KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI F1G1 12 040 KENDARI 2016
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-nya sehingga kami masih dimungkinkan untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang Batuan karbonat, yang mana hal ini guna menyelesaikan tugas yang diberikan dari mata kuliah BAtuan Karbonat Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari adanya kekurangan yang disadari maupun tidak disadari. Untuk itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada, dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sebagai penyempurnaan untuk kedepannya. Kendari, Januari 2016 Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1.2. Rumusan masalah... 1.3. Tujuan... BAB II PEMBAHASAN 2.1. Sejarah Mineral Grafit... 2.2. Pengertian Mineral Grafit... 2.3. Genesa Mineral Grafit... 2.4. Manfaat Mineral Grafit... BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan... 3.2. Saran... REFERENSI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan lebih besar daripada bagian daratan. Bumi terlesusun oleh 75 % batuan sedimen dan diantaranta 20-25% tersusun oleh batuan karbonat. Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Batuan karbonat penting dipelajari karena mempunyai keistimewaan dalam cara pembentukannya, yaitu bebas dari detritus daratan, tetapi yang lebih penting adalah turut sertanya bio-organisme yang banyak membentuk kerangka organik (frame builder). Meskipun tidak semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah hasil dari proses kimia atau biologi yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan dangkal. Selain itu batuan karbonat banyak mengandung fosil-fosil penunjuk umur suatu batuan. Batuan karbonat merupakan batuan yang dapat berfungsi sebagai reservoir hidrokarbon yang melingkupi lebih dari sepertiga cadangan hidrokarbon dunia. Selain itu, batuan karbonat dapat juga digunakan sebagai bahan untuk material konstruksi. Batuan karbonat umumnya memiliki berbagai fasies tertentu yang sangat berbeda dengan batuan sedimen lainnya. Di alam batuan karbonat menempati 1/5 1/4 dari seluruh catatan stratigrafi dunia. Sekitar 40 % dari minyak bumi dan gas dunia diambil dari batuan karbonat. Reservoar karbonat di Timur Tengah merupakan salah satu contoh reservoar karbonat dengan produksi migas yang besar. Sedimen karbonat, yang dijumpai di dunia, kebanyakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan beberapa di antaranya terbentuk di daerah teresterestrial, tetapi laut dangkal tropis. Indonesia merupakan daerah yang mempunyai sedimen karbonat melimpah.
1.2 Rumusan masalah Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Bagaimana penamaan batuan karbonat berdasarkan klasifikasi Grabau (1904), Dunham (1961), dan Embry and Klovan (1971)? 2. Bagaimana genesa batuan karbonat? 1.3 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah 1. Untuk mengetahui penamaan batuan karbonat berdasarkan klasifikasi Grabau (1904), Dunham (1961), dan Embry and Klovan (1971) 2. Untuk mengetahui genesa batuan karbonat BAB II PEMBAHASAN 2.1 Klasifikasi Batuan Karbonat 2.1.1 Klasifikasi Grabau (1904)
Menurut klasifikasi Grabau, batugamping dapat dibagi menjadi 5 macam, yaitu: a. Calcirudite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih besar daripada pasir (>2 mm). b. Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16 2 mm). c. Calcilutite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir (<1/16 mm). d. Calcipulverite, yaitu batugamping hasil presipitasi kimiawi, seperti batugamping kristalin. e. Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu seperti terumbu dan stromatolite. 2.1.2Klasifikasi Dunham (1962) Dunham membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur deposisi batugamping, yaitu tekstur yang terbentuk pada waktu pengendapan batugamping, meliputi ukuran butir dan susunan butir (sortasi). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengklasifikasian batugamping berdasarkan tekstur deposisinya, yaitu: 1. Derajat perubahan tekstur pengendapan 2. Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi 3. Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dan lumpur karbonat Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham mengklasifikasikan batugamping menjadi 5 macam, yaitu mudstone, wackestone, packestone, grainstone, dan boundstone. Sedangkan batugamping yang tidak menunjukkan tekstur deposisi disebut crystalline carbonate. Fabrik (supportation) grain-supported (butiran yang satu dengan yang lain saling mendukung) dan mud-supported (butiran mengambang di dalam matrik lumpur karbonat) digunakan untuk membedakan antara wackestone
