makalah etika profesi hukum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS PROFESINYA. Oleh : Elviana Sagala, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. profesi sebagai acuan, sama seperti hakim dan jaksa. karena hal seperti itu tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah officer of the court. Sebagai Officer of the court,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. padat ini termasuk salah satu kota besar di Indonesia, walau luasnya yang

ADVOKAT SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN DARIPELAKSANAANKEKUASAANKEHAKIMAN*

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. maupun nonlitigasi. Sejak dulu keberadaan advokat selalu ada semacam. penguasa, pejabat bahkan rakyat miskin sekalipun.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I. Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus telah menyatakan diri sebagai negara berdasarkan atas hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanannya Kode Etik profesi Advokat dirasa masih berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

Transkripsi:

makalah etika profesi hukum A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat manusia sehingga di dalam masyarakat selalu ada sistem hukum, ada masyarakat ada norma hukum (ubi societas ibi ius). Hal tersebut dimaksudkan oleh Cicero bahwa tata hukum harus mengacu pada penghormatan dan perlindungan bagi keluhuran martabat manusia. Hukum berupaya menjaga dan mengatur keseimbangan antara kepentingan atau hasrat individu yang egoistis dan kepentingan bersama agar tidak terjadi konflik. Kehadiran hukum justru mau menegakkan keseimbangan perlakuan antara hak perorangan dan hak bersama. Oleh karena itu, secara hakiki hukum haruslah pasti dan adil sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut menunjukkan pada hakikatnya para penegak hukum (hakim, jaksa, Notaris, Advokat, dan polisi) adalah pembela kebenaran dan keadilan sehingga para penegak hukum harus menjalankan dengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi hukum merupakan profesi terhormat dan luhur (officium nobile). Oleh karena itu mulia dan terhormat, profesional hukum sudah semestinya merasakan profesi ini sebagai pilihan dan sekaligus panggilan hidupnya untuk melayani sesama di bidang hukum. Kewenangan hukum adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu. Penegak hukum mempunyai batas kewenangan profesi hukum seperti batas kewenangan notaris, jaksa, advokat dan lain-lain. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian profesi dan profesi hukum? 2. Bagaimana ruang lingkup hak dan kewajiban profesi hukum? 3. Sampai di mana batas kewenangan profesi hukum? A. Pengertian profesi dan profesi hukum BAB II PEMBAHASAN

Dalam kamus besar bahasa Indonesia di jelaskan pengertian profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian ( keterampilan, kejujuran dan sebagainya ) tertentu. Sejalan dengan pengertian profesi diatas, Habeyb menyatakan bahwa profesi adalah pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencarian. Sementara itu menurut Kamaruddin, profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa. 1 [1] Menurut Frans Magnis Suseno, profesi itu harus dibedakan dalam dua jenis, yaitu profesi pada umumnya dan profesi luhur. Profesi pada umumnya, paling tidak ada dua prinsip yang wajib ditegakkan yaitu: 1. Prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab; dan 2. Hormat terhadap hak-hak orang lain. Dalam profesi yang luhur motifasi utamanya untuk memperoleh nafkah dari pekerjaan yang dilakukannya, disamping itu juga terdapat dua prinsip yang penting, yaitu: a. Mendahulukan kepentingan orang yang di bantu; dan b. Mengabdi pada tuntutan luhur profesi. 2 [2] Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesi hukum merupakan salah satu dari sekian profesi lain, misalnya profesi dokter, profesi teknik, dn lain-lain. Profesi hukum mempunyai ciri tersendiri, karena profesi ini sangat bersentuhan langsung dengan kepentingan manusia yang lazim disebut dengan klien. Profesi hukum mempunyai keterkaitan dengan bidang-bidang hukum yang 1 2

terdapat dalam negara kesatuan Repoblik Indonesia, misalnya kehakiman, kejaksaan, kepolisian, mahkamah agung, serta mahkamah konstitusi. 3 [3] Profesi adalah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. 4 [4] Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung pada kekuatan fisik maupun finansial). Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah kebutuhan dasar manusia, dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta merupakan unsur esensial dan martabat manusia. B. Ruang Lingkup Hak dan Kewajiban Profesi Hukum Ruang Lingkup Etika Profesi Hukum adalah Untuk melaksanakan suatu fungsi, pada semua ini dalam setiap bidang pada dasarnya terdapat beberapa unsur pokok, yaitu : Tugas, yang merupakan kewajiban dan kewenangan. Aparat, orang yang melaksanakan tugas tersebut. Lembaga, yang merupakan tempat atau wadah yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana bagi aparat yang akan melaksanakan tugasnya. Bagi seorang aparat, mendapatkan tugas merupakan mendapatkan kepercayaan untuk dapat mengemban tugas dengan baik dan harus dikerjakan dengan sebaiknya. Untuk mengerjakan tugas tersebut akan terkandung sebuah tanggung jawab dalam melaksanakan dan mengerjakan tugas tersebut. Tanggung jawab dapat dibedakan menjadi 3 hal yakni : moral, tehnis profesi dan hukum. Tanggung jawab hukum merupakan tanggung jawab yang menjadi beban aparat untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan rambu-rambu hukum yang telah ada, dan wujud dari pertanggung jawaban ini merupakan sebuah sanksi. Sementara itu tanggung jawab moral merupakan tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan yang bersangkutan (kode etik profersi). Pada 3 4

