rawa yang tergenang air hampir 6 bulan per tahun. Kondisi ini menyebabkan kerbau rawa yang ada menjadi pandai berenang. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa penyebaran kerbau rawa pada empat (4) kabupaten di Kalimantan Selatan meliputi beberapa wilayah pedesaan seperti tertera pada Tabel 1. Dinamika populasi kerbau Populasi kerbau rawa yang ada di Kalimantan Selatan ditampilkan pada Tabel 2. Dari data ini terlihat bahwa terjadi trend perkembangan yang berbeda dalam rentang waktu yang berbeda. Bila dalam 5 tahun terakhir (2000-2004), terlihat bahwa trend populasi kerbau rata-rata meningkat, namun bila dilihat dalam waktu yang lebih panjang yaitu 12 tahun dari tahun 1993-2004, peningkatan hanya terjadi di dua (2) kabupaten yaitu HSS dan Batola. Menurut laporan ROHAENI et al. (2005) bahwa penurunan populasi kerbau di Kabupaten HST disebabkan karena semakin berkurangnya areal padang penggembalaan. Peternak mengurangi jumlah pemeliharaan ternaknya karena kesulitan untuk mendapatkan hijauan/pakan. Peningkatan populasi kerbau yang tertinggi terjadi di Kabupaten Batola baik dalam 5 dan 12 tahun terakhir. Hal ini terjadi karena didukung dengan luas padang penggembalaan, sehingga penyediaan hijauan tidak mengalami masalah. Tabel 3 menampilkan data dinamika populasi kerbau pada tahun 2004 yang menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pada Tabel ini terlihat bahwa persentase kelahiran di empat (4) kabupaten berkisar antara 12,85-31,23% dengan pemotongan antara 2,41-17,97%. Melihat rataan angka ini pemotongan ternak masih di bawah kelahiran, jadi masih ada nilai lebih (positif). 197 233

Tabel 1. Daerah penyebaran kerbau rawa di empat (4) kabupaten pengembangan kerbau No Kabupaten Kecamatan Desa 1 Hulu Sungai Utara Danau Panggang 1. Bararawa 2. Sapala 3. Pal Batu 4. Ambahai 5. Tampakang 6. Paminggir 7. Paminggir Seberang 2 Hulu Sungai Tengah Labuan Amas Utara 1. Sungai Buluh 2. Mantaas 3. Rantau Bujur 3 Hulu Sungai Selatan Daha Utara 1. Teluk Haur 2. Hamayung 3. Pandak Daun 4. Paharangan 5. Hamayung Daha Selatan 1. Bajayau Baru 2. Bajayau Lama 4 Barito Kuala Kuripan 1. Tabatan 2. Tabatan Baru Sumber: ROHAENI et al. (2005) Tabel 2. Perkembangan populasi kerbau rawa di Kabupaten HSU, HST, HSS, dan Batola Provinsi Kalimantan Selatan No Kabupaten Populasi (ekor) Trend (%) 1993 2000 2004 12 tahun terakhir 5 tahun terakhir 1 Hulu Sungai Utara (HSU) 7.869 6.509 7.771-1,25 19,39 2 Hulu Sungai Tengah (HST) 5.200 1.801 1.895-63,56 5,22 3 Hulu Sungai Selatan (HSS) 2.369 2.812 3.136 32,38 11,52 4 Barito Kuala (Batola) 475 493 857 80,42 73,83 Sumber: DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN (2004) Aspek sosial, ekonomi dan budaya Usaha beternak kerbau merupakan salah satu jenis usaha yang dilakukan secara turun temurun di Kalimantan Selatan. Pemeliharaan ternak kerbau sudah membudaya dan jumlah kepemilikan menunjukkan status sosial bagi pemiliknya. Usaha ini mempunyai peran yang besar terhadap perekonomian keluarga petani. Peran ternak kerbau rawa bagi daerah berfungsi sebagai penghasil daging dan tidak digunakan sebagai tenaga kerja seperti di daerah lahan kering. Sedang bagi petani berfungsi sebagai sumber pendapatan dan peluang usaha. Keberadaan ternak kerbau dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat dan telah dilakukan beberapa ratus tahun secara turun temurun. Kondisi alam yang berupa rawa-rawa dan adanya populasi kerbau merupakan salah satu potensi untuk pengembangan agro wisata yang unik dan sudah dimulai oleh Pemda HSU berupa pacuan kerbau, namun acara ini tidak dilakukan secara rutin setiap tahun. Hal ini disebabkan perlunya dana yang besar untuk penyiapan sarana dan prasarana guna pelaksanaan acara ini. Sementara wisatawan yang datang masih sedikit (tidak sesuai harapan). 235 197

