PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan

dokumen-dokumen yang mirip
3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna.

STRUKTUR PELAT. 1. Definisi

1- PENDAHULUAN. Baja Sebagai Bahan Bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan batu buatan yang terbuat dari campuran agregat kasar, agregat

Perencanaan Struktur Baja

Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung

PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB III KONSEP PEMBEBANAN

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

LAMPIRAN. Suatu bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran

DINDING DINDING BATU BUATAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

Lampiran A. Koefisien tenaga kerja dan koefisien bahan

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

ANALISA BIAYA KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DAN PERUMAHAN SNI ( STANDAR NASIONAL INDONESIA ) BUNTOK DAN SEKITARNYA

3. Bagian-Bagian Atap Bagian-bagian atap terdiri atas; kuda-kuda, ikatan angin, jurai, gording, sagrod, bubungan, usuk, reng, penutup atap, dan

REKAPITULASI DAFTAR KUANTITAS DAN HARGA

DAFTAR ANALISA BIAYA KONSTRUKSI

PERBANDINGAN PERANCANGAN JUMLAH DAN LUASAN TULANGAN BALOK DENGAN CARA ACI DAN MENGGUNAKAN PROGRAM STAAD2004

PEMBOROSAN BIAYA PEMBANGUNAN AK1BAT PENULANGAN YANG TIDAK SESUAI ATURAN TEKNIK. Tri Hartanto. Abstrak

BAB III LANDASAN TEORI

REKAPITULASI TOTAL BILL of QUANTITY (BOQ) REKAPITULASI

REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

1.2. ELEMEN STRUKTUR UTAMA

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EBOOK PROPERTI POPULER

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

DAFTAR ANALISA PEKERJAAN

Kewajiban mahasiswa : o Kehadiran 75% o UTS o UAS o Tugas-tugas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB II TEKNOLOGI BAHAN DAN KONSTRUKSI

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

PERTEMUAN IX DINDING DAN RANGKA. Oleh : A.A.M

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Jalan P. Diponegoro Nomor 30 Telephone MEDAN

KONSTRUKSI ATAP 12.1 Menggambar Denah dan Rencana Rangka atap

Revisi SNI T C. Daftar isi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

DAFTAR HARGA SATUAN ANALISA PEKERJAAN

REKAPITULASI RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

Panduan Praktis Perbaikan Kerusakan Rumah Pasca Gempa Bumi

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

PEKERJAAN JUMLAH HARGA

RSNI Rancangan Standar Nasional Indonesia

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA STRUKTUR

DAFTAR ANALISA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ANALISA SNI HARGA SATUAN PEKERJAAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VI RENCANA ANGGARAN BIAYA STRUKTUR

DAFTAR ANALISA PEKERJAAN

ANALISA HARGA SATUAN KEGIATAN KONSTRUKSI PEMERINTAH KOTA MADIUN TAHUN ANGGARAN 2016

ANALISA HARGA SATUAN BAHAN DAN UPAH TAHUN 2009 NO. URAIAN KEGIATAN KOEFISIEN SATUAN HARGA SATUAN HARGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENGEMBANGAN DESAIN KOMPONEN DINDING PREFABRIKASI

membuat jembatan jika bentangan besar dan melintasi ruas jalan lain yang letaknya lebih

Lampiran A...15 Bibliografi...16

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. umumnya berupa pasir dan agregat kasar yaitu kerikil.

Laporan Tugas Akhir Rekayasa Nilai Pembangunan RS Mitra Husada Slawi 29

1. Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI ) 3. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI-1983)

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71

DAFTAR ANALISA SNI DINAS PU CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN JEMBER TAHUN ANGGARAN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Teknologi Beton II. B e t o n B e r t u l a n g

ANALISA PERENCANAN JEMBATAN KALI WULAN DESA BUNGO KECAMATAN WEDUNG KABUPATEN DEMAK UNTUK BANGUNAN ATAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

V. PENDIMENSIAN BATANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tanah, dan batu digunakan langsung sebagai bahan utama pembuatan bangunan.

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

R E K A P I T U L A S I BILL OF QUANTITY (BOQ)

BAB II SIFAT BAHAN BETON DAN MEKANIKA LENTUR

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. BAB III LANDASAN TEORI

BAB V LAPORAN PROSES PENGAMATAN PELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN RUKO SETIABUDHI - BANDUNG

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Metode Pelaksanaan Pembangunan Jalan Lingkungan Datuk Taib Desa Leuhan < SEBELUMNYA BERIKUTNYA >

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, lebih tahan akan cuaca, lebih tahan korosi dan lebih murah. karena gaya inersia yang terjadi menjadi lebih kecil.

LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2013 TENTANG : RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

Transkripsi:

PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan dan atau unsur bangunan, termasuk segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu kesatuan dengannya. 2. Muatan hidup (muatan berguna, muatan bergerak, muatan tidak tetap) ialah semua muatan tidak tetap, kecuali muatan angin, muatan gempa dan pengaruh pengaruh khusus yang disebut dalam ayat ayat (3),(4) dan (5), yang dapat diharapkan membebani bangunan dan atau unsur bangunan. 3. Muatan angin ialah semua muatan pada bangunan dan atau unsur bangunan disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. 4. Muatan gempa ialah semua muatan pada bangunan dan atau unsur bangunan disebabkan oleh pengaruh gempa. 5. Pengaruh pengaruh khusus ialah semua pengaruh terhadap bangunan dan atau unsur bangunan yang diakibatkan oleh: selisih suhu, pemasangan (erection), penurunan pondasi, susut, gaya rem, gaya sentrifugal, muatan berulang dan pengaruh pengaruh khusus lainnya. Pasal 1.1 Ketentuan ketentuan mengenai pembebanan 1. Bangunan bangunan harus diperhitungkan terhadap pembebanan pembebanan oleh: Muatan mati (BAB II ) dinyatakan dengan huruf a. Muatan hidup (BAB III) dinyatakan dengan huruf b. Muatan angin (BAB IV) dinyatakan dengan huruf c. Muatan gempa (BAB V) dinyatakan dengan huruf d. Pengaruh pengaruh khusus (BAB VI) dinyatakan dengan huruf e. 2. Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau adalah sbb: A. Kombinasi pembebanan tetap : a+b B. Kombinasi pembebanan sementara : a+b+c C. Kombinasi pembebanan khusus : A+e

B+e 3. Apabila muatan angin, muatan gempa dan muatan hidup, baik yang membebani bangunan dan atau unsur bangunan secara penuh maupun sebagian, secara tersendiri atau dalam kombinasi memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi suatu unsur bangunan, maka pembebanan tersebut tidak boleh ditinjau di dlalam perhitungan. Catatan : Untuk keadaan keadaan tertentu muatan mati, muatan hidup dan muatan angin harus/ dapat dikalikan dengan suatu koefisien reduksi..2 Tegangan yang diizinkan: 1. Dalam peninjauan kombinasi pembebanan tetap, seperti ditentukan dalam pasal 1.1 ayat (2) A, dalam keadaan apapun tegangan yang diijinkan tidak boleh dinaikan. 2. Dalam peninjauan kombinasi pembebanan sementara. Seperti ditentukan dalam Pasal 1.1 ayat (2) B. Dapat diadakan kenaikan tegangan yang diijinkan. Kenaikan ini bergantung pada jenis tegangan dan jenis konstruksi, dan diambil sbb: a. Pada konstruksi baja, kenaikan tegangan yang diijinkan didalam baja, paku keling dan baut pas, untuk tekan, tarik dan geser adalah 33 %. b. Pada konstruksi beton bertulang, kenaikan tegangan yang diijinkan adalah sbb: - Untuk tekan, tarik dan geser di dalam beton adalah 100 %. - Untuk tekan, tarik dan geser di dalam baja-tulangan adalah 50 %. - Untuk tegangan lekat antara beton dan baja-tulangan adalah 50 %. c. Pada konstruksi kayu, kenaikan tegangan yang diijinkan untuk tekan, tarik dan geser adalah 50 %. d. Pada tanah pondasi, kenaikan daya dukung yang diijinkan dapat diambil sbb: Tanah Kenaikan yang Jenis Daya dukung (kg/m 2 ) diijinkan (%) Keras >5 50 Sedang 2 5 30 Lunak 0,5 2 0 30 Amat Lunak 0 0,5 0

3. Apabila dalam peninjauan kombinasi pembebanan khusus seperti ditentukan dalam pasal 1.1 ayat (2) C sebagai pengaruh khusus pada bangunan dan atau unsur bangunan adalah gaya gaya dinamis yang sering bekerja berulang kali dengan atau tanpa berbalik tanda, seperti pada keran, jembatan, dll., maka harus diadakan penurunan tegangan yang diijinkan, untuk memperhitungkan gejala kelelahan dari bahan. Pasal 1.3 Muatan batas bangunan Dalam perencanaan konstruksi bangunan dengan analisa muatan batas (ultimate load/limit analysis), maka dalam peninjauan kombinasi kombinasi pembebanan seperti yang ditentukan dalam pasal 1.1, masing masing muatan harus dikalikan dengan koefisien muatan (load factor) yang berlaku untuk masing masing muatan itu. Pasal 1.4 Kestabilan Bangunan Setiap bangunan harus ditinjau kestabilannya pada setiap kombinasi pembebanan seperti yang ditentukan dalam pasal 1.1 ayat (2). Koefisien keamanan terhadap kestabilan itu, seperti terhadap guling, dll., harus minimum 1,5.