dasarnya tuhan menciptakan manusia tidaklah sendiri diperlukannya berinteraksi dan bekerjasama dengan oranglain dalam melakukan tugasnya. Namun dalam menjalankan tugasnya sering kali manusia harus berbenturan dengan satu samalain. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah pranata sosial berupa aturan-aturan hukum. hukum melalui peradilan akan memberikan prelindungan hak, terhadap serangan atas kehormatan dan harga diri serta memulihkan hak yang terampas. Pengembangan profesi termasuk profesi hukum sebenarnya tergantung dari pribadi yang bersangkutan karena mereka secara pribadi mempunyai tanggung jawab penuh atas mutu pelayanan profesinya dan harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan serta dapat dipercaya. Pemenuhan nilai-nilai yang terkandung dalam etika profesi berupa kesediaan memberikan pelayanan profesional dibidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum yang diserta refleksi yang seksama merupakan wujud dari kewajiban profesi. Didalam kewajiban hukum sendiri, kepentingan tidak semata mata pada kesadaran terhadap kewajiban untuk taat pada ketentuan undang-undang saja, tetapi juga kepada hokum yang tidak tertulis. Bahkan kesadaran akan kewajiban hokum ini sering timbul dari kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang nyata. Kewajiban hukum dan kewajiban profesi terletak pada kesadaran akan kewajiban pada orang lain, yaitu mengingat, memperhatikan, dan menghormati serta tidak merugikan kepentingan orang lain tanpa mengabaikan kepentingan sendiri atau organisasi profesinya. 5 [5] Contoh kewajiban Profesi hukum yaitu profesi Notaris, kewajiban notaris menurut UUJN (pasal 16) adalah 5

a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya. Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat dalam bentuk akta originali. c. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta. d. Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan: yang membuat notaris berpihak, yang membuat notaris mendapat keuntungan dari isi akta, Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak, akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral. 6 [6] C. Batas Kewenangan Profesi Hukum Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Berbicara kewenangan memang menarik, karena secara alamia manusia sebagai mahluk social memiliki keinginan untuk diakui ekstensinya sekecil apapun dalam suatu komunitasnya,dan salah satu factor yang mendukung keberadaan ekstensi tersebut adalah memiliki kewenangan. Secara pengertian bebas kewenangan adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu. Adapun batas kewenangan profesi hukum, di antaranya adalah : 1. Batas kewenangan profesi Notaris Kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN, yang dapat dibagi menjadi ( Habib Adjie, 2008 : 78) : a. Kewenangan Umum Notaris. 6

b. Kewenangan Khusus Notaris. c. Kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian. Kewenangan Umum Notaris Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris yaitu membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris dengan batasan sepanjang : 1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang. 2. Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. 3. Mengenai kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa suatu akta itu dibuat. Namun, ada juga beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu (Habib Adjie, 2008 : 79) : a. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW), b. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW), c. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405, 1406 BW), d. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 WvK), e. Surat kuasa membebankan Hak Tanggungan (Pasal 15 ayat [1] UU No.4 Tahun 1996), f. Membuat akta risalah lelang. Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 hal yang dapat kita pahami, yaitu :

1. Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. 2. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang lainnya. Jika misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka pihak yang menyatakan tidak benar inilah yang wajib membuktikan pernyataannya sesuai dengan hukum yang berlaku. Kewenangan Khusus Notaris Kewenangan notaris ini dapat dilihat dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN yang mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti : a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus. b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam suatu buku khusus. c. Membuat salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. d. Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya. e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau g. Membuat akta risalah lelang Khusus mengenai nomor 6 (membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan) banyak mendapat sorotan dari kalangan ahli hukum Indonesia dan para notaris itu sendiri. Karena itulah akan sedikit dibahas mengenai masalah ini.

