BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB III METODE PENELITIAN

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. remaja dihadapkan pada konflik dan tuntutan social yang baru, termasuk. dirinya sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan aksi bullying. Definisi kata kerja to bully dalam Oxford

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

PEDOMAN WAWANCARA AGRESIF VERBAL. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sebagai sarana hiburan, informasi, dan komunikasi massa. Media

BAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH. A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak

PERKEMBANGAN SOSIAL PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL 3/22/2012

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang bertujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara berulang-ulang. (Wahyuni, 2014). Selain itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak menyenangkan yang mengakibatkan seseorang terluka secara fisik dan psikis dan biasanya terjadi berulang-ulang. Lebih lanjut dijelaskan oleh Wahyuni (2014) bahwa bullying adalah tindakan agresi yang dilakukan berulang serta dilakukan oleh sekelompok orang yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah. Tattum dan Tattum (Widayanti, 2009) berpendapat bahwa bullying adalah tindakan yang disengaja secara sadar untuk menyakiti orang lain dan menempatkan orang tersebut dibawah tekanan. Pendapat lain dikemukakan oleh Colorso (Widayanti, 2009) bahwa bullying akan selalu mengakibatkan adanya ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, ancaman agresi lebih lanjut dan teror. Menurut Rigby (Ayurani, 2012) bullying merupakan keinginan untuk menyakiti orang lain. Keinginan ini diekspresikan dalam perbuatan yang 12

13 menyebabkan seseorang menderita. Perbuatan ini dilakukan secara langsung oleh individu atau sekelompok yang lebih kuat dibandingkan korban dan tidak bertanggung jawab atas perbuatannya, dilakukan secara terus menerus dan pelaku melakukannya dengan perasaan senang. Berdasarkan beberapa teori, maka dapat peneliti simpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh satu individu atau kelompok secara sengaja, baik berupa verbal, fisik, ataupun psikis dan ditunjukkan kepada individu lain yang memiliki keterbatasan kekuatan atau fisik serta dilakukan berulangulang. 2. Aspek - Aspek Bullying Widayanti (2009) mengumukakan ada 3 aspek perilaku bullying, yaitu : a. Bentuk fisik Perilaku yang dimunculkan seperti, memukul, mencubit, menampar, meminta dengan paksa. b. Bentuk verbal Perilaku yang dimunculkan seperti mamaki, menggosip, atau mengejek. c. Bentuk psikologis Perilaku yang dimunculkan seperti mengintimidasi, meremehkan dan deskriminasi.

14 Berdasarkan pemaparan aspek-aspek bullying yang telah dijelaskan, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku bullying dapat dilakukan secara fisik, verbal, dan psikologis. 3. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Perilaku Bullying Usman (2013) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku bullying, diantaranya adalah : a. Kepribadian Faktor kepribadian memiliki pengaruh yang besar baik bagi pelaku maupun bagi korban bullying. Menurut Benitez dan Justicia (Usman 2013), pelaku bullying cenderung memiliki empati yang rendah, impulsif dan tidak bersahabat. Selain itu, menurut Novianti (Usman, 2013) salah satu faktor yang menyebabkan siswa melakukan bullying adalah tempramen yaitu sifat yang terbentuk dari respon emosional. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa yang memiliki empati rendah dan impulsif memiliki kecenderungan untuk melakukan bullying daripada siswa dengan kepribadian yang pasif atau pemalu. b. Komunikasi interpersonal siswa dengan orangtua Siswa yang dibesarkan dalam keluarga yang terbiasa menggunakan pola komunikasi sarkasme akan cenderung meniru dan menerapkan apa yang sering ia dengar di rumah dan kemudian di terapkan di sekolah ataupun di kesehariannya. Selain itu, kurangnya kehangatan, kasih sayang, serta

15 pengarahan dan dukungan dari orangtua akan menambah kecenderungan siswa melakukan bullying. c. Pengaruh dari kelompok teman sebaya Menurut Benitez dan Justicia (Usman, 2013) kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di sekolah akan melakukan hal-hal negatif seperti seperti kekerasan, membolos serta rendahnya sikap menghormati guru dan menghargai teman. Idealnya teman di sekolah menjadi rekan untuk saling mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Namun, pada kenyataan banyak siswa yang melakukan bullying akibat dorongan dari kelompok teman sebayanya. d. Iklim Sekolah Iklim sekolah memberikan pengaruh bagi siswa untuk melakukan perilaku bullying. Menurut Setiawati (Usman, 2013) sikap sekolah yang cenderung membiarkan dan mengabaikan perilaku bullying menjadikan pelaku merasa apa yang dilakukannya tidak melanggar dan boleh melakukan intimidasi pada siswa lain yang kurang memiliki kekuatan. Menurut Novianti (Usman, 2013), tingkat pengawasan pihak sekolah menentukan intensitas peristiwa bullying terjadi. Rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan erat dengan berkembangnya perilaku bullying di kalangan siswa. Karakteristik sekolah yang mayoritasnya memiliki jenis kelamin yang sama juga menjadi faktor terjadinya perlaku bullying di sekolah (Annisa, 2012).

