KEBIJAKAN DAN PROSEDUR MANAGEMEN NYERI DI RUMAH SAKIT OLEH: LIDYA FITRIANA, SKEP Disampaikan pada Seminar & Workshop Pain Managemen Dalam Akreditasi JCIA versi 2012 Siloam Hospitals Group 13-14 juni 2013 H
Pokok bahasan 1. Pendahuluan 2. Definisi SOP, Tujuan, manfaat, prinsip pembuatan SOP dan kerangka hukum dan kebijakan yang mengatur SOP di Rumah Sakit 3. SOP Penatalaksanaan Nyeri di Rumah SAkit
PENDAHULUAN Standar Operasional Prosedur SOP adalah suatu perangkat instruksi atau langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. (Depkes RI, 2004) SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. (KARS, 2000)
Tujuan SOP Agar konsistensi dan tingkat kinerja terjaga Sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan bagi semua karyawan Merupakan salah satu cara/parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi Memperjelas alur tugas, wewenang, dan tanggung jawab Melindungi organisasi/unit kerja dan pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
Manfaat dari SOP adalah sebagai berikut : Memberikan penjelasan tentang prosedur kegiatan secara detail dan sebagai dokumentasi aktivitas perusahaan. Meminimalisasi kesalahan dalam suatu prosedur operasional kerja. Mempermudah dan menghemat waktu dan tenaga dalam program training karyawan. Standarisasi prosedur Sebagai acuan dalam proses evaluasi dan penilaian terhadap setiap prosedur Membantu mengendalikan dan mengantisipasi apabila terdapat suatu perubahan kebijakan. Mempertahankan kualitas perusahaan melalui konsistensi kerja karena perusahaan telah memilki sistem kerja yang sudah jelas dan terstruktur secara sistematis.
Prinsip Pembuatan SOP Mudah dimengerti dan jelas Harus dapat mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua pegawai bahkan pegawai baru pun dapat melaksanakan tugasnya Dibuat efisien dan efektif Merupakan prosedur yang efisien dan efektif dalam proses pelaksanaan tugas Harus ada keselarasan Harus selaras dengan prosedur standar lain yang terkait Dapat terukur Output dari segala prosedur yang distandarkan mengandung standar kualitas (mutu) tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya Dinamis Harus cepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang berkembang dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lanjutan prinsip pembuatan SOP Berorientasi pada pengguna Harus mempertimbangkan kebutuhan pihak yang dilayani sehingga dapat memberikan kepuasan pengguna Kepatuhan hukum Harus memenuhi ketentuan dan peraturanperaturan pemerintah yang berlaku Perlu adanya kepastian hukum Harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan, dan menjadi instrumen untuk melindungi pegawai dari kemungkinan tuntutan hukum Transparansi dan Keterbukaan Setiap prosedur yang dilaksanakan harus transparan. Keterbukaan bahwa prosedur yang ada siap untuk menerima masukan
Kerangka Hukum dan Kebijakan yang mengatur SOP di Rumah Sakit 1. UU RI no 44 th 2009 tentang Rumah Sakit 2. Permenkes RI Nomor 1438 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan 3. Permenkes RI Nomor 772/MENKES/SK/VI/ 2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws)
Kerangka Hukum dan Kebijakan yang Mengatur SOP di Rumah Sakit 1. UU RI no 44 th 2009 tentang Rumah Sakit, BAB VIII, pasal 29 mengatakan bahwa RS mempunyai kewajiban untuk a. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien b. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 772/MENKES/SK/VI/ 2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) ada lima kerangka hukum yang mengatur kehidupan RS, salah satunya adalah kebijakan teknis operasional RS, yaitu SOP. Berdasarkan hal tersebut, posisi SOP berada di bawah peraturan internal RS (Hospital Bylaws).
Rincian Kebijakan dan Prosedur Penatalaksanaan Nyeri di Rumah Sakit Pengertian Penatalaksanaan nyeri di Rumah Sakit adalah suatu sistem / proses pengelolaan nyeri yang dilaksanakan di Rumah Sakit Tujuan Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri pasien Memfasilitasi proses penyembuhan dan fungsi yang optimal sehingga pasien cepat pulang rawat sehingga efisiensi biaya Untuk mengembangkan ketetapan dasar dalam standard pelayanan dan praktik pengobatan untuk pasien-pasien yang mengalami nyeri
Kebijakan Rumah Sakit mempunyai Tim Pain Managemen Menetapkan alur pengelolaan nyeri di ruang rawat inap dan rawat jalan Menetapkan sistem pengelolaan nyeri dari pengkajian sampai dengan evaluasi Semua pasien wajib dilakukan pengkajian nyeri sebagai vital sign ke 5 Setiap pasien yang mendapat intervensi terhadap penatalaksanaan nyeri diobservasi efektivitasnya
Prosedur Tahap pertama Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif Melakukan penilaian Severity ( seberapa berat nyeri dirasakan dengan menggunakan: 1.Numeric scale (pasien sadar dan anak usia > 7 tahun) 2.Wong Baker Faces Pain Scale untuk dewasa dan anakanak usia > 3 tahun 3.Cries Pain Scale (Neonatus 0 6 bulan) di Ruang Intensif Area 4.Flacc Pain Scale (2 bulan 7 tahun) 5.Comfort Pain Scale ( pasien tidak sadar di ruang intensif) : Nyeri ringan : skala 1 3, Nyeri sedang skala 4-7 dan dinyatakan nyeri berat bila skala 8-10 Melakukan penilaian nyeri pada setiap pasien baru, pasien paska pembedahan, dan pasien dengan penyakit lain yang menimbulkan respon nyeri Mengkaji nyeri pasien secara berkala dan kontinyu selama pasien rawat inap
Tahap ke dua Pilih obat dosis, dan cara penggunaan obat bagi pasien nyeri berdasarkan tingkatan dan reaksi dari pengobatan yang diberikan. (dokter) Berikan terapi Nonfarmakologi dan edukasi (perawat)
Tahap ketiga Observasi respon pasien dan efektivitas pengobatan setelah pemberian analgesia, tetap dengan menentukan skala nyeri sesuai yang dirasakan pasien, dokumentasikan intensitas dan lokasi nyeri atau jika pasien mendapatkan obat golongan opioid, monitor juga skala sedasinya Secara berkala sesuai waktu yang ditentukan meninjau kembali setiap reaksi dari pengobatan yang telah diberikan termasuk reaksi obat yang tidak diinginkan Jika pasien sudah mendapatkan analgesia, skala nyeri menetap > 3, hubungi PN PN akan melakukan verifikasi penanganan nyeri yang sudah diberikan sebelumnya dan memastikan ketepatan skala nyeri yang dialami Konsultasi dengan Pain Management Dokter jika penanganan nyeri membutuhkan perhatian khusus atau Pain Nurse merasa perlu penanganan nyeri yang lebih efektif dari aspek regimen terapi.