Tabel 3. Dinamika ternak kerbau rawa dalam satu tahun (tahun 2004) Kabupaten Kalimantan No Uraian HSU HST HSS Batola Selatan ekor % ekor % ekor % ekor % ekor % 1. Populasi awal 7.603-1.803-3.074 12,85 801-37.550-2. Kelahiran 1.011 13,30 563 31,23 395 12,85 123 15,36 5.054 13,46 3. Kematian 149 1,96 43 2,38 30 0,98 10 1,25 635 1,69 4. Pemasukan 10 0,13 0 0 0 0 15 1,87 2.857 7,61 5. Pengeluaran 104 3,33 104 5,77 229 7,45 0 0 2.513 6,69 6. Pemotongan 324 5,93 324 17,97 74 2,41 72 8,99 3.825 10,19 7. Pertumbuhan 92 2,21 92 5,10 62 2,02 56 6,99 938 2,50 8. Populasi akhir 7.771-1.895-3.136-857 - 38.488 - Sumber: DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN 2004 Selanjutnya bila dilihat dari segi penyedia protein hewani bagi masyarakat, diketahui bahwa produksi karkas dan jerohan dari ternak kerbau di Kalimantan Selatan pada tahun 2004 mampu menyumbang sekitar 12,22% dari total produksi ternak besar. Produksi ini turun sebesar 3,33% dibanding tahun 2002 (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa ternak kerbau berperan tidak hanya memberikan kontribusi pendapatan bagi peternak yang memilikinya namun juga memberikan kontribusi terhadap penyediaan daging. Kontribusi produksi dari ternak kerbau dapat meningkat bila dikelola lebih optimal lagi sehingga reproduktivitasnya meningkat. Permasalahan beternak kerbau Dalam melakukan budidaya dan usahaternak kerbau, peternak mengalami beberapa masalah yang dihadapi, diantaranya yaitu: 1). Areal padang penggembalaan yang terbatas dan berkurang akibat bertambahnya jumlah penduduk, pergeseran penggunaan lahan menjadi lahan usahatani, terutama di Kabupaten HSS dan HST, serta sebagian kecil di HSU dan Batola. Alternatif pemecahan masalah yang mungkin yaitu melakukan pengaturan areal padang penggembalaan, menanam hijauan pakan ternak, pemberian pakan alternatif dengan memanfaatkan pakan lokal sehingga harganya murah dan kandungan gizi sesuai kebutuhan, dan perbaikan manajemen pemeliharaan (dari ekstensif ke semi intensif). 2). Ketersediaan hijauan sangat tergantung musim dan adanya hama (ulat dan keong mas) terutama terjadi di HSS, HSU dan HST. Alternatif pemecahan yang dapat ditempuh yaitu melakukan pemberantasan hama dan penanaman hijauan untuk pakan ternak. 3). Rendahnya produktivitas akibat pakan, penurunan mutu bibit, inbreeding dan manajemen pemeliharaan yang kurang optimal. Pemecahan masalah yang mungkin dilakukan adalah perlunya peningkatan pembinaan dan penyuluhan bagi petani kerbau tentang budidaya (pakan, penyakit), perlunya pejantan bermutu yang ditinjau dari beberapa segi misalnya umur, keturunan dan performan dan pencegahan penyakit. Hal ini didukung oleh pernyataan PUTU et al. (1994) dari beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa faktor utama yang mempengaruhi rendahnya peningkatan populasi ternak kerbau yaitu rendahnya performan reproduksi sehingga mempengaruhi kemampuan produksinya. Selanjutnya disebutkan bahwa ternak kerbau lambat dewasa kelamin, panjangnya atau lamanya 199 232

periode berahi kembali setelah beranak, masa kebuntingan yang panjang dan gejala birahi yang sulit untuk dideteksi. Menurut SOEDARSONO (1993) dalam PUTU et al. (1994) bahwa sulitnya mengetahui gejala birahi kerbau karena posisi vagina bagian depan lebih rendah dibandingkan vagina bagian belakang sehingga lendir tidak bisa keluar dengan bebas saat birahi. Hasil pra survei yang dilakukan SADERI et al. (2004) masalah yang dihadapi peternak kerbau rawa di Kabupaten HSU yaitu tingginya kematian anak kerbau, terbatasnya ketersediaan hijauan pada musim hujan (air dalam) karena HMT terendam air dan terbatasnya daya tampung lahan karena tidak optimalnya produksi HMT. Hal