Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DEBIT ANDALAN

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR DAERAH IRIGASI NAMU SIRA-SIRA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

Analisis Ketersediaan Air Sungai Talawaan Untuk Kebutuhan Irigasi Di Daerah Irigasi Talawaan Meras Dan Talawaan Atas

Irigasi Dan Bangunan Air. By: Cut Suciatina Silvia

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

BAB II DASAR TEORI. sebagai hasil dan penguapan air. Proses-proses yang tercakup dalam peralihan uap

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

DEFt. W t. 2. Nilai maksimum deficit ratio DEF. max. 3. Nilai maksimum deficit. v = max. 3 t BAB III METODOLOGI

BAB II DASAR TEORI. hujan sebagai hasil dan penguapan air. Proses-proses yang tercakup dalam

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk

Analisis Ketersediaan Air Embung Tambakboyo Sleman DIY

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan

OPTIMASI DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KECAMATAN KAMPAR UTARA KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

MODUL PERHITUNGAN NERACA AIR STUDI KASUS KOTA CIREBON

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

ANALISIS KEBUTUHAN AIR PADA DAERAH IRIGASI MEGANG TIKIP KABUPATEN MUSI RAWAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

Optimalisasi Pemanfaatan Sungai Polimaan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

WATER BALANCE DAS KAITI SAMO KECAMATAN RAMBAH

KEANDALAN ANALISA METODE MOCK (STUDI KASUS: WADUK PLTA KOTO PANJANG) Trimaijon. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop)

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi

PRAKTIKUM VIII PERENCANAAN IRIGASI

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI UJUNG GURAP UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENGOLAHAN AIR IRIGASI. Disusun Oleh:

Bab V PENGELOLAAN MASALAH BANJIR DAN KEKERINGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

ANALISIS KESEIMBANGAN AIR PADA BENDUNG BRANGKAL GUNA MEMENUHI KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI SIWALUH KABUPATEN KARANGANYAR

DAFTAR PUSTAKA. Ariansyah Tinjauan Sistem Pipa Distribusi Air Bersih di Kelurahan Talang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran.

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE

HASIL DAN PEMBAHASAN

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI BERDASARKAN HUJAN EFEKTIF DI DESA REMPANGA - KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

OPTIMASI POLA DAN TATA TANAM DALAM RANGKA EFISIENSI IRIGASI DI DAERAH IRIGASI TANGGUL TIMUR SKRIPSI. Oleh DIAN DWI WURI UTAMI NIM

PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK ABSTRAK

Transkripsi:

3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, dan kebutuhan air untuk tanaman, dengan memperlihatkan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah. Kebutuhan air untuk tanaman bergantung pada macam tanaman dan masa pertumbuhan sampai dipan sehingga memberikan produksi yang optimal. Tanaman terpenting yang membutuhkan air irigasi di Indosia adalah tanaman padi. Oleh karena itu pemberian air untuk tanaman padi menjadi suatu masalah yang terpenting disamping pemberian air pada tanaman palawija, perkiraan banyaknya kebutuhan air untuk irigasi didasarkan faktor : Jenis tanaman Jenis tanah Cara pemberian air Cara pengolahan kuantitas curah hujan Iklim Waktu tanam Pemeliharaan dan eksploitasi pada bangunan. (Salamun:29,2004) 3.2. Data Hidrologi Data-data hidrologi yang dibutuhkan untuk mengetahui kebutuhan air antara lain: 1. Curah hujan rata-rata bulanan (mm/hari) 2. Temperatur atau suhu rata-rata bulanan ( 0 C ) 3. Kelembaban rata-rata bulanan (%) 4. Kecepatan angin yang diukur pada ketinggian 2 meter di atas permukaan tanah. Jika kecepatan air diukur pada ketinggian 8 meter, maka harus dikonversikan sesuai dengan tabel 4, sedangkan satuannya adalah knot, maka dikonversikan ke m/d dengan mengkalikan dengan 0,515. Dengan demikian, jika dalam km/jam maka dikalikan 0,2778. 5. Penyinaran matahari dengan jangka waktu utuk pengukuran 2 jam, untuk 8 jam maka dikonversikan dengan rumus : Q 12 = 0,786Q s + 3,45 1

