BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada KPP Pratama Bandung X. Temuannya mengindikasi bahwa sebagian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (Rendezvous,2012). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH pajak adalah peralihan kekayaan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Resmi (2008), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan undang-undang, pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai perkembangan yang sangat pesat.keunggulan dari internet tidak hanya

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. akan membawa dampak terhadap pajak sehingga pajak memiliki sifat yang

Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan warganya, pembangunan menentukan negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN

BAB III LATAR BELAKANG INSTITUSI. Besar/ Large Taxpayers Office (LTO) pada tahun 2002 yang diikuti peresmian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah administrasi memegang peranan yang cukup penting. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengamankan penerimaan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Sekitar 75

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjelaskan suatu kondisi dimana seseorang taat terhadap perintah atau

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembangunan negara (Soemitro dalam Handayani dan Supadmi, 2012). Salah

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Penerimaan pajak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang taat pajak. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 55/PMK.01/2007

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Pajak menurut pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2007, pajak adalah

BAB III OBYEK PENELITIAN. III.1.1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kalideres

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku di berbagai negara. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. pajak ini sangat berperan dalam kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Seiring

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spiritual berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang, keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. melakukan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahterakan rakyat. Tetapi

PENDAHULUAN. Berkembangnya teknologi yang semakin pesat khususnya dalam bidang. teknologi informasi, membuat kebutuhan masyarakat atas akses informasi

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh Wajib Pajak akan masuk ke kas negara, kemudian melalui Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan, Negara membutuhkan dana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan. rangka pelaksanaan pembangunan yang bertanggung jawab.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) ditentukan oleh tiga faktor penentu yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. macam kemudahan, kecepatan akses informasi, efektifitas dan efisiensi pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB III DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Sebelum diterapkannya sistem administrasi perpajakan modern, Kantor

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan dana yang relatif besar. Dana yang diperlukan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu hingga sekarang pemerintah terus melakukan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai terobosan yang sangat

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI

BAB II PROFIL KPP PRATAMA LUBUK PAKAM. Direktorat Jenderal Pajak perlu diubah, baik dilevel kantor pusat sebagai pembuat

BAB I PENDAHULUAN. adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberi kepercayaan

BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN. A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Belawan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I merupakan instansi vertikal

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari dalam negeri. Pajak merupakan salah satu yang menjadi sumber

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENGUMPULAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembayar pajak, dan (2) melakukan ketentuan perpajakan secara seragam untuk

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk kepentingan negara seperti halnya menyediakan infrastruktur yang

BAB I PENDAHULUAN. sektor perpajakan. Tiap tahunnya, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat

BAB II PROFIL INSTANSI. 2.1Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

BAB I PENDAHULUAN. dan efektif, serta berkesinambungan. Kebijakan fiskal yang tertuang dalam APBN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber utama penerimaan pemerintah di beberapa negara pada

I. PENDAHULUAN. Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah memberikan. pelayanan kepada masyarakat secara profesional dan terintegrasi, untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia saat ini bersumber dari dalam negeri yaitu pajak. yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. (Lubis, 2015)

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini, pemerintah sangat mengandalkan penerimaan dari

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pemerintah, pembangunan maupun

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kontribusi terbesar penerimaan negara Indonesia saat ini berasal dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman, di antaranya dengan. mengembangkan e-government sebagai trend global birokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. dimana dengan penerimaan pajak ini negara dapat membiayai semua kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Rahayu dan Lingga (2009) meneliti penerapan sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak, survei atas wajib pajak badan pada KPP Pratama Bandung X. Temuannya mengindikasi bahwa sebagian besar dalam kategori baik. Penerapan modernisasi struktur organisasi berkaitan dengan program penerapan Good Governance dalam meningkatkan citra Direktorat Jenderal Pajak dan kampanye sadar dan peduli pajak sebagian besar dalam kategori baik. Penerapan perubahan implementasi pelayanan berkaitan dengan perubahan kualitas pemberian pelayanan kepada wajib pajak serta efisiensi dan efektivitas kerja aparat pajak sebagian besar dalam kategori baik. Penerapan penggunaan fasilitas teknologi perpajakan dalam mempermudah pemenuhan kewajiban perpajakan sebagian besar dalam kategori baik, karena dapat mempermudah petugas pajak dalam memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Penerapan kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak sebagai standar perilaku pegawai dalam menjalankan tugas sebagian besar dalam kategori baik. Madewing (2013) meneliti tentang pengaruh modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara. Dijelaskan bahwa modernisasi sistem administrasi perpajakan yang terdiri dari restrukturisasi organisasi, penyempurnaan proses bisnis dan teknologi informasi, penyempurnaan sumber daya manusia, dan 7