Pasal 15 ayat (2) huruf j UUJN memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat akta di bidang pertanahan. Ada tiga penafsiran dari pasal tersebut (Habib Adjie, 2008 : 84) yaitu: 1. Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi wewenang notaris atau telah menambah wewenang notaris. 2. Bidang pertanahan juga ikut menjadi wewenang notaris. 3. Tidak ada pengambil alihan wewenang dari PPAT ataupun dari notaris, karena baik PPAT maupun notaris telah mempunyai wewenang sendiri-sendiri. Jika kita melihat dari sejarah diadakannya notaris dan PPAT itu sendiri maka akan nampak bahwa memang notaris tidak berwenang untuk membuat akta di bidang pertanahan. PPAT telah dikenal sejak sebelum kedatangan bangsa penjajah di negeri Indonesia ini, dengan berdasar pada hukum adat murni yang masih belum diintervensi oleh hukum-hukum asing. Pada masa itu dikenal adanya (sejenis) pejabat yang bertugas untuk mengalihkan hak atas tanah di mana inilah yang merupakan cikal bakal dari keberadaan PPAT di Indonesia. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa lembaga PPAT yang kemudian lahir hanya merupakan kristalisasi dari pejabat yang mengalihkan hak atas tanah dalam hukum adat. Adapun mengenai keberadaan notaris di Indonesia yang dimulai pada saat zaman penjajahan Belanda ternyata sejak awal memang hanya memiliki kewenangan yang terbatas dan sama sekali tidak disebutkan mengenai kewenangan notaris untuk membuat akta di bidang pertanahan. Namun, hal ini akan menjadi riskan jika kita melihat hierarki peraturan yang mengatur mengenai keberadaan dan wewenang kedua pejabat negara ini. Keberadaan notaris ditegaskan dalam suatu UU yang di dalamnya menyebutkan bahwa seorang notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta di bidang pertanahan. Sedangkan keberadaan PPAT diatur dalam suatu PP (No.37 Tahun 1998) yang secara hierarki tingkatannya lebih

rendah jika dibandingkan dengan UU (No.30 Tahun 2004) yang mengatur keberadaan dan wewenang notaris. Sampai sekarang pun hal ini masih menjadi perdebatan di berbagai kalangan baik pakar hukum maupun notaris dan/atau PPAT itu sendiri. Jalan tengah yang dapat diambil adalah bahwa notaris juga dapat memiliki wewenang di bidang pertanahan sepanjang bukan wewenang yang telah ada pada PPAT. Kewenangan Notaris Yang Akan Ditentukan Kemudian Yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN dengan kewenangan yang akan ditentukan kemudian adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius constituendum) (Habib Adjie, 2008 : 82). Wewenang notaris yang akan ditentukan kemudian, merupakan wewenang yang akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 UU no. 5 Tahun 1986 tetang Peradilan Tata Usaha Negara (Habib Adjie, 2008 : 83), bahwa : Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam undang-undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat Bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum. Berdasarkan uraian di atas, bahwa kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga negara (Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat) atau Pejabat Negara yang berwenang dan mengikat secara umum. Dengan batasan seperti ini, maka peraturan perundang-undangan yang dimaksud harus dalam bentuk undang-undang dan bukan di bawah undang-undang. 7 [7] 2. Batas kewenangan Profesi Jaksa 7

Kewenangan jaksa menurut pasal 30 ayat 1-3 UU 16/2004 adalah sebagai berikut: a. Pidana b. Perdata dan tata usaha negara c. Ketertiban dan ketentraman rakyat Adapun kewenangan Jaksa dibidang pidana adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penuntutan. 2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan inkracht. 3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, pengawasan, dan lepas bersyarat. 4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan UU. 5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Kewenangan Jaksa dibidang perdata dan tata usaha negara adalah Dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Kewenangan Jaksa di bidang ketertiban dan ketentraman rakyat adalah sebagai berikut: a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat b. Pengamanan kebijakan penegakkan hukum c. Pengawasan peredaran barang cetakan d. Pengawasan kepercayaan yg dapat membahayakan masyarakat & negara e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal 8 [8] 3. Batas Kewenangan Profesi Advokat 8

Problematika secara sosiologis keberadaan advokat di tengah-tengah masyarakat seperti buah simalakama. Fakta yang tidak terbantahkan adalah keberadaan advokat sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum. Tetapi ada juga sebagian masyarakat menilai bahwa keberadan advokat dalam sistem penegakan hukum tidak diperlukan, penelitian negatif ini tidak terlepas dari sepak terjang dari advokat sendiri yang kadang kala menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum tidak sesuai dengan harapan dan yang paling disayangkan adalah sebagian kecil advokat menjadi bagian dari mafia peradilan. Kedudukan advokat dalam sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan profesi terhormat. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya dilengkapi oleh kewenangan sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti polisi, jaksa dan hakim. Kewenangan advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna menjaga keindependensian advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga menghindari adanya kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penegak hukum yang lain. Aparat penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya diberikan kewenangan tetapi Advokat dalam menjalankan profesinya tidak diberikan kewenangan. Melihat kenyataan tersebut maka diperlukan pemberian kewenangan kepada advokat. Kewenangan tersebut diperlukan selain untuk menciptakan kesejajaran diantara aparat penegak hukum juga untuk menghindari adanya multi tafsir diantara aparat penegak hukum yang lain dan kalangan advokat itu sendiri terkait dengan kewenangan. Sementara UU No. 18/2003 tentang Advokat tidak mengatur tentang kewenangan Advokat di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Dengan demikian maka terjadi kekosongan norma hukum terkait dengan kewenangan Advokat tersebut. Perlu diketahui bahwa profesi advokat adalah merupakan organ negara yang menjalankan fungsi negara.