dimana Q s = penyinaran matahari dalam jangka waktu 8 jam Data-data hidrologi tersebut dapat diperoleh dari stasiun klimatologi terdekat dengan perencanaan jaringan irigasi. (Kriteria Perencanaan:79,1986) 3.3. Evaporasi Evaporasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap. Jika yang menguap dari tanaman disebut transpirasi. Penguapan berlangsung terus merus sampai kondisi udara menjadi jenuh dengan uap. Jadi penguapan ini dapat disimpulkan yaitu kejadian pada tiap keadaan suhu udara asal belum menjadi jenuh dengan uap. Kecepatan penguapan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : - Suhu, kelembaban, tekanan udara. - Sinar matahari. - Kecepatan angin. (Salamun:30,2004) 3.3.1 Perhitungan Angka Evaporasi Tabel 3.1 1. Baris 1 adalah data suhu udara. Contoh, untuk bulan Januari adalah 25,72 0 C 2. Baris 2 adalah data kelembaban relatif. Contoh, untuk bulan Januari adalah 85,64% 3. Baris 3, adalah data kecepatan angin yang telah dikonversi dari ketinggian 5 meter ke 2 meter Contoh, untuk bulan Januari Kecepatan angin ketinggian 5 meter = 0,235 meter/detik Kecepatan angin ketinggian 2 meter = 0,235 x 0,877 = 0,206 meter/detik 4. Baris 4 adalah data penyinaran matahari yang telah dikonversi ke 12 jam Contoh, untuk bulan Januari Penyinaran matahari = 46,067% Konversi ke 12 jam = (0,786 x 46,067%) + 3,45 5. Baris 5 adalah data letak lintang. = 39,659% Dalam hal ini letak lintang pada setiap bulan adalah sama yaitu 07 00' 2

6. Baris 6 adalah albedo 7. Baris 7 adalah Contoh, untuk bulan Januari 2 f ( Tai ) x10 didapat dari tabel 2 berdasarkan data suhu udara suhu (baris 1) Tabel 2 25,72 0 C Tabel 2 9,05 f ( T ai ) x10 2 8. Baris 8 adalah L 1 x 10, didapat dari tabel 2 berdasarkan data suhu udara Contoh, untuk bulan Januari Suhu (baris 1) Tabel 2 L x 25,72 0 C Tabel 2 2,52 1 10 2 9. Baris 9 adalah P Wa z ] Sa, didapat dari tabel 2 berdasarkan data suhu udara Contoh, untuk bulan Januari Suhu (baris 1) Tabel 2 P Wa z ] Sa, 25,72 0 C Tabel 2 24,79 mmhg 10. Baris 10 adalah γ +,didapat dari tabel 2 berdasarkan data suhu udara Contoh, untuk bulan Januari 11. Baris 11, Suhu (baris 1) Tabel 2 25,72 0 C Tabel 2 1,96 γ + Wa Pz adalah (kelembaban relatif x P Wa z ] Sa ) : 100 Contoh, untuk bulan Januari Kelembaban relatif (baris 2) = 85,64 P Wa z ] Sa (baris 9) = 24,79 Wa P z (baris 11) = (baris 2 x baris 9):100 = (85,64 x 24,79):100 = 21,23 mmhg 12. Baris 12 adalah F(Tdp), didapat dari Tabel 3 berdasarkan data dari Wa P z (baris 11) Tabel 3 F(Tdp) 2 Wa P z 3

21,23 Tabel 3 0,135 13. Baris 13 adalah P Wa z ] Sa - P Wa Wa P z z ] Sa (baris 9) = 24,79 Wa P z (baris 11) = 21,23 mmhg Baris 13 = P Wa z ] Sa - = 24,79-21,23 = 3,56 mmhg Wa P z 14. Baris 14 adalah γ.(faz) didapat dari tabel 4 berdasarkan data kecepatan angin Contoh, untuk bulan Januari 15. Baris 15 adalah γ. Eq Kecepatan angin (baris 3) Tabel 4 γ.(faz) 0,235 Tabel 4 0,104 γ.eq = ( P Wa z ] Sa - ( P Wa z ] Sa - didapat dari Wa P z ) x γ.(faz) Wa P z ), baris 13 = 3,56 γ.(faz), baris 14 = 0,104 γ.eq = ( P Wa z ] Sa - = 0,370 Wa P z ) x γ.(faz) = 3,56 x 0,104 2 16. Baris 16 adalah Ca H sh 10, didapat dari tabel 5 berdasarkan data letak lintang Contoh, untuk bulan Januari Letak lintang (baris 5) Tabel 5 07 00' Tabel 5 9,12 Ca H sh 10 2 4