8 pelaksanaan Good Governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Rasyid (2008) yang meneliti penerapan E-System administrasi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang menunjukkan bahwa penerapan E-system yang meliputi E- regristrasi, E-SPT, E-Filling, dan E-MP3/MPN Prima tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. E-System merupakan system yang digunakan dalam variabel modernisasi teknologi informasi. Penelitian ini mengembangkan penelitian Madewing, namun yang membedakan adalah di dalam penelitian ini dimensi atau sub variabel di uraikan hasilnya satu per satu. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui berpengaruh atau tidaknya apabila dimensi atau sub variabel dari X yaitu modernisasi restrukturisasi organisasi, penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, serta penyempurnaan sumber daya manusia di uji terhadap variabel Y yaitu kepatuhan wajib pajak. B. Landasan Teori 1. Definisi Pajak Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR. Rochmat Soemitro, S.H. adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Waluyo,2010).

9 Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak, yaitu: (1) iuran atau pungutan, (2) dipungut oleh negara dan sesuai undang-undang, (3) yang dapat dipaksakan, (4) tidak menerima prestasi kembali, dan (5) untuk mebiayai pengeluaran umum pemerintahan. 2. Fungsi Pajak Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur) (Resmi,2003). a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan lain-lain. b. Fungsi Regulerend (Mengatur) Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

10 3. Penggolongan Pajak Terdapat berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya (Resmi,2003). a. Menurut golongannya Menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. a) Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. b) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. b. Menurut Sifatnya Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak memperhatikan keadaan subjeknya. Pajak Objektif adalah pajak yang pengenannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan

11 timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. c. Menurut Lembaga Pemungutnya Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu Pajak Negara (Pajak Pusat) dan Pajak Daerah. Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. 4. Sistem Perpajakan Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan Withholding System (Waluyo,2010). a. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri official system adalah sebagai berikut: a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus b) Wajib Pajak bersifat pasif c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

12 b. Self Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib pajak. 5. Reformasi Administrasi Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak telah dan akan terus melakukan reformasi perpajakan yang selaras dengan dinamika perekonomian dan dunia usaha agar dapat mewujudkan sistem perpajakan yang adil, kompetitif, dan memberikan kepastian hukum. Reformasi perpajakan yang dilakukan mencakup dua bidang yaitu reformasi di bidang kebijakan dan reformasi di bidang administrasi perpajakan. Reformasi di bidang administrasi dilaksanakan melalui program modernisasi administrasi perpajakan. Adapun konsep program ini adalah perubahan pola pikir dan perilaku aparat serta tata nilai organisasi, sehingga dapat menjadikan Direktorat Jenderal Pajak sebagai institusi yang profesional dengan citra yang baik di mata masyarakat. Eksistensi modernisasi administrasi perpajakan mencakup 3 hal utama, yaitu (i) restrukturisasi organisasi berdasarkan fungsi dan penerapan prinsip segmentasi Wajib Pajak,

13 serta debirokratisasi pelayanan melalui penerapan struktur organisasi berdasarkan fungsi; (ii) penyempurnaan proses bisnis melalui optimalisasi penggunaan teknologi komunikasi dan informasi yang mengarah kepada full automation (otomasi lengkap); dan (iii) penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia melalui pengembangan manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi yang berlandaskan prinsip transparency, fairness, dan performance based (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan) Pembaharuan yang dilakukan secara bertahap tersebut dimaksudkan untuk mencapai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak. Visi Direktorat Jenderal Pajak adalah menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di wilayah Asia Tenggara. Sedangkan misi dari Direktorat Jenderal Pajak adalah menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan menerapkan Undang-Undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat (Visi dan misi direktorat jenderal pajak). 6. Modernisasi Administrasi Perpajakan di Indonesia Sejak awal dekade 2000, modernisasi telah menjadi salah satu kata kunci yang melekat dan bahan pembicaraan di lingkungan DJP, yaitu Departemen Keuangan. Modernisasi dilakukan bertujuan untuk menerapkan good governance dan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, demikian juga dengan tuntunan pelayanan yang lebih baik dari stakeholders perpajakan. Dengan demikian, diharapkan semua unit kerja di Kantor Pusat, Kantor