16 B. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri menurut Anshari (Ruhban, 2013) merupakan kemampuan untuk mengarahkan, menekan, atau untuk mencegah perilaku seseorang yang menurut pada kata hati yang cenderung negatif. Selain itu, Tangney (Shohibullana, 2014) memaparkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk menyesuaikan perilaku tertentu sesuai dengan batasan seperti moral, nilai, dan aturan di masyarakat agar perilakunya menjadi positif. Berk (Shohibullana, 2014) menambahkan bahwa kontrol diri adalah mengendalikan keinginan atau dorongan sesaat yang tidak sesuai dengan aturan atau norma sosial. Lebih lanjut Goldfried dan Merbaum menjelaskan bahwa kontrol diri adalah suatu kemampuan untuk mengatur serta mengarahkan perilaku seseorang ke arah yang lebih positif (Ruhban, 2013). Di sisi lain, Hurlock (Khairunnisa, 2013) mengatakan bahwa kontrol diri berhubungan dengan cara seseorang untuk mengolah serta mengendalikan emosi yang ada pada dirinya. Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat peneliti simpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk mengarahkan keinginan untuk bertindak negatif dan menyesuaikan dengan sikap dan perilaku yang dapat diterima di masyarakat.

17 2. Aspek-aspek Kontrol diri Averill (Mugista, 2014) mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek pada kontrol diri, yaitu : a. Kontrol perilaku Kontrol perilaku merupakan kemampuan individu untuk merespon situasi atau memodifikasi keadaan yang dianggap tidak menyenangkan. b. Kontrol kognitif Kontrol kognitif adalah kemampuan individu untuk mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau menghubungkan suatu kejadian sebagai usaha untuk mengurangi tekanan. c. Kontrol keputusan Kontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk memilih dan memutuskan suatu tindakan yang akan dilakukan berdasarkan yang diyakininya. Berdasarkan pemaparan aspek-aspek kontrol diri yang telah dijelaskan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kontrol diri dapat dilakukan dengan mengontrol perilaku ketika dihadapkan dengan situasi yang tidak menyenangkan, mengontrol kemampuan kognitif untuk mengolah informasi yang tidak diinginkan dan mengontrol keputusan sebelum memutuskan tindakan yang akan dilakukan.

18 C. Hubungan Antara Kontrol Diri Dan Perilaku Bullying Agresifitas di kalangan remaja bukanlah suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan sejak dahulu bahkan hingga sekarang. Salah satu bentuk dari agresifitas tersebut adalah perilaku bullying. Perilaku bullying dapat dilakukan secara verbal seperti mengejek, memaki, berkata kasar, secara fisik seperti menampar, memukul, menendang, serta secara psikologis seperti mengancam, meneror, meremehkan. Perilaku tersebut dilakukan secara berulang-ulang kepada korban bullying. Menurut Widayanti (2008) bullying merupakan merupakan salah satu bentuk agresi. Bentuk bullying secara verbal, fisik dan psikologis merupakan pemicu yang dapat berakibat pada tindakan agresifitas. Perasaan sakit hati, marah dan kecewa dari korban bullying menimbulkan keinginan untuk membalas perbuatan yang sama. Menurut Ahmed dan Braithwaite (Wahyuni, 2014) perilaku bullying ini bukan hanya menjadi masalah sekolah yang serius, tapi juga sudah menjadi masalah sosial. Bullying memiliki beberapa dampak seperti mengakibatkan kerugian, tekanan, gangguan emosi, gangguan perkembangan hingga remaja dan dewasa pada anak yang menjadi korban. Pelaku bullying juga cenderung melakukan tindakan kriminal saat dewasa. Berk (Shohibullana, 2014) berpendapat bahwa kontrol diri adalah mengendalikan keinginan atau dorongan sesaat yang tidak sesuai dengan aturan atau norma sosial, yang juga menjadi acuan bagi kontrol diri adalah moralitas otonom. Moralitas otonom adalah tahap kedua dari perkembangan moral dalam teori Piaget,