ini mengakibatkan peternak akan menemui kesulitan apabila ingin menambah populasi ternaknya, walaupun kadang peternak sangat ingin menambah jumlah ternaknya. Pada musim kemarau peternak menghadapi masalah hama pakan berupa ulat yang dapat menghabiskan hijauan di lokasi padang penggembalaan. Selain ini tingkat kematian pada anak kerbau dinilai cukup tinggi terutama antara umur 1 hari sampai 2 bulan. Masalah lain yaitu maraknya pencurian kerbau sehingga peternak harus hati-hati menjaganya. Hal ini menuntut upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah baik pusat dan atau daerah sehingga dapat menentukan tindakan apa yang harus dilakukan dan teknologi yang cocok untuk diintroduksikan yang dapat memperbaiki budidaya yang telah ada. Analisis SWOT usaha ternak kerbau rawa Untuk menyusun strategi pengembangan kerbau rawa dilakukan analisis SWOT dengan mempertimbangkan lingkungan internal dan eksternal Dari lingkungan internal yang diidentifikasi adalah unsur kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) dan lingkungan eksternal adalah peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats), selanjutnya diungkapkan strategi pengembangan kerbau rawa. Faktor internal Kekuatan (Strengths) Populasi kerbau rawa di Kalimantan Selatan pada umumnya terkonsentrasi di HSU, HST, HSS dan Barito Kuala. Di empat kabupaten ini mempunyai luasan lahan yang berpotensi sebagai tempat untuk berkembangnya ternak kerbau rawa. Hal ini memang sesuai dengan habitat hidup kerbau yang tidak hanya suka tapi juga merupakan suatu kebutuhan hidup memerlukan air untuk berkubang. Pada lahan yang ada juga tumbuh berbagai jenis rumput dan hijauan yang merupakan pakan untuk kerbau, terdapat berbagai jenis pakan yang dikenal petani dan disukai kerbau dengan beberapa nama daerah (lokal). Kekuatan lain yang dimiliki petani dan peternak kerbau yaitu adanya pengalaman beternak yang cukup lama berkisar antara 15-22 tahun (untuk empat kabupaten). Pengalaman ini merupakan proses belajar dan turut berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam beternak kerbau. Dengan semakin lamanya pengalaman beternak maka petani mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam menghadapi masalah atau untuk mengembangkan usahanya. Beternak kerbau yang telah dilakukan petani merupakan sumber pendapatan bagi penduduk yang mengusahakan. Hal ini menunjukkan suatu peran penting dari kerbau rawa karena telah diusahakan sebagai usaha utama bagi pemilik atau yang mengusahakannya. Pemasaran kerbau dinilai tidak mengalami permasalahan dari sudut pandang penjualan. Hal ini ditunjukkan dengan mudahnya petani untuk menjual kerbau kapanpun dan berapapun jumlahnya. Petani saat ini jika akan menjual kerbau, dapat menghubungi pedagang yang ada di desa atau pedagang di luar desa melalui telepon. Kelemahan (Weaknesses) Beberapa faktor yang merupakan kelemahan yaitu produktivitas relatif rendah atau bahkan cenderung menurun. Hal ini kemungkinan dapat dilihat dari segi bobot badan lahir yang lebih rendah dibandingkan 236 199

penelitian yang dilaporkan oleh PUTU et al. (1994). Penggunaan pejantan muda untuk mengawini induk juga merupakan hal yang umum dilakukan petani, hal ini dapat menyebabkan inbreeding dan penurunan produktivitas. Pejantan yang cukup umur lebih banyak dijual sebagai sumber pendapatan petani. Kelemahan lain yaitu lokasi berkembangnya kerbau rawa relatif terpencil sehingga menyulitkan dalam pembinaan dan penyuluhan. Ketersediaan pakan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan pakan lebih banyak tumbuh, tapi bila banjir akan menimbulkan masalah yaitu kerbau sulit untuk menjangkau karena rumput terendam air. Pada musim kemarau yang panjang hijauan mati kekeringan sehingga ternak