dan packestone. Dunham tidak memperhatikan jenis butiran karbonatnya seperti klasifikasi Folk. Batas ukuran butir yang digunakan oleh Dunham untuk membedakan antara butiran dan lumpur karbonat adalah 20 mikron (lanau kasar). Klasifikasi batugamping yang didasarkan pada tekstur deposisi dapat dihubungkan dengan fasies terumbu dengan tingkat energi yang bekerja, sehingga dapat untuk interpretasi lingkungan pengendapan. 2.1.3 Klasifikasi Embry and Klovan (1971) Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur pengendapan dan merupakan pengembangan dari klasifikasi Dunham (1962) yaitu dengan menambahkan kolom khusus pada kolom boundstone, menghapus kolom crystalline carbonate, dan membedakan % butiran yang berdiameter </= 2 mm dari butiran yang berdiameter > 2m, Dengan demikian klasifikasi Embry and Klovan seluruhnya didasarkan pada tekstur pengendapan dan lebih tegas di dalam ukuran butir yaitu ukuran grain =/>0,03 2 mm dan ukuran lumpur karbonat <0,03 mm. Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan membagi batugamping menjadi dua kelompok, yaitu batugamping allochton dan batugamping autochton. Batugamping autochton adalah batugamping yang komponen penyusunnya berasal dari organisme yang saling mengikat selama pengendapannya. Batugamping ini dibagi menjadi 3 yaitu: bafflestone (tersusun oleh biota berbentuk cabang), bindstone (tersusun oleh biota berbentuk menegrak atau
lempengan) dan framestone (tersusun oleh biota berbentuk kubah atau kobis). Batugamping allochton adalah batugamping yang komponennya berasal dari sumbernya oleh fragmentasi mekanik, kemudian mengalami transportasi dan diendapkan kembali sebagai partikel padat. Batugamping ini dibagi menjadi 6 macam yaitu: mudstone, wackestone, packetone, grainstone, floatstone dan rudstone. Dengan demikian klasifikasi Embry & Klovan sangat tepat untuk mempelajari fasies terumbu dan tingkat energi pengendapan. 2.2 Deskripsi Sampel Batuan Karbonat Dengan Menggunakan Tiga Klasifikasi Sampel batuan 1
- Deskripsi : Batuan ini termasuk dalam jenis batuan sedimen non klastik dengan warna lapuk coklat kekuningan dan warna segar putih kekuningan. Batuan ini bertekstur Non klastik dengan komposisi kimia karbonat dan strukturnyapun tidak berlapis. Menurut klasifikasi Grabau (1904), nama batuanya adalalah kalkarenit, karena batuan ini memiliki ukuran butir pasiran, dan menurut klasifikasi Dunham (1962) nama dari batuan ini adalah Wackestone, karena batuan ini mempunyai kesan butiran lebih dari 10 % dan pada batuan ini tidak ditemukan adanya fosil. Sedangkan menurut klasifikasi Embri and klovan (1971) nama batuanya adalah Mudstond. Dalam klasifikasi Embri and Klovan batuan ini termasuk Batugamping allochton yang merupakan batugamping yang komponennya berasal dari sumbernya oleh fragmentasi mekanik, kemudian mengalami transportasi dan diendapkan kembali sebagai partikel padat. Proses Pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia dimana pada proses tersebut, organism turut berperan, dan dapat pula terjadi butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik dan kemudian diendapkan pada tempat lain, dan pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses diagenesa dari batuan karbonat yang lain Sampel batuan 2
Batuan ini termasuk dalam jenis batuan sedimen non klastik dengan warna lapuk coklat dan warna segar coklat kekuningan. Batuan ini bertekstur Non klastik dengan komposisi kimia karbonat dan strukturnyapun tidak berlapis. Menurut klasifikasi Grabau (1904), nama batuanya adalalah kalsilutit, karena batuan ini memiliki ukuran butir lanau, dan menurut klasifikasi Dunham (1962) nama dari batuan ini adalah mudstone, karena batuan ini mempunyai kesan butiran kurang dari 10 % dan pada batuan ini tidak ditemukan adanya fosil. Sedangkan menurut klasifikasi Embri and klovan (1971) nama batuanya adalah Mudstond. Dalam klasifikasi Embri and Klovan batuan ini termasuk Batugamping allochton yang merupakan batugamping yang komponennya berasal dari sumbernya oleh fragmentasi mekanik, kemudian mengalami transportasi dan diendapkan kembali sebagai partikel padat. Sampel batuan 3 Batuan ini termasuk dalam jenis batuan sedimen non klastik dengan warna lapuk coklat kekuningan dan warna segar kuning. Batuan ini bertekstur Non klastik dengan komposisi kimia karbonat dan strukturnyapun tidak berlapis. Menurut
