BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN WADUK SECARA OPTIMAL DAN TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab V Hasil dan Pembahasan

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi akan mempengaruhi kualitas

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

FENOMENA DAMPAK UPWELLING PADA USAHA BUDIDAYA IKAN DENGAN KJA DI DANAU DAN WADUK

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

EVALUASI DAN STATUS PERKEMBANGAN USAHA BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG DI DANAU MANINJAU, SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG

KEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI, SOSIAL, EKONOMI DAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA. Aceng Hidayat, Zukhruf Annisa, Prima Gandhi

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (common property), sehingga dalam pemanfaatannya sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK

BAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN KELEMBAGAAN USAHA KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI WADUK JATILUHUR

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia mengakibatkan bertambahnya limbah yang masuk ke lingkungan. Limbah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil

INTRODUKSI KERAMBA JARING APUNG BERLAPIS SEBAGAI ALATERNATIF SISTEM PEMELIHARAAN IKAN DALAM KERAMBA RAMAH LINGKUNGAN DI DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Ikan mola (Hypophthalmichthys molitrix) sebagai pengendali pertumbuhan plankton yang berlebihan di Waduk Cirata

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN I. PENDAHULUAN Saat ini budidaya ikan di waduk dengan menggunakan KJA memiliki prospek yang bagus untuk peningkatan produksi ikan. Teknologi budidaya ikan dengan sistem KJA telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Budidaya dengan sistem keramba jaring apung tersebut mulai dikembangkan di perairan pesisir dan perairan danau. Beberapa keunggulan ekonomis usaha budidaya ikan dalam keramba yaitu: 1) Menambah efisiensi penggunaan sumberdaya; 2) Prinsip kerja usaha keramba dengan melakukan pengurungan pada suatu badan perairan dan memberi makan dapat meningkatkan produksi ikan; 3) Memberikan pendapatan yang lebih teratur kepada nelayan dibandingkan dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan. Perairan danau/waduk masih dianggap milik bersama (common property) dan bersifat terbuka (open access), sehingga Pertumbuhan KJA berkembang sangat pesat dan cenderung tidak terkendali dan terkontrol. Banyaknya KJA menimbulkan masalah baru bagi lingkungan,berupa limbah organik, yang dapat menyebabkan pencemaran waduk. Pada saat usaha peningkatan produksi ikan dilakukan maka secara langsung akan berdampak pada meningkatnya usaha budidaya ikan intensif dengan tingkat kepadatan ikan yang tinggi dan dengan pemberian pakan buatan, pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tinggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar waduk/perairan yang akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air danau/waduk). II. MANAJEMEN BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN KJA YANG BERKELANJUTAN Setiap tahunnya di danau/waduk di Indonesia selalu terjadi kematian massal terhadap ikanikan yang dibudidayakan. Penyebab kejadian tersebut diantaranya adalah adanya sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari rumah tangga sehingga menurunkan fungsi ekosistem waduk yang akhirnya terjadi pencemaran waduk, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya), serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau, dan diperparah dengan adanya limbah dari