14 Wilayah, dan KPP sebagai unit pelaksana teknis/operasional perpajakan, berbenah-benah dalam menyambut, memahami, mengondisikan dan menyesuaikan serta melaksanakan (mengimplementasikan) modernisasi perpajakan sesuai dengan konsep, prinsip, dan sasaran yang sudah ditetapkan di unit masing-masing (Pandiangan,2008). Pandiangan (2008) mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) hal yang melatarbelakangi dilakukannya modernisasi perpajakan pada awal dekade 2000, yakni menyangkut: citra DJP, yang dinilai harus diperbaiki dan ditingkatkan; tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang harus ditingkatkan; dan integritas dan produktivitas sebagian pegawai yang masih harus ditingkatkan. 7. Konsep dan Tujuan Modernisasi Perpajakan Berkaitan dengan visi dan misi, Direktorat Jenderal Pajak membuat langkah baru yang terwujud dalam modernisasi administrasi perpajakan. Proses tersebut akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh semua pihak baik internal maupun eksternal. Menurut Pandiangan (2008) konsep dan tujuan modernisasi adalah sebagai berikut: a. Konsep Umum a) Dalam hal restrukturisasi organisasi, konsepnya adalah: Debirokratisasi & Struktur organisasi berbasis fungsi terkait dengan perpajakan,

15 Struktur berbasis fungsi diterapkan pada KPP dengan sistem administrasi modern untuk dapat merealisasikan debirokratisasi pelayanan sekaligus melaksanakan pengawasan terhadap Wajib Pajak secara lebih sistematis berdasarkan analisis risiko.unit vertikal DJP dibedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu KPP Wajib Pajak Besar (LTO - Large Taxpayers Office), KPP Madia (MTO - Medium Taxpayers Office), dan KPP Pratama (STO - Small Taxpayers Office) yang dibedakan berdasarkan level dan jenis WP, jenis pajak yang dikelola, kegiatan dan organisasinya, dan wilayah kerja, serta kontribusinya bagi penerimaan di tingkat Kantor Wilayah dan nasional (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan) Dengan pembagian seperti yang telah disebutkan, diharapkan strategi dan pendekatan terhadap wajib pajakpun dapat disesuaikan dengan karakteristik Wajib Pajak yang ditangani, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih optimal. Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Dilakukan pemisahan antara fungsi pemeriksaan dengan fungsi keberatan, Prioritas DJP adalah rasa keadilan bagi Wajib Pajak dan hal itu diwujudkan dengan memisahkan penanganan upaya hukum yang dimintakan Wajib Pajak. KPP tidak lagi melakukan penanganan penyelesaian upaya hukum bagi Wajib Pajak berupa permohonan keberatan, banding, dan gugatan. Hal tersebut didasarkan pada

16 pertimbangan bahwa keberatan, banding, dan gugatan oleh Wajib Pajak diajukan atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim pemeriksa pajak di KPP. Untuk lebih menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, maka penanganan proses penyelesaian keberatan sepenuhnya dilakukan oleh unit kantor vertikal di atas KPP yaitu Kantor Wilayah DJP dan Kantor Pusat DJP sesuai dengan arestasinya. Proses penyelesaian untuk banding dan gugatan di Peradilan Pajak seluruhnya ditangani oleh Kantor Pusat DJP. Agar proses berjalan dengan baik, terdapat suatu posisi baru untuk kepentingan penelitian keberatan dan persidangan banding dan gugatan, yaitu Penelaah Keberatan yang bertugas di Kantor Wilayah DJP dan Kantor Pusat DJP dan tugasnya antara lain melakukan penelitian atas keberatan, serta menghadiri persidangan banding dan gugatan yang diajukan oleh Wajib Pajak (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan) Penanganan proses penyelesaian keberatan berupa permohonan keberatan, banding, dan gugatan pastinya akan memberikan jaminan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi WP. Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Adanya internal audit dan change program unit, dan Struktur Kantor Pusat DJP (KP DJP) ikut disesuaikan berdasarkan fungsi agar sesuai dengan unit vertikal di bawahnya. Ke depannya KP DJP dirancang sebagai Pusat Analisis dan Perumusan Kebijakan (Center of