klasifikasi Grabau (1904), nama batuanya adalalah Batugamping organik, yang merupakan hasil pertumbuhan organisme secara insitu, karena batuan ini memiliki ukuran butir pasiran, dan menurut klasifikasi Dunham (1962) nama dari batuan ini adalah Packstone,. Sedangkan menurut klasifikasi Embri and klovan (1971) nama batuanya adalah Mudstond. Dalam klasifikasi Embri and Klovan batuan ini Batugamping autochton adalah batugamping yang komponen penyusunnya berasal dari organisme yang saling mengikat selama pengendapannya. Proses pembentukan batuan gamping terumbu berasal dari pengumpulan plankton, moluska, algae yang keudian membentuk terumbu. Jadi gamping terumbu berasal dari organisme. Batuan sedimen yang memiliki komposisi mineral utama dari kalsit (CaCO 3 ) terbentuk karena aktivitas dari coral atau terumbu pada perairan yang hangat dan dangkal dan terbentuk sebagai hasil sedimentasi organik. 2.3 Pembentukan Sedimen Karbonat Meskipun tidak semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah hasil dari proses kimia atau biologi yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan dangkal. Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi maksimum sedimen karbonat adalah lingkungan yang mempunyai: (a) kedalaman cukup, tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal, (b) hangat, tidak terlalu panas atau terlalu dingin (c) kadar garam yang cukup, tidak terlalu tawar dan terlalu asin, (d) jernih, tidak terlalu banyak sedimen klastik darat, dan (e) makanan cukup, tetapi tidak terlalu banyak. Faktor utama yang mengontrol produktivitas sedimen karbonat: letak geografis dan iklim, cahaya dan salinitas. 2.3.1 Letak Geografis dan Iklim Secara umum tata letak geografis dan iklim dapat mengontrol laju pertumbuhan kehidupan penghasil sedimen karbonat. Daerah yang mempunyai latitud tinggi mempunyai suhu dingin yang tentu saja menghambat pertumbuhan kehidupan yang memerlukan kehangatan untuk hidup. Sedangkan daerah yang mempunyai
latitud rendah (tropis dan subtropis) mempunyai suhu keseharian hangat. Di daerah ini berbagai kehidupan yang memproduksi sedimen karbonat akan tumbuh lebih baik. 2.3.2 Penetrasi Cahaya Penetrasi cahaya mengontrol distribusi organisme penghasil karbonat yang membutuhkan cahaya untuk fotosintesis. Penetrasi cahaya dipengaruhi oleh kedalaman air, latitud, dan kejernihan air. Radiasi cahaya menembus air, ini diserap dengan cepat pada bagian atas laut. Setiap perubahan kedalaman 30-50 m, intessitas cahaya berkurang 1% dari level cahaya permukaan. Batas kedalaman pertumbuhan koral secara geografis bervariasi, pertumbuhan koral aktif di Carribbean berkisar dari 40 sampai 60 m, sedangkan didaerah Indo-Pasifik hanya 15 sampai 90 m. Material klastik yang diangkut dari darat dan dikirim ke paparan atau cekungan melalui transportasi sungai dan/atau angin juga akan mempengaruhi penetrasi cahaya. Masuknya sedimen silisiklastik menghasilkan partikel halus, lempung dan lanau tersuspensi, yang dapat menurunkan kejernihan (transparansi) air dan fotosintesa. Hal ini tentu akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan ganggang karbonat, yang merupakan penghasil utama sedimen karbonat. 2.3 3 Salinitas (kadar garam) Perbedaan dan kelimpahan biota menunjukkan semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kalkareus. Pada kondisi laut terbuka yang normal, perubahan salinitas dapat mengakibatkan hilangnya sejumlah jenis fauna yang tidak tahan terhadap perubahan salinitas ini. Peningkatan salinitas menurunkan keanekaragaman biota dan salinitas di atas 40% kebanyakan invertebrata menghilang, meskipun ganggang kalkareous tetap akan memproduksi sedimen terhadap waktu. 2.3 Genesa Pembentukan Batuan Karbonat
BAB III PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kesimpulan dari pembuatan makalah ini adalah 1. Penamaan batuan karbonat menurut klasifikasi Grabau (1904) dapat melihat ukuran butir dalam suatu sampel batuan. Penamaan berdasarkan klasifikasi Dunham (1967) dapat melihat Derajat perubahan tekstur pengendapan, Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi, Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dan lumpur karbonat sedangkan klasifikasi Embry and Klovan seluruhnya didasarkan pada tekstur pengendapan dan lebih tegas di dalam ukuran butir yaitu ukuran grain =/>0,03 2 mm dan ukuran lumpur karbonat <0,03 mm. Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan membagi batugamping menjadi dua kelompok, yaitu batugamping allochton dan batugamping autochton 2. 4.2 Saran bermanfaat saran yang dapat saya sampaikan dalam pembuatan makalah ini yaitu semoga
REFERENSI http://shin-shanshan.blogspot.co.id/2011/07/klasifikasi-embry-klovan-1971.html https://ptbudie.wordpress.com/2010/12/24/klasifikasi-batuan-karbonat-berdasarkantekstur-pengendapan-menurut-dunham-1962-dan-embry-klovan-1971/ https://abgheo.wordpress.com/2012/06/15/batuan-karbonat/