19 bahwa anak remaja mulai menyadadari aturan-aturan dan hukum-hukum yang berlaku, juga memutuskan tindakan berdasarkan konsekuensi yang diterimanya (Santrock, 2007). Pengendalian diri menjadi dasar bagi menyatunya pikiran, kebiasaan, impuls, emosi dan tingkah laku yang berasal dari diri sendiri atau yang berasal dari masyarakat. Individu yang memiliki kontrol diri yang baik akan cenderung untuk menjauhi perilaku negatif. Sebaliknya, individu dengan kontrol diri yang rendah akan lebih sering memunculkan perilaku negatif juga menujukkan perilaku yang melanggar aturan. (Widodo, 2013). Adanya kontrol diri dapat mengarahkan, memandu, serta mengatur perilaku individu agar menuju pada perilaku yang lebih positif. Proses terbentuknya adalah kontrol diri menolak respon negatif dan menggantinya dengan respon positif. Respon positif tersebut terdiri dari penggunaan pemikiran, pengubahan emosi, pengaturan dorongan dan pengubahan tingkah laku. (Utami, 2008). Synder dan Gangested berpendapat bahwa konsep kontrol diri dapat digunakan untuk melihat hubungan antara pribadi dengan masyarakat dalam bertindak dan berpendirian yang efektif. (Ruhban, 2013). Kontrol diri pada remaja merupakan kemampuan pada diri sendiri yang digunakan untuk mengendalikan pengaruh dari luar dirinya yang menentukan tingkah laku. Namun, walaupun pengaruh dari luar diri tersebut menuntukan perilaku, pengaruh dari dalam diri seperti kontrol diri juga tetap ada seperti yang dijelaskan oleh Skinner bahwa tingkah laku disebabkan dan dipengaruhi oleh pengaruh eksternal, namun betapa pun kuatnya pengaruh eksternal, individu masih dapat

20 mengubahnya menggunakan proses kontrol diri. Kemampuan kontrol diri ini akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. (Shohibullana, 2014). Aspek-aspek dari kontrol diri Averill (Mugista, 2014) adalah aspek kontrol perilaku, kontrol kognitif dan kontrol keputusan. Adapun aspek-aspek yang berhubungan dan terkait dengan munculnya perilaku bullying, yang pertama adalah aspek kontrol perilaku. Kontrol perilaku merupakan kemampuan individu untuk merespon situasi atau memodifikasi keadaan yang dianggap tidak menyenangkan. Individu yang memiliki kontrol perilaku yang tinggi, perilakunya tidak impulsif, sehingga bila ada impuls dari luar atau dalam dirinya tidak langsung bertindak mengikuti emosi pada saat itu. Sebaliknya, individu yang memiliki kontrol perilaku yang rendah, sulit untuk mengendalikan perilakunya sehingga langsung memunculkan perilaku yang sering kali kearah negatif. Oleh karena itu, dengan memiliki kontrol perilaku yang tinggi, perilaku bullying dapat diminimalisir. Aspek yang kedua adalah aspek kontrol kognitif. Kontrol kognitif adalah kemampuan individu untuk mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau menghubungkan suatu kejadian sebagai usaha untuk mengurangi tekanan. Individu yang memiliki kontrol kognitif yang tinggi akan mempertimbangkan secara matang informasi yang tidak diinginkan, mencari penyebab serta solusi agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan. Sebaliknya, individu yang memiliki kontrol kognitif yang rendah cenderung tidak memikirkan dan tidak menyaring terlebih dahulu informasi yang diterima. Oleh karena itu,

21 individu yang memiliki kontrol kognitif yang rendah biasanya melakukan perilakuperilaku agresif seperti bullying. Aspek ketiga adalah aspek kontrol keputusan. Kontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk memilih dan memutuskan suatu tindakan yang akan dilakukan berdasarkan yang diyakininya. Seyogianya individu yang memiliki kontrol kognitif yang baik akan berdampak pula pada kontrol keputusan yang baik. Informasi yang telah diolah lalu menghasilkan keputusan yang tepat untuk meyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Dengan begitu, individu yang memiliki kontrol keputusan yang baik biasanya tidak terlibat dalam melakukan perbuatan negatif seperti bullying. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki kontrol diri akan merespon situasi atau memodifikasi keadaan yang dianggap tidak menyenangkan, mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi dan memutuskan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan yang diyakininya. D. Hipotesis Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku bullying. Semakin tinggi kontrol diri, maka semakin rendah perilaku bullying. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku bullying.