17 Policy Making and Analysis) atau hanya menjalankan tugas dan pekerjaan yang sifatnya non operasional. Untuk mengantisipasi perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat, maka dibentuk direktorat transformasi yang bertugas untuk selalu melakukan pemikiran dan perbaikan di bidang business process, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, serta penyempurnaan organisasi dan sumber daya manusia. Untuk itu struktur KP DJP dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu direktorat yang menangani day-to-day operation (1 sekretariat + 9 direktorat), dan direktorat yang menangani pengembangan/transformasi (3 direktorat). Untuk memperkuat beberapa fungsi yang dianggap penting, maka dibentuk beberapa direktorat baru untuk menangani intelijen dan penyidikan perpajakan, ekstensifikasi perpajakan, dan hubungan masyarakat (public relations), serta beberapa subdirektorat baru yang menangani penelitian perpajakan, kepatuhan internal, dan transfer pricing (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan) Dengan adanya perubahan struktur Kantor Pusat DJP disesuaikan berdasarkan fungsi agar sesuai dengan unit vertikal di bawahnya, diharapkan penyeleseian tugas direktorat bisa semakin cepat. Hal tersebut nantinya akan memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dan tentunya dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk selalu membayar pajak. Lebih efisien dan customer oriented. Dikantor operasional terdapat posisi baru yang disebut Account Representative, yang mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan

18 konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak, memberitahukan peraturan perpajakan yang baru, dan mengawasi kepatuhan wajib pajak. (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan). Account Representative memberikan bantuan konsultasi pada wajib pajak. Hal tersebut tentunya memudahkan wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak dan tentunya dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk selalu membayar pajak. b) Dalam penyempurnaan proses bisnis, hal imi dilakukan dengan konsep; Berbasis teknologi komunikasi dan informasi, Langkah awal perbaikan business process adalah penulisan dan dokumentasi Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di seluruh unit DJP. Sampai dengan akhir tahun 2007, sekitar 1900 SOP di lingkungan DJP telah berhasil diidentifikasikan, ditulis, dan dijadikan acuan pelaksanaan tugas dan pekerjaan bagi para pegawai. Selain penulisan SOP, perbaikan business process dilakukan antara lain dengan penerapan e-system dengan dibukanya fasilitas e-filling (pengiriman SPT secara online melalui internet), e-spt (penyerahan SPT dalam media digital), e-payment (fasilitas pembayaran online untuk PBB), dan e- registration (pendaftaran NPWP secara online melalui internet). Semua fasilitas tersebut diciptakan guna memudahkan Wajib Pajak dalam

19 melaksanakan kewajiban perpajakannya (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan). Dengan adanya penerapan e-system yaitu dibukanya fasilitas e-filling (pengiriman SPT secara online melalui internet), e-spt (penyerahan SPT dalam media digital), e-payment (fasilitas pembayaran online untuk PBB), dan e-registration (pendaftaran NPWP secara online melalui internet), akan memudahkan Wajib Pajak dalam menyelesaikan kewajiban pajaknya tanpa harus pergi ke Kantor Pajak. Hal tersebut tentunya bisa meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam menyelesaikan kewajibannya dalam membayar pajak. Efisien dan customer oriented, Dalam upaya untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat, khususnya dalam rangka memenuhi kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan yang sangat dirasakan oleh masyarakat luas, DJP melanjutkan dan memperluas kerja sama Tempat Pembayaran Elektronik (TP-elektronik). TP-elektronik ini merupakan fasilitas pembayaran PBB yang dapat dilakukan di ATM/teller, dan fasilitas lain yang disediakan oleh bank-bank yang telah melakukan kerjasama dengan DJP. Dengan fasilitas ini Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran PBB tanpa terkendala selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu termasuk hari libur, dan akan memperoleh bukti pembayaran yang berbentu struk ATM atau bukti pembayaran lain yang dikeluarkan oleh bank. Struk tersebut dapat digunakan Wajib Pajak sebagai bukti pembayaran PBB yang sah pengganti Surat Tanda Terima

