HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

dokumen-dokumen yang mirip
Hukum Acara Pembubaran Partai Politik. Ngr Suwarnatha

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

HUKUM ACARA PEMBUBARAN RIANA SUSMAYANTI, SH.MH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. Oleh: Letjen TNI (Purn) H. AchmadRoestandi, S.H. BANDUNG -JUNI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Muchamad Ali Safa at

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS.

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

I. UMUM

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

Oleh: TRIYONO EDY BUDHIARTO PANITERA MUDA I MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*13595 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2002 (31/2002) TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 9 April 2009, bangsa Indonesia telah. menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih Anggota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

Susunan Hakim Konstitusi Dalam Psl 24C ayat (3) UUD 1945, MK memiliki 9 orang hakim konstitusi yang ditetapkan o/ Presiden.

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

Ringkasan Putusan.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

Transkripsi:

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK dikerjakan untuk memenuhi tugas tersruktur 2 mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Oleh: Harits Jamaludin 115010100111125

PENGANTAR Pada umumnya tujuan ketentuan pembubaran partai politik adalah untuk melindungi : a. Demokrasi Dalam bentuk larangan program dan kegiatan partai politik yang hendak menghancurkan tatanan demokrasi, maupun dalam bentuk keharusan partai politik bersifat demokratis baik organisasi maupun cara yang digunakan. b. Konstitusi Dalam bentuk ketentuan yang melarang tujuan dan kegiatan partai politik bertentangan dengan konstitusi atau hendak menghilangkan atau merusak tatanan konstitusional.

LANJUTAN c. Kedaulatan Negara Meliputi keharusan partai politik menghormati prinsip kedaulatan nasional, larangan membahayakan eksistensi negara, tidak melanggar kemerdekaan dan kesatuan atau kedaulatan nasional, dan larangan afliasi dan memperoleh pendanaan dari pihak asing. d. Keamanan Nasional Diwujudkan melalui kewajiban menghormati dan tidak mengganggu keamanan nasional, larangan menghasut atau menasihatkan kekerasan atas dasar apapun, dan larangan membentuk dan menggunakan organisasi paramiliter. e. Ideologi Negara Diwujudkan dalam bentuk larangan partai politik menganut atau menjalankan program berdasarkan ideologi atau faham tertentu yang dipandang bertentangan dengan ideologi dan konstitusi negara.

PENGERTIAN PEMBUBARAN Bubarnya suatu partai politik berarti berakhirnya eksistensi hukum partai politik tersebut. Hal itu dapat terjadi karena membubarkan diri atas keputusan sendiri, menggabungkan diri dengan partai politik lain, atau dibubarkan berdasarkan keputusan otoritas negara atau sebagai akibat dari adanya aturan baru atau kebijakan negara. Pembubaran kategori terakhir disebut sebagai pembubaran secara paksa (enforced dissolution).

WEWENANG PEMBUBARAN PARTAI POLITIK a. Masa Orde Lama Merupakan wewenang pemerintah, contoh terjadi pada 1966 terhadap Partai Komunis Indonesia, dituangkan dalam TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme. b. Masa Orde Baru Merupakan wewenang pemerintah, dalam prakteknya tidak pernah terjadi pembubaran partai politik namun pada masa awal Orde Baru terdapat kebijakan penyederhanaan partai politik karena partai politik dianggap sebagai sumber pertikaian yang mengganggu stabilitas Negara.

LANJUTAN c. Pasca Reformasi Di awal masa reformasi wewenang pembubaran partai politik ada pada Mahkamah Agung (UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik), yaitu Mahkamah Agung dapat membekukan atau membubarkan suatu partai politik. Namun pasca amandemen UUD 1945 kewenagan pembubaran partai politik diberikan pada Mahkamah Konstitusi dengan alasan perkara pembubaran partai politik menyangkut masalah politik sehingga dipandang lebih tepat menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi dan kurang tepat jika dimasukkan dalam masalah hukum yang ditangani Mahkamah Agung dan dari sisi hakim yang menangani perkara, hakim konstitusi dinilai memiliki kualifkasi yang lebih baik untuk menangani perkara-perkara terkait dengan konstitusi.

PEMOHON DAN PERMOHONAN a. Pemohon Pasal 68 ayat (1) UU MK menentukan bahwa pemohon dalam perkara pembubaran partai politik adalah pemerintah pusat. Pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 12 Tahun 2008 dinyatakan bahwa Pemohon adalah Pemerintah yang dapat diwakili oleh Jaksa Agung dan/atau Menteri yang ditugasi oleh Presiden. b. Permohonan Pemberian hak mengajukan permohonan pembubaran partai politik hanya kepada pemerintah adalah untuk mencegah terjadinya saling menuntut pembubaran di antara partai politik yang ada.