BAB II MUATAN MATI Pasal 2.1 berat sendiri 1. Berat sendiri dari bahan bahan bangunan terpenting dan dari beberapa konstruksi yang harus dipakai di dalam menentukan muatan mati, harus diambil seperti yang tercantum dalam tabel 1. 2. Apabila bahan bangunan atau konstruksi setempat memberikan berat sendiri yang jauh menyimpang dari harga harga yang tercantum dalam Tabel 1, maka berat sendiri tersebut harus ditentukan tersendiri, dan harga yang didapat kemudian dicantumkan di dalam peraturan bangunan setempat sebagai pengganti dari harga yang tercantum dalam Tabel 1. Penyimpangan ini terjadi terutama pada pasir (a.l. pasir besi titan), kerikil (a.l. kerikil kwarsa), batu pecah batu alam, batu bata, batu belah, batu gunung, batu bulat, jenis jenis kayu dan genting, begitu pula pada konstruksi konstruksi yang mengandung bahan bahan tersebut. 3. Apabila dai hasil penentuan berat sendiri ternyata diperoleh harga yang melampaui harga harga dalam tabel 1 lebih dari 10 %, maka harga harga tersebut yang harus dipakai. 4. Berat sendiri dari bahan bangunan dan dari konstruksi yang tidak tercantum dalam tabel 1, harus ditentukan tersendiri. 5. Berat sendiri seperti disebut dalam ayat ayat (2), (3), dan (4), harus ditentukan dengan memperhitungkan kelembaban setempat. 6. Penentuan berat sendiri seperti disebut dalam ayat ayat (3) dan (4), harus dilakukan dengan disaksikan dean disetujui oleh pengawas bangunan yang berwenang. 7. Ke dalam pasal ini tidak termasuk syarat syarat bahan dan syarat syarat konstruksi. Pasal 2.2 Reduksi muatan mati yang memberikan pengaruh yang menguntungkan 1. Apabila muatan mati memberikan pengaruh yang meguntungkan terhadap tegangan tegangan yang bekerja di dalam suatu unsur dan/atau bagian bangunan, maka sebagai muatan mati harus diambil harga berdasarkan Tabel 1 dikalikan dengan koefisien reduksi 0,9. 2. Apabila muatan mati suatu konstruksi dan/atau sebagian dari padanya memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap kestabilan, maka dalam perhitungan kemanan guling, muatan mati tersebut (kalau perlu termasuk berat blok blok jangkar) harus dikalikan dengan koefisien reduksi 0,9. TABEL 1

BERAT SENDIRI BAHAN BANGUNAN DAN KONSTRUKSI BAHAN BANGUNAN Pasir (kering udara sampai lembab) Pasir (jenuh air) Kerikil (kering udara sampai lembab, tidak diayak) Pasir Kerikil (kering udara sampai lembab) Batu Pecah (tidak diayak) Batu karang (berat tumpuk) Batu belah, batu gunung dan batu bulat (berat tumpuk) Tanah, tanah liat dan tanah geluh (kering udara sampai lembab) Tanah, tanah liat dan tanah geluh (basah) Batu alam Beton *) **) Beton bertulang **) Pasangan batu bata Pasangan batu belah, batu gunung dan batu bulat Pasangan batu karang Besi tuang BERAT SENDIRI 1.600 kg/m 3 1.800 kg/m 3 1.650 kg/m 3 1.850 kg/m 3 1.450 kg/m 3 700 kg/m 3 1.500 kg/m 3 1.700 kg/m 3 2.000 kg/m 3 2.600 kg/m 3 2.200 kg/m 3 2.400 kg/m 3 1.700 kg/m 3 2.200 kg/m 3 1.450 kg/m 3 7.250 kg/m 3

Baja Timah hitam (timbel) 7.850 kg/m 3 11.400 kg/m 3 Jenis jenis kayu : bisa dilihat di PKKI NI 5 KONSTRUKSI Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk muatan hidup paling tinggi 200 kg/m 2 BERAT JENIS 2 40 kg/m Langit langit dan dinding (termasuk rusuk rusuknya. Tetapi tanpa penggantung langit langit atau pengaku pengaku). Terdiri dari: 11 kg/m 2 a. Semen asbes (eternitdan bahan lain sejenis. Dengan tebal maksimum 4 mm. b. Kaca dengan tebal 3-4 mm 10 kg/m 2 Penggantung langit langit (dari kayu). Dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80 7 kg/m 2 Adukan per cm tebal: 21 kg/m 2 Dari semen Dari kapur, tras atau semen merah 17 kg/m 2 Dinding dinding pasangan batu bata: 450 kg/m 2 Satu batu Setengah batu 250 kg/m 2 Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton. Tanpa adukan, per cm tebal Aspal, termasuk bahan bahan mineral penambah per cm tebal 24 kg/m 2 14 kg/m 2 Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m 2 bidan atap 50 kg/m 2

Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m 2 bidang atap 40 kg/m 2 Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng/ gulung gulung Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 10 kg/m 2 11 kg/m 2