17. Baris 17 adalah AS sh F(T ), didapat dari tabel 6 berdasarkan data penyinaran matahari dan letak lintang Penyinaran matahari (baris 4) dan letak lintang (baris 5) Tabel 5 AS sh F(T) 39,659% dan 07 00' Tabel 6 0,359 Karena 46,067% terletak diantara 40% dan 50% maka dilakukan interpolasi sehingga didapat 0,359 18. Baris 18 adalah 2 H 1 didapat dari 2 H 1 = Ca H sh 10 2, baris 16 = 9,12 Ca H sh 10 x AS sh F(T ) Ca H sh 10 x AS sh F(T ) AS sh F(T), baris 17 = 0,359 2 H 1 = = 3,274 19. Baris 19 adalah m, didapat dari m = Ca H sh 10 x AS sh F(T ) = 9,12 x 0,359 2 f ( Tai ) x10 x {1- (penyinaran matahari :100)} 2 f ( Tai ) x10 (baris 7) = 9,05 Penyinaran matahari (baris 4) = 39,659% m = 2 f ( Tai ) x10 x {1- (penyinaran matahari :100)} m = 9,05 x {1-(39,659%:100)} = 4,881 20. Baris 20 adalah F(m) didapat dari F(m) = 1 (m:10) 5

m (baris 19) = 4,881 F(m) = 1 (m:10) F(m) = 1-(4,881:10) = 0,512 21. Baris 21 adalah H 2, didapat dari H 2 = 2 f ( Tai ) x10 x F(Tdp) x F(m) 2 f ( Tai ) x10 (baris 7) = 9,05 F(Tdp) (baris 12) = 0,135 F(m) (baris 20) = 0,512 H 2 = 2 f ( Tai ) x10 x F(Tdp) x F(m) H 2 = 9,05 x 0,135 x 0,512 = 0,625 22. Baris 22 adalah H 1 - H 2 H 1 (baris 18) = 3,274 H 2 (baris 21) = 0,625 H 1 - H 2 = 3,274 0,625 = 2,649 23. Baris 23 adalah H 2 H = L 1 x 10 x (, didapat dari H 1 - H 2 ) L 1 x10 2 (baris 8) = 2,52 H 1 - H 2 (baris 22) = 2,649 6

2 H = L 1 x 10 x ( H = 2,52 x 2,649 = 6,675 24. Baris 24 adalah γ. Eq + H H 1 - H 2 ) γ.eq (baris 15) = 0,370 H (baris 23) = 6,675 γ.eq + H = 0,370 + 6,675 = 7,045 25. Baris 25 adalah penguapan (Eo), didapat dari Eo = ( γ. Eq + H ): γ. γ.eq + H (baris 24) = 7,045 γ. (baris 10) = 1,96 Eo = ( γ. Eq + H ): γ. = 7,045 : 1,96 = 3,594 3.4. Perhitungan Kebutuhan Irigasi Kebutuhan irigasi pada petak sawah dapat dirumuskan sebagai berikut : Untuk masa pemeliharaan : Ir = Lp Re Untuk masa pertumbuhan : Ir = ET Re + P + W dengan : Ir = kebutuhan air untuk irigasi ET = evapotranspirasi P = perkolasi Re = curah hujan Lp = pengolahan tanah dan penjenuhan W = tinggi genangan air 1. Kebutuhan air untuk masa pertumbuhan 7

Untuk 2 minggu ke-1 sampai minggu ke-4 dengan rumus : Ir = W+ ET + P Re Untuk 2 minggu ke-5 sampai minggu ke-8 dengan rumus : Ir = ET + P Re dimana: Ir = kebutuhan air untuk irigasi W = tinggi genangan air ET = evapotranspirasi P = perkolasi Re = curah hujan efektif (Salamun:29, 2004) 2. Kebutuhan air untuk irigasi a. Harga evapoorasi (Eo) dari perhitungan Penman. b. Harga perkolasi ditetapkan 1 mm/hari karena daerah cenderung datar. c. Harga curah hujan 20% kering didapat sesuai dengan perhitunagan curah hujan efektif diatas. d. Curah hujan efektif (Re) = hujan 20% kering x faktor hujan (fn), dimana faktor diperoleh dari tabel 3 untuk kondisi golongan (lampiran). e. Evapotranspirasi (ET) = evaporasi x koefisien tanaman (kc), dimana koefisien tanaman diperoleh dari tabel dengan pendekatan metode prosida f. Kebutuhan air untuk penjenuhan. pengolahan tanah dari Zylstra (lampiran), data yang diperlukan : Jumlah penjenuhan sebesar 200 mm dengan anggapan bahwa tanah belum mengalami perubahan lebih dari 2,5 bulan. Lama pengolahan tanah ditetapkan 30 hari. Harga Eo dan P harga yang ditetapkan atau didapat dari tabel Zylstra (lampiran) dimasukan dalam baris 4. g. Besarnya kehilangan air selama penyaluran diperhitungkan untuk tiaptiap saluran : Kebutuhan air dikalikan 0,166 sebagai konversi dari mm/hari menjadi lt/d/ha (lr). Kebutuhan air untuk saluran tersier (Irt) = Ir x 1,25 Kebutuhan air untuk saluran sekunder (Irs) = Irt x 1,15 Kebutuhan air untuk saluran primer (Irp) = Irs x 1,10 8

