IV. Hasil Pengamatan & Pembahasan Penanganan pasca panen bukan hanya berlaku untuk produk pangan yang berasal dari tumbuhan atau biasa disebut produk nabati. Pemanenan dari komoditas hewani juga perlu diperhatikan dengan seksama karena dengan penanganan pasca panen yang baik akan menjaga mutu komoditas hewani tetap berada pada keadaan optimumnya. Produk hewani yang sering dimanfaatkan oleh manusia adalah ikan, daging, telur, dan susu. Praktikum kali ini akan membahasa tentang karakteristik fisik pada produk hewani dalam keadaan optimum dan juga dalam keadaan tidak optimum. 4.1 Daging Daging adalah semua jaringan hewan yang aman untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya ( Soeparno, 1994). Komposisi daging terdiri dari 75% air, 19% Protein, 3,5% substansi non protein yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie,2003). Daging memiliki peluang terkontaminasi dengan bakteri paling besar karena memiliki kandungan air yang tinggi. Akibatnya adalah perubahan warna, tekstur, dan aroma pada daging (Soeparno,1994). Metode yang digunakan untuk menangani daging dari kontaminasi mikroba adalah metode curing. Curing daging adalah proses pengolahan agar daging memiliki daya tahan simpan, citarasa, keempukan, dan warna yang berbeda dari daging segar dengan pertolongan bahan curing. Curing dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: 1) dry-cure. Dengan cara bahan-bahan curing ditaburkan pada permukaan daging lalu digosok/diremas. 2) wet-cure, dengan cara perendaman daging dalam larutan curing. 3) larutan curing diinjeksikan ke dalam daging; dan 4) larutan curing dipompa ke dalam daging melalui pembuluh darah (Tjahjadi dan Marta, 2014). Pengolahan daging dengan metode curing biasanya melibatkan beberapa jenis senyawa kimia yang bersifat garam seperti Na- Nitrat, Na- Nitrit, dan NaCl. Menurut Soeparno (1994), kegunaan penambahan garam nitrit pada proses curing adalah sebagai berikut : a. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme b. Membentuk cita rasa c. Memberi warna merah muda yang baik pada daging
Penambahan garam nitrat ataupun nitrit juga efektif dalam menghambat pembentukan WOF (Warmed- over flavor) yaitu berubahnya warna aroma dan rasa yang tidak menyenangkan pada daging yang telah dimasak. Menurut Soeparno (1994), kadar nitrit yang baik digunakan dalam pengolahan suatu produk daging segar dan dapat ditolerir oleh tubuh manusia (ADI) adalah 8 mg/kg BB/ hari. Pada praktikum ini diberikan 6 perlakuan pada daging segar dan akan dibandingkan dengan kontrol. Daging yang digunakan pada praktikum kali ini adalah daging sapi segar. Berikut adalah hasil pengamatan curing daging. Tabel 1. Daging Curing Kel/ larutan Indikator Setelah di curing Setelah di kukus warna Putih pucat Coklat pucat tekstur Lembek Kering berserat 7 aroma Daging mentah Daging matang Na Nitrit 0,1% 8 Na Nitrat 0,2% 9 NaCl 10 Na Nitrit 0,1% + NaCl 0,2% 11 Na Nitrat 0,2% + NaCl warna Putih krem pucat Krem kemerahan tekstur Lembek +3 Empuk di dalam, kering diluar ++, lembab - aroma Bau asin gurih Aroma daging warna Putih coklat Coklat pucat tekstur Lembek Keras aroma Daging mentah Daging matang warna Merah kecoklatan Merah pucat tekstur Lembek Empuk kering aroma Khas +3 Daging matang warna Merah kecoklatan Merah pucat tekstur Lembek Empuk kering aroma Khas +3 Daging matang
Kel/ larutan Indikator Setelah di curing Setelah di kukus 0,2% 12 NaCl 0,1% + Na Nitrat 0,1 % + Na Nitrit 0,2% warna Putih Coklat pucat tekstur Lunak Empuk, kering aroma Asin Daging matang (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017) Curing pertama adalah curing kontrol. Sebelum dilakukan proses curing, daging berwarna merah kecoklatan, beraroma amis, dan teksturnya kenyal. Setelah dilakukan curing kontrol, warna daging menjadi pucat pudar, aroma amis dagingnya berkurang dan teksturnya lebih kenyal dibandingkan sebelumnya. Setelah dikukus, daging menjadi berwarna cokelat pucat, aroma amis berkurang dibanding dengan sebelum dikukus dan lebih kenyal. Perlakuan curing yang dilakukan pertama adalah dengan merendam daging dalam Na- Nitrit 0,1%. Setelah proses curing, terjadi perubahan pada warna daging dari awalnya merah kecoklatan cerah berubah menjadi putih pucat dan tekstur daging yang awalnya lembek