pabrik dan limbah rumah tangga. Selain itu populasi KJA di waduk di Indonesia contohnya di Waduk Cirata dan Saguling di Jawa Barat telah melebihi kapasitas, sehingga turut mempengaruhi penurunan kualitas perairan beserta produksi budidaya ikan air tawar. Melihat akibat yang ditimbulkan dari budidaya ikan sistem KJA di danau/waduk maka budidaya ikan sistem KJA perlu Memperhatikan manajemen budidaya yang berkelanjutan. Manajemen budidaya ikan yang berkelanjutan adalah 1) pengelolaan yang dapat berlanjut sepanjang waktu sebagai hasil proses kebijakan sosio-politik, 2) menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan secara ekologis harus dapat menjamin kelestarian sumberdaya perairan. Secara umum budidaya ikan sistem KJA merupakan kegiatan ekonomi yang menguntungkan jika dikelola dengan baik. Belajar dari pengalaman yang sudah terjadi diperlukan cara pengelolaan atau manajemen perairan danau/waduk sesuai dengan daya dukung. Tujuan pengelolaan tersebut yaitu peningkatan produksi ikan dan memelihara produksi dan sumber daya perairan tersebut sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pemanfaatan danau/waduk. Manajemen Budidaya ikan dengan KJA yang berkelanjutan dapat dengan cara sebagai berikut : 1. Pemilihan Lokasi Danau/waduk yang dipilih sebagai kawasan untuk pengembangan budidaya ikan sistem KJA dengan minimal danau/waduk 100 ha dengan memperhatikan daya dukungnya. Pemanfaatan danau/waduk untuk kegiatan budidaya ikan sistem KJA harus dilakukan secara rasional, dan tetap mengacu pada tata ruang yang telah ditentukan serta kondisi sumber daya dan daya dukung perairannya, dengan maksud untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mempertahankan fungsi utama waduk. Pembagian zonasi untuk perairan waduk secara umum dilakukan dengan mengacu pada kondisi lingkungan fisik, sifat kehidupan dan penyebaran populasi ikan dalam usahanya mengelola perikanan yang terpadu dan lestari (Ilyas et al, 1989). Salah satu penyebab kematian massal ikan budidaya adalah penurunan tinggi muka air. Apabila tinggi muka air menurun maka jarak karamba jaring apung dengan dasar menjadi lebih dekat, akibatnya ikan budidaya semakin mendekati lapisan hipolimnion yang reduktif. Akibatnya kolom air yang reduktif semakin mendekati KJA. Kolom air menjadi anoksik atau lapisan anoksik telah mencapai permukaan sehingga dapat disebutkan bahwa penyebab kematian massal karena kekurangan oksigen dan tingginya konsentrasi zat toksik (H2S) (Simarmata, 2007). Sebaiknya pada saat tinggi muka air minimum, padat tebar ikan di KJA dikurangi atau ikan budidaya diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang rendah. Menurut Krismono (1999), kegiatan budaya ikan sistem KJA di danau/waduk, kedalaman air disyaratkan minimal 5 m pada jalur yang berarus horizontal. Kedalaman tersebut dimaksudkan untuk menghindari pengaruh langsung kualitas air yang jelek dari dasar perairan. 2. Penggunaan KJA terhadap Daya Dukung Perairan Waduk/Danau Beberapa pendapat mengenai penggunaan KJA terhadap daya dukung waduk, diantaranya (http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=518): o Menurut Soemarwoto (1991), bahwa luas areal perairan waduk yang aman untuk kegiatan budidaya ikan di KJA adalah 1% dari luas seluruh perairan waduk dengan pertimbangan bahwa angka 1% tersebut non significant untuk luasan suatu waduk serbaguna sehingga dianggap tidak akan mengganggu kepentingan fungsi utama waduk dan memberi peluang bagi peruntukan lainnya, sedangkan menurut Schmittou (1991), bahwa luas kawasan untuk budidaya KJA di suatu area sebaiknya tidak lebih dari 3 ha (luas optimum).

o Memperbaiki konstruksi KJA yang ramah lingkungan dengan pelampung polystyrene foam. Penelitian yang dilakukan Prihadi dkk (2008) terhadap bahan pelampung KJA menggunakan bahan pelampung drum seng, drum plastik dan drum polystyrene foam. Hasil analisis KJA yang terbuat dari bambu dengan pelampung polystyrene foam merupakan KJA yang paling ramah lingkungan dibandingkan dengan KJA lainnya. o Menurut Rochdianto (2000), letak antara jaring apung sebaiknya berjarak 10 30 m agar arus air leluasa membawa air segar ke dalam jaring-jaring tersebut, sedangkan menurut Schmittou (1991), jarak antar unit KJA yang baik adalah 50 m. o Pengendalian/pengurangan jumlah KJA yang beroperasi. Pemindahan lokasi KJA pada saat akan terjadi umbalan yang terjadi secara menyeluruh (holomictic) ke lokasi perairan yang lebih dalam (Enan dkk, 2009). Untuk meningkatkan DO di perairan menggunakan : 1) kincir yang dapat dipasang pada setiap unit KJA atau pada satu lokasi KJA (Enan dkk, 2009); 2) pompa air yang dipancarkan dari atas (Krismono, 1995), dengan penambahan oksigen murni yang diberikan pada saat oksigen kritis (dini hari) (Danakusumah, 1998). Keramba jaring apung ganda/berlapis dikembangkan dengan tujuan untuk mengurangi beban dari sisa pakan, yang dapat mencemari perairan. Kuantitas limbah pakan yang siginifikan tinggi perlu diadakan restorasi waduk melalui pengangkatan sedimen (dredging) agar kegiatan perikanan dapat aman dari tingginya bahan toksik dan limbah pencemaran ini berpeluang dijadikan pupuk pertanian (Yap, 2003). o Selain itu dalam PERDA Provinsi Jawa Barat Nomor : 7 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Perikanan, disebutkan bahwa setiap pembudidaya ikan hanya diperbolehkan memiliki paling banyak 20 petak keramba jaring apung (KJA), dengan ukuran petakan 7 x 7 meter. 3. Manajemen Pakan Penerapan strategi/manajemen pakan ikan yang tepat yaitu mulai dari kualitas pakan, tipe dan frekuensi pemberian pakan, karena dengan tidak terkendalinya aktivitas budidaya ikanlah yang memberikan kontribusi semakin cepat memburuknya kualitas lingkungan perairan. berdasarkan hasil penelitian Sutardjo (2000) makin banyak jumlah KJA makin banyak jumlah pakan yang dibutuhkan yang berarti makin banyak limbah yang terbuang ke perairan, yang diperkirakan sekitar 30 40%. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pakan berdasarkan persentase bobot badan ikan, di mana persentase kebutuhan pakan menurun dengan semakin bertambahnya bobot ikan. Pemberian pakan 3% dari bobot ikan perliharaan per hari dan diberikan tiga kali sehari, dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk perairan. Ikan yang berukuran kecil dan berumur muda membutuhkan jumlah pakan yang lebih banyak daripada ikan dewasa berukuran besar (Rochdianto, 2000). Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk ke perairan sehingga dapat mencegah terjadinya pencemaran perairan. 4. Pemilihan Jenis Ikan Jenis ikan yang dibudidayakan di KJA harus memenuhi kriteria, diantaranya adalah : 1) tidak mengancam keanekaragaman hayati di perairan waduk; 2) mempunyai nilai ekonomis tinggi; 3) dalam proses budidaya menghasilkan limbah organik yang sedikit. Pemilihan benih bertujuan untuk mendapatkan benih yang sehat dan bermutu. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain, benih ditebar sesuai SNI yang dijamin dengan sertifikat sistem mutu perbenihan dan selain itu padat penebaran sesuai dengan SNI pembesaran di KJA, sebelum ditebar benih harus dilakukan penyesuaian dengan kondisi perairan.