h. Hasil perhitungan kebutuhan air pada saluran primer, sekunder dan tersier diplot pada jadwal rencana pengolahan tanah dan pertumbuhan padi. i. Angka kebutuhan air untuk masing-masing saluran ditetapkan berdasarkan angka terbesar dari rata-rata kebutuhan air dari sistem saluran. 3.4.1. Perkolasi (P) Banyaknya air untuk perkolasi tergantung dari prositas tanah. Perkiraan perkolasi didasarkan pada hasil percobaan lapangan, dalam hal ini tidak diadakan percobaan lapangan. Perkiraan untuk perkolasi adalahn sebagai berikut: - Lahan datar (dataran rendah) digunakan = 1 mm/hari - Lahan dengan kemiringan > 5% = 5 mm/hari - Menurut tekstur tanah di lapangan: 1. Tekstur berat (lempungan) = 1-2 mm/hari 2. Tekstur sedang (lempung pasiran) = 2-3 mm/hari 3. Tekstur ringan (pasiran) = 3-6 mm/hari (Salamun:49, 2004) 3.4.2. Curah Hujan Efektif (Rh) 1. Curah Hujan Rata-rata Bulanan Dalam memperoleh data hujan rata-rata bulanan didasarkan pada perencanaan di lapangan dan penakar hujan. Dalam hal ini dihitung hujan bulanan dengan 20% kering dihitung dari data hujan dengan pendistribusi normal: Xt = X + k x σ dimana: Xt = besarnya hujan pada periode tertentu k = rata-rata hujan X = faktor frekuensi σ = standar deviasi (Salamun:51, 2004) 2. Hujan Efektif (Re) Hujan efektif adalah curah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk memnuhi kebutuhan air (evapotranspirasi). Untuk mentukan 9

besarnya hujan efektif sebenarnya masih banyak pendapat yang berbedabeda, mengingat masih kompleks masalh ini. Besarnya tergantung dari : a. Cara pemberian air irigasi misal rotasi atau penggenangan terus merus atau berulang. b. Laju pengeringan air genangan di persawahan yang harus ditanggualangi. c. Sifat hujan. d. Keadaan lapisan air yang harus dipertahankan. e. Pemberian air ke petak, apakah setiap sadapnya hanya memenuhi setiap petak atau sejumlah petak, atau petak bagian atas dapat secara langsung member air pada petak di bawahnya. f. Jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air. Hujan efektif untuk tanaman padi Menurut pedoman PSA010 besarnya hujan efektif direkomendasikan sebagai berikut: a. Untuk pengambilan di bendung, besarnya - 70% dari hujan bulanan dengan 20% kering selama pengolahan tanah selama 30 hari. - 40% dari hujan bulanan dengan 50% kering selama masa pertumbuhan padi. b. Untuk irigasi dengan waduk, pemberian air dapat diatur dengan baik. - 70% hujan bulanan dengan 20% kering selama masa pengolahan tanah. - 60% hujan bulanan dengan 20% kering selaman masa pengolahan tanah. c. Untuk irigasi dengan tanah - 70% kering dari hujan bulanan dengan 20% kering untuk masa pertumbuhan tanaman. d. Untuk irigasi dengan golongan, faktornya dapat dilihat dalam tabel 1 c. (Salamun:53, 2004) 3.4.3. Evapotranspirasi (ET) Banyaknya air untuk evapotranspirasi dapat diperkirakan dengan cara Hargreaves atau Penman. Untuk menghitung evapotranspirasi dalam tugas ini digunakan metode Penman. 10

Perhitungan menurut Penman: ET = Eo x Kc dimana: ET = Evapotranspirasi Eo = Evaporasi Kc = Koefisien tanaman 3.5. Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Tabel 3.2 1. Baris 1 sesuai dengan hasil baris 25 (Eo) dari metode Penman. adalah 3.594 mm/hari. 2. Baris 2 merupakan nilai perkolasi. Untuk lahan datar atau dataran rendah, nilai perkolasi = 1 mm/hari 3. Baris 3 = Eo + P : Eo (baris 1) = 3.594 mm/hari maka, didapat Eo + P = 3.594 + 1 P (baris 2) = 4.594mm/hari = 1 mm/hari 4. Baris 4 adalah nilai hujan rata-rata dari perhitungan data curah hujan (tabel 2.1) adalah 8,892 mm/hari. 5. Baris 5 kolom 3 adalah perhitungan hujan efektif dengan faktor hujan menggunakan tabel 1c (2 golongan) Nilai hujan efektif (Re) = Rh x Fh : nilai RH (baris 4 kolom 5) = 8,892 nilai FH (baris 5.1 kolom 3) = 0,18 maka, didapat Re = 8,892 x 0,18 = 1,6 mm/hari 6. Baris 6 kolom 3 adalah koefisien tanaman didapat dari tabel 1b, Nilai Evapotranspirasi = Eo x Kc : nilai Eo (Baris 1 kolom 5) = 3.594 nilai Kc ( baris 6.1 kolom 3) = 1,20 11