Dengan demikian maka profesi Advokat sama dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman sebagai organ negara yang menjalankan fungsi negara. Bedanya adalah kalau Advokat adalah lembaga privat yang berfungsi publik sedangkan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman adalah lembaga publik. Jika Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya diberikan kewenangan dalam statusnya sebagai aparat penegak hukum maka kedudukannya sejajar dengan aparat penegak hukum yang lain. Dengan kesejajaran tersebut akan tercipta keseimbangan dalam rangka menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih baik. Kewenagan Advokat dari Segi Kekuasaan Yudisial Advokat dalam sistem kekuasaan yudisial ditempatkan untuk menjaga dan mewakili masyarakat. Sedangkan hakim, jaksa, dan polisi ditempatkan untuk mewakili kepentingan negara. Pada posisi seperti ini kedudukan, fungsi dan peran advokat sangat penting, terutama di dalam menjaga keseimbangan diantara kepentingan negara dan masyarakat. Ada dua fungsi Advokat terhadap keadilan yang perlu mendapat perhatian. Yaitu pertama kepentingan, mewakili klien untuk menegakkan keadilan, dan peran advokat penting bagi klien yang diwakilinya. Kedua, membantu klien, seseorang Advokat mempertahankan legitimasi sistem peradilan dan fungsi Advokat. Selain kedua fungsi Advokat tersebut yang tidak kalah pentingnya, yaitu bagaimana Advokat dapat memberikan pencerahan di bidang hukum di masyarakat. Pencerahan tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan hukum, sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan, konsultasi hukum kepada masyarakat baik melalui media cetak, elektronik maupun secara langsung. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa keberadaan Advokat sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum, untuk menunjang eksistensi Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem penegakan hukum, maka diperlukan kewenangan yang harus diberikan kepada Advokat. Kewenangan Advokat tersebut diperlukan dalam rangka menghindari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang lain (Hakim,

Jaksa, Polisi) dan juga dapat memberikan batasan kewenangan yang jelas terhadap advokat dalam menjalankan profesinya. Dalam praktik seringkali keberadaan Advokat dalam menjalankan profesinya seringkali dinigasikan (diabaikan) oleh aparat penegak hukum. Hal ini mengakibatkan kedudukan advokat tidak sejajar dengan aparat penegak hukum yang lain. Dari kondisi itu tampak urgensi adanya kewenangan advokat didalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem penegak hukum. Kewenangan advokat tersebut diberikan untuk mendukung terlaksananya penegakan hukum secara baik. 9 [9] 9

BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. Pengertian profesi dan profesi hukum Profesi adalah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung pada kekuatan fisik maupun finansial). Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah kebutuhan dasar manusia, dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta merupakan unsur esensial dan martabat manusia. 2. Ruang lingkup hak dan kewajiban profesi hukum Kewajiban hukum dan kewajiban profesi terletak pada kesadaran akan kewajiban pada orang lain, yaitu mengingat, memperhatikan, dan menghormati serta tidak merugikan kepentingan orang lain tanpa mengabaikan kepentingan sendiri atau organisasi profesinya 3. Batas Kewenangan Profesi Hukum Menjelaskan kewenangan profesi hukum diantaranya batas kewenangan notaris, jaksa, dan advokat. B. Saran Penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu Kritik dan Saran yang membangun semangat, kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia ( Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2006 ), h. 16. Sufirman Rahman dan Qamar Nurul, Etika Profesi Hukum ( Cet. I; Makassar: Pustaka Refleksi, 2014 ), h. 76-77. Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum ( Cet. III., Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), h. 74. http://grupsyariah.blogspot.com/2012/04/hak-dan-kewajiban-etika-profesihukum.html https://zulpiero.wordpress.com/2010/04/26/kewenangan-kewajiban-dan-larangannotaris-dalam-uujn/ http://catatanpenailahi.blogspot.com/2014/10/makalah-etika-profesi-hukumtentang.html