5. Pola dan Peizinan Usaha Kegiatan usaha budidaya ikan sistem KJA dapat dilakukan melalui Pola Swadaya dan Pola Kemitraan Usaha. Dalam pengelolaan danau/waduk, hendaknya tidak memikirkan keuntungan dari aspek ekonomi saja tetapi juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengelolaan zonasi danau/waduk yang sesuai. Selain itu, sisi perizinan pendirian KJA diprioritaskan pada masyarakat sekitar danau/waduk. Sebagai salah satu contoh peraturan yang memuat tentang KJA di waduk ada dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor : 7 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Perikanan, pada Bab X mengenai Perizinan Usaha Perikanan Pasal 67 : 1. Pengembangan usaha budidaya ikan di perairan umum daratan lintas Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan kajian ilmiah yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Gubernur. 2. Setiap pembudidaya ikan hanya diperbolehkan memiliki paling banyak 20 petak keramba jaring apung (KJA), dengan ukuran petakan 7 x 7 meter. 3. Untuk mendapatkan SIPBI KJA, pembudidaya ikan harus memiliki rekomendasi teknis dari Dinas. 4. Rekomendasi teknis dari Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan untuk mendapatkan Surat Penetapan Lokasi (PL) dari unit pengelola perairan umum daratan. 5. Setiap pembudidaya ikan dan pelaku usaha yang memanfaatkan perairan umum daratan, berkewajiban untuk melakukan pelestarian lingkungan yang pelaksanaannya diatur oleh Gubernur. Dalam mendukung keberhasilan manajemen budidaya ikan di waduk dengan sistem KJA yang berkelanjutan, maka 1) perlu diterapkan budidaya ikan berbasis trophic level (aquaculture based trophic level) agar produktivitas perairan tetap optimal, 2) perlu pendekatan sosial budaya dan sosialisasi peraturan yang tepat pada strategi pengurangan jumlah KJA dan penataan kembali lokasi budidaya ikan sistem KJA, 3) perlu koordinasi antara pembudidaya, pengelola waduk, pemerintah, masyarakat sekitar waduk dalam memanfaatkan danau/waduk dan menjaga kelestariannya, 4) serta perlu dukungan sarana dan prasarana yang terkait budidaya KJA dalam upaya manajemen budidaya ikan sistem KJA yang lestari dan berkelanjutan. Semuanya kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan penyuluhan, pelatihan, dan peningkatan kesadaran agar masyarakat ikut berperanserta aktif dalam menjaga pelestarian perairan waduk.

Sumber : http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=518 http://perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com/2011/07/manajemen-budidaya-ikansistem-kja-yang.html http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2014/03/19/keramba-jaring-apung-peluang-masalahdan-solusi-639891.html by. Purwysniwati Wulandari, SP Penyuluh Perikanan Pertama pada Pusat Penyuluhan KP