maka, didapat nilai Et = 3.594 x1,20 = 4,313 mm/hari 7. Baris 7 adalah pengolahan tanah untuk tanaman padi Baris 7.1 adalah LP (Land Preparation) yang didapat dari tabel Zylstra. : Eo+P (tabel Zylstra) LP 4.594 (tabel Zylstra) 9,23 Baris 7.2 menghitung kebutuhan air pada petak sawah (A) Ir = A = LP Re dengan Re1 = 1,6 (baris 6.1) Ir = 9,23 1,6 = 7,63 mm/hari Baris 7.3 mengkonversi satuan LP dari mm/hari menjadi liter/detik/ha (B) B = A x 0,116 = 7,63 x 0,116 = 0,88 liter/detik/ha Baris 7.4 menghitung kebutuhan air pada saluran tersier (C) C = B x1,25 dengan : 1,25 = angka koefisiean saluran tersier Contoh : C = 0,88 x 1,25 = 1,11 liter/detik/ha Baris 7.5 menghitung kebutuhan air pada saluran sekunder (D) D = C x 1,15 dengan : 1,15 = angka koefisien saluran sekunder Contoh : D = 1,11 x 1,15 = 1,28 liter/detik/ha Baris 7.6 menghitung kebutuhan air pada saluran primer (E) E = D x1,1 12

dengan : 1,1 = angka koefisiean saluran primer Contoh : E = 1,28 x 1,1 = 1,41 liter/detik/ha 8. Perhitungan pada baris 8 seperti baris 7. Namun, Re yang dipakai adalah Re pada baris 5.2 kolom 5 8,892 x 0,53 = 4,713 liter/detik/ha 9. Baris 9 adalah menghitung kebutuhan air pada saat pertumbuhan tanaman. Baris 9.1 adalah menghitung kebutuhan pada petak sawah (A) Ir = A = Et + P + W- Re dengan : Et = Et1 Re =Re3 Et = 4,313 (baris 6.1 kolom 5) P = 1,00 (kolom 5) W = 3,3333 Re = 4,890 (baris 5.3 kolom 5) Ir = 4,313 + 1,00 + 3,333-4,713 = 3,76 mm/hari Baris 9.2 mengkonversi satuan LP dari mm/hari menjadi liter/detik/ha (B) B = A x 0,116 = 3,76 x 0,116 = 0,44 liter/detik/ha Baris 9.3 menghitung kebutuhan air pada saluran tersier (C) C = B x1,25 dengan : 1,25 = angka koefisiean saluran tersier Contoh : C = 0,44 x 1,25 = 0,54 liter/detik/ha 13

Baris 9.4 menghitung kebutuhan air pada saluran sekunder (D) D = C x 1,15 dengan : 1,15 = angka koefisiean saluran sekunder Contoh : D = 0,54 x 1,15 = 0,63 liter/detik/ha Baris 9.5 menghitung kebutuhan air pada saluran primer (E) E = D x1,1 dengan : 1,1 = angka koefisiean saluran primer Contoh : E = 0,63 x 1,1 = 0,69 liter/detik/ha 10. Baris 10 sampai baris 12, perhitungan seperti baris 9. Namun, Et yang digunakan adalah Et n+1 dengan n dimulai dari 1. Sedangkan Re yang digunakan adalah Re n+1 dengan n dimulai dari 3. 11. Baris 13 sampai baris 16, perhitungan seperti baris 9. Namun, Et yang digunakan adalah Et n+1 dengan n dimulai dari 1. Sedangkan Re yang digunakan adalah Re n+1 dengan n dimulai dari 3. Dan perhitungan Ir tidak menggunakan tinggi genangan air (W), sehingga rumusnya menjadi : Ir = Et + P - Re 3.6 Perhitungan Pola Tanam Tabel 3.3 Contoh pada golongan 1 (dimulai pada akhir Oktober) Contoh Bero Saluran Tersier Oktober awal adalah bero, yaitu tidak ditanami jadi kebutuhan air tidak ada. Saluran Sekunder Oktober awal adalah bero, yaitu tidak ditanami jadi kebutuhan air tidak ada Saluran Primer Oktober awal adalah bero, yaitu tidak ditanami jadi kebutuhan air tidak ada Contoh Penyiapan Lahan Saluran Tersier 14