kekurangan pakan. Kelemahan lain yang dihadapi adalah adanya hama pada pakan yaitu berupa keong mas pada musim hujan, dan ulat pada musim kemarau. Pertumbuhannya keong mas sangat cepat sehingga petani sulit untuk mengatasi. Keong mas biasa dimanfaatkan untuk pakan itik, tapi tetap saja menjadi hama rumput. Keong mas mulai ada sekitar tahun 2000. Kematian masih relatif tinggi yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah penyakit dan kekurangan pakan. Penyakit yang umum menyerang kerbau yaitu penyakit cacing dan penyakit hati rusak/hancur. Kekurangan pakan yang berkepanjangan dapat menyebabkan kematian walaupun secara tidak langsung. Kekurangan pakan akan menimbulkan daya tahan menurun sehingga ternak lebih mudah terkena penyakit. Kelemahan lain yang ditemui yaitu kurang optimalnya kelembagaan yang ada dan berpengaruh terhadap kelancaran arus dan informasi inovasi-inovasi baru. Permodalan juga merupakan salah satu kelemahan petani dalam melakukan pengembangan usahatani kerbau. Faktor eksternal Peluang (Opportunities) Faktor-faktor eksternal yang dipandang sebagai peluang (opportunities) yaitu ketersediaan teknologi, permintaan daging meningkat dan pengembangan obyek wisata. Pemanfaatan teknologi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas, misalnya dengan seleksi, pemberian pakan tambahan dan UMMB (urea molases mulinutrien block), budidaya hijauan, perbaikan manajemen serta pencegahan maupun penanganan penyakit. Tantangan (Threats) Faktor tantangan (Threats) yaitu adanya perubahan tataguna lahan akibat perluasan areal tanam. Kerbau rawa yang diusahakan oleh petani dilakukan secara ekstensif, cara ini memerlukan luasan lahan yang besar. Lahan yang ada digunakan sebagai padang penggembalaan tempat kerbau mencari pakan dan beraktivitas. Perubahan tataguna lahan sangat berpengaruh terhadap hijauan yang dapat dikonsumsi oleh kerbau sehingga menimbulkan masalah baru yaitu kerbau kurangan pakan. Perubahan tataguna lahan terutama terjadi di Kabupaten HSS (Daha Utara) dan HST (Labuan Amas Utara), yang semula digunakan sebagai tempat padang penggembalaan beralih menjadi areal tanam tanaman pangan dan hortikultura. Perubahan tataguna lahan ini tidak hanya menimbulkan menyempitnya areal padang penggembalaan, tapi juga adanya perselisihan. Misalnya ada kerbau yang masuk areal tanam dan memakan tanaman yang ada, kejadian ini harus diselesaikan dan ada dana ganti rugi. Besarnya ganti rugi ditentukan oleh negosiasi antara pemilik ternak dengan pemilik tanaman. Dengan memperhatikan kondisi faktor internal dan eksternal tersebut dapat dirumuskan beberapa strategi pengembangan kerbau rawa dengan metode analisis SWOT (dalam Tabel 4), yaitu : 1. Strategi progresif SO (memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang) Pengembangan kerbau harus sesuai dengan potensi daerah yang didukung oleh teknologi maju baik dari sudut pakan, bibit dan manajemen (keswan). Pengembangan objek wisata. 2. Strategi stabilitasi WO (meminimumkan kelemahan untuk meraih peluang): 197 237

Percepatan adopsi teknologi melalui proses litkaji/diseminasi Program pengembangan kerbau rawa agar mendapat prioritas baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Pembinaan/penyuluhan dari instansi terkait yang lebih intensif dalam hal budidaya dan kelembagaan. 