20 Setoran (STTS). Dari sisi administrasi perpajakan, fasilitas ini memperbaiki komunikasi data pembayaran PBB antara DJP dengan bank, dengan menggunakan jaringan real time on-line sehingga dapat menyajikan data pembayaran secara cepat dan akurat (Laporan tahunan 2007 Direktorat Jenderal Pajak). TP-elektronik merupakan fasilitas pembayaran PBB yang dapat dilakukan di ATM/teller, dengan demikian Wajib Pajak akan merasa dimudahkan dalam melakukan pembayaran PBB tanpa harus datang ke Kantor Pajak. Hal tersebut akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB. Sederhana dan mudah dimengerti, dan Perbaikan bisnis proses, pada tahun 2007 dilakukan DJP dengan menyederhanakan formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan, khususnya SPT PPh Orang Pribadi dan SPT Masa PPN yang lebih memudahkan dalam pengisian oleh Wajib Pajak selain memungkinkan untuk dilakukan pemindaian (scanner friendly) pada KPPDDP. Penyederhanaan formulir SPT tersebut untuk formulir SPT 1770 S bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja dan menerbitkan formulir SPT 1770 Sangat Sederhana (1770 SS) bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan penghasilan setahun tidak melebihi Rp 48 juta. Seiring dengan perkembangan dunia usaha, DJP telah menyesuaikan administrasi perpajakannya dengan menerbitkan template SPT bagi Wajib Pajak yang

21 berbahasa Inggris untuk memudahkan pengisian dan pencetakan SPT yang menghasilkan SPT yang sudah terisi baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan). Upaya DJP untuk menyederhanakan proses pendaftaran bagi Wajib Pajak dalam rangka mendukung perbaikan iklim investasi, antara lain dengan mempermudah persyaratan pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak terutama bagi orang asing dengan tidak mewajibkan Surat Keterangan Domisili, diganti dengan cukup hanya menyampaikan Surat Pernyataan. DJP juga telah membuat kebijakan konseling bagi Wajib Pajak untuk membantu Wajib Pajak memahami ketentuan perpajakan sebagai tindak lanjut dari Surat Himbauan yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak, dan diharapkan pada masa yang akan datang hal tersebut akan mendorong Wajib Pajak menjadi patuh secara suka rela. Adanya built-in control. Business process dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung pegawai DJP dengan Wajib Pajak untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN. Di samping itu, fungsi pengawasan internal akan lebih efektif dengan adanya built-in control system, karena siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses administrasi melalui sistem yang ada (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan).

22 Dengan adanya hal tersebut, KKN yang terjadi akan semakin berkurang dan bisa meningkatkan wajip pajak untuk patuh membayar kewajiban perpajakannya. c) Penyempurnaan atas sistem manajemen sumber daya manusia, konsepnya adalah: Berbasis kompetensi, Penerapan sistem mutasi, promosi berbasis kompetensi dan kinerja para karyawan pajak serta pemberian intensif berbasis kinerja (Key Performance Indicator,KPI). Dengan adanya sistem tersebut, karyawan akan meningkatkan kinerjanya. Hal tersebut akan berdampak pada kepatuhan Wajib Pajak yang merasa puas dengan kinerja para petugas pajak. Optimalisasi teknologi komunikasi dan informasi, Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG) yang terus dikembangkan merupakan pondasi dasar untuk dapat mengetahui perkembangan atau historis dari masing-masingn pegawai secara elektronik, cepat, dan akurat. Bagian Kepegawaian terus melakukan pengembangan dan pemutahiran data pada Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG) ini. Sistem pemberkasan dan Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG) diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pengambil keputusan dalam mengambil keputusan di bidang kepegawaian. Pada tahun 2007, mulai dikembangkan Sistem Informasi Kepegawaian, Keuangan, dan Aset (SIKKA) sebagai pengganti Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG) yang sampai dengan