Oktober akhir dimulai penanaman (penyiapan lahan pertama), maka didapat kebutuhan air = 1,34 liter/detik/ha (dari tabel 3.2 baris 7.3 kolom 14) Saluran Sekunder Oktober akhir dimulai penanaman (penyiapan lahan pertama), maka didapat kebutuhan air = 1,54 liter/detik/ha (dari tabel 3.2 baris 7.4 kolom 14) Saluran Primer Oktober akhir dimulai penanaman (penyiapan lahan pertama), maka didapat kebutuhan air = 1,70 liter/detik/ha (dari tabel 3.2 baris 7.5 kolom 14) Contoh Pertumbuhan Tanaman Saluran Tersier November akhir adalah pertumbuhan tanaman pertama, maka didapat kebutuhan air = 1,05 liter/detik/ha (dari tabel 3.2 baris 9.3 kolom 14) Saluran Sekunder November akhir adalah pertumbuhan tanaman pertama, maka didapat kebutuhan air = 1,21 liter/detik/ha (dari tabel 3.2 baris 9.4 kolom 14) Saluran Primer November akhir adalah pertumbuhan tanaman pertama, maka didapat kebutuhan air = 1,33 liter/detik/ha (dari tabel 3.2 baris 9.5 kolom 14) Perhitungan pada golongan II seperti golongan I. Namun, penyiapan lahannya dimulai pada awal November. Perhitungan angka kebutuhan air rata-rata Saluran tersier Contoh untuk bulan Novermber akhir Saluran tersier golongan I = 1,15 lt/dt/ha Saluran tersier golongan II = 1,27 lt/dt/ha 15

maka, kebutuhan air rata-rata saluran tersier = lt/dt/ha 1,15 + 1,27 = 1,21 2 Pada saluran sekunder dan primer tahapnya sama seperti saluran tersier. Kemudian cari kebutuhan rata-rata maksimum pada setiap saluran. 3.6 Debit Andalan Debit andalan pada umumnya dianalisis sebagai debit rata rata untuk periode tengah-bulanan. Kemungkinan tak terpenuhi ditetapkan 20% (kering), untuk menilai tersedianya air berkenaan dengan kebutuhan pengambilan (diversion requirement). Dalam menghitung debit andalan harus mempertimbangkan air yang diperlukan di di hilir pengambilan. Namun, apabila data hidrologi tidak ada maka perlu ada suatu metode lain sebagai pembanding. metode Neraca yang dugunakan untuk mencari debit andalan. Dengan menggunakan model raca air (water balance) harga-harga debit bulanan dapat dihitung dari curah hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembapan tanah dan tampungan air tanah. Hubungan antara kompon-kompon terdahulu akan bervariasi untuk tiap daerah aliran sungai. Model raca air Dr.Mock memberikan metode penghitungan yang relatif sederhana untuk bermacam-macam kompon berdasarkan hasil riset daerah aliran sungai di seluruh Indosia. Curah hujan rata-rata bulanan di daerah aliran sungai dihitung dari data pengukuran curah hujan dan evapotranspirasi yang sebenarnya di daerah aliran sungai dari data meteorologi (rumus Penman) dan karakteristik vegetasi. Perbedaan antara curah hujan dan evapotranspirasi mengakibatkan limpasan air hujan langsung (direct run off), aliran dasar/air tanah dan limpasan air hujan lebat (storm run off). Debit-debit ini dituliskan lewat persamaanpersamaan dengan parameter daerah aliran sungai yang disederhanakan. Memberikan harga-harga yang benar untuk parameter ini merupakan kesulitan utama. Untuk mendapatkan hasil-hasil yang dapat diandalkan, diperlukan pengetahuan yang luas mengenai daerah aliran sungai dan pengalaman yang cukup dengan model raca air dari Dr.Mock. Metode Mock memperhitungkan data curah hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai.(kriteria Perencanaan:89, 1986) 3.6.1. Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan 10 harian. Stasiun curah hujan yang dipakai adalah stasiun yang dianggap mewakili kondisi hujan di daerah tersebut. 3.6.2. Evapotranspirasi Terbatas (Et) 16

Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi aktual dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah hujan. Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data: 1. Curah hujan 10 harian (P) 2. Jumlah hari hujan (n) 3. Jumlah permukaan kering 10 harian (d) dihitung dengan asumsi bahwa tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap sebesar 4 mm. 4. Exposed surface (m%) ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan atau dengan asumsi: m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk lahan sekunder. m = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi. m = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah. Secara matematis evapotranspirasi terbatas dirumuskan sebagai berikut: Dengan: E Et Ep m n = Beda antara evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas (mm) = Evapotranspirasi terbatas (mm) = Evapotranspirasi potensial (mm) = singkapan lahan (Exposed surface) = jumlah hari hujan 3.6.3. Luas Daerah Pengaliran Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin besar pula ketersediaan debitnya. 3.6.4. Kapasitas Kelembaban Tanah (SM) Soil Moisture Capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah permukaan (surface soil) per m 2. Besarnya SM untuk perhitungan ketersediaan air ini diperkirakan berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah permukaan dari DPS. Semakin besar porositas tanah akan semakin besar pula SMC yang ada. Dalam perhitungan ini nilai SM diambil antara 50 mm sampai dengan 200 mm. (Kriteria Perencanaan:107, 1986) 17

