PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi misel kritik (KMK) suatu surfaktan dengan metode kelarutan B. Dasar Teori Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, ph larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin, 1993). Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak atau lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyakair dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Jatmika, 1998). Gugus hidrofilik atau dapat berikatan dengan air pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat
non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya. (Gennaro, 1990) Cara kerja dari surfaktan sangatlah unik karena bagian yang hidrofilik akan masukkedalam larutan yang polar dan bagian yang hidrofilik akan masuk kedalam bagian yang non polar sehingga surfaktan dapat menggabungkan (walaupun sebenarnya tidak bergabung) kedua senyawa yang seharusnya tidak dapat bergabung tersebut. Namun semua tergantung pada komposisi dari komposisi dari surfaktan tersebut. Jika bagian hidrofilik lebih dominan dari hidrofobik maka ia akan melarut kedalam air, sedangkan jika ia lebih banyak bagian hidrofobiknya maka ia akan melarut dalam lemak dan keduanya tidak dapat berfungsi sebagai surfaktan.bagian liofilik molekul surfaktan adalah bagian nonpolar, biasanya terdiri dari persenyawaan hidrokarbon aromatik atau kombinasinya, baik jenuh
maupun tidak jenuh. Bagian hidrofilik merupakan bagian polar dari molekul, seperti gugusan sulfonat, karboksilat, ammonium kuartener, hidroksil, amina bebas, eter, ester, amida. Biasanya, perbandingan bagian hidrofilik dan lipofilik dapat diberi angka yang disebut keseimbangan Hidrofilik dan Liofilik yang disingkat KHL, dari surfaktan (Jatmika, 1998). Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan medium sekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut ke dalam medium (Martin, 1993). Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena surfaktan dan membrane mengandung komponen penyusun yang sama (Attwood, 1985). Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah kemampuan untuk meningkatkan kelarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam medium dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah, menurunkan tegangan permukaan dan menaikkan laju kelarutan obat (Martin, 1993). Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi surfaktan akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel (Shargel, 2005). Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu: 1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai panjang. 2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium. 3. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan
asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida. 4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain. (Attwood, 1985) Dalam bidang kefarmasian surfaktan digunakan sebagai emulgator dalam pembuatan sediaan obat emulsi. Dalam emulsi setiap emulgator dalam hal ini surfaktan memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga keseimbangan ini dikenal dengan istilah HLB ( Hydrophyl Lipophyl Balance), yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok hidrofil dengan kelompok lipofil. Semakin besar harga HLB, berarti semakin banyak kelompok yangbersifat hidrofilik, artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya (Shargel, 2005). Asam benzoat (C 7 H 6 O 2 ) memiliki BM 122,12 mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C 7 H 6 O 2. Asam benzoat merupakan hablur bentuk jarum atau sisik berwarna putih, sedikit berbau, biasanya bau benzaldehida atau benzoin, agak mudah menguap pada suhu hangat dan mudah menguap dalam uap air. Asam benzoat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter (Depkes RI, 1995). Polisorbat 80 atau yang biasa dikenal dengan Tween 80 adalah ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol. Tween 80 merupakan cairan kental seperti minyak, jernih berwarna kuning muda hingga coklat muda, bau khas lemah dengan rasa pahit dan hangat. Tween 80 sangat mudah larut dalam air, dalam etil asetat, dalam etanol, dan dalam metanol namun sukar larut dalam parafin cair dan minyak biji kapas dan tidak larut dalam minyak mineral (Depkes RI, 1995).
Indikator organik fenolftalein berubah warna pada ph sekitar 8,3. Ketika fenolftalein ditambahkan pada larutan yang mengandung basa karbonat atau hidroksida, larutan berubah menjadi warna merah muda. Ketika asam ditambahkan kemudian, maka kebasaan akan berkurang sehingga warna merah muda perlahan hilang dan ph turun menjadi dibawah 8,3. Pada titik ini, hidroksida ternetralisasi. Sedangkan ketika air yang ditambahkan kemudian, maka hanya kebasaan bikarbonat yang ada dan reaksi warna merah tidak muncul (Wetzel, 2000).
DAFTAR PUSTAKA Attwood, D., dan Florence. 1985. Surfactan System: First Edition. Chapman and Hall: London, New York. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta. Gennaro, A. R., et all. 1990. Remington s Pharmaceutical Sciensces: Edisi 18 th. Marck Publishing Company: Easton, Pensylvania. Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan. Jurnal Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit Vol. 6 No. 1. Martin, Alfred, dkk. 1993. Farmasi Fisika: Dasar-dasar Farmasi Fisika dalam Ilmu Farmasetika Edisi III. Universitas Indonesia Press: Jakarta. Shargel, Leon, dkk. 2005. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Mc. Graw Hill Companies: Singapore. Wetzel, Robert G., dkk. 2000. Limnological Analyses: Third Edition. Springer Science Business Media: New York.