23 saat ini masih dalam proses pengembangan (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan). Sistem kepegawaian yang terus dikembangkan akan berdampak pada kinerja karyawan. Kinerja karyawan yang baik akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Customer driven, dan Pelatihan dan pengembangan pegawai merupakan hal yang sangat penting bagi peningkatan mutu pegawai dan kantor. Pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pengembangan tersebut diwujudkan dalam bentuk pengadaan berbagai macam diklat, training, short course, seminar, pengiriman pegawai tugas belajar baik dalam maupun luar negeri. Sepanjang tahun 2007, terdapat lebih kurang 10.447 pegawai di lingkungan DJP yang telah mengikuti pelatihan dan pengembangan, diantaranya 4.338 pegawai mengikuti pelatihan dan pengembangan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpajakan, 2.056 pegawai mengikuti pelatihan dan pengembangan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, 39 Pegawai mengikuti pelatihan dan pengembangan lingkup internasional, dan 753 pegawai mengikuti tugas belajar baik di dalam maupun di luar negeri, serta 3.876 mengikuti pelatihan dan pengembangan Sistem Administrasi Modern. Dalam rangka modernisasi, DJP mengadakan diklat khusus yaitu Diklat Sistem Administrasi Modern dalam rangka menyiapkan SDM yang memadai, sekaligus dimaksudkan untuk menyiapkan SDM DJP menduduki fungsi-fungsi tertentu. Di samping itu,

24 dalam rangka penerapan kode etik bagi pegawai DJP, juga dilakukan internalisasi kode etik. Pelatihan diklat Sistem Administrasi Modern dan internalisasi kode etik dilaksanakan dengan pola desentralisasi ke kantor wilayah DJP dan untuk mendukung terlaksananya desentralisasi pelatihan tersebut, terlebih dahulu diselenggarakan training of trainer yang diikuti perwakilan dari setiap kantor wilayah DJP. Untuk tahun 2007, desentralisasi pelatihan dilaksanakan di kantor wilayah DJP di lingkungan Jawa dan Bali (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan). Pelatihan dan pengembangan pegawai tersebut akan berdampak pada peningkatan mutu pegawai dan kantor pajak. Hal tersebut tentumya dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Continous improvement. a. Analisis Kebutuhan Pegawai Untuk mendukung tercapainya kinerja organisasi, atau unit, atau kantor yang optimal salah satu faktor yang mutlak diperlukan adalah alokasi SDM yang tepat, disesuaikan dengan kebutuhan atau beban kerja unit yang terkait. Alokasi SDM disini tidak hanya menyangkut penempatan SDM pada jumlah atau kuantitas yang tepat, namun juga kualitas atau spesifikasi SDM yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan, beban kerja, serta kompleksitas dari unit yang bersangkutan agar dapat mencapai kinerja yang optimum. Untuk

25 mewujudkan hal tersebut di atas, DJP akan melakukan analisis kebutuhan pegawai melalui pelaksanaan analisis beban kerja (workload analysis) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.01/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (work load analysis) di lingkungan Departemen Keuangan (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan). b. Rekruitmen Pegawai DJP Selama ini rekruitmen pegawai DJP berasal dari lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), D-1 dan D-3 Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), serta S-I dan S-2 perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri. Namun demikian dalam tahun 2007, rekruitmen pegawai DJP hanya diperuntukkan bagi lulusan STAN, yaitu lulusan D-1 dan D-3. Setiap tahun, DJP selalu menerima lulusan D-1 dan D-3, namun demikian mengenai jumlahnya bervariasi karena bergantung pada alokasi yang diberikan oleh Departemen Keuangan. Sementara itu untuk penerimaan bagi lulusan S-1 dan S-2, terakhir kali dilakukan pada tahun 2002. Karena itu sangat wajar apabila setelah tahun 2007, DJP membuka kesempatan bagi para lulusan terbaik S-1 dan S-2, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk berkarya di DJP, terutama untuk jurusan-jurusan yang sangat dibutuhkan. Namun demikian, walaupun sejak tahun 2003 belum lagi dilakukan rekruitmen DJP ke depan, sudah selayaknya apabila DJP tidak lagi berpikir untuk

26 merekruit pegawai dengan latar belakang pendidikan SMA sebagai tenaga teknis dan atau administratif, kecuali untuk hal-hal yang benarbenar dibutuhkan (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan). c. Mutasi Pegawai Dalam rangka transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, memberikan wawasan dan menciptakan suasana/lingkungan baru bagi pegawai, serta untuk menciptakan good governance maka perlu dilakukan mutasi atau pemindahan pegawai yang dilakukan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain, sosial kemasyarakatan, keadilan, kepastian hukum, budaya, pendidikan, wilayah kerja, termasuk kompetensi dan kapabilitas pegawai yang merupakan variabel penting dalam pelaksanaan mutasi (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan). d. Pensiun Pegawai Pemberian hak atas jaminan hari tua (pensiun) diberikan setelah yang bersangkutan tidak bekerja lagi di instansi dimana PNS tersebut bertugas, tetapi hal itu tidak dapat dipisahkan dari sistem pembinaan PNS. Maksudnya, apabila berdasarkan pembinaan, ternyata PNS tersebut belum atau layak untuk diberikan jaminan hari tua, maka hal itu tidak diberikan. Misalnya masa kerjanya belum memenuhi batas usia pensiun, atau usia yang bersangkutan yang belum memenuhi.