3.6.5. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off dan Ground water storage) Nilai run off dan ground water tergantung dari keseimbangan air dan kondisi tanahnya. 3.6.6. Koefisien Infiltrasi Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan DPS. Lahan DPS yang porus memiliki koefisien infiltrasi yang besar. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 1. 3.6.7. Faktor Resesi Aliran Tanah (k) Faktor Resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke n dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan ketersediaan air metode FJ Mock, besarnya nilai k didapat dengan cara coba-coba sehingga dapat dihasilkan aliran seperti yang diharapkan. 3.6.8. Penyimpangan air tanah (Ground Water Storage) Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpanan awal (initial storage) terlebih dahulu. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan penyimpanan air tanah adalah sebagai berikut: Vn = k x V n-1 + 0.5 (1 + k) I Vn = Vn - V n-1 Dimana: Vn k = qt/qo qt = Volume air tanah periode ke n = faktor resesi aliran tanah = aliran air tanah pada waktu periode ke t qo = aliran air tanah pada awal periode (periode ke 0) V n-1 = volume air tanah periode ke (n-1) V n 3.6.9. Aliran Sungai Aliran Dasar Aliran permukaan Aliran sungai = perubahan volume aliran air tanah = Infiltrasi Perubahan aliran air dalam tanah = volume air lebih infiltrasi = aliran permukaan + aliran dasar 18

Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran langsung (direct run off). aliran dalam tanah (interflow) dan aliran tanah (base flow). Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah: Interflow = infiltrasi volume air tanah Direct run off = water surplus infiltrasi Base flow = aliran yang selalu ada sepanjang tahun Run off = interflow + direct run off + base flow. 3.6.10. Neraca Air Neraca air adalah keseimbangan antara air yang dibutuhkan dengan debit yang ada, dan ditampilkan dalam bentuk grafik. (Kriteria Perencanaan:110, 1986) 3.7 Perhitungan Debit Andalan dan Neraca Air (Tabel 3.4) 1. Baris 1 adalah data curah hujan maksimum setiap bulan, dari tahun 2002 tahun 2011 adalah 582 mm 2. Baris 2 adalah jumlah hari hujan maksimum setiap bulan, dari tahun 2002 tahun 2011 adalah 28 hari 3. Baris 3 adalah evaporasi potensial harian rata-rata bulanan, diperoleh dari hasil perhitungan penman (tabel 3.1) dikalikan jumlah hari setiap bulan Contoh untuk bulan januari : angka evaporasi = 3,594 mm/hari 4. Baris 4 adalah expose surface (m) Jumlah hari = 31 hari Angka evaporasi bulanan (Ep)= 3,594 x 31 =111,4mm/bulan Untuk lahan pertanian yang diolah m = 30%-50% (Sumber ). Maka expose surface atau persen tata guna lahan untuk setiap bulan diambil nilai tengahnya yaitu 40%. 5. Baris kelima adalah nilai E: Ep E : Ep = {(m:20) x (18-n)} 19

dimana : m = expose surface n = jumlah hari hujan setiap bulan m = 40 n = 28 : (m:20) x (18-n) = (40 :20) x 18-24) = - 20 6. Baris 6 adalah evaporasi (E) atau penguapan dari permukaan tanah E = Ep x {(m:20) x (18-n)}/100 Ep (baris 3) (m:20) x (18-n) (baris 5) = - 20 E = Ep x {(m:20) x (18-n)}/100 = 111,4 x ( 20)/100 = -22,28 = 111,4 mm/bulan 7. Baris 7 adalah evapotranspirasi terbatas (Et) adalah evapotranspirasi aktual dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah hujan. Et = Ep E dimana : Et = evapotranspirasi terbatas Ep= evaporasi harian rata-rata tiap bulan E = evaporasi Ep (baris 3) E (baris 6) = -22,28 : = 111,4 mm/bulan 20

Et = Ep E = 111,4 - (-22,28) = 133,71 8. Baris 8 adalah curah hujan yang mencapai muka tanah (S) S = R Et dimana : R Et = curah hujan = evapotranspirasi terbatas R (baris 1) = 582 mm Et (baris 7) = 133,71 S = R Et = 582-133,71 = 448,29 9. Baris 9 adalah Soil Storage Soil storage atau penyimpanan air tanah / perubahan kandungan air tanah. Diambil soil storage = 0 karena permukaan air tanah terletak jauh dibawah permukaan tanah sehingga pada saat kita menanam padi, air tanah tersebut tidak tercampur dengan air permukaan.oleh karena itu diambil soil storage sama dengan 0 10. Baris 10 adalah Soil Moisture (SM) Soil Moisture Capacity adalah kelembaban tanah. Menurut KP-01, soil moisture adalah antara 50-200 mm. Semakin besar SM maka porositas semakin besar, karena itu diambil nilai SM minimum yaitu 50 mm karena tanaman padi tidak boleh memiliki porositas yang besar. 11. Baris 11 adalah water surplus atau keseimbangan air dalam tanah Water surplus = S Soil Storage S (baris 8) = 448,29 Soil Storage (baris 9) = 0 21