LANJUTAN Permohonan harus ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya. Permohonan sekurang-kurangnya memuat: (a) identitas lengkap pemohon dan kuasanya jika ada, yang dilengkapi surat kuasa khusus untuk itu; (b) uraian yang jelas tentang ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatan partai politik yang dimohonkan pembubaran yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 (c) alat-alat bukti yang mendukung permohonan. Permohonan perkara pembubaran partai politik yang diterima Mahkamah Konstitusi dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Mahkamah konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat tersebut kepada partai politik yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pencatatan dilakukan. Karena tidak diatur secara khusus, proses pemeriksaan persidangan selanjutnya mengikuti hukum acara Mahkamah Konstitusi yang meliputi pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan persidangan, dan putusan.

PARTAI POLITIK YANG DIMOHONKAN PEMBUBARAN SEBAGAI TERMOHON Partai politik yang dapat dimohonkan pembubaran ke MK meliputi baik partai politik lokal maupun partai politik nasional. Di dalam UU MK tidak disebutkan kedudukan partai politik yang dimohonkan pembubarannya. Namun dalam PMK Nomor 12 Tahun 2008 dalam Pasal 3 ayat (2) dinyatakan bahwa Termohon adalah partai politik yang diwakili oleh pimpinan partai politik yang dimohonkan untuk dibubarkan. Dengan demikian kedudukan partai politik yang dimohonkan pembubaran adalah sebagai termohon. Partai politik tersebut dapat didampingi atau diwakili oleh kuasa hukumnya.

ALASAN-ALASAN PEMBUBARAN PARTAI POLITIK Pasal 2 PMK Nomor 12 Tahun 2008 tentang Prosedur Beracara Dalam Pembubaran Partai Politik yang menyatakan bahwa partai politik dapat dibubarkan oleh MK apabila: (a) ideologi, asas, tujuan, program partai politik bertentangan dengan UUD 1945; dan/atau (b) kegiatan partai politik bertentangan dengan UUD 1945 atau akibat yang ditimbulkannya bertentangan dengan UUD 1945.

PROSES PERSIDANGAN DAN PEMBUKTIAN Proses pemeriksaan persidangan meliputi pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan persidangan, dan putusan. Perkara pembubaran partai politik wajib diputus dalam jangka waktu selambatlambatnya 60 hari kerja sejak permohonan diregistrasi. Dalam pemeriksaan pendahuluan yang diperiksa adalah kelengkapan dan kejelasan permohonan. Di dalam pemeriksaan pendahuluan yang diperiksa adalah kelengkapan dan kejelasan permohonan. Hakim wajib memberi nasihat kepada Pemohon untuk melengkapi dan/ atau memperbaiki permohonan jika dipandang perlu. Pemohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki permononannya paling lambat 7 hari. Dalam pemeriksaan persidangan akan dilakukan untuk mendengarkan keterangan pemohon, termohon, pihak terkait lainnya, dan pemeriksaan terhadap alat bukti serta mendengarkan keterangan saksi dan ahli.

LANJUTAN Proses pembuktian dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembuktian terhadap dokumen dan pembuktian terhadap fakta. Pembuktian terhadap dokumen adalah pembuktian terkait dengan ideologi, asas, tujuan, dan program partai politik. Untuk melihat hal itu, alat bukti utama yang diperlukan adalah statuta pendirian partai politik, AD dan ART, Platform, Program Kerja, serta dokumen dan keputusan-keputusan partai politik lainnya. Pembuktian fakta dapat dilakukan dari bentuk dan substansi atau materi kegiatan serta dari dampak atau akibat yang secara objektif memang diinginkan dari pelaksanaan kegiatan partai politik

PUTUSAN DAN AKIBAT HUKUM PUTUSAN Putusan dapat berupa putusan yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima, permohonan ditolak, atau permohonan dikabulkan. Permohonan tidak dapat diterima apabila MK berpendapat bahwa pemohon dan permohonan tidak memenuhi syarat. Permohonan dikabulkan apabila subjek pemohon dan objek permohonan telah sesuai dengan ketentuan UU MK, serta MK berpendapat permohonan beralasan. Permohonan ditolak Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak. Putusan Mahkamah Konstitusi disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan. Selain itu, ketentuan Pasal 11 PMK Nomor 12 Tahun 2008 menyatakan bahwa putusan tersebut juga disampaikan kepada Pemerintah sebagai Pemohon, Termohon, KPU, DPR, MA, Polri, dan Kejaksaan Agung.

LANJUTAN Pasal 10 ayat (2) PMK itu menyatakan bahwa putusan pembubaran partai politik menimbulkan akibat hukum antara lain: a) pelarangan hak hidup partai politik dan penggunaan simbol-simbol partai tersebut di seluruh Indonesia; b) pemberhentian seluruh anggota DPR dan DPRD yang berasal dari partai politik yang dibubarkan; c) pelarangan terhadap mantan pengurus partai politik yang dibubarkan untuk melakukan kegiatan politik; d) pengambilalihan oleh negara atas kekayaan partai politik yang dibubarkan.

Daftar Rujukan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. 2010. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Asosiasi Pengajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Prosedur Beracara Dalam Pembubaran Partai Politik.