27 Pembinaan PNS itu juga berkait misalnya PNS gugur dalam melaksananakan tugas, maka yang bersangkutan dapat memperoleh kenaikan pangkat anumerta. Di samping itu, bagi pegawai yang khusnul khatimah dalam melaksanakan tugas, artinya di akhir tugasnya tidak dikenai sanksi hukuman disiplin, maka PNS tersebut dapat diusulkan pensiun dengan diberikan kenaikan pangkat pengabdian (Laporan tahunan 2007 direktorat jenderal pajak: Modernisasi administrasi perpajakan). Adanya analisis kebutuhan pegawai, rekruitmen pegawai DJP, Mutasi pegawai, dan pensiun pegawai akan meningkatkan SDM karyawan DJP. Hal tersebut akan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam menyeleseikan kewajiban perpajakannya. b. Tujuan Modernisasi Perpajakan Adapun tujuan modernisasi perpajakan adalah untuk menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan, yaitu: a) Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi; b) Tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan yang tinggi; dan c) Tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi (Pandiangan,2008)

28 8. Persepsi a. Definisi Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat,1996). b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut Rakhmat (1996) faktor-faktor persepsi adalah: i. Faktor internal Individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu mengadakan persepsi. Mengenai keadaan individu yang dapat mempengaruhi hasil persepsi datang dari dua sumber, yaitu berhubungan dengan segi kejasmanian dan segi psikologis. Bila sistem fisiologis terganggu, hal tersebut akan berpengaruh dalam persepsi seseorang. Sedangkan segi psikologis yaitu antara lain mengenai pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan motivasi akan berpengaruh pada seseorang dalam mengadakan persepsi. ii. Faktor eksternal 1. Stimulus Agar stimulus dapat dipersepsi, maka stimulus harus cukup kuat. Kejelasan stimulus akan banyak berpengaruh dalam persepsi. Stimulus yang kurang jelas akan berpengaruh dalam ketepatan persepsi. Bila stimulus berwujud benda-benda bukan manusia, maka ketepatan persepsi lebih terletak pada individu yang mengadakan persepsi, karena benda yang

29 dipersepsi tersebut tidak ada usaha untuk mempengaruhi yang mempersepsi. 2. Lingkungan atau situasi Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi bila obyek persepsi adalah manusia. Obyek dan lingkungan yang melatarbelakangi obyek merupakan kesatuan yang sulit dipisahkan. Obyek yang sama dengan situasi sosial yang berbeda dapat menghasilkan persepsi yang berbeda. 9. Kepatuhan Pajak Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan. Terdapat 2 macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Kepatuhan material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal (Deviano dan Rahayu,2006). Menurut Nasucha (2004) kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari beberapa hal, yaitu: a. dalam mendaftarkan diri; b. kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT); c. kepatuhan dalam penghitungan; dan

30 d. pembayaran pajak terutang, serta kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. 10. Hubungan Modernisasi Administrasi terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Pandiangan (2008) terdapat beberapa kondisi menjelang dekade 2000 yang menjadi dasar sekaligus sasaran apa tujuan modernisasi perpajakan dilakukan, yaitu: a. Aspek Kepatuhan Wajib Pajak Rendahnya kepatuhan masyarakat melaksanakan kewajiban pajak seperti membayar pajak menjadi gambaran umum di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kondisi atau indikator seperti berikut: a) Jumlah wajib pajak terdaftar masih rendah bila dibandingkan dengan potensi yang ada (coverage ratio). b) Kepatuhan wajib pajak masih rendah yang tercermin dari pelaksanaan kewajiban perpajakannya. Di antara indikatornya adalah penyampaian SPT baik masa maupun tahunan yang masih rendah. c) Realisasi penerimaan pajak setiap tahun yang belum menunjukkan tingkat optimalnya, dengan membandingkan kepada potensi yang ada. d) Tax ratio sebagaisalah satu indikator kinerja perpajakan di suatu negara yang masih rendah sebagaimana dikemukakan banyak pihak (terutama para pengamat, akademisi, kalangan DPR, dunia usaha, dan lainnya). b. Aspek Administrasi Perpajakan Tuntutan pelayanan yang cepat, mudah, murah, dan akurat merupakan harapan masyarakat, demikian juga dengan perpajakan. Untuk mendukung hal