berubah menjadi lebih lembek akibat masuknya terserapnya larutan curing kedalam daging. Setelah itu dilakukan proses pengukusan. Daging curing yang telah dikukus mengalami perubahan warna menjadi coklat kepucatan dan mempunyai tekstur kering yang berserat. Perlakuan curing kedua yang diberikan pada daging segar adalah perendaman dalam Na- Nitrat 0,2%. Setelah perendaman, tekstur daging yang awalnya kenyal berubah menjadi lebih lembek dan aroma daging segar pada daging awal berubah menjadi bau asin gurih. Aroma asin ini diperoleh dari natrium nitrat yang juga termasuk kedalam jenis garam. Selanjutnya dilakukan proses pengukusan. Tekstur daging yang awalnya sangat lembek berubah menjadi empuk di bagian dalam dan kering dibagian luar. Perlakuan curing ketiga yang diberikan pada daging segar adalah perendaman dalam NaCl (garam dapur). Setelah perendaman, warna daging
menjadi lebih putih namun masih menyisakan warna sedikit kecoklatan dan tekstur daging menjadi lembek dari awalnya kenyal. Dilakukan pengukusan dan terjadi perubahan tekstur dari awalnya lembek berubah menjadi keras. Peristiwa mengerasnya daging ini terjadi karena terjadi peristiwa osmosi pada daging. Molekul air dari dalam daging keluar menuju ke lingkungan yang lebih pekat dan menyebabkan daging yang kehilangan molekul air menjadi lebih kering dan keras (Wibowo, 2006). Perlakuan curing keempat yang diberikan adalah perendaman dalam larutan kombinasi Na- Nitrit 0,1% dan NaCl 0,2%. Warna daging setelah perandaman adalah tetap yaitu merah kecoklatan. Hal ini terjadi karena nitrit dapat menstabilkan pigmen warna mioglobin pada daging. Pigmen mioglobin pada daging yang menyebabkan daging berwarna merah bersifat tidak stabil. (Winarno, 2008). Perlakuan curing kelima yang diberikan adalah perendaman dalam larutan kombinasi Na- Nitrat 0,2 % dan NaCl 0,2%. Perubahan yang terjadi mirip dengan perlakuan curing sebelumnya namun tekstur setelah pengukusan yang didapat pada perlakuan ini membuat daging lebih berserat. Perlakuan curing terakhir yang diberikan adalah perendaman dalam campuran semua jenis larutan yaitu Na- Nitrat 0,2%, Na- Nitrit 0,1%, dan NaCl 0,2%. Warna daging setelah perendaman berubah menjadi putih dan tekstur menjadi lebih lunak. Dilakukan pengukusan dan warna daging menjadi coklat pucat dan tekstur menjadi lebih empuk. Perubahan warna daging menjadi warna coklat itu terjadi karena pigmen mioglobin pada daging mengalami oksidasi berlebihan dan menyebabkan perubahan mioglobin menjadi metmioglobin yang memberi warna coklat pucat pada daging (Winarno, 2008). 4.2 Ikan Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi, di antaranya mengandung mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh.protein dibutuhkan tubuhuntuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita yang telah rusak. Protein merupakan bagian utama dari susunan (komposisi) tubuh kita selain air. (Junianto, 2003)
Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas dan mamalia karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. (Junianto, 2003) Ikan yang terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandunganasam laktat ikan menjadi rendah. Nilai ph-nya relatif mendekati normal. Nilai ph yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi. (Junianto, 2003). Sebelum mencapai tahap tidak segar dan tidak layak dikonsumsi lagi, pada dasarnya terdapat tiga tahapan yang terjadi setelah ikan mengalami kematian (Adawyah, 2007), yaitu: 1. Pre-rigor mortis, yaitu suatu tahapan yang berlangsung saat ikan mulai mengalami kematian hingga ikan tersebut benar-benar mati. Tahap ini tekstur ikan lembut kenyal dan terjadi penurunan ATP dan keratin fosfat. Ketidaktersediaan oksigen mengakibatkan glikolisis terjadi sehingga glikogen diubah menjadi asam laktat yang bergantung pada jenis ikan, kondisi ikan, tingkat kelelahan, ukuran ikan, cara penangkapan dan temperatur penyimpanan. 2. Rigor mortis, yaitu fase mengejangnya tubuh ikan yang menandai kesegaran ikan, pada fase ini daging menjadi kaku (menyebabkan penurunan ph. Faktor yang memengaruhi lamanya pre-rigor mortis rigid). Biasanya terjadi 1-7 jam setelah ikan mengalami kematian atau 3-120 jam setelah kematian pada ikan yang dibekukan. Mulainya fase ini dipengaruhi cara kematian dan kondisi penyimpanan, pada ikan yang mati dengan cepat fase rigormortisnya akan lebih lambat dibanding ikan yang mati dengan sendirinya atau ikan yang lama mengalami kematian setelah dimatikan, semakin awal terjadinya rigor mortis semakin cepat pula tahapan tersebut semakin cepat pula tahapan tersebut berakhir. Fase rigor mortis terjadi lebih singkat pada suhu tinggi dan dipengaruhi juga oleh penyimpanan, ikan yang disimpan di dalam lemari es memiliki waktu rigor