Lanjutan tahap ketiga: Koordinasi dengan Dokter jaga/ Dokter Penanggung jawab pasien untuk pemberian/ penambahan/ perubahan regimen terapi atas saran dari Pain Management Dokter Memberikan pendidikan kesehatan tentang penanganan nyeri kepada pasien/ keluarga Pendokumentasian dalam rekam medis pasien Melakukan konsultasi setiap saat pada Pain Management Team untuk penatalaksanaan nyeri semua pasien yang membutuhkan, bila perlu penanganan tim secara terpadu
Intervensi nonfarmakologi dan pendidikan kesehatan Berikan intervensi dan edukasi non pharmacologi dengan cara: Lakukan teknik relaksasi setiap nyeri timbul dengan cara: Lakukan teknik pernafasan dalam Lakukan teknik batuk efektif Lakukan teknik sentuhan ( touch therapy ) Lakukan teknik kompres hangat /kompres dingin Lakukan mobilisasi yang membuat rasa nyaman
Beri dukungan psikologi pasien dengan cara: Lakukan komunikasi terapeutik Berikan reinforcement positif kepada pasien yang bisa melakukan teknik-teknik yang diajarkan Motivasi pasien untuk melakukan latihanlatihan tersebut diatas secara rutin Dokumentasikan hasil intervensi
Observasi dan evaluasi pemberian obat Observasi keadaan pasien dalam 15 30 menit pertama dari pemberian obat Kaji nyeri sesuai keluhan dan kebutuhan Cek vital sign pasien dan skala sedasi bila mendapatkan obat golongan opioid Monitor kembali dosis obat yang sudah di berikan disesuaikan dengan kondisi nyeri pasien
Lanjutan: Dokumentasikan respon pasien, reaksi alergi dan efek samping setelah pemberian obat Untuk pemberian obat yang masuk golongan opioid, observasi dilakukan lebih konsisten 3 jam sekali selama obat tersebut digunakan Hasil observasi di dokumentasikan pada formulir observasi khusus nyeri
Penanganan nyeri pada pasien Post Operasi Observasi 30 menit sekali dalam 2 jam pertama di ruang pulih sadar Lanjutkan observasi di ruangan tiap 1 jam, 3 x berturut-turut Lanjutkan observasi tiap 4 jam, sampai dengan 24 jam pertama post operasi Lanjutkan observasi tiap 2 jam, 3 x berturut-turut Selanjutkan observasi tiap 4 jam selama pasien dirawat Laporkan bila ada peningkatan rasa nyeri kepada Specialist anastesi dalam 24 jam pertama post operasi
Penanganan Nyeri Pasien Di Ruangan JCIA: 20, 455-458, 265-267, 159-160,621 Medical Pain Coordinator (Dr. Anaestesia) Kolaborasi untuk memberikan usulan therapi Nurse Pain Nurse Dokter Jaga Menerima laporan, verifikasi skala nyeri dan evaluasi efektifitas intervensi Pengkajian pasien terhadap nyeri tidak efektif Skala nyeri > 3 (nyeri sedang) ya ya Rekomendasikan kepada perawat primer untuk melanjutkan terapi sesuai instruksi dokter yang sudah ada tidak Berikan terapi farmakologi sesuai advis dokter dan terapi nonfarmakologi,doku mentasikan Kaji ulang skala nyeri untuk mengevaluasi efektifitas pengobatan dan dokumentasikan Menerima laporan PN, melakukan penilaian ulang dan menginformasikan pada dokter primer serta mengorder obat pada IMR Menerima usulan terapi dan mengkoordinasikannya dengan RMO Efektif Menerima instruksi dokter dan menerima obat dari farmacy serta memberikan obat pada pasien Observasi dan evaluasi pemberian obat Selesai tidak Mulai Lanjutkan observasi, berikan edukasi dan dokumentasikan ya 13/06/2013 Lidya
Kesimpulan Kebijakan RS dibuat dan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan alur prosedur pengelolaan nyeri Pelaksanaan prosedur sesuai alur yang ditetapkan akan meningkatkan efektifitas dalam pengelolaan nyeri