3. Strategi antisipatif ST (memanfaatkan kekuatan untuk menghadapi ancaman): Meningkatkan efisiensi usahatani Diversifikasi HMT 4. Strategi defensif WT (meminimalisasi pengaruh ancaman): Memperbaiki kinerja kelembagaan Memanfaatkan sumberdaya lahan/ pertanian dengan optimal Tabel 4. Strategi prioritas pengembangan kerbau rawa berdasarkan analisis SWOT S W Faktor internal - Potensi lahan - Pengalaman beternak - Sumber pendapatan - Akses pasar mudah Faktor eksternal - Produktivitas relatif rendah - Pembinaan dan penyuluhan kurang - Kelembagaan kurang optimal - HMT tergantung musim - Lokasi terpencil - Adanya hama HMT - Kematian ternak tinggi - Petani kurang terbuka terhadap teknologi - Tingkat pemotongan tinggi - Permodalan O - Ketersediaan teknologi - Permintaan daging meningkat - Swasembada daging - Pengembangan objek wisata Strategi SO - Pengembangan kerbau sesuai dengan potensi daerah dan didukung oleh teknologi maju baik dari sudut pakan, bibit, dan manajemen - Pengembangan objek wisata Strategi WO - Percepatan adopsi teknologi melalui preses litkaji/diseminasi - Program pengembangan kerbau rawa agar mendapat prioritas baik dari pemerintah pusat maupun daerah (konsisten) - Pembinaan/penyuluhan dari instansi terkait yang lebih intensif dalam hal budidaya dan kelembagaan T - Perubahan tataguna lahan Strategi ST - Meningkatkan efisiensi usahatani - Diversifikasi HMT Strategi WT - Memperbaiki kinerja kelembagaan - Memanfaatkan sumberdaya lahan/ pertanian dengan optimal KESIMPULAN DAN SARAN Strategi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan dengan memperhatikan faktor eksternal (peluang dan tantangan) dan internal (kekuatan dan kelemahan). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan dan disarankan hal sebagai berikut: 1. Program pengembangan kerbau agar mendapat prioritas baik dari pemerintah pusat atau daerah yang dilakukan secara konsisten 2. Pengembangan ternak kerbau harus sesuai dengan potensi daerah yang didukung dengan perbaikan teknologi (bibit, manajemen dan pakan) dan dapat diarahkan sebagai obyek wisata 3. Perlunya pembinaan dan penyuluhan yang lebih intensif atau perlu dilakukan litkaji dan diseminasi yang terkait dengan budidaya kerbau dan peningkatan peran kelembagaan 4. Perlu teknologi perbaikan dan pengolahan pakan alternatif terutama untuk mengantisipasi kekurangan pakan akibat daya dukung lahan atau akibat musim DAFTAR PUSTAKA PERHIMPUNAN PETERNAK SAPI dan KERBAU INDONESIA. 1994. Prospek Pengembangan Kerbau di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Bioteknologi/Pemantapan Kebijaksanaan Pemuliabiakan Ternak Kerbau. Direktorat Jenderal Peternakan. Banjarmasin 3-4 Januari 1994. DINAS PARIWISATA PROPINSI KALIMANTAN SELATAN. 1996. Upaya Pengembangan Kerbau Rawa sebagai Obyek Wisata Agro di Kalimantan Selatan. Makalah disampaikan dalam rangka: Diskusi Kerbau Rawa sebagai 238 199

Obyek Wisata Agro. Banjarbaru 25 Maret 1996. DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN. 2003. Buku Saku Peternakan. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. Banjarbaru. DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN. 2004. Buku Saku Peternakan. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. Banjarbaru. DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN. 2005. Buku Saku Peternakan. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. Banjarbaru. PUTU, I.G., M. SABRANI, M. WINUGROHO, T. CHANIAGO, SANTOSO, TARMUDJI, A.A. SUPRIYADI dan P. OKTAPIANA. 1994. Peningkatan Produksi dan Reproduksi Kerbau Kalang pada Agroekosistem Rawa di Kalimantan. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak Bogor bekerjasama dengan P4N. ROHAENI, E.S., A. DARMAWAN, R. QOMARIAH, A. HAMDAN dan A. SUBHAN. Inventarisasi dan Karakterisasi Kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. Laporan Akhir. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru. SADERI, D.I., E.S. ROHAENI, A. DARMAWAN, A. SUBHAN dan A. RAFIEQ. 2004. Profil Pemeliharaan Kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. (Studi Kasus di Desa Bararawa dan Desa Tampakang, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara). Laporan. BPTP Kalimantan Selatan. 199 240