31 ini, kondisi administrasi perpajakan yang baik merupakan suatu prasyarat. Ditengah keterbatasan dalam berbagai hal, yakni sarana dan prasarana, sumber daya manusia, teknologi, dan sistem informasi, maupun dana yang tersedia, dari penelitian dapat diketahui bahwa pada saat itu kondisi administrasi perpajakan kita adalah: a) Pelayanan perpajakan di suatu kantor dilakukan di beberapa seksi (berdasarkan jenis pajak), sehingga masyarakat terkadang harus berhubungan dengan beberapa seksi-seksi terkait. b) Akses atau perolehan informasi perpajakan dan ketentuannya yang terkadang dirasakan sulit, sehingga kondisi ini membuat tingkat pemahaman masyarakat mengenai perpajakan menjadi kurang atau bahkan tidak tahu sama sekali. c) Proses kerja yang dilakukan secara umum masih secara manual, sesuai dengan sarana kerja yang digunakan. d) Untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, masyarakat harus datang ke KPP. e) Pembayaran pajak di bank persepsi yang banyak dikeluhkan masyarakat, karena terkadang jam kerja untuk melayani pajak sangat terbatas. f) Pelaporan pajak dilakukan melalui sarana SPT harus disampaikan langsung ke KPP atau dikirim melalui pos, sehingga membutuhkan waktu dan biaya.

32 g) Terdapat beberapa unit kerja vertikal DJP sebagai unit pelaksana teknis (UPT) yang melayani masyarakat, yakni KPP, Kantor Pelayanan PBB (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). h) Organisasi di setiap unit kerja berbasis jenis pajak, sehingga terkesan adanya dikotomi pelayanan antar jenis pajak. i) Sistem informasi yang diterapkan cenderung terbatas kepada kebutuhan pelaporan. j) Sarana dan prasarana kerja yang masih terbatas sebagaimana umumnya instansi pemerintah, sehingga memengaruhi optimalisasi pelayanan. k) Belum adanya standar perilaku pegawai dan budaya kerja profesional dalam melaksanakan tugas, sehingga produktivitas pegawai masih harus ditingkatkan lagi. 11. Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran yang dikemukakan oleh Sekaran yaitu rerangka pemikiran adalah model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Rerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen (Sugiyono,2011).

33 Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran Reformasi Perpajakan Reformasi Administrasi Perpajakan Penerapan Modernisasi Sistem Perpajakan (X) Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Dimensi 1. Restrukturisasi Organisasi 2. Penyempurnaan Proses Bisnis Melalui Pemanfaatan Teknologi Komunikasi dan Informasi 3. Penyempurnaan Manajemen Sumber Daya Manusia Indikator 1. Pendaftaran WP 2. Penghitungan Pajak 3. Pembayaran 4. Pelaporan SPT Hipotesis Ha Ho : Ada pengaruh antara persepsi modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. : Tidak ada pengaruh antara persepsi modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 12. Hipotesis Menurut Sugiyono (2011) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis assosiatif. Hipotesis assosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah assosiatif, yaitu menanyakan hubungan dua variabel atau lebih.

34 Ha : Ada pengaruh antara persepsi modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Ho : Tidak ada pengaruh persepsi antara modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Ha 1 : Ada pengaruh antara persepsi modernisasi restrukturisasi organisasi terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Ho 1 : Tidak ada pengaruh antara persepsi modernisasi restrukturisasi organisasi terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Ha 2 : Ada pengaruh antara persepsi modernisasi penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Ho 2 : Tidak ada pengaruh antara persepsi modernisasi penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Ha 3 : Ada pengaruh antara persepsi modernisasi penyempurnaan manajemen sumber daya manusia terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Ho 3 : Tidak ada pengaruh antara persepsi modernisasi penyempurnaan manajemen sumber daya manusia terhadap kepatuhan Wajib Pajak.