mortis yang lebih lama dibanding yang tidak disimpan di lemari es. Pada fase ini juga daging ikan berada dalam kondisi terbaik untuk dikonsumsi ataupun diolah menjadi produk pangan lain. 3. Pasca-rigor mortis, pada fase ini terjadi kreatin dan fosfat sehingga ATP diubah menjadi ADP dan fosfat organik. ADP ikan terurai menjadi ribosa, fosfat amonia dan hipoksantin sehingga ph naik menjadi 6,2-6,6. Peningkatan hipoksantin yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada ikan. Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan gembung untuk pengamatan ikan segar dan ikan gurame untuk pengamatan ikan tidak segar. Berikut adalah hasil pengamatan praktikum. Tabel 2. Pengamatan Ikan Segar dan Ikan tidak Segar Sampel Ikan Segar Ikan tidak segar Mata 7 4 Insang 10 1 Lendir 10 7 Daging & Perut 10 1 Tekstur 10 1 Bau 9 1 Gambar (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017) Keterangan : 1-3 = Busuk 4-6 = Kurang Segar 7-8 = Segar 9-10 = Sangat Segar Menurut Junianto (2003), berikut adalah perbandingan ikan segar dan ikan tidak segar : Ikan Segar Ikan Tidak Segar Tekstur daging kenyal (bila ditekan Tekstur daging lembek dan berair akan kembali ke posisi semula) Mata ikan jernih, bersih, dan menonjol Mata ikan cekung kedalam dan (tidak tenggelam/ masuk kedalam) berwarna merah Insangnya berwarna merah segar Insang berwarna merah kelabu dengan
Sisik tidak mudah lepas, rapat, mengkilap, dan tidak berlendir Memiliki aroma ikan segar dan tidak berbau busuk lendir tebal Sisik berwarna lebih suram dan mudah terlepas Memiliki bau busuk 4.3 Telur 4.4 Susu
DAFTAR PUSTAKA Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan.Penebar Swadaya, Jakarta. Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia. Jakarta Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Catatan ke- 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Tjahjadi, C. dan H. Marta.2014. Pengantar Teknologi Pangan Volume II. Universitas Padjajaran, Jatinangor.
LAMPIRAN 1. Laporkan produk-produk olahan dari ikan yang umum terdapat di pasaran! Jawab : Pempek, Tepung ikan, Krupuk ikan, Nugget ikan, Bandeng presto, Sosis ikan, Sarden, Bakso ikan, Minyak ikan Cod dan Kecap ikan. 2. Laporkan produk-produk olahan dari telur yang umum terdapat di pasaran! Jawab : Telur asin, Telur pinang, Kerak telur, Lumpia basah dan Martabak. 3. Laporkan produk-produk olahan dari hasil laut selain ikan yang umum terdapat dipasaran! Jawab : Rumput laut, Kerupuk cumi, Terasi udang, Agar-agar dan Kerupuk udang. 4. Jelaskan mengapa terdapat perbedaan harga untuk setiap gelas dari susu yang diamati? Jawab : Perbedaan harga disebabkan oleh metode pengolahan serta nilai gizi dan protein yang terkandung di dalam susu tersebut. Fungsi khusus susu tersebut juga akan membuat susu memiliki kelebihan tersendiri sehingga menambah cost pada biaya produksi. Kemudian bahan pengemas juga mempengaruhi harga dari setiap susu yang diproduksi.semakin mahal ongkos produksi susu, maka semakin mahal pula harga susunya. 5. Mengapa terdapat perbedaan sifat inderawi dari telur bebek, telur asin mentah, dan telur bebek matang. Jelaskan pengaruh dan proses apa yang menyebabkan perbedaan tersebut! Jawab: Disebabkan karena perlakuaannya masing-masing. Pada telur bebek asin karena pengaruh penggaraman sedangkan pada telur bebek matang karena pengaruh pemasakkan. Pada dasarnya sebelum perlakuan telur bebeksama yaitu kulitnya berwarna hijau kebiruan, putih telurnya bening dan kental sedangkan kuningnya berwarna kuning muda. Telur bebek mentah mengalami denaturasi keproses koagulasi, sehingga menjadi telur bebek matang (prosestermal). Telur asin mengalami proses difusi osmosis pada abu yang diberi garam sehingga rasanya asin. Laporkan produk-produk olahan dari ikan yang umum terdapat di pasaran.