Water surplus = S Soil Storage = 448,29-0 = 448,29 12. Baris 12 adalah infiltrasi, yaitu proses masuknya air ke permukaan tanah akibat gaya berat Infiltrasi dimana : = Water Surplus x koefisien infiltrasi Menurut KP koefisien infiltrasi dibatasi antara 0-1, digunakan 0,2 karena pada penanaman padi diperlukan porositas yang rendah. Water surplus (baris 11) = 448,29 Koefisien infiltrasi = 0,2 Infiltrasi = Water Surplus x I = 448,29 X 0,2 = 89,66 13. Baris 13 adalah Total volume penyimpanan air tanah 0.5 x I ( 1 + k) Dimana : I = Infiltrasi k = faktor resesi aliran tanah Faktor resesi aliran tanah yaitu perbandingan antar aliran tanah pada bulan ke-n dengan aliran tanah pada bulan tersebut. Nilai k didapat dengan cara coba-coba sehingga mendapat Q yang diharapkan. Menurut FJ Mock, k = 0,15 I = 89,66 k = 0.15 0.5 x I ( 1 + k) = 0,5 x 89,66 (1 + 0.15) 22

= 51,55 14. Baris 14 adalah Penyimpanan volume air tanah awal terkoreksi k x V ( n - 1) Dimana : V = Volume V ( n - 1) diambil dari bulan sebelumnya Contoh utnuk bulan Februari k = 0.15 V ( n - 1) = 56,55 k x V ( n - 1) = 0,15 x 56,55 = 8,48 15. Baris 15 adalah Storage Volume, yaitu volume penyimpanan air tanah Vn = {0.5 x I ( 1 + k)}+ {k x V ( n - 1) 0.5 x I ( 1 + k) (baris 13) = 51,55 k x V ( n - 1) (baris 14) = 5 Vn = {0.5 x I ( 1 + k)}+ {k x V ( n - 1 )} = 51,55 + 5 = 56,55 16. Baris 16 adalah Perubahan volume aliran dalam tanah Vn Vn = Vn - V ( n - 1 Contoh untuk bulan Februari Vn (februari) = 47,87 V ( n 1) (januari) = 56,55 Vn = 47,87-56,55 17. Baris 17 adalah baseflow (BF) BF = I - Vn Contoh untuk bulan januari 23

I = 89,66 Vn = 10 BF = 89,66-10 = 79,66 18. Baris 18 adalah Direct Run off (DRO) DRO = Water surplus I Contoh untuk bulan januari Water surplus = 448,29 I (infiltrasi) = 89,66 DRO = 448,29 + 89,66 =358,63 19. Baris 19 adalah Run off (RO) RO = BF+ DRO BF = 79,66 DRO = 358,63 RO = 79,66+ 358,63 = 438,29 20. Baris 20 luas daerah alirasn sungai (DAS) 21. Baris 21 adalah debit sungai yang mengalir, dalam satuan m 3 /bulan Q = Run off x Luas DAS Run off = 438,29 Luas DAS = 32 Q = 438,29 x 32 = 14.025 22. Baris 22 adalah konversi debit sungai yang mengalir dari satuan m 3 /bulan ke mm/detik 3 Q ( m / bulan ) 10 Q (mm/detik) = 36x24 x jumlah hari Q (m 3 /bulan) =14.025 Jumlah hari = 31 14.025 10 Q (mm/detik) = 36x24x31 = 7,06 mm/detik 24

3.8. Perhitungan Neraca Air Debit tersedia Contoh pada bulan Oktober I didapat 6,216 liter/detik, yang di peroleh dari tabel debit andalan (tabel 3.4). Pada bulan Oktober II angka yang di dapat sama dengan bulan Oktober I, karena perhitungan debit andalan dihitung setiap bulan Kebutuhan air Contoh pada bulan Oktober I didapat 0,00 liter/detik/ha yang di peroleh dari tabel pola tanam (tabel 3.3). Pada bulan Oktober II angka 1,7 liter/detik yang diperoleh dari tabel pola tanam (tabel 3.3) Areal Terairi Debit Tersedia Luas Areal teraliri = Kebutuhan Air Contoh pada bulan Oktober II = 6,216 : 1,70 = 3,7 ha 25